BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Seksio Sesarea 1. Pengertian Seksio sesarea adalah melahirkan janin yang sudah mampu hidup (beserta plasenta dan selaput ketuban) secara transabdominal melalui insisi uterus (Benson dan pernoll, 2009. hal 456). 2. Keutungan Seksio Caesar Operasi caesar lebih aman dipilih dalam menjalani proses persalinan karena telah banyak menyelamatkan jiwa ibu yang mengalami kesulitan melahirkan. Jalan lahir tidak teruji dengan dilakukannya seksio sesarea, yaitu bilamana di diagnosa panggul sempit atau fetal distress didukung data pelvimetri. Bagi ibu yang paranoid terhadap rasa sakit, maka seksio sesarea adalah pilihan yang tepat dalam menjalani proses persalinan, karena diberi anastesi atau penghilang rasa sakit (Fauzi, 2007. hal 8). 3. Kerugian Seksio Caesar Operasi seksio caesar merupakan prosedur medis yang mahal. Prosedur anastesi pada operasi bias membuat anak ikut terbius, sehingga anak tidak spontan menangis, keterlambatan menangis ini mengakibatkan kelainan hemodinamika dan mengurangi apgar score. Ibu akan mendapat luka baru di perut dan kemungkinan timbulnya infeksi bila luka operasi tidak dirawat dengan baik. Gerak tubuh ibu menjadi sangat terbatas
Universitas Sumatera Utara
sehingga proses penyembuhan luka akan semakin lama. Tindakan Seksio Caesar biasanya dianggap sebagai suatu penyiksaan bagi yang tidak memiliki kebiasaan beristirahat lama di rumah sakit setelah melahirkan (Fauzi, 2007. hal 11). 4. Indikasi-Indikasi Seksio Caesar a. Indikasi Ibu Dalam proses persalinan terdapat tiga faktor penentu yaitu power (tenaga mengejan dan kontraksi dinding otot perut dan dinding rahim), passageway (keadaan jalan lahir), passanger (janin yang dilahirkan) dan psikis ibu. Mula-mula indikasi seksio sesarea hanya karena ada kelainan passageaway, misalnya sempitnya panggul, dugaan akan terjadinya trauma persalinan pada jalan lahir atau pada anak, sehingga kelahirannya tidak bisa melalui jalan vagina. Namun, akhirnya merambat ke faktor power dan pasanger. Kelainan power yang memungkinkan dilakukannya seksio sesarea, misalnya mengejan lemah, ibu sakit jantung atau penyakit menahun lainnya mempengaruhi tenaga. Sedangkan kelainan passenger diantaranya makrosemia, anak kelainan letak jantung, primigravida >35 tahun dengan janin letak sungsang, persalina tak maju, dan anak menderita fetal distress syndrome (denyut jantung janin melemah). Secara terperinci ada tujuh indikasi medis seorang ibu yang harus menjalani seksio sesarea yaitu: 1) Jika panggual sempit, sehingga besar anak tidak proporsional dengan indikasi panggul ibu (disporsi). Olehkarena itu, penting untuk melakukan pengukuran panggul pada waktu pemeriksaan kehamilan awal. Dengan tujuan memperkirakan apakah panggul ibu masih dalam batas normal. 2) Pada kasus gawat janin akibat terinfeksi misalnya, kasus ketuban pecah dini (KPD) sehingga bayi terendam cairan ketuban yang busuk atau bayi ikut memikul demam tinggi. Pada kasus
Universitas Sumatera Utara
ibu mengalami preeklamsia/eklamsia, sehingga janin terpengaruh akibat komplikasi ibu. 3) Pada kasus plasenta terletak dibawah yang menutupi ostium uteri internum (plasenta previa), biasanya plasenta melekat di bagian tengah rahim. Akan tetapi pada kasus plasenta previa menutupi ostium uteri internum. 4) Pada kasus kelainan letak. Jika posisi anak dalam kandungan letaknya melintang dan terlambat diperiksa selama kehamilan belum tua. 5) Jika terjadi kontraksi yang lemah dan tidak terkordinasi, hal ini menyebabkan tidak ada lagi kekuatan untuk mendorong bayi keluar dari rahim. (incordinate uterine-action). 6) Jika ibu menderita preeklamsia, yaitu jika selama kehamilan muncul gejala darah tinggi, ada protein dalam air seni, penglihatan kabur dan juga melihat bayangan ganda. Pada eklamsia ada gejala kejang-kejang sampai tak sadarkan diri. 7) Jika ibu mempunyai riwayat persalinan sebelumnya adalah seksio sesar maka persalinan berikutnya umumnya harus seksio sesar karena takut terjadi robekan rahim. Namun sekarang, teknik seksio sesar dilakukan dengan sayatan dibagian bawah rahim sehingga potongan pada otot rahim tidak membujur lagi. Dengan demikian bahaya rahim robek akan lebih kecil dibandingkan dengan teknik seksio dulu yang sayatan dibagian tengah rahim dengan potongan yang bukan melintang (Cunningham, et,al 2006. hal 592). b.
Indikasi sosial
Selain indikasi medis terdapat indikasi nonmedis untuk melakukan seksio sesar yang indikasi sosial. Persalinan seksio sesar karena indikasi sosial timbul karena adanya permintaan pasien walaupun tidak ada masalah atau kesulitan untuk melakukan persalinan normal. Indikasi sosial biasanya sudah direncanakan terlebih dahulu untuk dilakukan tindakan seksio sesar (Cunningham, et,al 2006. hal 592).
Universitas Sumatera Utara
5. Kontara indikasi seksio sesarea Kontraindikasi seksio sesarea dilakukan baik untuk kepentingan ibu maupun untuk kepentingan anak, oleh sebab itu, seksio sesarea tidak dilakukan kecuali tidak dalam keadaan terpaksa. Seksio sesarea tidak boleh dilakukan pada kasus-kasus seperti ini: 1) Janin sudah mati dalam kandungan. Dalam hal ini dokter memastikan denyut jantung janin tidak ada lagi, tidak ada lagi gerakan janin anak dan dari pemeriksaan USG untuk memastikan keadaan janin, 2)Janin terlalu kecil untuk mampu hidup diluar kandungan, 3) Terjadi infeksi dalam kehamilan, 4) Anak dalam keadaan cacat seperti Hidrocefalus dan anecepalus (Cunningham, et,al 2006. hal 592). 6. Anestesi Ada beberapa anestesi atau penghilang rasa sakit yang bisa dipilih untuk operasi caesar, baik spinal maupun general. Pada anestesi spinal atau epidural yang lebih umum digunakan, sang ibu tetap sadar kala operasi berlangsung. Anestesi general bekerja secara jauh lebih cepat, dan mungkin diberikan jika diperlukan proses persalinan yang cepat (Gallagther, 2004. hal 20). a. Anestesi general Anestesi general biasanya diberikan jika anestesi spinal atau epidural tidak mungkin diberikan, baik karena alasan teksis maupun karena dianggap tidak aman. Pada prosedur pemberian anestesi ini akan menghirup oksigen melalui masker wajah selama tiga sampai empat menit sebelum obat diberikan melalui penetesan intravena. Dalam waktu 20 sampai 30 detik, maka pasien akan terlelap. Saat pasien tidak sadar, akan disisipkan sebuah selang ke dalam tenggorakkan pasien untuk membantu pasien bernafas dan mencegah muntah. Pasien yang menggunakan anestesi general harus dimonitor secara konstan oleh seseorang ahli anestesi.
Universitas Sumatera Utara
b. Anestesi spinal Dalam operasi caesar, pasien diberi penawaran untuk menggunakan anestesi spinal atau epidural. Pilihan ini membuat pertengahan ke bawah tubuh pasien mati rasa, tetapi pasien akan tetap terjaga dan menyadari apa yang sedang terjadi. Hal ini berarti pasien bisa merasakan kelahiran bayi tanpa merasakan sakit, dan pasangan juga bisa mendampingi untuk memberikan dorongan dan semangat. B. Terapi musik 1.
Pengertian Terapi musik adalah materi yang mampu mempengaruhi kondisi seseorang baik
fisik maupun mental. Musik memberikan rangsangan pertumbuhan fungsi-fungsi otak seperti fungsi ingatan, belajar, mendengar, berbicara, serta analisi intelek dan fungsi kesadaran (Satiadarma, 2004. hal 17). Musik memiliki kekuatan untuk mengobati penyakit dan meningkatkan kemampuan pikiran seseorang. Ketika musik diterapkan menjadi sebuah terapi, musik dapat meningkatkan pemulihkan dan memelihara kesehatan fisik, mental, emosional, social, dan spiritual. (Raymont, 2000
)
Musik adalah segala sesuatu yang menyenangkan, mendatangkan kecerian, mempunyai irama (ritme), melodi, Timbre (warna suara) tertentu untuk membantu tubuh dan pikiran saling bekerja sama. Musik memberikan nuansa yang besifat menghibur, menumbuhkan suasana yang menenangkan dan menyenangkan seseorang (Sari, 2005. hal 21)
Universitas Sumatera Utara
2.
Pengaruh Musik Terhadap Sistem Saraf di Otak
A.
Sistem Otak Yang Memproses Perasaan. Musik adalah bahasa yang membawa perasan. Musik dapat merangsang sistem
saraf yang akan menghasilkan suatu perasaan. Perangsangan sistem saraf ini mempunyai arti penting bagi pengobatan, karena sistem saraf ambil bagian dalam proses fisiologis. Dalam ilmu kedokteran jiwa, jika emosi tidak harmonis, maka akan mengganggu sistem lain dalam tubuh kita, misalnya sistem pernapasan, sistem endokrin, sistem immune, sistem kardiovaskuler, sistem metabolik, sistem motorik, sistem nyeri, sistem temperatur dan lain sebagainya. Semua sistem tersebut dapat bereaksi positif jika mendengar musik yang tepat. B.
Sistem Otak Kognitif Aktivasi sistem ini dapat terjadi walaupun seseorang tidak mendengarkan atau
memperhatikan musik yang sedang diputar. Musik akan merangsang sistem ini secara otomatis, walaupun seseorang tidak menyimak atau memperhatikan musik yang sedang diputar. Jika sistem ini dirangsang maka seseorang akan meningkatkan memori, daya ingat, kemampuan belajar, kemampuan matematika, analisis, logika, inteligensi dan kemampuan memilah, disamping itu juga adanya perasaan bahagia dan timbulnya keseimbangan sosial. C.
Sistem Otak Yang Mengontrol Kerja Otot Musik secara langsung bisa mempengaruhi kerja otot kita. Detak jantung dan
pernafasan bisa melambat atau cepat secara otomatis, tergantung alunan musik yang didengar. Ternyata denyut jantung dan tekanan darah bisa diturunkan. Musik juga mempengaruhi sistem imun, sistem saraf, sistem endokrin, sistem pernafasan, sistem metabolik, sistem kardiovaskuler dan beberapa sistem lainnya dalam tubuh. Dari
Universitas Sumatera Utara
berbagai penelitian ilmiah tersebut, dinyatakan bahwa musik dapat digunakan untuk membantu penyembuhan beberapa penyakit seperti insomnia, stress, depresi, rasa nyeri, hipertensi, obesitas, parkinson, epilepsi, kelumpuhan, aritmia, kanker, psikosomatis, mengurangi rasa nyeri saat melahirkan, dan rasa nyeri lainnya. 3. Jenis-Jenis Musik Seiring dengan perkembangan dan kemajuan teknologi juga semakin meningkatkan jenis-jenis musik seperti Rock, musik country, musik jazz, musik barok, musik klasik. Jenis-jenis musik yang sudah diteliti yang memberikan stimulasi (rangsangan) terhadap kesehatan adalah : a. Musik Klasik Musik klasik adalah kompleksitas musik klasik merangsang keseluaran otak, makin banyak diserap otak makin beragam kemampuan manusia. Secara umum, beberapa jenis musik klasik dianggap memiliki dampak yang relative, musik klasik memilki kesan dan dampak psikologi yang menimbulkan kesan rileks, santai, memberikan dampak menenangkan dan menurunkan steres. Musik klasik sangat terstruktur secara harfiah yang akan berpegaruh terhadap arsitektur otaknya. Musik klasik dapat mengaktifkan belahan otak kanan yang berhubungan dengan kreatifitas, dan otak sebelah kanan dapat membantu ibu untuk berfikir lebih tenang. Musik klasik juga dapat mengaktifkan otak sebelah kiri yang berhubungan erat dengan pembentukan kecerdasan anak pada pendidikan formal. Musik klasik mempunyai struktur irama yang disesuaikan dengan pola-pola sel saraf otak manusia, dan musik klasik menggunakan lagu-lagu Indonesia yang bersyair sederhana yang mengandung nilai edukatif. (Iramawati, 2003)
Universitas Sumatera Utara
Endorfin merupakan zat alamiah di otak, yang akan dilepaskan saat tubuh merasa rileks. Hormon-hormon stres, yang meliputi adreronocorticotrophic (ACTH), prolaktin, dan hormon pertumbuhan (GH), dalam darah akan sama kadarnya saat mendengarkan musik. Keadaan relaks ini akan memperlancar sirkulasi darah ibu dan janin melalui plasenta. Denyut jantung janin akan mengikuti sinkronasi dengan denyut jantung ibu sebagai sumber musik pertama yang janin dengar dalam kandungan. Keseimbangan ini harus dijaga dari stress, baik fisik maupun psikis, agar janin tidak mengalami gangguan pertumbuhan selama dalam uterus dan penyulit bagi ibu hamil selama kehamilan hingga persalinan bagi ibu. b. Musik Barok Musik barok dianggap sebagai shooting musik atau musik yang membelai, menimbulkan rasa tenang dan nyaman, musik barok membangkitkan suasana positif dalam bermain. Musik jenis ini, cendrung mendorong berani bereksplorasi. c. Nature Sound musik Musik nature sounds merupakan bagian musik klasik, nature sound musik merupakan bentuk integrative musik klasik dengan suara-suara alam. Iringan musik nature sound musik dapat membangkitkan asosiasi stimulasi sebagai sarana memperkuat imajinasi atau khayalan. d. Ayat suci Musik ayat suci adalah pembacaan doa dan ayat suci dilakukan dengan music dapat mengarahkan konsentrasi untuk berkomunikasi dengan alam semesta atau lingkungan sekitar. Ritual musik dengan ayat-ayat dan doa dapat mengikat emosional antara anggota, karena nyanyian ayat dan doa dapat meresapi pesan-pesan ilahi tentang kehidupan (Satiadarma, 2004. hal 38-39)
Universitas Sumatera Utara
4. Manfaat Musik Musik adalah pengatur yang baik membentuk tubuh dan pikiran untuk saling bekerja sama. Musik berguna untuk : 1) memberi pengulangan yang menguatkan pembelajaran, 2) memberi ketukan yang berirama yang membantu koordinasi, 3) memberi pola yang membimbing guna mengantisipasi apa yang terjadi, 4) Memberi kata-kata yang menyatukan bahasa dan kemampuan membaca, 5) Memberi melodi yang menarik hati dan perhatian dengan kegembiraan, 6) Musik dapat menenangkan (relasaksi) dan juga memberikan rangsangan (stimulasi). (Sari, 2005. hal 37-38). 5. Rangsangan Terapi Musik Terhadap Fungsi Otak Musik dapat berpengaruh untuk : 1) merangsang otak secara fisik, musik mampu mengaktifkan fungsi otak yang telah mengalami penurunan akibat adanya gangguan fisik. Sehingga musik memungkinkan kondisi fisik yang baik, 2) merangsang fungsi kognitif, musik mampu membantu seseorang untuk meningkatkan konsentrasi, menenangkan pikiran, memberi ketenangan dan membantu seseorang untuk melakukan motivasi pada diri sendiri, 3) merangsang Rekognisi (mengenali kembali), musik dapat merangsang penginderaaan dan akan disampaikan ke otak dengan menggunakan sinyal saraf, kemudian otak menganalisa sinyal yang dikirim oleh penginderaan. maka seseorang yang mendengar dengan musik, maka individu akan merespon dengan berbagai macam reaksi, 4) merangsang berfikr ritmis, tidak dapat dipungkiri bahwa musik mengandung irama atau ritmis, ketika seseorang mendengar musik, maka seseorang akan mengawali proses berpikir secara ritmis seperti mengikuti irama musik, bergerak kecil dengan irama musik (Satiadarma, 2004. hal 26-27).
Universitas Sumatera Utara
C. Kecemasan 1.
Pengertian Ansietas (cemas) adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh
situasi. Anietas merupakan alat peringatan internal yang memberikan tanda bahaya kepada individu (Videbeck, et,al 2008. hal 307). 2.
Etiologi Cemas Penyebab timbulnya kecemasan dapat ditinjau dari 2 faktor yaitu : 1) Faktor
Internal yaitu tidak memiliki keyakinan akan kemampuan diri. Ansietas berlawanan dengan penyebab psikologis, 2) Faktor Eksternal yaitu dari lingkungan seperti ketidaknyamanan akan kemampuan diri, Threat (ancaman), Conflik (pertentangan), Fear (ketakutan), Unfuled need (kebutuhan yang tidak terpenuhi) (Videbeck, dkk, 2008. hal 312-313). 3. Bentuk Cemas Menurut Bucklew cemas bisa mempengaruhi seseorang dalam berbagai bentuk. Beberapa orang menunjukkan kecemasannya secara psikologis, emosional, dan fisiologis. Cemas secara psikologis dan emosional terwujud dalam gejala-gejala kejiwaan seperti tegang, bingung, khawatir, sukar berkontraksi, perasaan tidak menentu dan sebagainya. Sedangkan secara fisiologis terwujud dalam gejala-gejala fisik terutama pada sistem saraf misalnya tidak dapat tidur, jantung berdebar-debar, gemetar, perut mual-muntah, diare, nafas sesak disertai tremor pada otot (Videbeck, et,al 2008. hal 308309). 4. Faktor-faktor Penyebab Kecemasan Dalam Persalinan Seksio sesarea
Universitas Sumatera Utara
a.
Faktor Emosional
Rasa takut dan cemasnya seorang wanita dapat dipengaruhi oleh keadaan emosionalnya. Adapun penyebab dari keadaan emosional itu adalah sebagai berikut : Kelahiran sebelumnya sangat sulit, keadaan rumah sakit yang sebelumnya sangat traumatik, penganiayaan pada masa kanak-kanak baik fisik, seksual atau emosional, Asal usul keluarga yang disfungsional, Ketakutan mengenai masalah kesehatan sekarang dan kedepannya, kekerasan dalam keluarga dimasa lalu/sekarang, ketidakmampuan mendengar dan mengerti apa yang terjadi dan apa yang telah dikerjakan dan kepercayaan-kepercayaan yang berasal dari cerita-cerita orang bahwa melahirkan itu sakit sehingga membuat orang merasa cemas dalam menjalani proses persalinan (Maramis, 1998. hal 107). b.
Faktor Ketakutan
Ketakutan yang umum terjadi pada wanita pada saat menjalani proses persalinan seksio sesarea yang dapat menghalangi kemajuan persalinan antara lain : 1) Takut akan menghadapi persalinan seksio sesarea, melahirkan dengan operasi seksio sesarea dapat menimbulkan gangguan psikologis seperti takut, cemas, tegang saat menghadapi persalinan, suasana diruang operasi yang menakutkan. sering juga gangguan fisik dan psikologis terjadi secara bersamaan sehingga menjadi lingkaran yang sulit diputus. Mekanisme ini disebut Incordinate Uterine Action. Ketika ibu takut pada saat persalinan secara otomatis otak mengatur dan mempersiapkan tubuh untuk merasa sakit, akibatnya rasa sakit saat melahirkan akan semakin terasa. Artinya sakit dan bimbang semakin terasa maka ibu akan semakin takut (Danuatmaja dan Meilisary, 2008). 2) Takut operasi gagal, seseorang wanita akan merasa takut akan menjelang operasi, seorang ibu yang melahirkan dengan seksio sesarea akan selalu takut dan
Universitas Sumatera Utara
cemas akan kegagalan operasinya. Ibu yang bersalin selalu dikuasai oleh perasaan dan pikiran mengenai operasinya yang akan dijalaninya gagal dan tanggungjawab dalam mengurus anaknya. 3) Pengalaman melahirkan sebelumnya, pengalaman melahirkan sebelumnya merupakan hal penting bagi ibu multipara yang akan melahirkan. Setiap wanita memiliki pengalaman melahirkan yang tersendiri, pengalaman itu bisa bersifat positif maupun negatif yang pada akhirnya dapat menimbulkan efek emosional dan reaksi psikososial. Pengalaman negatif pada kelahiran sebelumnya terhadap persalinan menyebabkan ibu cemas pada saat melahirkan. gangguan psikologi dan pengalaman buruk sebagai pasien pada persalinan sebelumnya, merasa tidak aman atau terancam pada persalinan berikutnya dapat meningkatkan intensitas cemas pada ibu multipara. 4) Takut akan kematian, seseorang wanita yang akan melahirkan akan merasa takut akan kematiannya, khusus jika persalinan yang dipilih dengan seksio sesar. Pada saat melahirkan dan takut akan kematian bayinya atau bahkan kematian pada keduanya. Takut akan kematian lebih dirasakan oleh ibu yang pernah melahirkan bayi dengan komplikasi (Henderson dan Benson, 2006). 5. Tingkat Kecemasan Peplau (1963) mengidentifikasi ansietas (cemas) dalam 4 tingkatan, setiap tingkatan memiliki karakteristik dalam persepsi yang berbeda, tergantung kemampuan individu yang ada dan dari dalam dan luarnya maupun dari lingkungannya, tingkat kecemasan atau ansietas yaitu : 1) Cemas ringan adalah cemas yang normal menjadi bagian sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Cemas ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas.
Universitas Sumatera Utara
2) Cemas sedang adalah cemas yang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal-hal yang penting dan mengesampingkan yang tidak penting atau bukan menjadi prioritas. Cemas sedang bisa mengendalikan diri, dan masih bisa untuk diarahkan. 3) Cemas berat adalah cemas ini sangat mengurangi persepsi individu, cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik, dan tidak dapat berfikir tentang hal yang lain. Semua perilaku ditunjukkan untuk mengurangi ketegangan individu memerlukan banyak pengesahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain. Cemas sedang ini biasanya penuh dengan ketakutan, diikuti dengan gemetar, dan biasanya ditandai dengan mual atau muntah. 4) Panik adalah tingkat panik dari suatu ansietas berbungan dengan ketakutan dan teromor, karena mengalami kehilangan kendali. Orang yang mengalami panik tidak mampu
melakukan
sesuatu
walaupun dengan pengarahan,
panik
melibatkan
disorganisasi kepribadian, dengan panik terjadi peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat ansietas ini tidak sejalan dengan kehidupan dan jika berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian (Videbeck, et, al 2008. hal 311).
Universitas Sumatera Utara