BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan merupakan suatu proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan di anggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit (JNPK. 2007: 37). Proses persalinan dapat dibagi menjadi empat kala yang berbeda. Kala satu persalinan mulai ketika telah tercapai kontraksi uterus dengan frekuensi, intensitas, dan durasi yang cukup untuk menghasilkan pendataran dan dilatasi servik yang progresif. Kala satu persalinan selesai ketika servik sudah membuka lengkap (sekitar 10 cm) sehingga memungkinkan kepala janin lewat. Oleh karena itu, kala satu persalinan disebut stadium pendataran dan dilatasi servik. Kala dua persalinan mulai ketika dilatasi servik sudah lengkap, dan berakhir ketika janin sudah lahir. Kala dua persalinan adalah stadium ekspulsi janin. Kala tiga persalinan mulai segera setelah janin lahir, dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban janin. Kala tiga persalinan adalah stadium pemisahan dan ekspulsi plasenta (Cunningham, et al, 2006: 274 - 275). Kesalahan penatalaksanaan kala III adalah penyebab tunggal utama perdarahan pada kala tiga yang dapat mengakibatkan kematian pada ibu bersalin (Varney, et al, 2008: 827).
Universitas Sumatera Utara
Penyebab langsung angka kematian ibu terkait kehamilan dan persalinan terutama adalah perdarahan yaitu sebanyak 28%. Dan penyebab yang lain yaitu akibat eklamsi sebanyak 24%, infeksi sebanyak 11%, partus lama 5%, dan akibat abortus sebanyak 5% (Kompas, 2010: 3). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, Angka Kematian Ibu adalah 228 per 100.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu di provinsi Sumatra Utara selama 4 (empat) tahun terahir menunjukkan kecenderungan penurunan. Menurunnya Angka Kematian Ibu (AKI) dari 330/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2004, menjadi 320/100.000 kelahiran hidup, pada tahun 2006 menjadi 315/100.000 kelahiran hidup, kembali mengalami penurunan sebesar 305/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 (Diskominfo, 2010, ¶ 3) Sementara Angka Kematian Ibu di Kota Medan pada tahun 2005 sebanyak 16 orang dari 50.673 ibu yang bersalin, pada tahun 2006 sebanyak 6 orang dari 58.878 ibu yang bersalin, pada tahun 2007 sebanyak 22 orang dari 58.763 ibu yang bersalin, dan pada tahun 2007 sebanyak 28 orang dari 50.964 ibu yang bersalin (Profil Badan Pusat Statistik Kota Medan, 2009: ). Upaya menurunkan angka kematian ibu dan peningkatan derajat kesehatan ibu tetap merupakan prioritas utama dalam pembangunan kesehatan untuk MDG’s 2015. Departemen Kesehatan bersama program Maternal dan Neonatal Health (MNH), Sejak tahun 1999 mengembangkan berbagai pendekatan baru yang didasarkan pada praktek terbaik yang diakui dunia dapat membantu memperbaiki kondisi kesehatan ibu melahirkan dan Bayi Baru Lahir (BBL). Pendekatan ini berupa kegiatan untuk memperbaiki kualitas dan kuantitas pelayanan kesehatan dengan pendekatan khusus
Universitas Sumatera Utara
pada tenaga penolong persalinan yang terampil dan penyediaan rujukan (Bappenas, 2010, ¶ 2) Kemampuan pelayanan kesehatan suatu negara ditentukan dengan perbandingan tinggi rendahnya angka kematian ibu dan angka kematian perinatal. Dikemukakan juga bahwa angka kematian perinatal lebih mencerminkan kesanggupan suatu Negara untuk memberikan pelayanan kesehatan (Manuaba, 1998: 4). Pelayanan yang bermutu adalah pelayanan yang di satu pihak memuaskan klien dan di lain pihak diselenggarakan sesuai dengan standar dan kode etik profesi (Hidayat dan Isnawan, 2008: 114). Tenaga kesehatan berhubungan langsung dan sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan Ibu dan Anak, terutama penolong persalinan adalah bidan, dengan demikian keterampilan bidan terutama dalam pertolongan persalinan yang aman sehingga dengan demikian akan membantu menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia. Dalam peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Badan Kesejahtraan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dan Departemen Kesehatan (Depkes) pada Rabu 30 Juni 2004 di Hotel Bidakara Jakarta meluncurkan program Bidan Delima (BD). Tujuan Program Bidan Delima berusaha untuk meningkatkan pelayanan yang berkualitas dengan cara melengkapi sarana dan prasarana serta memberikan pelayanan yang standar. Ikatan Bidan Indonesia (IBI) terus berpacu untuk menjadikan bidan semakin professional. Karenanya, Ikatan Bidan Indonesia di Jawa Tengah mulai awal tahun 2005, meluncurkan bidan delima sebagai upaya nyata melahirkan bidan berkualitas dalam menyelamatkan kaum ibu hamil dan melahirkan dan anak yang dilahirkannya. Tercatat 60 bidan sebagai bidan delima. Peluncuran bidan delima di Semarang, Jawa Tengah, ini
Universitas Sumatera Utara
sebagai yang pertama, yang diharapkan akan dilanjutkan di provinsi lain di Indonesia (Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia, 2010, ¶ 1). Menurut survei pendahuluan yang dilakukan peneliti di Kantor IBI Cabang Kota Medan, jumlah Bidan Praktek Swasta (BPS) di Kota Medan sebanyak 466 BPS dan jumlah BPS yang telah mengikuti prakualifikasi sebanyak 44 BPS, dimana Prakualifikasi merupakan tahapan awal dari proses menjadi Bidan Delima. Tugas, tanggung jawab dan kewenangan profesi bidan telah diatur dalam beberapa peraturan dan keputusan menteri kesehatan. Peraturan dan keputusan Menteri Kesehatan ini membantu program pemerintah di bidang kesehatan khususnya dalam rangka menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Perinatal (AKP), pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), pelayanan ibu hamil, pelahiran, nifas yang aman, pelayanan Keluarga Berencana (KB), pelayanan kesehatan masyarakat dan pelayanan kesehatan reproduksi lainnya (Soepardan, 2008: 3). Dari tahun ke tahun permintaan masyarakat terhadap peran aktif bidan dalam memberikan pelayanan terus meningkat. Ini merupakan bukti bahwa eksistensi bidan di tengah masyarakat semakin memperoleh kepercayaan, pengakuan dan penghargaan. Berdasarkan hal inilah, bidan dituntut untuk selalu berusaha meningkatkan kemampuan sekaligus mempertahankan dan meningkatkan kualitas pelayananya. Karena hanya melalui pelayanan berkualitas, pelayanan terbaik dan terjangkau yang diberikan oleh Bidan, maka kepuasan pelanggan baik kepada individu, keluarga dan masyarakat dapat tercapai (Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia, 2007: 3). Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk meneliti Pelaksanaan Manajemen Aktif Kala III pada BPS Bidan Delima dan NonBidan Delima.
Universitas Sumatera Utara
B.
Perumusan Masalah Masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
Apakah terdapat perbedaan Pelaksanaan Manjemen Aktif Kala III pada BPS Bidan Delima dan NonBidan Delima di Kota Medan Tahun 2011? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui Pelaksanaan Manajemen Aktif kala III pada BPS Bidan Delima dan NonBidan Delima di Kota Medan Tahun 2010 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui Pelaksanaan Manajemen Aktif kala III di BPS Bidan Delima b. Untuk mengetahui Pelaksanaan Manajemen Aktif kala III di BPS NonBidan Delima. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi organisasi profesi (IBI) Sebagai informasi atau masukan dalam meningkatkan pelayanan kebidanan, khususnya dalam pelaksanaan manajemen aktif kala III 2. Bagi Instansi Pendidikan Sebagai bhan bacaan di perpustakaan dan bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan khususnyan manajemen aktif kala III dan program bidan delima
Universitas Sumatera Utara