BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Ketersediaan Pangan Ketersediaan (food availabillity) yaitu ketersediaan pangan dalam jumlah
yang cukup aman dan bergizi untuk semua orang baik yang berasal dari produksi sendiri, impor, cadangan pangan maupun bantuan pangan. Ketersediaan pangan ini diharapkan mampu mencukupi pangan yang didefenisikan sebagai jumlah kalori yang dibutuhkan untuk kehidupan yang aktif dan sehat (Hanani, 2012). Ketersediaan pangan artinya pangan tersedia dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga baik jumlah, mutu, dan keamananya. Ketersediaan pangan mencakup kualitas dan kuantitas bahan pangan untuk memenuhi standart energi bagi individu agar mampu menjalankan aktivitas sehari-hari (Dinkes Propsu, 2006). Jumlah penduduk padang lawas yang cukup besar, dengan pertambahan jumlah penduduk setiap tahun, sehingga membutuhkan ketersediaan pangan yang cukup, yang tentunya akan memerlukan upaya dan sumber daya
untuk
memenuhinya. Beberapa masalah dalam mencukupi ketersediaan pangan adalah : 1.
Upaya mewujudkan ketersediaan pangan yang cukup menghadapi kendala kemampuan produksi pangan yang semakin terbatas disebabkan oleh berlanjutnya konversi lahan pertanian kepada kegiatan non pertanian: semakin langkanya ketersediaan sumber daya air untuk pertanian, curah hujan yang tidak menentu.
7 Universitas Sumatera Utara
8
2.
Terbatasnya kemampuan petani berlahan sempit dalam menerapkan teknologi tepat guna menyebabkan tingkat produktifitas usaha tani relatif rendah. Ketersediaan pangan dalam keluarga yang dipakai dalam pengukuran
mengacu pada pangan yang cukup dan tersedia dalam jumlah yang dapat memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga. Penentuan jangka waktu ketersediaan pangan di pedesaan biasanya mempertimbangkan jarak waktu antara musim tanam dengan musim tanam berikutnya. Perbedaan jenis makanan pokok yang dikonsumsi masyarakat berimplikasi pada penggunaan ukuran yang berbeda, misalnya: a) Di daerah yang masyarakatnya mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok, dapat digunakan nilai 240 hari sebagai batas untuk menentukan apakah suatu rumah tangga memiliki persediaan makanan pokok cukup/tidak cukup. Penetapan nilai ini didasarkan pada panen padi yang dapat dilakukan selama tiga kali dalam dua tahun. b) Di daerah yang masyarakatnya mengkonsumsi jagung sebagai makanan pokok, dapat digunakan batas waktu selama 365 hari sebagai ukuran untuk menentukan
apakan
rumah
tangga
mempunyai
ketersediaan
pangan
cukup/tidak cukup. Hal ini didasarkan pada masa panen jagung satu kali dalam setahun (Soemarno, 2010). Ketersediaan dapat diukur dengan menggunakan setara beras sebagai makanan pokok (Soemarno, 2010). 1. Jika persediaan pangan mencukupi selama 240, berarti persediaan rumah tangga cukup.
Universitas Sumatera Utara
9
2. Jika persediaan pangan mencukupi selama 1- 239, berarti persediaan rumah tangga kurang cukup 3. Jika tidak punya persediaan pangan, berarti persediaan pangan rumah tangga tidak cukup Kabupaten Padang Lawas merupakan salah satu Kabupaten yang berada di Propinsi Sumatera Utara yang mempunyai sumber daya alam yang cukup besar dan tingkat pertumbuhan yang semakin meningkat. Sebagian besar penduduknya bekerja di sektor pertanian. Produksi tanaman bahan makanan (tabama) di Kabupaten Padang Lawas terbesar adalah padi dan ubi kayu. Untuk tanaman padi, kecamatan penghasil terbesar adalah kecamatan Barumun dengan Produksi pada tahun 2012 mencapai 26.859 ton, atau 29,89 persen dari total Produksi Kabupaten. Berikut ini adalah data yang menunjukkan Produksi padi di Kabupaten Padang Lawas yang tidak menetap (BPS. Padang Lawas 2012). Tabel 2.1 Perkembangan Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas di Kabupaten Padang Lawas. Uraian
2009
2010
2011
2012
Luas panen (Ha)
17.649
23.381
14.185
17.677
Produksi (Ton)
85.769
104.755
66.287
89.830
Produkttivtas
48.60
44.80
46.37
48.72
(Ton/Ha) Sumber : BPS Kabupaten Padang Lawas, 2012 Ketersediaan pangan rumah tangga Padang Lawas Desa Trans Pirnak Marenu dikategorikan persediaan pangan rumah tangga tidak cukup karena belum mampu mempertahankan pangannya selama 240 hari dalam setiap tahunnya.
Universitas Sumatera Utara
10
2.2 Status Gizi Balita Status gizi adalah keadaan keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi. Status gizi baik bila jumlah asupan zat gizi sesuai dengan yang dibutuhkan. Status gizi tidak seimbang dapat diprestasikan dalam bentuk gizi kurang dari yang dibutuhkan. Sedangkan status gizi lebih bila asupan zat gizi melebihi dari yang dibutuhkan. Sehingga status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi (Almatsier, 2003). Masalah gizi merupakan masalah yang multi dimensi, dipengaruhi oleh berbagai faktor penyebab. Penyebab langsung gizi kurang adalah makanan tidak seimbang baik jumlah, dan gizinya, disamping itu asupan zat gizi tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh secara optimal karena adanya gangguan penyerapan akibat adanya penyakit infeksi. Penyebab tidak langsung
adalah tidak
tersediaanya pangan rumah tangga, besarnya pengeluaaran non pangan seperti rokok akan berdampak pada kesehatan keluarga terutama anak balita. Semua keadaan ini erat kaitannya dengan rendahnya pendidikan, pendapatan, dan kemiskinan. Keadaan diatas menunjukkan bahwa ditingkat rumah tangga ketersediaan pangan masih lemah. Penyebab utama lemahnya ketersediaan pangan adalah kemiskinan yang bukan hanya keluarga tidak mampu membeli pangan, untuk mencukupi kebutuhan minimum mereka, tetapi juga rendahnya
pengetahuan
mengenai pangan yang ikut menyumbang terhadap status gizi seseorang. Kemiskinan dan ketersediaan pangan merupakan
dua fenomena yang
saling terkait, bahkan dapat dipandang memiliki hubungan sebab akibat. Dalam hal ini kondisi ketersediaan pangan yang rentan menjadi sumber kemiskinan dan
Universitas Sumatera Utara
11
sebaliknya, oleh karena itu kemiskinan dan ketersediaan pangan merupakan dua hal yang tak terpisahkan karena saling satu sama lain saling interaksi.
2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Balita 2.3.1. Penyebab Langsung Penyebab
lansung
yang
mempengaruhi
status
gizi
antara
lain
:
1) Konsumsi Makanan Faktor makanan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh langsung terhadap keadaan gizi seseorang karena konsumsi makan yang tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh, baik kualitas maupun kuantitas dapat menimbulkan masalah gizi. 2) Kondisi Fisik Balita yang sakit, yang sedang dalam penyembuhan dan yang lanjut usia, semuanya memerlukan pangan khusus karena status kesehatan mereka yang buruk. Bayi dan anak-anak yang kesehatannya buruk, adalah sangat rawan, karena pada periode hidup ini kebutuhan zat gizi digunakan untuk pertumbuhan cepat. 3) Infeksi Infeksi dan demam dapat menyebabkan menurunnya nafsu makan atau menimbulkan kesulitan menelan dan mencerna makanan.
2.3.2 Penyebab tidak langsung 1. Tingkat Pendapatan Pendapatan
keluarga merupakan
penghasilan
dalam
jumlah
uang
yang akan dibelanjakan oleh keluarga dalam bentuk makanan. Kemiskinan sebagai
penyebab gizi
kurang menduduki
posisi
pertama pada
kondisi
Universitas Sumatera Utara
12
yang umum. Hal ini harus mendapat perhatian serius karena keadaan ekonomi ini relatif mudah diukur dan berpengaruh besar terhadap konsumen pangan. Golongan miskin menggunakan bagian terbesar dari pendapatan untuk memenuhi kebutuhan makanan, dimana untuk keluarga di negara berkembang sekitar dua pertiganya (Suhardjo, 1996). 2. Pengetahuan Gizi Pengetahuan gizi ibu merupakan proses untuk merubah sikap dan perilaku masyarakat untuk mewujudkan kehidupan yang sehat jasmani dan rohani. Pengetahuan ibu yang ada kaitannya dengan kesehatan dan gizi erat hubungannya dengan pendidikan ibu. Semakin tinggi pendidikan akan semakin tinggi pula pengetahuan akan kesehatan dan gizi keluarganya. Hal ini akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas zat gizi yang dikonsumsi oleh anggota keluarga (Soekirman, 2000). 3. Sanitasi Lingkungan Keadaan sanitasi lingkungan yang kurang baik memungkinkan terjadinya berbagai jenis penyakit antara lain diare, kecacingan,dan infeksi saluran pencernaan. Apabila anak menderita infeksi saluran pencernaan, penyerapan zatzat gizi akan terganggu yang menyebabkan terjadinya kekurangan zat gizi. Seseorang kekurangan zat gizi akan mudah terserang penyakit, dan pertumbuhan akan terganggu (Supariasa dkk, 2002).
Universitas Sumatera Utara
13
2.4 Rokok Rokok adalah Silinder kertas yang berukuran 70-120 mm dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun yang dicacah, yang dihasilkan dari tanaman Nicotina tabakum, Nicotina Restika dan spesies lainnya. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lain ( Jaya, 2009).
2.4.1 Keluarga Perokok Keluarga perokok adalah sebuah keluarga dimana satu atau lebih anggotanya merokok baik perempuan maupun laki-laki. Merokok saat ini sudah menjadi kebiasaan sebagian besar orang dewasa, kebanyakan dari mereka yaitu laki-laki. Sebagai kepala keluarga sering sekali mereka tidak menyadari bahwa rokok yang mereka hisap tidak hanya berdampak pada dirinya sendiri namun juga berdampak buruk bagi anggota keluarganya yang lain, khususnya anggota keluarga yang merupakan kelompok rawan seperti balita. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi keluarga perokok antara lain: 1. Perilaku merokok Perilaku merokok dalam keluarga dapat mempengaruhi status gizi anak balita yang tinggal serumah. Konsumsi energi anak yang rumahnya ada orang merokok lebih rendah daripada yang rumahnya
tidak ada perokok. Sebagai
akibatnya, status gizi anak tersebut lebih rendah (Damayanti, 2009). Perilaku kepala rumah tangga atau suami perokok, akan berdampak pada kebutuhan pangan keluarga, dimana uang yang seharusnya
dipergunakan untuk makan
berkurang untuk membeli rokok.
Universitas Sumatera Utara
14
2.
Tingkat Pendapatan Penggunaan rokok dapat meningkatkan kemiskinan melalui kerentanan
timbulnya risiko karena sumber pendapatan keluarga miskin yang terbatas justru dibelanjakan untuk rokok, yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan pokok lainnya, seperti makanan pokok, pendidikan anak, biaya kesehatan dan upaya meningkatkan gizi anak-anak dan keluarga (Irawan, 2009). Pendapatan yang terpakai dan jumlah uang yang akan dibelanjakan untuk membeli makanan merupakan salah satu faktor penting dalam pemilihan makanan. Tingkat pendapatan masyarakat yang ada di padang lawas barasal dari hasil pertanian,
dan sebagian dari
hasilnya akan dijual untuk memenuhi
kebutuhan yang lain. Pendapatan Padang Lawas masih banyak ditemukan di bawah Upah Minimum Kabupaten (UMK) Padang Lawas Rp1.605.000 dalam setiap bulan. 3. Jumlah Anggota Keluarga Jumlah anggota keluarga sangat menentukan jumlah kebutuhan keluarga. Semakin banyak anggota keluarga berarti semakin banyak pula jumlah kebutuhan keluarga yang harus dipenuhi. Begitu pula sebaliknya, semakin sedikit anggota keluarga berarti semakin sedikit pula kebutuhan yang harus dipenuhi keluarga. Sehingga dalam keluarga yang jumlah anggotanya banyak, akan diikuti oleh banyaknya kebutuhan yang harus dipenuhi. Semakin besar ukuran keluarga berarti semakin banyak anggota keluarga yang pada akhirnya akan semakin berat beban keluarga untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Jumlah anggota keluarga juga dapat mempengaruhi pembagian makanan pada keluarga. Menurut Khumaidi (1994), distribusi makanan sering kali
Universitas Sumatera Utara
15
dihubungkan dengan status gizi yang terjalin antara anggota keluarga daripada kebutuhan gizinya. Anggota keluarga pria yang lebih tua (ayah) mendapatkan jumlah dan mutu susunan makanan yang lebih baik daripada anak kecil dan perempuan. Pembagian makanan harusnya disesuaikan dengan kebutuhan gizi dalam tubuh. Untuk anak balita, meskipun jumlah makanannya lebih sedikit, namun membutuhkan kandungan gizi yang lebih dalam makanan. Jumlah rata-rata keluarga perokok yang ada di Desa Trans Pirnak Marenu berjumlah 4 orang anak. 4.Tingkat Pendidikan Menurut Todaro (2000), alasan pokok mengenai pengaruh dari pendidikan formal
terhadap distribusi pendapatan adalah adanya korelasi positif antara
pendidikan seseorang dengan penghasilan yang akan diperolehnya. Maka hal tersebut akan mendorong terjadinya rendahnya pendapatan yang
akan
menimbulkan jurang kemiskinan. 5.Tingkat Pekerjaan Tabel 2.2 Komposisi penduduk berdasarkan Mata Pencaharian No Bidang Perkerjaan 2009 2010 1 Pertanian,Peternakan dan Perikanan 54.696 54.716 2 Industri 1920 1.99 3 Konstruksi 4977 4.997 4 Perdagangan Besar 1253 1.271 5 Transportasi,Pergudangan,dan 4992 5022 Perikanan 6 Keuangan,Asuransi dan Usaha 51 80 Persewaan Bagunan 7 Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan 19.980 19.983 Perseorangan 8 Pertambangan dan Penggalian 50 52 9 Listrik, Gas dan Air Na 70
2011 71.343 3.551 1.491 11.846 3645 471 8971 Na 116
Sumber: BPS Padang Lawas 2011 dan 2012 Desa Trans Pirnak Marenu bekerja sebagai petani, baik petani sawah maupun ladang kelapa sawit dan karet. Dalam 3 tahun terakhir sudah mengalami
Universitas Sumatera Utara
16
peningkatan. Meningkatnya mata pencaharian sebagai petani, khususnya pertanian tanaman keras, yakni sawit seiring dengan boomingnya harga sawit, sehingga banyak petani yang ramai-ramai menanam sawit. Banyak lahan tanaman pangan yang berubah menjadi tanaman sawit. 2.4. 2 Kerugian Ekonomi Akibat Rokok Selain berdampak buruk terhadap kesehatan, kebiasaan merokok akan membawa dampak kerugian ekonomi yang cukup besar bagi keluarga dan masyarakat. Pengeluaran untuk konsumsi rokok (tembakau) ditingkat rumah tangga melebihi pengeluaran untuk menyediakan makanan, pendidikan dan kesehatan.
Menurut (WHO, 2005) 80% perokok di dunia berdomisili di negara-negara berkembang. Di indonesia terdapat 50 juta orang yang membelanjakan uangnya secara rutin untuk membeli rokok. Berbagai penelitan telah membuktikan bahwa kebiasaan merokok akan menurunkan kemampuan ekonomi keluarga miskin yang banyak terdapat di negara-negara berkembang. Sedangkan menurunnya kemampuan ekonomi akan berakibat lebih lanjut pada menurunnya kemampuan menyediakan makanan bergizi bagi keluarga, pendidikan dan upaya memperoleh pelayanan kesehatan. Keluarga miskin Padang Lawas mempunyai kebiasaan yang tinggi terhadap rokok, bukan hanya berdampak kesehatan namun ekonomi keluarga yang terus berkurang. Dimana penghasilan keluarga untuk makanan berkurang karena penghasilan juga dialokasikan untuk rokok.
Universitas Sumatera Utara
17
2.4.3 Dampak Rokok Terhadap Kesehatan Dampak rokok terhadap kesehatan sering disebut sebagai „Silent Killer‟ karena timbul secara perlahan dalam tempo yang relatif lama, tidak langsung dan tidak nampak secara nyata. Kebiasaan merokok merupakan salah satu faktor resiko bagi banyak penyakit tidak menular yang berbahaya antar lain: kanker, gangguan kardiovaskuler, (misal: Stroke, Jantung, Impotensi), serta gangguan kehamilan dan janin. Tingkat kematian bayi dan balita dari keluarga yang ayahnya merokok jauh lebih besar dibandingkan keluarga dengan ayah yang tidak merokok baik diperkotaan maupun dipedesaan. Angka kematian bayi diperkotaan sebanyak 6,3 % ayah merokok, 5,3% ayah tidak merokok, sedangkan angka kematian balita sebanyak 8,1% ayah merokok, 6,6% ayah tidak merokok dan dipedesaan angka kematian bayi 9,2% ayah merokok, 6,4% ayah tidak merokok, angka kematian balita 10,9% ayah merokok, 7,6% ayah tidak merokok.
Universitas Sumatera Utara
18
2.5 Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan kerangka konsep penelitian sebagai berikut: Karakteristik Keluarga Perokok : -
Pendidikan
-
Pekerjaan
-
Suku
-
Jumlah Anggota
Ketersediaan Pangan
Status Gizi Balita
Keluarga -
Penghasilan
-
Pengeluaran
-
Penggolongan Perokok
-
Pengeluaran Rokok
-
Pengeluaran Pangan
-
Pengeluaran non pangan
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian Keterangan : Karakteristik keluarga perokok dapat dilihat dari tingkat pendidikan, tingkat pekerjaan, suku, jumlah anggota keluarga, penghasilan, pengeluaran, penggolongan perokok, pengeluaran pangan, pengeluaran non pangan dan pengeluaran rokok, dimana penghasilan yang rendah, dan besarnya pengeluaran untuk biaya pangan, non pangan, dan rokok, akan berpengaruhi terhadap tingkat
Universitas Sumatera Utara
19
ketersediaan pangan keluarga, kemampuan masyarakat dalam memperoleh pangan baik dari produksi sendiri, maupun kemampuan daya beli pangan yang cukup pada keluarga. Sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi keluarga terutama anak balita, yang akan berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan anak balita.
Universitas Sumatera Utara