BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Manajemen Proyek Definisi dari manajemen proyek adalah penerapan ilmu pengetahuan, keahlian, cara teknis dengan sumber daya terbatas untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan agar mendapatkan hasil yang optimal dalam hal biaya, mutu, waktu, dan keselamatan dan kesehatan kerja. Dalam manajemen proyek, perlunya pengelolaan yang baik dan terarah karena suatu proyek memiliki keterbatasan sehingga tujuan akhir dari suatu proyek bisa tercapai. Yang perlu dikelola dalam area manajemen proyek antara lain biaya, mutu, waktu, keselamatan dan kesehatan kerja, sumber daya, lingkungan, risiko dan sistem informasi. Ada tiga garis besar untuk menciptakan berlangsungnya sebuah proyek, yaitu : 1. Perencanaan Untuk mencapai tujuan, sebuah proyek perlu suatu perencanaan yang matang dengan meletakkan dasar tujuan dan sasaran dari suatu proyek
sekaligus
menyiapkan
segala
program
teknis
dan
administrasi agar dapat diimplementasikan. Tujuannya agar memenuhi persyaratan spesifikasi yang ditentukan dalam batasan waktu, mutu, biaya dan keselamatan dan kesehatan kerja. Program Studi Teknik Sipil - Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
| II-1
Perencanaan proyek dilakukan dengan cara studi kelayakan, rekayasa nilai, perencanaan area manajemen proyek (biaya, mutu, waktu, keselamatan dan kesehatan kerja, sumber daya, lingkungan, risiko dan sistem informasi). 2. Penjadwalan Merupakan implementasi dari perencanaan yang dapat memberikan informasi tentang jadwal rencana dan kemajuan proyek yang meliputi sumber daya (biaya, tenaga kerja, peralatan, material), durasi
dan
progres
waktu
untuk
menyelesaikan
proyek.
Penjadwalan proyek mengikuti perkembangan proyek dengan berbagai permasalahannya. Proses monitoring dan updating selalu dilakukan untuk mendapatkan penjadwalan yang realistis agar sesuai
dengan
tujuan proyek.
Ada beberapa
metode
untuk
mengelola penjadwalan proyek, yaitu Kurva S (hanumm Curve), Barchart, Penjadwalan Linear (diagram Vektor), Network Planning dan waktu dan durasi kegiatan. Bila terjadi penyimpangan terhadap rencana semula, maka dilakukan evaluasi dan tindakan koreksi agar proyek tetap berada dijalur yang diinginkan. 3. Pengendalian Proyek Pengendalian mempengaruhi hasil akhir suatu proyek. Tujuan utama yaitu meminimalisasi segala penyimpangan yang dapat terjadi selama berlangsungnya proyek. Tujuan dari pengendalian
Program Studi Teknik Sipil - Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
| II-2
proyek yaitu optimasi kinerja biaya, waktu, mutu dan keselamatan kerja harus memiliki kriteria sebagai tolok ukur. Kegiatan yang dilakukan dalam proses pengendalian yaitu berupa pengawasan, pemeriksaan, koreksi yang dilakukan selama proses implementasi. 2.2. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja mendefinisikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sebagai segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Tenaga kerja yang dimaksud adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/ atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Pelaksanaan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja atau K3 adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas. Program Studi Teknik Sipil - Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
| II-3
2.3. Pengertian Kecelakaan Kerja Dalam pelaksanaan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada suatu perusahaan semata-mata ditujukan untuk mendapatkan suasana aman dan nyaman saat bekerja, sehingga aktivitas dari organisasi dapat berjalan dengan lancar dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya agar dapat tercapai. Selain itu, program K3 itu sendiri juga bertujuan untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja pada suatu pekerjaan. Pengertian dari kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak di duga semula dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas dan dapat menimbulkan kerugian, baik korban manusia atau harta benda. Kerugian yang ditimbulkan dari kecelakaan kerja dapat digolongkan menjadi 5 jenis kerugian, yaitu : 1. Kerusakan 2. Kekacauan organisasi 3. Keluhan dan kesedihan 4. Kelainan dan cacat 5. Kematian Secara umum, kecelakaan kerja dibagi menjadi dua golongan, yaitu : 1. Kecelakaan industry (industrial accident) yaitu kecelakaan yang terjadi di tempat kerja karena adanya sumber bahaya atau bahaya kerja.
Program Studi Teknik Sipil - Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
| II-4
2. Kecelakaan dalam perjalanan (community accident) yaitu kecelakaan yang terjadi di luar tempat kerja yang berkaitan dengan adanya hubungan kerja. 2.4. Penyebab Terjadinya Kecelakaan Berdasarkan penyebabnya, kecelakaan kerja digolongkan menjadi dua kelompok oleh H.W. Heinrich dengan teori domino, yaitu : 1. Unsafe Action (tindakan Tidak Aman) Unsafe Action adalah suatu tindakan yang memicu terjadinya suatu kecelakaan kerja. Contohnya adalah tidak mengenakan masker, merokok di tempat yang rawan terjadi kebakaran, tidak mematuhi peraturan dan larangan K3, dan lain-lain. Tindakan ini bisa berbahaya dan menyebabkan terjadinya kecelakaan. 2. Unsafe Condition (Kondisi Tidak Aman) Unsafe Condition berkaitan erat dengan kondisi lingkungan kerja yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan. Banyak ditemui bahwa terciptanya kondisi yang tidak aman ini karena kurang ergonomis. Unsafe condition ini contohnya adalah lantai yang licin, tangga rusak, udara yang pengap, pencahayaan kurang, terlalu bising, dan lain-lain. 2.5. Landasan Hukum K3 Landasan hukum dan undang-undang hingga keputusan menteri yang mengatur tentang pelaksanaan Program K3 antara lain:
Program Studi Teknik Sipil - Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
| II-5
1. Undang-undang Nomor 1 tahun 1970, tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja. 2. Undang-undang Nomor 3 tahun 1992, tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. 3. Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993, tentang Penyakit yang Timbul karena Hubungan Kerja. 4. Peraturan
Pemerintah
Nomor
17
tahun
1993,
tentang
Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja. 5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 tahun 2012, tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. 6. Peraturan
Menteri
:PER.04/MEN/1980
Tenaga tentang
Kerja
dan
Transmigrasi
Syarat-syarat
Nomor
Pemasangan
dan
Pemeliharan Alat Pemadam Api Ringan. 2.6. Tujuan Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Secara umum kecelakaan selalu diartikan sebagai kejadian yang tidak diinginkan dan tidak dapat diduga oleh siapapun. Kecelakaan kerja dapat terjadi karena mempunyai suatu situasi atau kondisi yang tidak membawa keselamatan kerja, atau perbuatan yang dapat menimbulkan ketidak selamatan. Sehingga kecelakaan kerja dapat didefinisikan sebagai suatu perbuatan atau kondisi dimana adanya suatu risiko ketidak selamatan yang
Program Studi Teknik Sipil - Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
| II-6
dapat mengakibatkan kecelakaan. Menurut Mangkunegara, bahwa tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut : 1. Agar setiap pekerja mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis. 2. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaikbaiknya seselektif mungkin. 3. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya. 4. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pekerja. 5. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja. 6. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja. 7. Agar setiap pekerja merasa aman dan terlindungi dalam bekerja. 2.7. Sarana dan Prasarana Keselamatan dan Kesehatan Kerja Sarana adalah segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas yang berfungsi sebagai alat utama/ pembantu dalam pelaksanaan pekerjaan, dan juga dalam rangka kepentingan yang sedang berhubungan dengan organisasi kerja, contohnya berupa APD, peralatan kerja, dan lain-lain. Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama dalam terselenggarakannya produksi dalam rangka kepentingan yang sedang berhubungan dengan organisasi kerja. Contohnya berupa tempat kerja, lahan, gudang, dan lain-lain. Program Studi Teknik Sipil - Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
| II-7
Sehingga sarana dan prasarana merupakan seperangkat alat yang digunakan dalam suatu proses kegiatan baik alat maupun peralatan utama, yang keduanya berfungsi untuk mewujudkan tujuan yang hendak dicapai. Berdasarkan pengertian diatas, maka sarana dan prasarana pada dasarnya memiliki fungsi utama sebagai berikut: 1. Menghemat waktu pelaksanaan pekerjaan 2. Meningkatkan produktivitas, baik barang dan jasa 3. Hasil kerja lebih berkualitas dan terjamin 4. Lebih memudahkan dalam gerak para pengguna 5. Ketepatan susunan stabilitas pekerja lebih terjamin Sarana dan prasaran K3 yang ada diproyek meliputi Alat Pelindung Diri (APD), Alat Pemadam Api Ringan (APAR), Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K), maupun pelatihan tentang K3. 2.7.1. Alat Perlindungan Diri (APD) Sarana peralatan yang melekat pada pekerja disebut Alat Perlindungan Diri (APD). Alat Perlindungan Diri (APD) diantaranya seperti helm, sarung tangan, goggles atau kaca mata, safety shoes, dan body harness adalah bentuk pengendalian dan pencegahan dari potensi bahaya dapat teratasi oleh para pekerja dengan baik dan benar dalam bekerja. Syarat untuk APD di tempat proyek, yaitu : a. Enak dan nyaman dipakai
Program Studi Teknik Sipil - Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
| II-8
b. Tidak mengganggu dalam bekerja c. APD dapat memberikan perlindungan yang efektif Contoh-contoh beberapa jenis APD yang digunakan : Tabel 2.1. Jenis Alat Pelindung Diri No
Bagian Tubuh
1
Kepala
2
Telinga/ pendengaran
3
Mata
4
Paru-paru
Bahaya Benda-benda Jatuh Ruang yang sempit
APD Helm keras (hard hats) Helm empuk (bump caps)
Rambut terjerat
Topi, harnet, atau pemangkasan rambut
tutup telinga (ear muff) dan sumbat telinga (ear plug) Debu, partikel-partikel kacamata pelindung (goggles), pelindung beterbangan wajah Suara bising
Radiasi, laser, bunga api las
goggles Khusus
Debu
Masker wajah, respirator
Asap
Respirator dengan filter (keefektifannya terbatas)
penyerap
Gas beracun dan atmosfer Alat bantu pernapasan minim oksigen Tepi-tepi dan ujung yang Sarung tangan pelindung tajam 5
Tangan
6
Kaki
7
Kulit
Zat kimia korosif
Sarung tangan tahan bahan kimia
Temperature tinggi/ rendah Terpeleset, benda tajam dilantai, benda jatuh, percikan logam cair Kotoran dan bahan korosif ringan
Sarung tangan insulasi
Korosi kuat dan zat pelarut 8
Torso tubuh
Sepatu pengaman selubung kaki (gaiter) dan sepatu pengaman Krim pelindung Pelindung yang kedap seperti sarung tangan dan celemek
dan Zat pelarut, kelembaban, Celemek, overall dsb.
Sumber : Sigit, 2014
Program Studi Teknik Sipil - Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
| II-9
Dalam menjamin Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang baik dan benar, maka perlu diperhatikan fasilitas standar yang mendukung kegiatan dapat berjalan dengan aman. Halnya pada Alat Pelindung Diri (APD) yang mempunyai standar dalam pemakaiannya seperti topi proyek (helm), sepatu pelindung, pelindung mata, masker dan pelindung telinga. Beberapa APD yang mempunyai standar, yaitu : 1) Helm Pelindung Menurut Standar ANSI Z89.1-1986, kriteria helm pelindung yang benar sebagai berikut: a) Lapisan luar yang keras terbuat dari bahan polycarbonate. b) Lapisan dalam yang tebal terbuat dari bahan polystyrene. c) Lapisan dalam yang lunak dengan bahan yang lunak. d) Tali pengikat helm. 2) Pelindung Mata Menurut Standar ANSI Z89.1-2003, kriteria pelindung mata harus tebal kacanya minimum 2 mm. 3) Pelindung Telinga Menurut Standar EN352-1, untuk tingkat kebisingan > 85 dB menggunakan Ear Muffs. Sedangkan jika tingkat kebisingannya < 85 dB menggunakan Ear Plugs.
Program Studi Teknik Sipil - Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
| II-10
4) Sabuk Pengaman Menurut Standar EN361 jika pekerjaan pada ketinggian > 1.5 m wajib menggunakan Body Harness 5) Sarung Tangan Menurut Standar SNI 06-0652-2005 sarung tangan mempunyai fungsinya masing-masing sesuai bahan dari sarung tangan tersebut, contohnya : a) Sarung tangan berbahan kulit untuk pekerjaan pengelasan, pemotongan, brazing, menyambung tali/ baja. b) Sarung tangan berbahan vinyl untuk pekerjaan dengan zat kimia. c) Sarung tangan berbahan karet untuk pekerjaan listrik. d) Sarung tangan berbahan kain untuk pekerjaan ringan. 6) Safety Shoes Menurut Satndar SNI 12-1848-2006 safety shoes digunakan sesuai bahannya, yaitu: a) Safety shoes dengan bahan kulit untuk pekerjaan berat dan rawan benturan. b) Rubber boot dengan bahan karet untuk pekerjaan daerah basah. c) Electrical shoes dengan bahan karet untuk pekerjaan listrik.
Program Studi Teknik Sipil - Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
| II-11
2.7.2. Alat Pemadam Api Ringan (APAR) Alat Pemadam Api Ringan (APAR) merupakan alat yang ringan serta mudah dilayani untuk satu orang untuk memadamkan api pada mula
terjadinya
No.4/MEN/1980
kebakaran tentang
(berdasarkan Syarat-syarat
Permankertrans Pemasangan
RI dan
Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan). Tata
cara
menggunakan
APAR
(Alat
Pemadam
Api
Ringan)/Tabung Pemadam sebagai berikut : 1. Tarik/ lepas pin pengunci tuas APAR / tabung pemadam 2. Arahkan selang ke titik pusat api 3. Tekan tuas untuk mengeluarkan isi APAR / tabung Pemadam 4. Sapukan secara merata sampai api padam Menurut
Peraturan
Permankertrans
RI
Perundang-undangan No.4/MEN/1980
K3,
tentang
berdasarkan Syarat-syarat
Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan, pasal 2, mengungkapkan bahwa : 1. Kebakaran dapat digolongkan : a. Kebakaran bahan padat kecuali logam (Golongan A) dengan simbol segitiga. b. Kebakaran bahan cair atau gas yang mudah terbakar (Golongan B) dengan simbol segi empat. c. Kebakaran instalansi listrik bertegangan (Golongan C) dengan simbol lingkaran. Program Studi Teknik Sipil - Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
| II-12
d. Kebakaran Logam (Golongan D) dengan simbol bintang. 2. Jenis alat pemadam api ringan terdiri dari : a. Jenis cairan (air) b. Jenis busa c. Jenis tepung kering d. Jenis gas (hydrocarbon berhalogen dan sebagainya) 3. Penggolongan kebakaran dan jenis pemadam api ringan tersebut dapat diperluas sesuai dengan perkembangan teknologi. Cara pemeliharaan APAR berdasarkan Permankertrans RI No.4/MEN/1980
tentang
Syarat-syarat
Pemasangan
dan
Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan, pasal 11 BAB III sebagai berikut : 1. Setiap alat pemadam api ringan harus diperiksa 2 (dua) kali dalam setahun, yaitu: a. pemeriksaan dalam jangka 6 (enam) bulan; b. pemeriksaan dalam jangka 12 (dua belas) bulan; 2. Cacat pada alat perlengkapan pemadam api ringan yang ditemui waktu pemeriksaan, harus segera diperbaiki atau alat tersebut segera diganti dengan yang tidak cacat. 2.7.3. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) Pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) didefinisikan sebagai:
Program Studi Teknik Sipil - Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
| II-13
1.
Perawatan darurat hingga tenaga medis atau perawat tiba ditempat.
2.
Perawatan cidera kecil yang tidak memerlukan perawatan atau bahkan tidak memerlukan perhatian medis. Fasilitas-fasilitas pertolongan pertama yang harus disediakan
tercantum dalam Health and Safety (First Aid) Regulations 1981, dengan rincian lebih jelasnya diberikan dalam Approved Code of Practice and Guildance ‘First Aid at work’, Publikasi HSE L 54. Saran-sarannya meliputi: 1. Cakupan fasilitas kesehatannya tergantung pada risiko yang dihadapi, misalnya semakin tinggi risiko, semakin luas cakupan fasilitas tersebut. 2. Jumlah petugas P3K harus mencukupi satu petugas untuk setiap lima puluh pekerja untuk pekerjaan berisiko rendah. Perbandingan antara jumlah pekerja dengan petugas P3K ini disesuaikan apabila risiko pekerjaannya meningkat. Harus terdapat ruang P3K jika: a. Tempat kerja berisiko tinggi b. Tempat kerja berada jauh dari rumah sakit, misalnya didaerah dengan lalu-lintas yang sangat macet c. Jumlah yang dipekerjakan ditempat tersebut mensyaratkannya 3. Pekerja yang bekerja jauh dari pusat :
Program Studi Teknik Sipil - Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
| II-14
a. Jika area kerjanya berisiko rendah, maka tidak perlu adanya fasilitas kesehatan b. Jika area kerjanya berada dalam persil perusahaan lain, maka pergunakanlah fasilitas setempat c. Jika area kerjanya berisiko tinggi atau tidak memiliki akses ke fasilitas pertolongan pertama, maka kotak P3K perlu dibawa. 4. Kotak P3K harus: a. Kuat agar dapat melindungi isinya b. Berisikan kartu panduan pertolongan pertama pada kecelakaan c. Digunakan hanya untuk barang-barang P3K, bukan barang lain. 5. Jika lebih dari satu perusahaan yang menempati satu bangunan atau site mereka dapat menyediakan fasilitas bersama. 6. Jika tersedia ruang P3K, ruang tersebut harus: a. Berada dibawah pengawasan petugas P3K atau perawat b. Menyediakan petugas P3K yang siaga selama ada orang yang sedang bekerja dipersil bersangkutan c. Mudah diakses oleh ambulans d. Cukup luas untuk meletakkan tempat tidur e. Memiliki pintu yang cukup lebar untuk dilalui oleh kursi roda f. Didesain dengan permukaan yang dapat dibersihakan dengan mudah
Program Studi Teknik Sipil - Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
| II-15
g. Memiliki air panas dan dingin untuk keperluan cuci – mencuci h. Dapat diidentifikasi dengan mudah i. Menyediakan tempat bagi petugas P3K j. Dilengkapi dengan buku penatalaksanaan (treatment book) yang dapat berupa buku kegiatan harian perusahaan untuk mencatat penatalaksanaan yang dilakukan 7. Petugas P3K harus: a. Dilatih dalam pelatihan yang telah disetujui oleh HSE b. Telah menerima pelatihan tertentu jika terdapat bahayabahaya khusus yang muncul c. Mencatat seluruh penatalaksanaan yang diberikan d. Menerima pelatihan secara teratur 8. Kotak P3K minimal harus memuat: a. Kartu petunjuk b. Perban balut steril berperekat c. Perban segitiga d. Perban balut steril berukuran sedang tanpa obat e. Perban balut steril berukuran besar tanpa obat f. Perban balut steril berukuran ekstra besar tanpa obat g. Sarung tangan sekali pakai
Program Studi Teknik Sipil - Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
| II-16
2.7.4. Sarana dan Prasarana Pendukung Sarana dan prasarana yang juga di butuhkan untuk tempat proyek konstruksi adalah sebagai berikut : 1. Area istirahat dan makan bagi pekerja merupakan sarana dan prasarana yang sangat dibutuhkan bagi pekerja untuk tempat peristirahatan setelah para pekerja bekerja. 2. Jalur evakuasi juga merupakan sarana dan prsarana yang di butuhkan oleh pekerja dan karyawan lainya sebagai jalur suatu keadaan untuk menghindari kecelakaan yang terjadi menuju ke titik kumpul atau tempat dari terhindarnya kecelakaan tersebut. Biasanya jalur evakusai di simbolkan dengan tanda panah warnah putih dan background berwarna hijau sesuai arah titik tumpul terdekat. 3. MCK adalah sarana dan prasarana penunjang sebagai tempat pembuangan hajat kecil dan besar bagi pekerja. Karena dengan penyediaan MCK di tempat proyek akan menjaga kebersihan lokasi proyek dari kotoran dan penyakit yang ada. 4. Sarana dan prasarana lainya seperti tempat sampah, alat komunikasi halnya seperti walky talky, pembatas jalan, penyediaan lampu penerangan, genset dan sebagainya. 2.7.5. Pelatihan Pengenalan Dasar Pelatihan pengenalan dasar ini di peruntukan untuk seluruh pekerja, antara lain : Program Studi Teknik Sipil - Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
| II-17
1. Pengarahan
tindakan
pencegahan
kebakaran
dan
berlatih
melakukan evakuasi. 2. Rincian produk perusahaan. 3. Berkeliling persil untuk mengidentifikasi tempat fasilitas-fasilitas perusahaan. 4. Fasilitas yang berhubungan dengan kesehatan kerja seperti tempat P3K. 5. Kegiatan pencegahan kecelakaan. 6. Aturan-aturan keselamatan kerja yang harus dipatuhi. 7. Siapa yang harus dihubungi jika ada keraguan. 2.7.6. Penanda dan Isyarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja Penggunaan papan penanda keselamatan yang benar ditempat kerja dapat: 1.
Menggalakkan instruksi-instruksi dan aturan-aturan keselamatan kerja.
2.
Memberikan informasi atas risiko dan tindakan pencegahan yang harus diambil. Terdapat empat warna yang masing-masing memiliki makna
berbeda :
Program Studi Teknik Sipil - Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
| II-18
Tabel 2.2. Tanda dan isyarat keselamatan dan kesehatan kerja No
Warna
Makna
Desain dan bentuk
Keterangan
1. Berbentuk lingkaran Penanda Larang
2. Pictogram hitam di atas dasar putih
Tindakan yang diperlihatkan
3.Garis lingkar dan diagonal berwarna TIDAK boleh dilakukan merah
1
Merah
Mematikan,
mengevakuasi,
Penanda
mengoperasikan
Berbahaya
darurat,
alat-alat
menghentikan
tindakan Peralatan
1. Persegi panjang atau bujusangkar
Pemadam API
2. Pictogram putih di atas dasar merah lokasinya
Identifikasi
perlatan
dan
1. Berbentuk segitiga 2
3
Kuning
Biru
Penanda Peringatan
Penanda Perintah
Berhati-hati, ambil tindakan 2.Pictogram hitam diatas dasar kuning pencegahan, lakukan dengan 3. Pinggiran berwarna hitam
hati-hati
1. Berbentuk lingkaran
Instruksi
HARUS
peralatan
yang
2. Pictogram putih diatas dasar biru
diikuti
ditunjukan
HARUS dikenakan
1. Persegi panjang atau bujusangkar
4
Hijau
Penanda
2. Pictogram Putih diatas dasar hijau
Informasi
3. Dapat merujuk ke BS 5499npt
Keselamatan
1:1990 atau ke Direktif EU 92/58EEC
Rute keluar darurat Lokasi Pos dan P3K
tapi harus konsisten diseluruh tempat kerja Sumber : Sigit, 2014
Program Studi Teknik Sipil - Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
| II-19
2.8. Variabel Pengaruh K3 Menurut Hidayat (2013), variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut dan kemudian ditarik simpulannya. Variabel penelitian menurut fungsinya dikelompokkan menjadi lima kategori sebagai berikut : -
Variabel Independent (bebas), variabel yang memengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependent (terikat)
-
Variabel Dependent (terikat), variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas.
-
Variabel moderator, variabel yang memengaruhi hubungan antara variabel independent dan variabel dependent
-
Variabel Intervening, variabel yang secara teoritis memengaruhi hubungan antara variabel independent dan variabel dependent menjadi hubungan tidak langsung dan tidak dapat diamati
-
Variabel control, variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga
pengaruh
variabel
independent
terhadap
variabel
dependent tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diteliti. Menurut Munandar (2014), Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi kerja. Keselamatan dan
Program Studi Teknik Sipil - Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
| II-20
Kesehatan Kerja (K3) juga berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Menurut Yudi Pratama (2014), identifikasi faktor-faktor K3 yang berpengaruh terhadap kinerja kontraktor pada pelaksanaan proyek konstruksi dengan sub-variabel pekerja memakai peralatan keselamatan kerja dan pengarahan kerja yang baik pada setiap pekerjaan merupakan subvariabel yang sangat besar pengaruhnya terhadap kinerja kontraktor. 2.8.1. Penetapan Kebijakan Manajemen K3 Perusahaan perlu mendefinisikan kebijakan K3 serta menjamin komitmennya terhadap SMK3. Komitmen adalah sebuah keterikatan ataupun perjanjian untuk melakukan suatu yang terbaik dalam organisasi atau kelompok tertentu (Hiras Pasaribu, 2009). Dalam hal kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja diwujudkan dengan perhatian terhadap K3 dan perhatian terhadap tindakan bahaya yang mengancam K3 (Wieke Yuni Christina, 2012). Indikator yang digunakan untuk mengukur variabel ini adalah perusahaan memberikan prioritas utama terhadap masalah K3, perusahaan akan memperingatkan
pekerja
yang
membahayakan,
ada
usaha
peningkatan kinerja K3 pada periode tertentu, ada pengawasan terhadap K3 para pekerja, perusahaan memberikan perlengkapan K3, dan perusahaan memberikan pelatihan K3 terhadap para pekerja.
Program Studi Teknik Sipil - Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
| II-21
2.8.2. Pengawasan K3 Perusahaan harus mengawasi kegiatan yang berkaitan dengan identifikasi risiko, dimana kendali pengukuran perlu dilakukan. Perusahaan juga harus merencanakan kegiatan ini termasuk pemeliharaannya untuk menjamin pelaksanaan kegiatan. Indikator yang digunakan untuk mengukur variabel ini adalah pekerja mendapat informasi mengenai masalah K3, pekerja puas dengan penyampaian tentang K3, pekerja mendapat informasi mengenai kecelakaan kerja yang terjadi, pekerja mengerti tanggung jawab terhadap K3, pekerja mengerti sepenuhnya risiko pekerjaannya, komunikasi yang baik antar pekerja dan pihak manajerial, dan adanya komunikasi antara sesama pekerja. 2.8.3. Sarana dan Prasarana K3 Perusahaan harus proaktif dalam menyediakan sarana dan prasarana K3 bagi para pegawainya. Sarana dan prasarana merupakan fasilitas pendukung dalam segala kegiatan untuk mewujudkan tujuan yang ingin dicapai. Indikator untuk variabel ini adalah pekerja mendapatkan APD, adanya semboyan tentang K3, pekerja mendapat fasilitas istirahat dan sanitasi, pekerja mendapat penyuluhan dan pelatihan K3, pemberitahuan tentang jalur evakuasi.
Program Studi Teknik Sipil - Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
| II-22
2.9. Penelitian terdahulu Berikut adalah penelitian terdahulu yang relevan selama 10 tahun terakhir dengan tugas akhir ini diantaranya : Tabel 2.3.3Penelitian Terdahulu No 1
Judul Analisis Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Terhadap Kinerja Pekerja Konstruksi (Studi Kasus Proyek Pembangunan The Park Solo Baru)
Tahun 2013
Jenis Jurnal
Kata Kunci Analisis faktor K3, Kinerja pekerja konstruksi
Penulis R. Nugrahaning Bulannurdin ; Sugiyarto
Ringkasan Penulis membuat analisis faktor K3 sebagai berikut : Keterlibatan Management terhadap masalah K3 (X1), peraturan dan prosedur (X2), Komunikasi pekerja (X3), Kompetensi pekerja (X4) dan Lingkungan kerja (X5) dan kinerja pekerja konstruksi sebagai variabel (Y). Simpulan yang didapat adalah secara simultan variabel bebas dalam K3 yang terdiri dari keterlibatan manajemen terhadap masalah K3 (X1) dan Lingkungan kerja (X5) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat yaitu kinerja pekerja konstruksi (Y)
2
Association of Root Causes in Fatal Fall-from-Height Construction Accidents in Hongkong
2016
Jurnal
Human Factor Analysis and Classification System (HFACS), periode kerja, keterampilan kerja
Louisa Wong; Yuhong Wang, P.E.; Toran Law; and Choi Tung Lo
Pada jurnal ini, penulis menggunakan metode Human Factor Analysis and Classification System (HFACS) dengan mengadopsi dan memodifikasi sesuai dengan kondisi di Hong Kong. Klasifikasi yang digunakan antara lain periode kerja, keterampilan maupun periode waktu perhari. Didapatkan data bahwa keterampilan kerja yang berpotensi mengalami insiden adalah pekerjaan scaffolding dengan periode waktu perhari antara jam 17.00-18.00.
Program Studi Teknik Sipil - Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
| II-23
3
Client Safety Roles in Small and Medium Construction Projects in Australia
2014
Jurnal
Analisis faktor, proyek kecil, proyek menengah
Simon Votano; and Riza Yosia Sunindijo, Ph.D.
4
Critical Factors for Structural Safety in the Design and Construction Phase
2014
Jurnal
Analisis faktor dominan, direct judgement
Karel C. Terwel and Sylvia J. T. Jansen, Ph.D.
5
Evaluasi Implementasi Pengukuran K-3 Pada Area Kerja Boiler #20
2009
Jurnal
Radar Chart, Root Causes Analysis
R. Handa Bagus Putra
6
Evaluasi Penerapan SMK3 Pada Proyek Pembangunan Gedung (Studi Kasus : Siloam Hospital di Jln. Imam Bonjol Medan)
2014
Jurnal
Analisis faktor, SMK3, proyek konstruksi
Sherly Meyklya Sembiring
Penulis membuat analisis korelasi antara peran keselamatan pelanggan dengan pokok iklim keselamatan pada konstruksi kecil maupun menengah. Berdasarkan pada tingkat kinerja yang ada, klien harus fokus pada enam peran berikut: (1) berpartisipasi dalam program keselamatan berbasis situs; (2) Ulasan dan menganalisis data keselamatan; (3) menunjuk Tim keamanan; (4) pilih kontraktor yang aman; (5) menentukan bagaimana keselamatan untuk diatasi dalam tender; dan (6) melakukan pemeriksaan rutin pada pabrik / peralatan. Ada kecenderungan bahwa klien konstruksi proyek kecil dan menengah tidak dapat mempertimbangkan keselamatan sepenting tujuan dasar lainnya seperti waktu, biaya, lingkungan, dan kualitas. Permasalahan dalam jurnal ini adalah mencari faktor dominan pada tahap proses desain dan konstruksi yang mempengaruhi jaminan keamanan struktural. Diklasifikasikan direct judgement 14 faktor dalam penelitian ini dengan total responden sebanyak 226 responden. Didapat bahwa faktor analisis risiko menjadi faktor dominan pada tahap desain dan konstruksi. Penulis membuat instrumen K3 berdasarkan 3 kategori, yaitu kebijakan manajemen K3, perlindungan pekerja, dan bangunan dan fasilitas. Hasil dari kuesioner didapatkan bahwa implementasi dari kebijakan manajemen sebesar 55.36%, perlindungan personal sebesar 57.47%, dan bangunan dan fasilitas sebesar 56.51%. Hasil data ini kemudian dituangkan dalam bentuk radar chart. Penulis juga membuat root causes analysis tentang kecelakaan yang terjadi di area boiler #20. Penulis membuat instrumen K3 berdasarkan 5 kategori, yaitu kebijakan K3, perencanaan, penerapan dan operasai kegiatan, evaluasi dan tinjauan manajemen. Dari hasil kuesioner, didapatkan persentase disetiap kategori sebagai berikut : kebijakan K3 = 92.19% ; perencanaan K3 = 87.54% ; penerapan dan operasi kegiatan = 91,05% ; Evaluasi = 92.00% ; Tinjauan manajemen = 96.29%. Dan total penerapan SMK3 sebesar 91.81%.
Program Studi Teknik Sipil - Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
| II-24
7
Exploratory Study to Identify Perceptions of Safety and Risk among Residential Latino Construction Workers as Distinct from Commercial and Heavy Civil Construction Workers
2013
Jurnal
Pekerja Latino, Human Factor Analysis and Classification System (HFACS), persepsi budaya K3
Carla Lopez del Puerto; Caroline M. Clevenger, Ph.D., P.E., M.ASCE; Kane Boremann; and David P. Gilkey
8
Faktor-faktor yang Berperan Terhadap Peningkatan Sikap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Para Pelaku Jasa Konstruksi di Semarang
2010
Jurnal
Sikap K3, Pelaku jasa konstruksi
Bambang Endroyo
9
Identifikasi Faktor-faktor Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang mempengaruhi Kinerja Proyek Konstruksi
2014
Jurnal
Identifikasi faktor, K3, achievement category,kontraktor grade 5, 6, 7
Yudi Pratama
Studi ini membahas tentang perbedaan pekerja Latino dalam konstruksi perumahan dengan pekerja konstruksi sipil komersil maupun konstruksi berat. Pekerja Latino saat ini mengalami tingkat kecelakaan dan kematian yang sangat tinggi dibandingkan dengan pekerja di konstruksi sipil komersial maupun berat. Metode yang digunakan adalah dengan menggunakan Human Factor Analysis and Classification System (HFACS) yang diadaptasi dari Geller (1990). Hasil analisis didapatkan bahwa adanya perbedaan persepsi budaya antara pekerja konstruksi perumahan dibanding dengan pekerja sipil komersil dan konstruksi berat. Kurangnya pendidikan formal dan keterampilan menjadi faktor pembeda. Pelaksanaan K3 terutama di sektor industri masih memprihatinkan. K3 di Indonesia masih menduduki urutan terbawah diantara negara ASEAN. Tingginya angka kecelakaan pada proyek konstruksi perlu adanya perhatian dan penanganan secara sungguh-sungguh. Metode penelitian menggunakan kuesioner sebagai instrumen. Responden terdiri dari 70% pelaku jasa konsultasi dan 30% pelaku jasa pelaksana. Selain itu diidentifikasi menurut tingkat pendidikan, pengalaman kerja, dan sertifikasi. Hasil yang didapatkan adalah faktor pendidikan dan tingkat sertifikasi pelaku jasa konstruksi memiliki korelasi yang signifikan terhadap sikap K3. Data primer yang disajikan berupa kuesioner dengan pengujian instrumen dasar berupa uji validitas dan realibilitas. Sedangkan untuk pertanyaan/ pernyataan kuesioner berjumlah 10 bulir dengan diklasifikasikan kontraktor grade 5 dengan kontraktor grade 6&7 dengan output berupa achievement category dalam satuan persentase. Hasil analisis didapatkan untuk achievement category dari kontraktor grade 5 sebesar 90.00%, sedangkan kontraktor grade 6&7 sebesar 87.50%.
Program Studi Teknik Sipil - Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
| II-25
10
Kajian Implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada Perusahaan Jasa Konstruksi di Kota Kupang
2012
Jurnal
SMK3, achievement category, matriks implementasi – kecelakaan, BUMN, swasta
Yunita A. Messah; Yohana Bolu Tena; I Made Udiana
11
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada Pelaksanaan Proyek Konstruksi (Studi Kasus : Proyek PT. Trakindo Utama)
2013
Jurnal
K3, Analisa penyebab, Penilaian risiko
Bobby Rocky Kani
12
Pengaruh Iklim Keselamatan dan Pengalaman Personal terhadap Kepatuhan pada Peraturan Keselamatan Pekerja Konstruksi
2010
Jurnal
Iklim keselamatan, Analisis faktor, APD
Prihatingsih; Sugiyanto
Penulis menganalisis SMK3 dengan berpedoman pada PER.05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Diklasifikasikan pula antara perusahaan BUMN dengan perusahaan Swasta. Selain itu ada juga yang diklasifikasikan menurut usia perusahaan, antara lain 5-10 tahun, 10-20 tahun dan di atas 20 tahun. Simpulannya adalah bahwa dengan menggunakan achievement category yang diterapkan pada konsep matriks implementasi – kecelakaan, perusahaan BUMN lebih baik dibandingkan dengan Swasta. Sedangkan dari segi usia perusahaan, disimpulkan bahwa semakin tua usia perusahaan semakin pula implementasi SMK3. Penulis menganalisis K3 dengan berpedoman pada UU Kesehatan No. 23 tahun 1992 bagian 6 tentang kesehatan kerja. Dari data yang ada, ditarik simpulan bahwa masih kurangnya pengetahuan tentang keselamatan dan kesehatan kerja dari para pekerja mengenai K3 dan SMK3 belum terealisasikan dengan baik. Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh iklim keselamatan dan pengalaman kepatuhan keselamatan, terutama dalam penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) dari pekerja konstruksi. Metode yang digunakan bersifat kuantitatif dengan instrumen pengukuran berupa skala iklim keselamatan dan kepatuhan serta data identitas diri subjek dan dibedakan antara pengalaman kerja dan tingkat pendidikan. Hasil analisis didapatkan bahwa ada pengaruh iklim keselamatan dan pengalaman personal terhadap kepatuhan pada peraturan keselamatan
Program Studi Teknik Sipil - Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
| II-26
13
Quality and Safety in Construction : Creating a NoHarm Environment
2016
Jurnal
Safety, Quality, and Environmental (SQE), Analisa faktor, Kualitas, Kinerja keamanan
Peter E. D. Love, Ph.D., D.Sc.; Pauline Teo, Ph.D.; John Morrison; and Matthew Grove
14
Implementasi Prosedur Bekerja di Ketinggian PT. BBS Indonesia (WTC 2 Project) Tahun 2012
2012
Tesis
Prosedur, Bekerja di ketinggian, Matriks Implementasi kecelakaan
Zalaya Yusuf
Kualitas dan kinerja yang buruk dapat berdampak negatif terhadap biaya dan jadwal proyek. Metode yang digunakan untuk kasus hubungan antara kualitas maupun kinerja keamanan adalah dengan sebuah program aliansi. Dipilih karena telah mampu secara signifikan meningkatkan kualitas dan kinerja keselamatan sebagai hasil dari pelaksanaan siklus proyek program Keselamatan, Kualitas, dan Lingkungan (SQE) dalam hubungannya dengan program pencegahan ulang berdedikasi. Dari analisis data, diidentifikasikan bahwa tangan dan kaki merupakan penyumbang proporsi luka pada tubuh sebesar 35% dan 13%. Selain itu, jenis utama insiden yang timbul adalah kerusakan layanan (19%), insiden lingkungan (17%), dan kerusakan fasilitas (14%). Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tingkat implementasi prosedur bekerja di ketinggian PT. Balfour Beatty Sakti Indonesia (WTC 2 Project) tahun 2012. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa implementasi bekerja di ketinggian dalam variable tanggung jawab 60% dan prosedur kerja 47%, sehingga tingkat implementasi prosedur kerja di ketinggian sebesar 53,5% dalam kategori merah dan data kecelakaan dalam kategori kuning. Tingkat implementasi pada matriks tingkat implementasi – kecelakaan berada pada level 5 (berbahaya).
Sumber : Olahan penulis
Program Studi Teknik Sipil - Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
| II-27
2.10. Research Gap Research gap adalah celah-celah atau senjang penelitian yang dapat dimasuki oleh seorang peneliti berdasarkan penelitain terdahulu. Penelitian ilmiah didasarkan untuk mendapat sebuah jawaban baru terhadap sesuatu yang menjadi masalah. Oleh karena itu, peneliti harus berhadapan dengan sesuatu yang menjadi maslah didukung ileh pembenaran atau justifikasi penelitian yang baik dan berupaya untuk mencari jawaban yang baru dari masalah yang memang penting untuk diteliti. Sedangkan ciri-ciri research gap adalah sebagai berikut : a. Tatanan konseptual yang baik, tetapi belum ada pembuktian empirik, b. Masalah penelitian yang belum berhasil dijawab atau hipotesa yang belum berhasil dibuktikan, c. Temuan penelitian yang kontroversi terhadap penelitian sejenis lainnya, d. Hasil penelitian yang menyisakan kekurangan. Dengan mengklasifikasikan penelitian terdahulu, maka didapatkan susunan research gap sebagai berikut :
Program Studi Teknik Sipil - Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
| II-28
A
R. N. Bulannurdin, 2013 Simon Votano, dkk., 2014 Karel C. Terwel, dkk., 2014 Peter E. D., dkk., 2016
B
Sherly M. S., 2014 Yudi Pratama, 2014 Yunita A. Messah, dkk., 2012 Letak Penelitian Penulis
F
E Dongping Fang, dkk., 2015
G
R. Handa Bagus P., 2009
Keterangan : A. Analisis faktor B. Matriks Tingkat Implementasi – Kecelakaan (TIK) C. Human Factor Analysis and Classification System (HFACS) D. Root Causes Analysis (RCA) E. Analisis faktor dan HFACS F. Matriks TIK dan RCA G. Analisis faktor, Matriks TIK dan RCA
Zalaya Yusuf, 2012
D Bobby Rocky Kani, 2013
C
Louisa Wong, dkk., 2016 Carol K. H., dkk., 2012 Bambang Endroyo, 2010 Carla Lopez d P., dkk., 2013
Gambar 2.1. Research Gap Sumber : Olahan penulis Program Studi Teknik Sipil - Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
| II-29
Dari hasil research gap, letak penelitian penulis berada pada analisis faktor dan matriks tingkat implementasi - kecelakaan. analisis faktor adalah metode yang digunakan untuk mengetahui apa saja faktor K3 yang menjadi pengaruh baik secara positif maupun negative. Sedangkan metode matriks tingkat implementasi - kecelakaan digunakan untuk mengetahui pencapaian tingkat implementasi. Dalam
penelitian
ini,
penulis
merumuskan
masalah
kendala
pelaksanaan K3 untuk diidentifikasi dengan metode analisis faktor. Sedangkan untuk matriks implementasi digunakan normalisasi de Boer dengan rumusan Achievement Category yang dipadukan dengan konsep Traffic Lights System dengan persentase pencapaian implementasi sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang Sistem Manajemen Keselamatan
dan
Kesehatan
Kerja
Nomor
:
PER.05/MEN/1996
(Permenaker Nomor : PER.05/MEN/1996).
Program Studi Teknik Sipil - Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
| II-30