BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bank Syariah 2.1.1 Pengertian Bank Syariah Dengan diberlakukannya UU no 10 tahun 1998 yang menggantikan UU no 7 tahun 1992, landasan bank syariah semakin jelas dan kuat, baik dari segi kelembagaan maupun operasional. Semakin kuat landasan bank syariah setelah didukung UU no 23 tahun 1999 tentang bank Indonesia, yang menyatakan bahwa bank Indonesia dapat menerapkan kebijakan moneter berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Menurut Ascarya dan Yumanita (2005:4)
pengertian bank syariah
adalah : "Lembaga intermediasi dan penyedia jasa keuangan yang bekerja berdasarkan etika dan sistem nilai Islam, khususnya yang bebas dari bunga (riba), bebas dari kegiatan spekulatif yang nonproduktif seperti perjudian (maysir), bebas dari hal-hal yang tidak jelas dan meragukan (ghurar), berprinsip keadilan, dan hanya membiayai kegiatan usaha yang halal." Pengertian bank syariah menurut UU No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbanakan adalah : "Bank syariah adalah bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu linta pembayaran. Dalam Sudarsono (2003:18) menyatakan bah wa pengertian bank syariah adalah : "Bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah. Dapat disimpulkan bahwa pengertian bank syariah adalah sebuah lembaga keuangan yang sistem operasionalnya menggunakan dasar prinsip-prinsip Islam.
11
12
2.1.2 Prinsip dan Fungsi Bank Syariah Keberadaan perbankan syariah di indonesia selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini terjadi setelah dikeluarkannya UU no 19 tahun 1998 tentang perbankan syariah yang menguatkan keberadaan bank syariah di indonesia. Bank syariah merupakan bank yang menolak adanya sistem bunga, tetapi bank syariah lebih menggunakan sistem bagi hasil. Dalam menjalankan aktivitas operasionalnya, menurut
Rachmadi
(2012:35) bank syariah menganut prinsip-prinsip sebagai berikut : 1. Prinsip keadilan Prinsip ini tercermin dari penerapan imbalan atas dasar bagi hasil dan pengambilan margin keuntungan yang disepakati bersama antara bank dengan nasabah. 2. Prinsip kesederajatan Bank syariah menempatkan nasabah penyimpan dana, nasabah pengguna dana, maupun bank pada kedudukan yang sama dan sederajat. Hal ini tercermin dalam hak, kewajiban, risiko, dan keuntungan yang berimbang antara nasabah penyimpan dana, nasabah pengguna dana maupun bank. 3. Prinsip ketenteraman Produk-produk bank syariah telah sesuai dengan prinsip dan kaidah muamalah Islam, antara tidak adanya unsur riba serta penerapan zakat harta. Artinya nasabah akan merasakan ketenteraman lahir maupun batin. Sedangkan fungsi bank syariah menurut Rachmadi (2012:38) sebagai berikut : 1. Memobilitasi tabungan masyarakat, baik domestik maupun asing. 2. Menyalurkan dana tersebut secara efektif pada kegiatan-kegiatan usaha produktif dan menguntungkan secara finansial, dengan tetap memperhatikan keinginan usaha tersebut tidak termasuk yang dilarang oleh syariah. 3. Melakukan fungsi regulator, turut mengatur mekanisma penyaluran dana ke masyarakat sesuai kebijakan Bank Indoneisia, sehingga dapat mengendalikan aktivitas moneter yang sehat dan terhindar dari inflasi.
13
4. Menjembati keperluan pemanfaatan dana dari pemilik modal dan pihak yang memerlukan, sehinggauang dapat berfungsi untuk melancarkan perekonomian khususnya dan pembangunan umumnya. 5. Menjaga amanah yang dipercayakan kepadanya sebagai lembaga keuangan yang berdasarkan prinsip syariah.
2.1.3 Prinsip-Prinsip Dasar Operasional Bank Syariah Menjauhkan diri dari riba adalah salah satu prinsip dari bank syariah dalam praktek perbankan. Bank syariah dirancang dengan menggunakan sistem bagi hasil untuk menjalin kebersamaan dalam menanggung risiko usaha antara pemilik dana dan peminjam dana. Secara garis besar, hubungan ekonomi berdasarkan syariah Islam tersebut ditentukan oleh hubungan aqad yang terdiri dari lima konsep dasar aqad. Bersumber dari kelima konsep dasar inilah dapat ditemukan produk-produk lembaga keuangan bank syariah dan lembaga keuangan bukan bank syariah untuk dioperasionalkan. Kelima konsep tersebut menurut Muhamad (2014:27) adalah : 1. Prinsip simpanan murni (al-wadiah) Prinsip simpanan murni merupakan fasilitas yang diberikan oleh bank Islam untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang kelebihan dana untuk menyimpan dananya dalam bentuk al-wadiah. Fasilitas al-wadiah
biasa
diberikan untuk tujuan investasi guna mendapatkan keuntungan seperti halnya tabungan dan deposito. Dalam dunia perbankan konvesional al-wadiah identik dengan giro. 2. Prinsip bagi hasil (syirkah) Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana. Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara bank dengan penyimpan dana, maupun antara bank dengan nasabah penerima dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah mudharabah dan musyarakah. Lebih jauh prinsip mudharabah dapat dipergunakan sebagai dasar baik untuk produk pendanaan (tabungan dan
14
deposito) maupun pembiayaan, sedangkan musyarakah lebih banyak untuk pembiayaan. 3. Prinsip jual beli (at-tijarah) Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, dimana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan (margin) 4. Prinsip sewa (al-ijaarah) Prinsip ini secara garis besar terbagi kepada dua jenis, yaitu (1) ijarah, sewa murni, seperti halnya penyewaan traktor dan alat-alat produk lainnya (operating lease). Dalam teknis perbankan, bank dapat membeli dahulu equipment yang dibutuhkan nasabah kemudian menyewakan dalam waktu dan hanya yang telah disepakati kepada nasabah. (2) Bai al takjiri atau ijarah al muntahiya bit tamlik merupakan penggabungan sewa dan beli, dimana si penyewa mempunyai hak untuk memiliki barang pada akhir masa sewa (financial lease) 5. Prinsip jasa (al-ajr'walumullah) Prinsip ini meliputi seluruh layanan non-pembiayaan yang diberikan bank. Bentuk produk yang berdasrkan prinsip ini antara lain bank garansi, kliring, inkaso, jasa transter, dan lain-lain. Secara syariah prinsip ini didasarkan pada konsep al ajr'wal umulah. 2.1.4 Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensioanl Sistem operasional perbankan syariah berbeda dengan sistem operasional perbankan konvensional, karena sistem perbankan syariah merupakan turunan dari sistem ekonomi Islam yang memilki cakupan yang cukup luas. Perbankan Islam bukan hanya dituntut untuk mencari profit untuk perkembangannya, namun dituntut pula untuk memegang teguh nilai-nilai syariah.
15
Untuk memperjelas perbedaan bank syariah dan bank konvesional terdapat tabel dibawah ini. Menurut Rachmadi (2012, 39) menjelaskan perbedaannya sebagai berikut : Tabel 2.1 Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional Karakter
Bank Islam
Bank Konvensional
Hukum Islam dan hukum positif
Hukum positif
Hukum Islam dan hukum positif
Hukum positif
Fungsi
Ekonomi dan sosial (keagamaan)
Ekonomi
Orientasi usaha
Profit dan falah oriented
Profit Oriented
Eksistensi dan legaliatas Dasar hukum produk dan akad
Prinsip operasional
Berdasarkan asas prinsip syariah (bagi hasil, jual beli, sewa-menyewa, pinjammeminjam)
Berdasarkan asas prinsip konvensional berdasarkan bunga
Investasi
Halal
Halal dan haram
Karakter
Bank Islam
Bank Konvensional
Kemitraan dan sejajar
Debitur dan kreditur
Bank Islam
Bank Konvensional
Kesepakatan bersama
Sepihak oleh bank
Riil (users of real funds)
Creator of money supply
Hubungan bank dengan nasabah Karakter Penentuan keuntungan (imbalan) Penggunaan dana Pengawasan
Bank Indonesia, dewan syariah nasional dan dewan pengawas nasional
Bank Indonesia
16
Karena bank Islam harus menghindari riba, maka bank Islam tidak dapat memasuki pasar uang (inter bank borrowing) konvensional. Untuk mengatasi kesulitan dana dapat ditempuh beberapa alternatif berikut. 1. Melakukan perjanjian kerja sama dengan bank konvensional untuk saling membantu dengan memberikan pinjaman atas dasar sistem bagi hasil. 2. Melakukan perjanjian kerja sama dengan bank konvensional untuk saling membantu dengan memberikan pinjaman tanpa bunga secara timbal balik. 3. Melakukan pinjaman kepada bank sentral dengan perjanjian pengembalian tanpa bunga, tetapi dengan sistem bagi hasil. 2.2 Pembiayaan Syariah 2.2.1 Pengertian Pembiayaan Dua produk utama bank syariah adalah menghimpun dana dan menyalurkan dana. Penyaluran dana yang dilakukan oleh bank syariah adalah pemberian pembiayaan kepada masyarakat yang membutuhkan, baik untuk modal usaha maupun untuk di konsumsi. Pengertian pembiayaan menurut Muhamad (2014:40) adalah penyediaan dana atas tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa : 1. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah. 2. Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik. 3. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna. 4. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh. 5. Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank syariah dan/atau unit usaha syariah dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujroh, tanpa imbalan, atau bagi hasil.
17
2.2.2 Jenis - Jenis Pembiayaan Syariah Pembiayaan merupakan salah satu produk yang terdapat pada bank syariah. Menurut Karim (2010:234) pembiayaan syariah dibagi menjadi enam jenis yaitu : 1.
Pembiayaan Modal Kerja Syariah Pembiayaan jangka pendek yang diberikan kepada perusahaan untuk membiayai kebutuhan modal kerja usahanya berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
2. Pembiayaan Investasi Syariah Pembiayaan jangka menengah atau jangka panjang untuk pembelian barangbarang modal yang diperlukan untuk pendirian proyek baru, rehabilitasi, modernisasi, ekspansi, dan relokasi proyek yang sudah ada. 3. Pembiayaan Konsumtif Syariah Jenis pembiayaan yang diberikan untuk tujuan diluar usaha dan umumnya bersifat perorangan. 4. Pembiayaan Sindikasi Pembiayaan yang diberikan oleh lebih dari satu lembaga keuangan bank untuk satu objek pembiayaan tertentu. Pada umumnya, pembiayaan ini diberikan oleh bank kepada nasabah korporasi yang memiliki nilai transaksi yang sangat besar. 5. Pembiayaan Berdasarkan Take Over Pembiayaan yang timbul sebagai akibat dari take over sebagai transaksi nonsyariah yang telah berjalan yang dilakukan oleh bank syariah atas permintaan nasabah. 6. Pembiayaan Letter of Credit Pembiayaan yang diberikan dalam rangka memfasilitas transaksi impor atau ekspor nasabah.
18
2.3 Pembiayaan Murabahah 2.3.1 Pengertian Pembiayaan Murabahah Pembiayaan murabahah (jual-beli) adalah salah satu pembiayaan yang menjadi unggulan pada bank syariah. Murabahah menurut Muhamad (2014:46) adalah transaksi jual beli suatu barang sebesar harga perolehan barang ditambah dengan
margin
yang
disepakati
oleh
para
pihak,
di
mana
penjual
menginformasikan terlebih dahulu harga perolehan kepada pembeli.
2.3.2 Fitur dan Mekanisme Pembiayaan Murabahah Pembiayaan murabahah adalah salah satu dari produk dikeluarkan oleh bank syariah. Terdapat fitur dan mekanisme dalam menawarkan produk pembiayaan murabahah, menurut Muhamad (2014:47) fitur dan mekanisme pembiayaan bank syariah adalah : 1.
Bank bertindak sebagai pihak penyedia dana dalam kegiatan transaksi murabahah dengan nasabah.
2.
Bank dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.
3.
Bank wajib menyediakan dana untuk merealisasikan penyediaan barang yang dipesan nasabah.
4.
Bank dapat memberikan potongan dalam besaran yang wajar dengan tanpa diperjanjikan di muka.
2.3.3 Manfaat dan Risiko Pembiayaan Murabahah Bank syariah sama seperti halnya dengan bank konvensional yang memiliki sifat bisnis. Pembiayaan murabahah memiliki beberapa manfaat yang dapat diperoleh dan risiko yang harus diantisipasi Menurut Muhamad (2014:47) manfaat yang diperoleh dari pembiayaan murabahah adalah : 1. Bagi bank, memperoleh pendapatan dalam bentuk margin. 2. Bagi nasabah, dapat mengansur pembayaran dengan jumlah angsuran yang tidak akan berubah selama masa perjanjian.
19
Sedangkan risiko pembiayaan murabahah menurut Muhamad (2014:47) adalah : 1. Risiko pembiayaan (financing risk) yang disebabkan oleh nasabah wanprestasi atau default 2. Risiko pasar yang disebabkan oleh pergerakan nilai tukar jika pembiayaan atas dasar akad murabahah diberikan dalam valuta asing.
2.4 Dana Pihak Ketiga 2.4.1 Pengertian Dana Pihak Ketiga Usaha
bank
dalam
perkembangan bank. Dalam
menghimpun
dana
sangat
mencari sumber dana
mempengaruhi
bank, bank harus
mempertimbangkan faktor-faktor seperti tingkat kemudahan dalam memperoleh sumber dana tersebut atau biaya yang dikeluarkan oleh bank untuk memperolehnya. Sumber dana yang berasal dari masyarakat merupakan sumber dana paling utama bagi bank. Sumber dana ini mudah untuk dicari juga tersedia dalam jumlah banyak di masyarakat dan syarat-syaratnya pun tidak begitu sulit. Bank hanya perlu menarik minat masyarakat dengan memberikan promo atau menyediakan produk yang mudah syarat dan ketentuannya. Menurut Rivai dkk (2012:172), dana pihak ketiga adalah : "Dana yang diperoleh dari masyarakat, dalam arti masyarakat sebagai individu, perusahaan, pemerintah, rumah tangga, koperasi, yayasan, dan lain lain baik dalam mata uang rupiah maupun dalam valuta asing. " Menurut Kuncoro (2002, 155), pengertian dana pihak ketiga adalah : "Dana-dana yang berasal dari masyarakat, baik perorangan maupun badan usaha, yang diperoleh bank dengan menggunakan berbagai instrumen produk simpanan yang dimiliki oleh bank." Dari berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa dana pihak ketiga adalah dana yang diperoleh bank dari masyarakat baik individu, maupun kelompok. Dana dari masyarakat merupakan pendapatan paling besar yang diperoleh oleh bank.
20
2.4.2 Jenis - Jenis Sumber Dana Pihak Ketiga Dana pihak ketiga atau dana yang berasal dari masyarakat adalah sumber pendapatan paling besar yang diperoleh oleh bank. Menurut Karim (2010:107) dalam bank syariah jenis sumber dana pihak ketiga dapat dibagi menjadi dua, yaitu mudharabah dan wadi'ah.
2.4.2.1 Mudharabah 2.4.2.1.1 Pengertian Mudharabah Mudharabah termasuk macam syarikat yang paling lama dan paling banyak beredar di lakangan masyarakat dan telah dikenal oleh bangsa arab sebelum islam serta telah dijalankan oleh Rasulullah Saw sebelum kenabiannya. Menurut Antonio (2001 : 95), al-mudharabah adalah : "Akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut." Sedangkan, menurut Muhamad (2004:36) pengertian mudharabah yaitu : "al-mudharabah berasal dari kata adh dhard yang memiliki dua relevansi antara keduanya, yaitu pertama karena yang melakukan usaha (amil) yadhrib fil ardhi (berjalan di muka bumi) dengan berpergian padanya untuk bergadang, maka ia berhak mendapatkan keuntungan karena usaha dan kerjanya." Berdasarkan pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pembiayaan mudharabah didanai sepenuhnya oleh orang yang mempunyai dana lebih (shahibul maal) untuk suatu kegiatan yang dikelola oleh pengelola (mudharib) dengan kesepakatan dan keuntungan dibagi bersama tetapi jika si pengelola melakukan kelalaian, maka ia harus bertanggung jawab sendiri.
21
2.4.2.1.2 Jenis-Jenis Mudharabah Menurut Antonio (2009:97), mudharabah terbagi menajadi 2 jenis, yaitu sebagai berikut : 1.
Mudharabah Muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Dalam pembahasan fiqih ulama salafus saleh seringkali dicontohkan dengan ungkapan if'al ma syi'ta (lakukanlah sesukamu) dari shahibul maal ke mudharib yang memberi kekuasaan sangat besar.
2.
Mudharabah Muqayyadah atau disebut juga dengan isitilah restricted mudharabah/specified mudharabh adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah. Si mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu, atau temapt
usaha.
Adanya
pembatasan
ini
sering
kali
mencerminkan
kecenderungan umum si shahibul maal dalam memasuki jenis dunia usaha.
2.4.2.1.3 Manfaat dan Risiko Mudharabah Setiap perjanjian pasti memiliki manfaat maupun risiko yang akan diterima. Begitupun perjanjian dengan menggunakan akad mudharabah. Antonio (2009:97) mengatakan bahwa terdapat beberapat manfaat dari akad mudharabah diantaranya adalah : 1. Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat. 2. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread. 3. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas usaha nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah 4. Bank akan lebih selektif dan hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar halal,aman, dan menguntungkan karena keuntungan yang konkret dan benarbenar terjadi itulah yang akan dibagikan.
22
5. Prinsip bagi hasil dalam al-mudharabah/al-musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga tetapi di mana bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi Adapun risiko dari perjanjian mudharabah yang disampaikan oleh Antonio (2009:98) adalah : 1. Side streaming, nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak. 2. Lalai dan kesalahan yang disengaja. 3. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur
Gambar 2.1 Skema Al-mudharabah
2.4.2.2 Wadiah 2.4.2.2.1 Pengertian Wadiah Wadiah merupakan salah satu cara akad dalam penghimpunan dana yang terdapat pada bank syariah. Menurut Antonio (2009:85) wadiah dapat diartikan sebagai : "Titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki."
23
Menurut Ascarya (2012:42) Wadi'ah adalah : "Titipan murni dari pihak penitip (muwaddi') yang mempunyai barang/aset kepada pihak penyimpan (mustawda') yang diberi amanah/kepercayaan, baik individu maupun badan hukum, tempat barang dititipkan harus dijaga dari kerusakan, kerugian, keamanan, dan keutuhannya, dan dikembalikan kapan saja penyimpan menghendaki. Akad berpola wadi'ah ada dua,yaitu wadi'ah yad amanah dan wadi'ah yad dhamanah." Berdasarkan pengertian diatas maka dapat diatas dapat disimpulkan bahwa wadi'ah merupakan suatu titipan yang diberikan dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan usaha yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja penitip menghendaki.
2.4.2.2.2 Jenis-Jenis Wadi'ah Seperti halnya mudharabah, wadi'ah memiliki beberapa jenis pola. Menurut Ascarya (2012:42) terdapat dua pola wadi'ah yaitu : 1. Wadi'ah yad Amanah Dengan prinsip ini, pihak penyimpan tidak boleh menggunakan atau memanfaatkan barang/aset yang dititipkan, melainkan hanya menjaganya. Selain itu, barang/aset yang dititipkan tidak boleh dicampuradukkan dengan barang/aset
lain,
melainkan
harus
dipisahkan
untuk
masing-masing
barang/aset penitip.
Gambar 2.2 Skema wadi'ah yad amanah 2. Wadi'ah yad Dhamanah Dari prinsip yad al-amanah (tangan amanah) kemudian berkembang prinsip yadh-dhamanah (tangan penanggung) yang berarti bahwa pihak penyimpan bertanggung jawab atas segala kerusakan atau kehilangan yang terjadi pada
24
barang/aset titipan. Hal ini berarti bahwa pihak penyimpan atau custodian adalah trustee yang sekaligus guarantor (penjamin) keamanan barang/aset yang dititipkan. Ini juga berarti bahwa pihak penyimpan telah mendapatkan izin
dari
pihak
penitip
untuk
mempergunakan
barang/aset
yang
dititipkantersebut untuk aktivitas perekonomian tertentu, dengan catatan bahwa pihak penyimpan akan mengembalikan barang/aset yang dititipkan secara utuh pada saat penyimpan menghendaki. Hal ini sesuai dengan anjuran dalam Islam agar selalu diusahakan untuk tujuan produktif (tidak idle atau didiamkan saja). Menurut Karim (2010:107) prinsip wadi'ah yang diterapkan adalah wadi'ah yad dhamanah pada produk rekening giro.
Gambar 2.3 Skema wadi'ah yad dharmanah 2.4.2.2.3 Masalah Wadi'ah yad Dharmanah Pada dasarnya setiap akad pasti memiliki masalah atau risiko yang harus dihadapi. Menurut Ascarya (2012:45) wadi'ah yad dharmanah pun memiliki beberapa potensi masalah yang dapat timbul yaitu : 1. Investasi yang terbatas Utilitasi asset : untuk melindungi kerugian modal, penyimpan (bank) tidak dapat menginvestasikan dana wadi'ah yad dharmanah ada proyek-proyek
25
berisiko tinggi dengan profit tinggi sehingga penyimpan terlalu bergantung pada investasi berisiko rendah dengan profit rendah (murabahah). 2. Distribusi profit menguntungkan penyimpan Penitip berada pada posisi belas kasih penyimpan (bank) karena penyimpan secara legal tidak diwajibkan untuk mendistribusi profit yang diperoleh. Bank dapat memberikan hibah (bonus) rendah meskipun mereka memperoleh profit yang tinggi. 3. Mencampur dana simpanan dengan modal Undung-undang tidak membolehkan bank syariah untuk mencampur dana simpanan dengan modal. 2.5 Non-Perfoming Financing (NPF) 2.5.1 Pengertian Non-Performing Financing (NPF) Dalam usaha perbankan keuntungan terbanyak didapat dari pembiayaan atau pemberian kredit kepada masyarakat. Walaupun pembiayaan merupakan salah satu sumber pendapatan bank tetapi pembiayaan pun memiliki risiko yaitu terjadinya pembiayaan bermasalah (non-perfomrming financing) seperti kredit kurang lancar, pembiayaan diragukan dan pembiayaan macet. Menurut Ismail (2013:124) pembiayaan non-performing adalah : "Pembiayaan yang sudah dikategorikan pembiayaan bermasalah, karena sudah terdapat tunggakan." Menurut Mahmoeddin (2010:4) non-performing financing adalah : "Kredit yang berada dalam klasifikasi diragukan dan macet. Istilah diragukan dan macet di sini mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang dianut oleh perbankan indonesia." Sedangkan menurut Kuncoro dan Suhardjono (2002:462) NPF (Non Performing Financing) adalah : "Suatu keadaan di mana nasabah sudah tidak sanggup membayar sebagian atau
seluruh
kewajibannya
diperjanjikannya."
kepada
bank
seperti
yang
telah
26
Dari beberapa pengertian non-performing financing diatas dapat disimpulkan bahwa
non-performing financing adalah
pembiayaan
yang
bermasalah yang dikategorikan macet atau diragukan.
2.5.2 Faktor Penyebab Non-Perfoming Financing (Pembiayaan Bermasalah) Pembiayaan bermasalah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh bank kepada nasabah, dimana nasabah tidak dapat melakukan pembayaran atau melakukan angsuran sesuai dengan perjanjian yang telah ditandatangani oleh bank dan nasabah. Pembiayaan bermasalah akan mengakibatkan kerugian kepada bank. Menurut Ismail (2013:125) faktor penyebab pembiayaan bermasalah terbagi menjadi dua yaitu : 1. Faktor Internal Bank a.
Analisis kurang tepat, sehingga tidak dapat memprediksi apa yang akan terjadi dalam kurun waktu selama jangka waktu pembiayaan. Misalnya, pembiayaan diberikan tidak sesuai dengan kebutuhan, sehingga nasabah tidak mampu membayar angsuran yang melebihi keamampuan.
b.
Adanya kolusi antara pejabat bank yang menangani pembiayaan dan nasabah, sehingga bank memutuskan pembiayaan yang tidak seharusnya diberikan. Misalnya, bank melakukan over taksasi terhadap nilai agunan.
c.
Keterbatasan pengetahuan pejabat bank terhadap jenis usaha debitur, sehingga tidak dapat melakukan analisis dengan tepat dan akurat.
d.
Campur tangan terlalu besar dari pihak terkait, misalnya komisaris, direktur bank sehingga petugas tidak independen dalam memutuskan pembiayaan.
e.
Kelemahan dalam melakukan pembianaan dan monitoring pembiayaan debitur.
2. Faktor Eksternal Bank a. Unsur kesengajaan yang dilakukan oleh nasabah. 1) Nasabah sengaja untuk tidak melakukan pembayaran angsuran kepada bank, karena nasabah tidak memiliki kemauan dalam memenuhi kewajibannya.
27
2) Debitur melakukan ekspansi terlalu besar, sehingga dana yang dibutuhkan terlalu besar. Hal ini akan memiliki dampak terhadap keuangan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan modal kerja. 3) Penyelewengan yang dilakukan nasabah dengan menggunakan dana pembiayaan tersebut tidak sesuai dengan tujuan penggunaan (side streaming).
Misalnya,
dalam
pengajuan
pembiayaan
disebutkan
pembiayaan untuk investasi ternyata dalam praktiknya setelah dana pembiayaan dicairkan digunakan untuk modal kerja. b. Unsur ketidaksengajaan yang dilakukan oleh nasabah. 1) Debitur mau melaksanakan kewajiban sesuai perjanjian, akan tetapi kemampuan perusahaan sangat terbatas, sehingga tidak dapat membayar angsuran. 2) Perusahaannya tidak dapat bersaing dengan pasar, sehingga volume penjualan menurun dan perusahaan rugi. 3) Perubahan kebijakan dan peraturan pemerintah yang berdampak pada usaha debitur. 4) Bencana alam yang dapat menyebabkan kerugian debitur. 2.5.3 Dampak Non-Perfoming Financing (Pembiayaan Bermasalah) Non-performing financing merupakan sumber kerugian terbesar apabila bank tidak menangani permasalah pembiayaan dengan baik. Menurut Ismail (2013:127) terdapat beberapa dampak yang diakibatkan oleh pembiayaan bermasalah yaitu : 1. Laba/rugi bank menurun Penurunan laba tersebut diakibatkan adanya penurunan pendapatan bunga kredit. 2. Bad debt ratio menjadi lebih besar Rasio aktiva produktif menjadi lebih rendah.
28
3. Biaya pencadangan penghapusan kredit meningkat Bank perlu membentuk pencadangan atas kredit bermasalah yang lebih besar. Biaya pencadangan penghapusan kredit akan berpengaruh pada penurunan keuntunga bank. 4. ROA maupun ROE menurun Penurunan laba akan memiliki dampak pada penurunan ROA karena return turun, maka ROA dan ROE akan menurun. 2.5.4 Pencegahan Non-Perfoming Financing (Pembiayaan Bermasalah) Non-Perfoming Financing (Pembiayaan Bermasalah) dapat dikatakan sumber kerugian bank paling besar, maka sebaiknya pihak bank melakukan pencegahan untuk mengurangi terjadinya pembiayaan bermasalah. Menurut Mahmoeddin (2010:121) terdapat beberapa cara untuk mencegah terjadinya pembiayaan bermasalah yaitu : 1. Sempurnakan sistem dan prosedur sebaik mungkin Mungkin saja sistem dan prosedur yang belum sempurna, namun sebagai bankir yang baik, janganlah bertindak diluar sistem dan prosedur. Dengan kata lain janganlah melanggar sistem dan prosedur yang berlaku. Suatu sitem yang baik telah mencakup sekuensi yang jelas, pembagian tanggung jawab, pembagian tugas dan ketentuan wewenang. 2. Hindari subjektivitas Setiap petugas kredit tampil di depan nasabah adalah selaku bank sebagai perusahaan atau lembaga. Karena itu bankir atau petugas bank sama sekali tidak boleh tampil membawakan pribadinya. Jauhkanlah subjektivitas diri, yang dikhawatirkan membawa vested interest pribadi pula. 3. Miliki prinsip Setiap bankir yang baik akan memegang prinsip-prinsip tertentu. Prinsip ini tertuang jelas dalam Kode Etik Bankir Indonesia. Setidak-tidaknya memegang prinsip prudential atau kehati-hatian dalam memberikan kredit.
29
4. Miliki harga diri dan kehormatan Bankir harus bisa menjaga harga diri agar tidak tergelincir. Hal ini mengingat bank mengelola dana masyarakat yang dipercayakan kepadanya. Karena itu bankir harus mampu menjaga nama baik, citra diri, dan kehormatan bankir. 5. Lengkapi dokumen sebelum realisasi kredit Jangan mau merealisir kredit sebelum dokumen lengkap, kecuali dokumen tertentu yang bisa dilengkapi menyusul. Pengalaman sudah menunjukkan bahwa celah ini paling banyak digunakan oleh nasabah nakal guna memperdayakan bank. 6. Awasi pencairan kredit Amatilah dengan cermat teliti setiap rupiah pencairan kredit. Kemana arahnya penggunaan uang tersebut. Jikat percairan kredit bertahap, maka janganlah direlisir sekaligus. 7. Lakukan pengawasan kredit Setelah kredit dicairkan, lakukanlah pengawasan dan pemantauan secara rutin dan insidentil, agar dipersempit celah penyimpangan penggunaan kredit. 8. Kuatkan iman dan jangan lemah Tugas bankir adalah tugas yang selalu berhadapan dengan uang, karena itu mungkin banyak godaan, terutama ajakan melakukan kolusi dari nasabah nakal. Karena itu kuatkanlah iman dan jangan lemah, karena tugas anda adalah masa depan anda, serta taruhan hidup jangka panjang. 9. Buatlah kebijakan kredit yang tepat Seyogianya setiap bank memiliki kebijakan kredit yang jelas dan terarah. Setidak-tidaknya setiap bank mempunyai semacam garis besar kebijksanaan perkreditan yang dapat digunakan sebagai acuan oleh para petugas kredit. 10. Peganglah prinsip pemberian kredit dengan konsekuen Peganglah prinsip pemberian kredit yang terdiri dari 18 ayat dari Roger H. Hale. Akhirnya, mampukah petugas kredit melaksanakan tugasnya sesuai dengan berbagai prinsip pemberian kredit.
30
2.5.5
Perhitungan Non-Performing Financing NPF adalah sebuah gambaran besar kecilnya terciptanya pembiayaan
bermasalah pada suatu perbankan syariah. Tingkat NPF ditentukan seberapa besar terjadi pembiayaan bermasalah pada suatu perbankan syariah. Adapun cara menghitung Non-Performing Financing menurut (Surat Edaran BI Nomor 12 /11 /DPNP tanggal 31 Maret 2010) : 𝑵𝒐𝒏 𝑷𝒆𝒓𝒇𝒐𝒓𝒎𝒊𝒏𝒈 𝑭𝒊𝒏𝒂𝒏𝒄𝒊𝒏𝒈 =
2.6
Modal Bank
2.6.1
Pengertian Modal Bank
𝑲𝒓𝒆𝒅𝒊𝒕 𝑩𝒆𝒓𝒎𝒂𝒔𝒂𝒍𝒂𝒉 𝒙 𝟏𝟎𝟎% 𝑲𝒓𝒆𝒅𝒊𝒕 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒊𝒔𝒂𝒍𝒖𝒓𝒌𝒂𝒏
Modal adalah suatu hal yang paling mendasar dalam menjalankan suatu bisnis. Begitupun dengan bank yang harus memiliki modal yang cukup untuk menjalankan seluruh aktivitas operasionalnya maupun memperluas jaringan. Modal merupakan faktor penting dalam bisnis perbankan. Menurut Muhamad (2014:143) modal bank terdiri dari : 1.
Modal Inti Modal inti terdiri atas modal disetor dan cadangan yang dibentuk dari laba setelah pajak dan laba yang diperoleh setelah diperhitung pajak. Secara terperinci modal inti dapat berupa : a.
Modal disetor Modal yang telah disetor secara efektif oleh pemiliknya. Bagi bada bank milik koperasi modal setor terdiri dari simpanan pokok dan simpanan wajib para anggotanya.
b.
Agio saham Selisih lebih dari harga saham dengan nilai nominal saham.
c.
Modal sumbangan Modal yang diperoleh kembali dari sumbangan saham, termasuk selisih nilai tercatat dengan harga (apabila saham tersebut dijual).
31
d.
Cadangan umum Cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba yang ditahan dengan persetujuan RUPS.
e.
Cadangan tujuan Bagian laba setelah pajak yang disisihkan untuk tujuan tertentu atas persetujuan RUPS
f.
Laba ditahan. Saldo laba bersih setelah pajak yang oleh RUPS diputuskan untuk tidak dibagikan.
g.
Laba tahun lalu Laba bersug tahun lalu setelah pajak, yang belum ditetapkan penggunaannya
oleh
RUPS.
Jumlah
laba
tahun
lalu
hanya
diperhitungkan sebesar 50% sebagai modal inti. Bila tahun lalu rugi harus dikurangkan terhadap modal inti. h.
Laba tahun berjalan Laba sebelum pajak yang diperoleh dalam tahun berjalan
i.
Bagian kekayaan bersih anak perusahaan yang laporan keuangannya dikonsolidasikan Modal
inti anak perusahaan setelah dikompensasikan dengan
penyertaan bank pada ank perusahaan tersebut. 2.
Modal Pelenegkap a.
Cadangan revaluasi aktiva tetap Cadangan yang dibentuk dari selisih penilaian kembali aktiva tetap yang telah mendapat persetujuan direktorat jendral pajak
b.
Cadangan penghapusan aktiva yang diklasifikasikan Cadangan yang dibentuk dengan cara membebani laba rugi berjalan, dengan maksud untuk menampung yang mungkin timbul sebagai akibat dari tidak diterimanya kembali sebagian atau seluruh aktiva produktif
32
c.
Modal pinjaman Modal yang mempunyai ciri-ciri : 1)
Tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan dan dipersamakan dengan modal dan tealah dibayar penuh.
2)
Tidak dapat dilunasi atas inisiatif pemilik, tanpa persetujuan BI.
3)
Mempunyai kedudukan yang sama dengan modal dalam hal memikul kerugian bank.
4)
Pembayaran bunga dapat ditangguhkan bila bank dalam keadaan rugi.
d. Pinjaman subordinasi Pinjaman yang memenuhi syarat syarat sebagai berikut : 1) Ada perjanjian tertulis antara pemberi pinjaman dengan bank. 2) Mendapat persetujuan dari BI. 3) Tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan. 4) Minimal berjangka waktu 5 tahun. 5) Pelunansan pinjaman harus dengan persetujuan BI. 6) Hak tagih dalam hal terjadi likuidasi berlaku paling akhir (kedudukannya sama dengan modal).
2.6.2
Fungsi Modal Bank Bank sebagai unit bisni membutuhkan darah bisnis, yaitu berbentuk
modal. Dengan kata lain, modal bisnis adalah aspek penting bagi suatu uni bisnis bank. Karena jalannya operasionalnya bank atau dipercayanya bank oleh masyarakat, salah satunya sangat dipengaruhi oleh kondisi modalnya. Menurut Muhamad (2014:136) terdapat tiga fungsi yaitu 1. Modal sebagainnya penyangga untuk menyerap kerugian operasional dan kerugian lainnya. Dalam fungsi ini modal memberikan perlindungan terhadap kegagalan atau kerugian bank dan perlindungan terhadap kepentingan para deposan. 2. Modal sebagai dasar bagi menetapkan batas maksimum pemberian kredit. Hal ini merupakan pertimbangan operasional bagi bank sentral, sebagai
33
regulator, untuk membatasi jumlah pemberian kredit kepada setiap individu nasabah bank. Melalui pembatasan ini bank sentra memaksa bank untuk melakukan diversifikasi kredit mereka agar dapat melindungi diri terhadap kegagalan kredit dari satu individu debitur. 3. Modal menjadi dasar perhitungan bagi para partisipan pasar untuk mengevaluasi tingkaat kemampuan bank secara relatif untuk menghasilkan keuntungan. Tingkat keutungan bagi paras investor diperkirakan dengan membandingkan keutunan bersih dengan ekuitas. Para partisipan pasar membandingkan return on investment di antara bank-bank yang ada.
2.7
Capital Adequacy Ratio (CAR)
2.7.1
Pengertian Capital Adequacy Ratio (CAR) Kecukupan modal merupakan aspek penting dalam bisnis perbankan.
Tingkat kecukupan modal merupakan indikator yang menandakan tingkat kesehatan bank. Kecukupan modal bank dinyatakan dalam rasio yaitu capital adequacy ratio. Menurut Muhamad (2014:140) capital adequacy ratio adalah : "Rasio yang menunjukkan keadaanya modal bank." Sedangkan menurut Wardiah (2013:295) Capital Adequacy Ratio adalah : "Rasio kecukupan modal bank atau kemampuan dalam permodalan yang ada untuk menutup kemungkinan kerugian dalam perkreditan atau perdagangan surat-surat berharga." Lalu menurut Dendawijaya (2009:121), Capital Adequacy Ratio merupakan : "Rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan risiko." Dilhat dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa capital adequacy ratio adalah suatu rasio yang mengukur besaran kecukupan modal yang dimiliki suatu bank.
34
2.7.2
Faktor-faktor yang Mempengaruhi dan Cara-cara Meningkatkan Capital Adequacy Ratio (CAR) Capital adequay ratio adalah suatu rasio yang memperlihatkan kekuatan
suatu bank dalam mengelola permodalannya. Menurut Wardiah (2013:297) terdapat beberapa faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu : 1.
Jenis aktiva serta besarnya risiko yang melekat padanya.
2.
Kualitas aktiva atau tingkat kolektibilitasnya.
3.
Total aktiva suatu bank. Semakin besar aktiva, semakin bertambah pula risikonya
4.
Kemapuan bank untuk meningkatkan pendapatan dan laba
Dengan
memperhatikan
faktor-faktor
tersebut,
bank
pun
dapat
meningkatkan nilai CAR. Menurut Wardiah (2013:297) terdapat pula cara-cara dalam meningkatkan nilai CAR ialah : 1.
Memperkecil komitmen pinjaman yang digunakan.
2.
Mengurangi jumlah atau posisi pinjaman yang diberikan sehingga risiko semakin berkurang.
3.
Fasilitas bank garansi yang hanya memperoleh hasil pendapatan berupa posisi yang relatif kecil, tetapi dengan risiko yang sama besarnya dengan pinjaman ada baiknya juga dibatasi.
4.
Komitmen Letter of Credit bagi bank-bank devisa yang belum benarbenar memperoleh kepastian dalam penggunaannya atau tidak dapat dimanfaatkan secara efisien sebaiknya juga dibatasi.
5.
Penyertaan yang memiliki risiko 100% perlu ditinjau kembali apakah bermanfaat optimal atau tidak.
6.
Posisi aktiva dan inventaris diusahakan agar tidak berlebihan dan sekadar memenuhi kelayakan.
7.
Menambah atau memperbaiki posisi modal dengan cara setoran tunai, go public, dan pinjam subordinasi jangka panjang dari pemegang saham.
35
2.7.3 Perhitungan Capital Adequacy Ratio Capital Adequacy Ratio menunjukkan kemampuan modal suatu perbankan untuk menutup kemungkinan terjadinya kerugian atas pembiayaan yang diberikan berserta kerugian pada investasi surat-surat berharga.
Adapun metode
perhitungannya dirumuskan sebagai berikut : CAR = 2.8
Modal Sendiri x 100% Total (ATMR)
Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu merupakan salah satu acuan untuk melakukan suatu
penelitian. Berikut merupakan jurnal-jurnal penelitian terdahulu yang menjadi acuan pada penelitian ini : Tabel 2.2 Jurnal Penelitian Terdahulu No
Peneliti
Judul Penelitian
Variabel Penelitian
Hasil penelitian Hasil
penelitian
mengatakan
bahwa
pembiayaan pertanian dipengaruhi secara signifikan oleh NPF, jumlah dana pihak
Irfan Syauqi Beik dan Winda Nur 1
Apriani (Jurnal Agro Ekonomi, Volume 31 No.1, 2013)
Analisis faktor
indonesia
: bonus SBIS, inflasi,
pembiayaan (ERP).
ERP,
(DPK)
dan
equivalent
rate
Kedua, pada jangka panjang, variabel-
yang Equivalent rate DPK, variabel yang memengaruhi pembiayaan suku bank
syariah untuk sektor pertanian
ketiga
Faktor- NPF,
memengaruhi pembiayaan
Variabel Independen
bunga
jumlah
SBI,
DPK,
pertanian adalah suku bunga SBI (SBSBI),
dan bonus SBI Syariah (BSBIS), jumlah dana
suku bunga kredit
di
pihak
ketiga
(JDPK),
equivalent
rate
pembiayaan sektor pertanian (ERP), nilai variabel dependen :
return yang diterima dana pihak ketiga atau
Pembiayaan
nasabah penabung (ERDPK), dan suku bunga
pertanian
kredit (SBK). Sementara variabel yang tidak berpengaruh signifikan pada jangka panjang adalah non performing financing (NPF) dan inflasi.
36
No Peneliti
Judul Penelitian
Variabel Penelitian
Hasil penelitian Hasil penelitian secara simultan FDR, NPF, ROA, CAR dan tingkat bagi hasil berpengaruh terhadap
Nur Gilang Giannini 2
(Accounting Analysis Journal, 2013)
Variabel Independen :
pembiayaan
mudharabah.
Faktor yang
FDR, NPF, ROA,
mempengaruhi
CAR, dan tingkat bagi
Secara parsial FDR berpengaruh
pembiayaan mudharabah
hasil
negatif
pada bank umum syariah
Variabel Dependen :
mudharabah,
di indonesia
pembiayaan
berpengaruh
terhadap
mudharabah
pembiayaan
mudharabah,
terhadap
pembiayaan
NPF
tidak
sedangkan ROA, CAR, dan tingkat bagi hasil berpengaruh positif
terhadap
pembiayaan
mudharabah. Husnul Khatimah 3
(Jurnal Optimal Vol 3, No.1, 2013)
Analisis faktor-faktor yang
Variabel Independen :
Untuk
variabel
DPK
mempengaruhi penyaluran
dana pihak ketiga,
berpengaruh
dana perbankan syariah di
NPF, dan SWBI
signifikan terhadap penyaluran
indonesia sebelum dan
Variabel Dependen :
dana pembiayaan, sedangkan
sesudah kebijakan
penyaluran
untuk
akselerasi perbankan
pembiayaan bank
berpengaruh
syariah tahun 2007/2008
syariah
penyaluran dana pembiayaan.
positif
NPF
dan
dan positif
SWBI terhadap
hasil penelitian yaitu secara
4
Siswati
Variabel Independen :
(Jurnal
dana pihak ketiga,
Dinamika
Analisis penyaluran dana
Manajemen
bank syariah
NPF, SWBI
Vol 4, No.1,
Variabel Dependen :
2013)
Penyaluran dana
simultan DPK, NPF dan Bonus SWBI
berpengaruh
terhadap
penyaluran pembiayaan.
Secara parsial DPK berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyaluran dana Bank Syariah Mega Indonesia
37
No Peneliti
Judul Penelitian
Variabel Penelitian
Hasil penelitian Hasil
kesimpulan
Imam Mukhlis
5
penelitian
Variabel Independen :
(Jurnal
Penyaluran kredit bank
dana pihak ketiga dan
Keuangan
ditinjau dari jumlah dana
NPL
dan
pihak ketiga dan tingkat
Perbankan,
non-performing loans
Vol 15, No.1,
Variabel Dependen : Penyaluran Kredit
2011)
memberikan
pokok
yakni
perilaku penawaran kredit Bank BRI selama tahun 2000-2009 hanya
dipengaruhi
oleh
indikator NPL dalam jangka pendek. Namun dalam jangka panjang indikator NPL tidak mampu
menjelaskan
perkembangan
dalam
penyaluran kredit bank BRI Hasil
penelitian
ini
secara
parsial dana pihak ketiga (DPK) berpengaruh
6
Agung Faizal
Analisis Pengaruh Total
dan Sri Adji
Aset, Dana Pihak Ketiga,
Prabawa
dan Non-Performing
(Jurnal
Financing (NPF) terhadap
Ilmiah
Volume Pembiayaan Bagi
Manajemen
Hasil (Studi Kasus Pada
Vol 8, No.1,
Bank Umum Syariah
2010)
Devisa)
memiliki
signifikan
arah
yang
dan positif
Variabel Independen :
terhadap volume pembiayaan
dana pihak ketiga,
bagi hasil
total aset, dan NPF
Non-performing financing tidak berpengaruh signifikan terhadap
Variabel Dependen :
volume pembiayaan bagi hasil
volume pembiayaan bagi hasil
Secara
bersama
sama
dana
pihak ketiga (DPK) dan nonperforming
financing
(NPF)
berpengaruh terhadap volume pembiayaan bagi hasil.
38
No Peneliti
Judul Penelitian
Variabel Penelitian
Hasil penelitian Pembiayaan
Sri Indah
7
Variabel Independen :
mudharabah
periode
sekarang
disalurkan
perbankan
dalam
penelitian
yang syariah
ini
hanya
Nikensari, Dian
Pembiayaan Mudharabah dan NPF dan bagi hasil
dipengaruhi oleh nisbah bagi
Sugiarti, dan
kaitannya
hasil yang diterima bank periode
Tuty Sariwulan
performing financing (NPF) Variabel Dependen :
sebelumnya,
(EconoSains Vol
dan bagi hasil
Pembiayaan
performing
mudharabah
periode
dengan
non-
10, No.2, 2012)
non-
financing
(NPF)
sebelumnya
tidak
mempunyai berarti
sedangkan
pengaruh
pada
yang
pembiayaan
mudharabah periode sekarang. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah secara simultan FDR, NPF,
8
DER,
QR
dan
Variabel Independen :
berpengaruh
FDR, NPF, DER, QR
pembiayaan murabahah.
ROE
terhadap
Prastanto
Faktor yang Mempengaruhi
(Accounting
Pembiayaan Murabahah pada dan ROE
Secara parsial FDR, QR, dan
Analysis Journal,
Bank
ROE
2013)
Indonesia
Umum
Syariah
di
berpengaruh
positif
Variabel Dependen :
terhadap
pembiayaan
Pembiayaan
murabahah, sedangkan NPF dan
Murabahah
DER
berpengaruh
terhadap murabahah.
negatif
pembiayaan
39
No Peneliti
Judul Penelitian
Variabel Penelitian
Hasil penelitian
Berdasarkan perhitungan Uji F dapat disimpulkan bahwa secara bersama-sama NPF,
DPK,
dan
mempunyai
CAR, (SWBI
pengaruh
yang
signifikan terhadap Pembiayaan Murabahah
pada
Bank
Umum Syariah. Berdasarkan perhitungan Uji t Listin Wardiantika dan Rohmawati 9
Kusumaningtias (Jurnal Ilmu Manajemen Volume 2 Nomor 4. 2014)
diperoleh hasil bahwa DPK Pengaruh DPK, CAR, NPF dan
SWBI
terhadap
Pembiayaan Murabahah pada Bank Umum Syariah Tahun 2008 - 2012
Variabel Independen :
mempunyai pengaruh positif
Dana Pihak Ketiga,
terhadap Pembiayaan Murabahah
CAR, NPF dan SWBI
pada Bank Umum Syariah. CAR tidak
berpengaruh
terhadap
Variabel Dependen :
Pembiayaan Murabahah pada
Pembiayaan Murabahah
Bank
Umum
Syariah
memiliki hubungan NPF
mempunyai
negatif
terhadap
Murabahah
dan
positif. pengaruh
Pembiayaan
pada
Bank
Umum Syariah. SWBI tidak pengaruh terhadap Pembiayaan Murabahah
pada
Bank
Umum Syariah, dan memiliki hubungan negatif.
40
No
Peneliti
Judul Penelitian
Variabel Penelitian
Hasil penelitian Secara keseluruhan pada
10
Analisis Variabel-
Variabel Independen :
Mustika
variabel yang
Dana Pihak Ketiga,
Rimadhina dan
Mempengaruhi
Margin Keutungan,
Osni Erza (Media
Pembiayaan
NPF, FDR
Ekonomi Vol
Murabahah Pada Bank
19,No.1, April
Syariah Mandiri
Variabel Dependen :
2011)
Periode 2008.01-
Pembiayaan
2011.12
Murabahah
saat
periode
penelitian
menunjukan bahwa DPK, Margin Keuntungan, NPF, dan
FDR
secara
bersamasama berpengaruh secara signifikan terhadap penyaluran
pertumbuhan
pembiayaan pada
Bank
murabahah Syariah
Mandiri.
2.9
Hubungan antara Variabel Dana Pihak Ketiga, Non-Performing Financing, dan Capital Adequacy Ratio terhadap Penyaluran Pembiayaan Murabahah
2.9.1
Hubungan
antara
Dana
Pihak
Ketiga
terhadap
Penyaluran
Pembiayaan Murabahah Sumber dana yang berasal dari masyarakat merupakan sumber dana yang paling utama yang diperoleh oleh bank. Sumber dana dari masyarakat selain mudah untuk mencarinya juga tersedia banyak di masyarakat. Bank cukup menarik minat masyarakat dengan memberikan produk-produk yang memiliki kemudahan dalam syarat dan ketentuannya. Dalam penelitian Rimadhina dan Erza (2011) menyatakan bahwa secara parsial Dana Pihak Ketiga (DPK) berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan positif terhadap penyaluran pertumbuhan pembiayaan muarabahah pada Bank Syariah Mandiri. Sedangkan dalam penelitian Siswati (2013) menyatakan bahwa secara parsial DPK berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyaluran dana Bank Syariah Mega Indonesia.
41
2.9.2
Hubungan antara Non-Performing Financing terhadap Penyaluran Pembiayaan Murabahah Non-performing Financing merupakan salah satu rasio untuk menentukan
tingkat kesehatan suatu bank menurut Bank Indonesia. Batas aman NPF yang ditentukan oleh Bank Indonesia yaitu maksimal sebesar 5%. Dalam penelitian Prastanto (2013) menyatakan bahwa secara parsial NPF berpengaruh negatif terhadap pembiayaan murabahah. Adapun menurut Wardiantikan
dan
Kusumaningtias
(2014)
menyatakan
bahwa
NPF
mempunyai pengaruh negatif terhadap Pembiayaan Murabahah pada Bank Umum Syariah
2.9.3
Hubungan antara Capital Adequacy Ratio terhadap Penyaluran Pembiayaan Murabahah Capital Adequacy Ratio merupakan tingkat kecukupan modal yang
idmiliki bank dalam menyediakan dana untuk keperluan pengembangan usaha dan menampung risiko kerugian dana yang diakibatkan oleh kegiatan operasional bnak. Tingkat kecukupan modal suatu bank sangat penting dalam menyalurkan pembiayaan pada masyarakat. Berdasarkan penelitian Gilang (2013) menyatakan bahwa Capital Adequacy Ratio berpengaruh positif terhadap pembiayaan mudharabah. Sedangkan menurut Prastanto (2013) menyatakan bahwa Quick Ratio yang menggunakan indikator Capital Adequacy Ratio berpengaruh positif terhadap pembiayaan murabahah. 2.10
Kerangka Penelitian Bank syariah adalah lembaga intermediasi dan penyedia jasa keuangan
yang bekerja berdasarkan etika dan sistem nilai Islam, khususnya yang bebas dari bunga (riba), bebas dari kegiatan spekulatif yang nonproduktif seperti perjudian (maysir), bebas dari hal-hal yang tidak jelas dan meragukan (ghurar), berprinsip keadilan, dan hanya membiayai kegiatan usaha yang halal. (Ascarya dan Yumanita, 2005:4)
42
Pengertian pembiayaan atau financing, yaitu penyaluran dana yang bukan merupakan utang piutang melainkan merupakan pembiayaan yang diberikan bank kepada nasabah dalam melakukan usaha (Ismail, 2013:94). Salah satu pembiayaan yang sering diajukan oleh konsumen ialah pembiayaan murabahah. Murabahah adalah transaksi jual beli suatu barang sebesar harga perolehan barang ditambah dengan margin yang disepakati oleh para pihak, di mana penjual menginformasikan terlebih dahulu harga perolehan kepada pembeli.(Muhamad, 2014:46) Untuk dapat memberikan penyaluran dana pada bank syariah dibutuhkan penghimpunan dana pada bank syariah. Salah satu cara untuk penghimpunan dana ialah berasal dari pihak ketiga. Dana pihak ketiga adalah dana yang diperoleh dari masyarakat, dalam arti masyarakat sebagai individu, perusahaan, pemerintah, rumah tangga, koperasi, yayasan, dan lain lain baik dalam mata uang rupiah maupun dalam valuta asing. (Rivai dkk, 2012:172) Dengan terkumpulnya dana pihak ketiga, maka sesuai dengan fungsinya bank akan menyalurkan dana kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Produk penghimpunan dana masyarakat pada bank syariah menurut Karim (2010:107) memakai dua prinsip yaitu prinsip wadi'ah dan mudharabah. Dana masyarakat memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap pembiayaan. Karena dana masyarakat merupakan aktiva lancar terbesar yang dimiliki oleh bank syariah sehingga dapat mempengaruhi besarnya pembiayaan. Dana masyarakat memiliki hubungan yang positif terhadap pembiayaan dimana semakin tinggi dana masyarakat semakin besar pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah. Selain dana pihak ketiga, variabel yang mempengaruhi pembiayaan murabahah adalah non-performing financing (NPF). Non-performing financing (NPF) adalah Pembiayaan yang sudah dikategorikan pembiayaan bermasalah, karena sudah terdapat tunggakan (Ismail, 2013:124). Kredit bermasalah (nonperforming financing) akan berakibat pada kerugian bank yaitu kerugian karena tidak diterimanya kembali dana yang telah disalurkan (Ismail, 2013:125). Nonperforming financing (NPF) memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam
43
pengendalian biaya serta keputusan pemberian pembiayaan kepada masyarakat oleh bank yang bersangkutan. Selain dana pihak ketiga dan NPF terdapat satu faktor lagi yang dapat mempengaruhi pembiayaan murabahah yaitu Capital Adequacy Ratio (CAR). Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio kecukupan modal bank atau kemampuan dalam permodalan yang ada untuk menutup kemungkinan kerugian dalam perkreditan atau perdagangan surat-surat berharga (Wardiah, 2013:295). Semakin tinggi nilai capital adequacy ratio dapat dinilai bahwa suatu bank memiliki modal yang kuat salah satunya adalah asset tetap yang berupa bangunan yang digunakan sebagai kantor pusat maupun kantor cabang. Semakin besar nilai capital adequacy ratio maka semakin banyak pula kantor pusat dan kantor cabang suatu bank yang dapat mengakibatkan meningkatnya nasabah yang menggunakan produk bank berupa tabungan maupun pembiayaan. Adapun beberapa hasil penelitian yang menunjukkan bahwa dana pihak ketiga, non-performing financing, dan capital adequacy ratio memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penyaluran pembiayaan adalah hasil penelitian Siswat (2013) yang menunjukkan secara parsial DPK berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyaluran dana Bank Syariah Mega Indonesia. Selanjutnya menurut Prastanto (2013 bahwa quick ratio yang menggunakan indikator capital adequacy ratio berpengaruh positif terhadap pembiayaan murabahah. Adapun menurut Wardiantika dan Kusumanigtias (2014) bahwa non-performing financing mempunyai pengaruh negatif terhadap pembiayaan murabahah.
44
Untuk menggambarkan kerangka pemikiran dengan lebih jelas, berikut penulis sajikan kerangka pemikiran dalam bantuk skema yang lebih sedernahan
Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran 2.11
Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka dapat disusun hipotesis
sebagai berikut : 1.
Terdapat pengaruh yang signifikan antara jumlah dana pihak ketiga (DPK), tingkat non-performing financing (NPF) dan Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap penyalurang pembiayaan murabahah secara bersama-sama pada Bank Syariah Mandiri dan Bank BRI Syariah.
2.
Terdapat pengaruh yang signifikan antara jumlah dana pihak ketiga (DPK), tingkat non-performing financing (NPF) dan Capital Adequacy
45
Ratio (CAR) terhadap penyalurang pembiayaan murabahah secara parsial pada Bank Syariah Mandiri dan Bank BRI Syariah.