BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kentang (Solanum tuberosum L.) 2.1.1. Klasifikasi Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Kentang (Solanum tuberosum L.) berasal dari negara beriklim dingin (Belanda, Jerman). Tanaman kentang sudah dikenal di Indonesia sejak sebelum perang dunia II yang disebut Eugenheimer. Kentang ini merupakan hasil seleksi di Negeri Belanda pada tahun 1890, berkulit umbi kekuning-kuningan, berdaging kuning, dan rasanya enak. Kelemahan dari kentang ini adalah peka terhadap penyakit busuk daun, virus Y dan A, serta peka terhadap penyakit layu. Meskipun kentang bukan bahan makanan pokok bagi rakyat Indonesia, tetapi konsumennya cenderung meningkat dari tahun ke tahun karena jumlah produk makin bertambah dan banyaknya wisatawan asing yang tinggal di Indonesia. Sistematika (taksonomi) tanaman kentang secara umum diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom
: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi
: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi
: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas
: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Subkelas
: Asteridae
Ordo
: Solanales
5
6
Famili
: Solanaceae (suku terung-terungan)
Genus
: Solanum
Spesies
: Solanum tuberosum L.
2.1.2. Jenis-jenis Kentang Kentang mempunyai keragaman jenis yang cukup banyak, terdiri dari jenisjenis lokal dan beberapa varietas unggul. Jenis-jenis kentang tersebut mempunyai perbedaan yaitu pada bentuk, ukuran, warna daging umbi, warna kulit, daya simpan, komposisi kimia, sifat pengolahan dan umur panen. Kentang menghasilkan umbi sebagai komoditas sayuran yang diprioritaskan untuk dikembangkan dan berpotensi untuk dipasarkan didalam negeri dan diekspor. Berdasarkan warna kulit dan daging umbi, terdapat tiga golongan kentang yaitu kentang kuning, kentang putih, dan kentang merah. Kentang kuning memiliki kulit dan daging umbi berwarna kuning. Yang termasuk kelompok kentang kuning adalah varietas Pattrones, Katella, Cosima, Cipanas, Granola dan lain-lain. Kentang putih memiliki kulit dan umbi berwarna putih. Varietas yang termasuk kelompok kentang putih adalah Donata, Radosa, dan Sebago. Kentang merah berkulit merah dengan daging umbi berwarna kuning. Varietasnya Red Pontiac, Arka, dan Desiree. Jenis kentang yang paling disenangi adalah kentang kuning karena memiliki rasa enak, gurih, empuk, dan sedikit berair. Kadang-kadang ada warna hijau pada kulit kentang. Warna hijau pada umbi kentang tidak disukai karena rasanya pahit. Selain itu, bagian yang warna hijau ini
7
banyak mengandung racun (solanin). Dua jenis kentang dapat diamati pada gambar 2.1.
(a) Kentang merah
(b) Kentang kuning
Gambar 2.1. (a) Kentang merah dan (b) Kentang kuning
2.1.3. Morfologi Kentang Kentang merupakan tanaman ubi-ubian ubi ubian dan tergolong tanaman setahun. Bentuk kentang sesungguhnya menyemak dan bersifat menjalar. Batangnya berbentuk segi empat, panjangnya mencapai 50-120 50 120 cm dan tidak berkayu. berk Batang dan daunnya berwarna hijau kemerah-merahan kemerah merahan atau berwarna ungu. Selain itu, kentang juga memiliki organ umbi. Umbi tersebut berasal dari cabang samping yang masuk kedalam tanah. Cabang ini merupakan tempat menyimpan karbohidrat sehingga membengkak membengkak dan bisa dimakan. Umbi bisa mengeluarkan tunas dan nantinya akan ak membentuk cabang-cabang baru.
2.2.
Tinjauan Kandungan Kimia Kentang Sebagai bahan makanan, kentang banyak mengandung karbohidrat, sumber
mineral (fosfor, besi, dan kalium), mengandung vitamin B (tiamin, niasin, vitamin
8
B6), vitamin C, antosianin, dan sedikit vitamin A (Bambang, 1997). Selain itu, kentang juga mengandung protein, asam amino esensial, elemen-elemen mikro, Mg, dan lain sebagainya (Kusomo, 1985). Senyawa antioksidan yang terdapat pada kentang yaitu antosianin, asam klorogenat, dan asam askorbat. Antosianin merupakan senyawa organik yang memberikan pigmen pada berbagai tumbuhan. Pigmen berwarna kuat yang larut dalam air ini adalah penyebab hampir semua warna merah jambu, merah marak, merah, ungu dan biru dalam daun bunga, daun, dan buah pada tumbuhan tinggi. Secara kimia semua antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggal, yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin ini dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan metilasi atau glikosilasi. Antosianin tergolong senyawa flavonoid yang larut dalam air. Antosianin dapat menaikkan daya tahan pembuluh kapiler serta mereduksi tekanan darah dan membantu penyerapan vitamin C. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi stabilitas antosianin diantaranya suhu, pH, cahaya, dan oksigen. Antosianin tidak mantap dalam larutan netral atau basa, dan bahkan dalam larutan asam warnanya dapat memudar perlahan-lahan akibat kena cahaya. Karena itu antosianin harus diekstraksi dari tumbuhan dengan pelarut yang mengandung asam asetat atau asam hidroklorida (misalnya metanol yang mengandung HCl pekat 1 %) dan larutannya harus disimpan ditempat gelap serta sebaiknya didinginkan. Antosianin bermanfaat untuk melindungi sel dari sinar ultra violet dan juga berfungsi sebagai antioksidan yang mampu menghambat oksidasi dari toksin. Struktur antosianin dapat dilihat pada gambar 2.2 seperti dibawah ini.
9
Gambar 2.2. Struktur antosianin
Struktur antosianin terdiri atas 2-fenil-benzopirilium atau flavilium klorida dengan sejumlah penyulih hidroksi dan metoksi. Sebagian besar antosianin memilki struktur 3,5,7-trihidroksiflavilim klorida dan bagian gula biasanya terikat pada gugus hidroksil pada karbon nomor 3. Antosianin disebut juga antosianidin yang dapat dibagi dalam 3 kelompok, yaitu pelargonidin (merah jingga), sianidin (merah tua), dan defilnidin (merah kebiruan). Antosianin yang terdapat pada kentang adalah sianidin. Struktur sianidin dapat dilihat pada gambar 2.3 berikut ini.
Gambar 2.3. Struktur sianidin
Pada kulit kentang terdapat asam klorogenat yaitu polifenol yang mempunyai aktivitas antioksidan mencegah terjadinya radikal bebas yang dapat
10
merusak sel-sel sel dan akan mengarahkan pada sejumlah penyakit, contoh: penyakit kanker. Sedangkan asam askorbat yang dikenal dengan vitamin C merupakan merup senyawa antioksidan yang berperan penting dalam membangun struktur serat kolagen dalam persendian dan juga dapat berfungsi sebagai zat anti infeksi infeks dan anti radang. Struktur dari senyawa-senyawa senyawa tersebut dapat diamati pada gambar 2.4 berikut ini.
(a)) Asam klorogenat
(b)) Asam askorbat
klorogenat dan Gambar 2.4.. Struktur senyawa antioksidan: (a) Asam klorogenat, (b)) Asam askorbat
Selain itu, dalam kentang juga terdapat alkaloid dan flavonoid. Alkaloid merupakan senyawa kimia tanaman hasil metabolit sekunder, yang terbentuk berdasarkan prinsip pembentukan campuran. Alkaloid biasanya mengandung minimal satu lingkaran heterosiklik dan mengandung gugus N atau nitrogen. Alkaloid merupakan senyawa kimia yang bersifat basa basa dapat dipisahkan dari yang netral dan asam, dengan cara ekstraksi cair-cair cair cair antara fasa air dan fasa pelarut organik. Alkaloid memiliki beberapa senyawa yang lebih umum adalah koniina, kokain, nikotina, atropina, dan lain sebagainya. Alkaloid yang terdapat terd pada kentang adalah solanina yang memiliki struktur pada gambar 2.5 2. dibawah ini.
11
Me Me N Me
Me
O Glukosa
O
O Galaktosa O Ramnosa
Gambar 2.5. Struktur senyawa solanina
Sedangkan flavonoid adalah senyawa alami yang terdiri dari C6-C3-C6. Flavonoid umumnya terdapat pada tumbuhan sebagai glikosida. Glikosida merupakan senyawa asal gula dengan zat lain yang dapat terhidrolisis menjadi penyusunnya, misalnya glikosida memberikan fruktosa, galaktosida menghasilkan galaktosa, dan sebagainya. Gugusan gula bersenyawa pada satu atau lebih grup hidroksil fenolik. Gugus hidroksil selalu terdapat pada karbon nomor 5 dan nomor 7 pada cincin A, sedangkan pada cincin B gugusan hidroksil atau alkoksil terdapat pada karbon nomor 3 dan nomor 4. Flavonoid terdapat pada seluruh bagian tanaman, termasuk pada buah, tepung sari, dan akar. Ada beberapa macam flavonoid diantaranya flavon, flavanonol, flavonol, isoflavon, calkon, dan lain sebagainya. Kegunaan flavonoid bagi tumbuhan adalah untuk menarik serangga yang membantu proses penyerbukan dan untuk menarik perhatian binatang yang membantu penyebaran biji. Sedangkan kegunaan flavonoid bagi manusia adalah flavon bekerja sebagai
12
stimulan pada jantung, hesperidin mempengaruhi pembuluh darah kapiler dan flavon terhidroksilasi bekerja sebagai diuretik dan sebagai antioksidan pada lemak. Struktur flavonoid dapat diamati pada gambar 2.6 dibawah ini.
O
O
Gambar 2.6. Struktur umum flavonoid
Flavonoid yang terdapat dalam kentang adalah kuersetin (Quercetin) yang merupakan salah satu zat aktif kelas flavonoid yang secara biologis amat kuat. Kuersetin dipercaya dapat melindungi tubuh dari beberapa jenis penyakit degeneratif dengan cara mencegah terjadinya peroksidasi lemak. Struktur kuersetin pada C nomor 3,5,7, dan C nomor 1’, 2’ terdapat gugus hidroksil. Ketika flavonol kuersetin bereaksi dengan radikal bebas, kuersetin mendonorkan protonnya dan menjadi senyawa radikal, tetapi elektron yang tidak berpasangan yang dihasilkan didelokalisasi oleh resonansi. Hal ini membuat senyawa kuersetin radikal mempunyai energi yang sangat rendah untuk menjadi radikal yang reaktif.
2.3.
Uji Fitokimia Fitokimia atau kadang disebut fitonutrien, dalam arti luas adalah segala jenis
zat kimia atau nutrien yang diturunkan dari sumber tumbuhan, termasuk sayuran dan buah-buahan. Dalam penggunaan umum, fitokimia memiliki definisi yang
13
lebih sempit. Fitokimia biasanya digunakan untuk merujuk pada senyawa yang ditemukan pada tumbuhan yang tidak dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh, tapi memiliki efek yang menguntungkan bagi kesehatan atau memiliki peran aktif bagi pencegahan penyakit. Dalam pengujian fitokimia menggunakan pereaksi-pereaksi yang dapat memberikan warna pada sampel yang dianalisis. Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan alkaloid, flavonoid, antosianin, steroid dan terpenoid, tanin, dan kuinon.
2.4.
Uji Aktivitas Antioksidan Uji kimia ini secara luas digunakan dalam penelitian produk alami untuk
isolasi antioksidan fitokimia dan untuk menguji seberapa besar kapasitas ekstrak dan senyawa murni dalam menyerap radikal bebas. Uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH digunakan untuk mengetahui aktivitas antioksidan karena uji ini merupakan metode yang mudah, cepat, dan murah untuk menetapkan kapasitas antioksidan. Aktivitas antioksidan merupakan kemampuan suatu senyawa atau ekstrak untuk menghambat reaksi oksidasi yang dapat dinyatakan dengan persen penghambatan. Senyawa 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH) adalah sebuah molekul yang mengandung senyawa radikal bebas yang stabil. Keberadaan sebuah antioksidan yang mana dapat menyumbangkan elektron kepada DPPH, menghasilkan warna kuning yang merupakan ciri spesifik dari reaksi radikal DPPH. Struktur DPPH dapat diamati pada gambar 2.7 berikut ini.
14
Gambar 2.7. Struktur umum DPPH
Radikal DPPH adalah senyawa organik yang mengandung nitrogen tidak stabil dengan absorbansi kuat pada panjang gelombang maksimum 515,5 515 nm dan biasanya berwarna ungu gelap. Setelah bereaksi dengan senyawa antioksidan, DPPH tersebut akan tereduksi, dan warnanya warnanya akan berubah menjadi kuning. Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen pada DPPH, akan menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH. Reaksi DPPH dengan suatu senyawa antioksidan dapat diamati pada gambar 2.8 dibawah ini.
Gambar 2.8. Reaksi DPPH dengan senyawa antioksidan antioksida
15
2.4.1. Radikal Bebas Radikal bebas adalah atom atau molekul yang tidak stabil dan sangat reaktif karena mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital terluarnya. Untuk mencapai kestabilan atom atau molekul, radikal bebas akan bereaksi dengan molekul disekitarnya untuk memperoleh pasangan elektron. Reaksi ini akan berlangsung terus-menerus dalam tubuh dan bila tidak dihentikan akan menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker, jantung, katarak, penuaan dini, serta penyakit degeneratif lainnya. Radikal bebas berada di dalam tubuh akibat proses respirasi aerobik dengan bentuk yang berbeda-beda, seperti superoksid, hidroksil, hidroperoksil, peroksil, dan alkosil radikal. Radikal bebas baik yang eksogen maupun yang endogen merupakan etiologi berbagai macam penyakit degeneratif. Sumber radikal bebas bisa berasal dari proses metabolisme dalam tubuh (internal) dan dapat berasal dari luar tubuh (eksternal). Reaksi kimia yang melibatkan radikal bebas dapat berlangsung dalam keadaan normal, proses yang terjadi dikatakan sebagai bentuk radiasi internal terkontrol. Dari luar tubuh antara lain berasal dari asap rokok, polusi, radiasi, sinar UV, obat, pestisida, limbah industri dan ozon. Radikal bebas pada umumnya dapat mempunyai efek yang sangat menguntungkan, seperti membantu destruksi sel-sel mikroorganisme dan kanker. Tetapi produksi radikal bebas yang berlebihan atau produksi antioksidan yang tidak memadai dapat menyebabkan kerusakan sel-sel jaringan dan enzimenzim. Kerusakan jaringan dapat terjadi akibat gangguan oksidatif yang didasari radikal bebas asam lemak atau dikenal sebagai peroksidasi lipid.
16
Aktivitas radikal bebas dapat menjadi penyebab atau mendasari berbagai keadaan patologis. Diantara senyawa-senyawa oksigen reaktif, radikal hidroksil (OH) merupakan senyawa yang paling berbahaya karena mempunyai tingkat reaktivitas sangat tinggi.
2.4.2. Antioksidan Antioksidan merupakan zat yang dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi antioksidasi radikal bebas dalam oksidasi lipid dan juga sebagai suatu senyawa yang dapat menunda, memperlama dan mencegah kerusakan atau ransiditas makanan yang dikarenakan proses oksidasi. Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (electron donor) atau reduktan. Senyawa ini memiliki berat molekul kecil, tetapi mampu menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi, dengan cara mencegah terbentuknya radikal. Secara biologis, pengertian antioksidan adalah senyawa yang mampu menangkal atau meredam dampak negatif oksidan. Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut bisa dihambat. Secara umum, antioksidan dikelompokkan menjadi 2 macam, yaitu antioksidan enzimatis dan non-enzimatis. Antioksidan enzimatis misalnya enzim superoksidasi dismutase (SOD), katalase, dan glutation peroksidase. Antioksidan non-enzimatis masih dibagi ke dalam 2 kelompok lagi, yaitu antioksidan larut dalam lemak (tokoferol/vitamin E, karotenoid, flavonoid, kuinon, dan bilirubin) dan antioksidan yang larut dalam air (asam askorbat, protein pengikat logam, dan
17
pengikat heme). Antioksidan enzimatis dan non-enzimatis tersebut bekerja sama memerangi aktivitas senyawa oksidan. Berdasarkan sumbernya, antioksidan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu antioksidan alami (antioksidan hasil eksraksi bahan alam) dan antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia). Sumber antioksidan alami banyak terdapat dalam bahan pangan , seperti rempahrempah, coklat, biji-bijian, buah-buahan, sayur-sayuran seperti buah tomat, pepaya, jeruk dan sebagainya. Berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu antioksidan primer, antioksidan sekunder, dan antioksidan tersier.
1.
Antioksidan primer Antioksidan primer disebut juga antioksidan endogen atau antioksidan
enzimatis, contohnya enzim superoksida dismutase (SOD), katalase dan glutation peroksidase. Enzim-enzim ini mampu menekan atau menghambat pembentukan radikal bebas dengan cara memutus reaksi berantai (polimerisasi) dan mengubahnya menjadi produk stabil. Reaksi ini disebut sebagai chain-breakingantioxidant. Suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan primer, apabila dapat memberikan atom hidrogen secara cepat kepada senyawa radikal, kemudian radikal antioksidan yang terbentuk segera berubah menjadi senyawa yang lebih stabil. Belleville-Nabet (1996) menyebutkan bahwa antioksidan primer bekerja dengan cara mencegah pembentukan senyawa radikal baru, atau mengubah radikal bebas yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif.
18
2.
Antioksidan sekunder Antioksidan sekunder merupakan antioksidan eksogen atau antioksidan non
enzimatis dengan mekanisme kerjanya yaitu dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya. Akibatnya, radikal bebas tidak akan bereaksi dengan komponen seluler (Lampe, 1999). Contoh antioksidan sekunder ialah vitamin E, vitamin C, β-karoten, isoflavon, asam urat, bilirubin dan albumin. Senyawa-senyawa ini dikenal sebagai penangkap radikal bebas (scavenger free radical), kemudian mencegah amplifikasi radikal.
3.
Antioksidan tersier Antioksidan tersier yaitu antioksidan yang memperbaiki kerusakan-kerusakan
yang terjadi karena efek radikal bebas. Contohnya enzim DNA-repair dan metionin sulfoksida reduktase yang berperan dalam perbaikan biomolekul yang disebabkan oleh radikal bebas. Kerusakan DNA yang terinduksi senyawa radikal bebas dicirikan oleh rusaknya single dan double strand, baik gugus non-basa maupun basa (Demple dan Harrison, 1994; Friedberg, et al.,1995).