12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KONSEP PEMIKIRAN
2.1.
Tinjauan Konsep
2.1.1. Konsep Ekonomi Islam “Dan bahwasanya Dia yang memberikan kekayaan dan kecukupan.” (Q.S Al-Najm [53] : 48) Dalam ekonomi Konvensional, motif aktivitas ekonomi mengarah pada pemenuhan keinginan individu manusia yang tak terbatas dengan menggunakan factor-faktor produksi yang terbatas. Akibatnya, masalah yang dihadapinya adalah kelangkaan dan pilihan. Dalam ekonomi Islam, aktivitas ekonomi diarahkan pada pemenuhan kebutuhan dasar yang ada batasnya dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang tak terbatas (lihat surat Q.S Lukman [31] : 20). Prinsip-prinsip ekonomi islam yaitu, 1. Hidup hemat dan tidak bermewah-mewahan 2. Menjalankan usaha-usaha yang halal 3. Implementasi zakat 4. Penghapusan/pelarangan riba 5. Pelarangan maysir Perbedaan antara ekonomi islam dan ekonomi konvensional dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini.
13
Tabel 2.1. Perbedaan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
9. 10. 11. 12.
13.
Isu Sumber Motif Paradigma Pondasi Dasar Landasan Filosofi Harta Investasi Distribusi Kekayaan KonsumsiProduksi Mekanisme Pasar Pengawas Pasar Fungsi Negara
Bangunan Ekonomi
Ekonomi Islam Al-Qur‟an dan Al-Hadist Ibadah Shariah Muslim Falah
Ekonomi Konvensional Daya pikir manusia Rasional materialism Pasar Manusia Ekonomi Utilitarian Individualism
Pokok Kehidupan Bagi Hasil Zakat, Infaq, Shadaqah, Hibah, Hadiah, Wakaf, dan Warisan Mashlahah, Kebutuhan, dan Kewajiban Bebas dan dalam pengawasan
Asset Bunga Pajak dan Tunjangan
Al-Hisbah Penjamin Kebutuhan Minimal dan Pendidikan- pembinaan melalui Baitul Mal Bercorak perekonomian ril
NA Penentu Kebijakan melalui departemen
Egoisme, Materialisme, dan Rasionalisme Bebas
Dikotomi Sektoral yang Sejajar Ekonomi Riil dan Moneter
Sumber : Ascarya, 2006 2.1.1.1. Konsep Dasar Keuangan Syariah Uang merupakan alat tukar atau transaksi dan pengukur nilai barang dan jasa untuk memperlancar perekonomian. Uang bukan komoditi. Oleh karena itu motif memegang uang dalam islam adalah untuk bertransaksi dan berjaga-jaga bukan untuk spekulasi (Ascarya, 2006). Dalam sejarah islam, bentuk uang yang biasa digunakan adalah full bodied money atau uang instrinsik dan nilai instrinsiknya sama dengan nilai ekstrinsiknya (harga uang sama dengan nilainya). Pada masa ini jenis uang yang umum digunakan
14
adalah dinar emas seberat 4,25 gram dan dirham perak seberat 2,975 gram (Ascarya, 2006). 2.1.1.2. Konsep Riba dan Maysir Secara teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil (Saed, 1996 dalam Ascarya, 2006). Riba dapat timbul dalam pinjaman (riba dayn) dan dapat pula timbul dalam perdagangan (riba bai’). Riba bai’ terdiri dari dua jenis, yaitu riba karena pertukaran barang sejenis, tetapi jumlahnya tidak seimbang (riba fadl) dan riba karena pertukaran barang sejenis dan jumlahnya dilebihkan karena melihat jangka waktu (riba nasiah). Riba dayn berarti „tambahan‟, yaitu pembayaran “premi” atas setiap jenis pinjaman dalam transaksi utang-piutang maupun perdagangan yang harusnya dibayarkan oleh peminjam kepada pemberi pinjaman di samping pengembalian pokok yang ditetapkan sebelumnya (Ascarya, 2006). Maysir secara harfiah berarti memperoleh sesuatu dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa kerja. Dalam islam, maysir yang dimaksud adalah segala sesuatu yang mengandung unsur judi, taruhan, atau permainan berisiko (Ascarya, 2006). 2.1.1.3. Sistem Bagi Hasil vs. Sistem Bunga Dalam islam tidak dikenal adanya bunga karena hal tersebut merupakan bentuk riba yang diharamkan. Dalam islam yang ada hanyalah sistem bagi hasil (profit-loss sharing) yang merupakan bentuk kerja sama untuk melakukan kegiatan usaha antara pemilik modal yang memiliki kelebihan dana dengan pengusaha yang mengalami kekurangan dana. Sistem bagi hasil ini berbentuk mudharabah dan
15
musyarakah yang masing-masing beragam jenisnya (Ascarya, 2006). Perbedaan antara sistem bunga dan bagi hasil ini dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut. Tabel 2.2. Perbedaan antara Bunga dan Bagi Hasil No. 1.
Bunga
Bagi Hasil
Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi usaha akan selalu menghasilkan keuntungan. Besarnya presentase didasarkan pada dana/modal yang dipinjamkan.
Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi hasil disepakati pada waktu akad sesuai dengan kemungkinan untung rugi. 2. Besarnya rasio bagi hasil didasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh. 3. Bunga dapat mengambang dan Rasio bagi hasil tetap tidak berubah besarnya berfluktuatif sesuai dengan selama akad masih berlaku, kecuali fluktuatif bunga patokan atau kondisi diubah atas kesepakatan bersama. ekonomi 4. Pembayaran bunga tetap seperti yang Bagi hasil bergantung pada keuntungan dijanjikan tanpa pertimbangan dan kerugian usaha yang dijalankan. keuntungan / kerugian dari usaha yang dijalankan 5. Jumlah pembayaran bunga tidak Jumlah pembagian laba meningkat meningkat sekalipun keuntungan naik sesuai peningkatan keuntungan berlipat ganda. 6. Eksistensi bunga diragukan atau Tidak ada yang meragukan keabsahan dikecam oleh semua agama bagi hasil Sumber : Antonio, 2001 dalam Ascarya, 2006 ; diolah 2.1.2. Konsep Obligasi Syariah (SUKUK) 2.1.2.1.Pengertian SUKUK Menurut tim studi minat emiten di pasar modal Bapepam-LK (2009), pada dasarnya definisi sukuk yang berasal dari berbagai sumber literatur dapat dibagi menjadi dua, yaitu definisi secara etimologi dan definisi secara terminologi. Secara etimologi (bahasa), sukuk berasal dari bentuk jamak bahasa Arab dari kata “sakk” yang berarti sertifikat, perjanjian, atau instrumen hukum. Secara terminologi, sukuk dapat didefinisikan sebagai suatu sertifikat kepercayaan atas kepemilikan atau
16
sertifikat investasi atas kepemilikan sesuatu, dengan masing-masing sakk menunjukkan kepentingan kepemilikan yang proporsional dan tidak dapat dipisahkan dalam suatu aset atau kumpulan aset. Berikut ini akan dijelaskan definisi sukuk secara terminologi menurut AAOIFI (The Accounting and Auditing Organisation for Islamic Financial Institutions), DSN MUI (Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia), dan Bapepam-LK. AAOIFI dalam Shari‟a Standard No.17 mendefinisikan sukuk sebagai berikut “Investment Sukuk are certificates of equal value representing undivided share in ownership of tangible assets, usufructs and services, or (in the ownership of) the assets of particular projects or special investment activity, however, this is true after receipt of the value of the sukuk, the closing of subscription and the employment of funds received for the purpose for which the sukuk were issued”. Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa sukuk merupakan sertifikat bernilai sama yang merupakan bukti kepemilikan yang tidak dibagikan atas suatu aset, hak manfaat, dan jasa-jasa atau kepemilikan atas proyek atau kegiatan investasi tertentu. DSN-MUI
dalam
Fatwa
DSN-MUI
Nomor
32/DN-MUI/IX/2002,
mendefinisikan obligasi syariah (sukuk) sebagai berikut “….suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten
untuk
membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi
17
hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.” Selanjutnya, menurut Bapepam-LK dalam Peraturan Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah, Sukuk didefinisikan sebagai berikut “Efek Syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian yang tidak tertentu (tidak terpisahkan atau tidak terbagi (syuyu’/undivided share) atas: 1. Aset berwujud tertentu (a’yan maujudat); 2. Nilai manfaat atas aset berwujud (manafiul a’yan) tertentu baik yang sudah ada maupun yang akan ada; 3. Jasa (al khadamat) yang sudah ada maupun yang akan ada; 4. Aset proyek tertentu (maujudat masyru’ mu’ayyan); dan/atau 5. Kegiatan investasi yang telah ditentukan (nasyath ististmarin khashah)”. 2.1.2.2. Karakteristik SUKUK Menurut Direktorat Pengelolaan Utang Departemen Keuangan, sukuk pada prinsipnya mirip seperti obligasi konvensional, dengan perbedaan pokok antara lain berupa penggunaan konsep imbalan dan bagi hasil sebagai pengganti bunga, adanya suatu transaksi pendukung (underlying transaction) berupa sejumlah tertentu aset yang menjadi dasar penerbitan sukuk, dan adanya aqad atau penjanjian antara para pihak yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Selain itu, sukuk juga harus distruktur secara syariah agar instrumen keuangan ini aman dan terbebas dari riba, gharar dan maysir.
18
Berikut akan dijabarkan secara rinci karakteristik sukuk: 1. Merupakan bukti kepemilikan suatu aset berwujud atau hak manfaat (beneficial title) 2. Pendapatan berupa imbalan (kupon), marjin, dan bagi hasil, sesuai jenis akad yang digunakan 3. Terbebas dari unsur riba, gharar dan maysir 4. Penerbitannya melalui special purpose vehicle (SPV) 5. Memerlukan underlying asset 6. Penggunaan proceeds harus sesuai prinsip syariah Perbedaan sukuk dengan obligasi konvensional akan ditunjukkan oleh tabel 2.3 berikut ini. Tabel 2.3. Perbandingan Sukuk dan Obligasi Deskripsi Penerbit Sifat Instrumen
Penghasilan Jangka waktu Underlying asset Pihak yang terkait Price Investor Pembayaran pokok Penggunaan hasil penerbitan
Sukuk Pemerintah, Korporasi Sertifikat kepemilikan/penyertaan atas suatu aset Imbalan, bagi hasil, margin Pendek – menengah Perlu Obligor, SPV, investor, Trustee Market Price Islami, konvensional Bullet atau amortisasi Harus sesuai syariah
Sumber : Kementrian Keuangan Republik Indonesia
Obligasi Pemerintah, Korporasi Instrumen pengakuan utang
Bunga/kupon, capital gain Pendek - menengah Tidak perlu Obligor/issuer, investor Market Price Konvensional Bullet atau amortisasi Bebas
19
2.1.2.3. Jenis SUKUK Menurut Direktorat Pengelolaan Utang Departemen Keuangan, jenis-jenis Sukuk yang telah mendapatkan endorsement dari AAOIFI yaitu: 1. Sukuk Ijarah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad Ijarah di mana satu pihak bertindak sendiri atau melalui wakilnya menjual atau menyewakan hak manfaat atas suatu aset kepada pihak lain berdasarkan harga dan periode yang disepakati, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri. Sukuk Ijarah dibedakan menjadi Ijarah Al Muntahiya Bittamliek (Sale and Lease Back) dan Ijarah Headlease and Sublease. Gambar 2.1 berikut menunjukkan ringkasan sederhana skema struktur generik sukuk ijarah.
Penyewaan kembali asset 3 Penerbitan Sukuk 2
Penjualan aset 1 Emiten /Obligor
SPV (Penerbit)
Investor
Purchase and Sale Undertaking
4
5
Sumber : Direktorat Jendral Pembiayaan Utang, 2012 (diolah)
Gambar 2.1. Skema Sukuk Ijarah Keterangan : 1. SPV dan Obligor melakukan transaksi jual-beli aset, disertai dengan Purchase and Sale Undertaking di mana obligor menjamin untuk membeli kembali aset
20
dari SPV, dan SPV wajib menjual kembali aset kepada obligor, pada saat sukuk jatuh tempo atau dalam hal terjadi default. 2. SPV mendistribusikan penerbitan sukuk kepada investor untuk membiayai pembelian aset. 3. Pemerintah menyewa kembali aset dengan melakukan perjanjian sewa (Ijara Agreement) dengan SPV untuk periode yang sama dengan tenor sukuk yang diterbitkan.
Berdasarkan servicing agency agreement, Obligor ditunjuk
sebagai agen yang bertanggung jawab atas perawatan aset 4. Obligor membayar sewa (Imbalan) secara periodik kepada SPV selama masa sewa. 5. SPV melalui agen yang ditunjuk akan mendistribusikan imbalan kepada para investor. 6. Pada saat jatuh tempo, SPV melakukan penjualan kembali aset kepada obligor senilai nominal sukuk. Kemudian hasil penjualan aset tersebut digunakan SPV untuk melunasi sukuk kepada investor. 2. Sukuk Musyarakah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad Musyarakah di mana dua pihak atau lebih bekerjasama menggabungkan modal untuk membangun proyek baru, mengembangkan proyek yang telah ada, atau membiayai kegiatan usaha. Keuntungan maupun kerugian yang timbul ditanggung bersama sesuai dengan jumlah partisipasi modal masing-masing pihak. 3. Sukuk Mudharabah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad Mudharabah di mana satu pihak menyediakan modal (rab al-maal) dan
21
pihak lain menyediakan tenaga dan keahlian (mudharib), keuntungan dari kerjasama tersebut akan dibagi berdasarkan perbandingan yang telah disetujui sebelumnya. Kerugian yang timbul akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak yang menjadi penyedia modal. Gambar 2.2 menunjukkan skema struktur sukuk mudharabah.
1 Investor / Pemodal / Shahib Al-Maal
2 Emiten / Korporasi / Mudharib
Kegiatan Usaha
Nisbah
Nisbah Bagi Hasil Pendapatan Modal
Sumber : Huda, Nurul dan Mustafa Edwin, 2008
Gambar 2.2. Skema Sukuk Mudharabah Keterangan : 1. Investor menyerahkan modal untuk kegiatan usaha 2. Emiten menyerahkan keterampilan melakukan operasional dalam kegiatan usaha 3. Keuntungan yang diperoleh dari kegiatan usaha tersebut akan dibagi sesuai nisbah masing-masing yang telah disepakati sebelumnya. Kerugian yang terjadi sepenuhnya ditanggung oleh pihak pemilik modal, dalam hal ini investor. 4. Pada saat jatuh tempo, modal pokok akan dikembalikan ke para investor.
22
4. Istisna’, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad Istisna‟ di mana para pihak menyepakati jual-beli dalam rangka pembiayaan suatu proyek/barang sehingga barang yang akan diproduksi tersebut menjadi milik pemegang sukuk. Adapun harga, waktu penyerahan, dan spesifikasi barang/proyek ditentukan terlebih dahulu berdasarkan kesepakatan. Dari awal penerbitannya pada tahun 2002 sampai dengan tahun 2010, jenis akad sukuk yang diterbitkan di Indonesia hanya terdiri dari sukuk mudharabah dan sukuk ijarah (sale and lease back) dengan presentase masing-masing 2 persen dan 98 persen. Dalam penelitian ini juga hanya terbatas pada analisis mengenai sukuk mudharabah dan sukuk ijarah karena disesuaikan oleh data yang tersedia.
2.1.3. Konsep Indikator Makroekonomi 2.1.3.1. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kuznet, pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari suatu negara untuk menyediakan berbagai kebutuhan ekonomi untuk penduduknya, dimana kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologi, institusional, dan ideologi terhadap berbagai tuntutan keadaan ekonomi yang ada. Konsep pertumbuhan ekonomi masih digunakan sebagai tolak ukur untuk menilai kemajuan ekonomi suatu negara. Adapun indikator yang umum digunakan untuk mengukur petumbuhan ekonomi suatu negara adalah pendapatan nasional.
23
Menurut Huda et al (2008), secara sederhana pendapatan nasional dapat diartikan sebagai jumlah barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara pada periode tertentu, biasanya satu tahun. Pendapatan nasional yang merupakan ukuran terhadap aliran uang dan barang dalam perekonomian dapat dihitung dengan tiga pendekatan, yaitu : a. Pendekatan Produksi (Gross Domestic Product/ GDP) Perhitungan pendapatan nasional dengan pendekatan produksi diperoleh dengan menjumlahkan nilai tambah bruto (gross value added) dari semua sector produksi. Penggunaan konsep nilai tambah dilakukan guna menghindari terjadinya perhitungan ganda. b. Pendekatan Pengeluaran (Gross National Product/ GNP) Perhitungan pendapatan nasional dengan pendekatan pengeluaran dilakukan dengan menjumlahkan permintaan akhir unit-unit ekonomi, yaitu rumah tangga berupa konsumsi, perusahaan berupa investasi, pengeluaran pemerintah, serta pengeluaran ekspor dan impor. c. Pendekatan Pendapatan (Net National Product/ NNP) Perhitungan
pendapatan
nasional
dengan
pendekatan
pendapatan
merupakan GNP dikurangi penyusutan dari stok modal yang ada selama periode tertentu. Pendapatan nasional juga terbagi ke dalam dua hal, yaitu: a. GDP Nominal: mengukur nilai output atau pendapatan nasional dalam suatu periode tertentu menurut harga pasar yang berlaku pada periode tersebut (current price).
24
b.
GDP Ril : mengukur nilai output atau pendapatan nasional dalam suatu periode tertentu menurut harga pasar yang ditentukan (harga pada tahun dasar/ harga konstan)
Semua pendekatan pendapatan nasional di atas merupakan pendekatan ekonomi konvensional yang menyatakan bahwa pendapatan nasional dapat dijadikan sebagai suatu ukuran kesejahteraan ekonomi atau kesejahteraan pada suatu negara. Namun pada kenyataannya GDP merupakan
ukuran kesejahteraan yang tidak
sempurna karena tidak menghitung produk yang dihasilkan dan dikonsumsi sendiri (tidak masuk ke pasar), nilai waktu istirahat, bencana alam, serta polusi. Berbeda dengan ekonomi konvensional, ekonomi islam menggunakan parameter falah dalam tujuan kegiatan perekonomiannya. Falah adalah kesejahteraan yang hakiki, kesejahteraan yang sebenar-benarnya, dimana komponen-komponen ruhaniah masuk ke dalamnya. Ekonomi islam harus menyediakan suatu cara untuk mengukur kesejahteraan ekonomi dan kesejahteraan sosial berdasarkan sistem moral dan sistem islam (Mannan, 1984 dalam Huda et al, 2008). Setidaknya ada empat hal yang semestinya bisa diukur dengan pendapatan nasional berdasarkan ekonomi islam, yaitu penyebaran pendapatan individu rumah tangga, produksi di sektor pedesaan, kesejahteraan ekonomi islami, dan perhitungan pendapatan nasional sebagai ukuran dari kesejahteraan sosial islami melalui pendugaan nilai santunan antar saudara dan sedekah. 2.1.3.2.Jumlah Uang Beredar Menurut teori ekonomi klasik, penawaran uang merupakan persediaan uang total dalam ekonomi yang terdiri dari mata uang dalam peredaran dan deposito dalam
25
perkiraan tabungan dan giro. Penawaran uang yang terlalu banyak dibandingkan keluaran atau output barang yang dihasilkan akan cenderung mendorong naiknya suku bunga, naiknya harga, dan berkurangnya produksi serta menyebabkan pengangguran tenaga kerja dan penggunaan kapasitas pabrik (Huda, et al ; 2008). Dalam perekonomian modern, jumlah uang beredar dikendalikan oleh Bank Sentral selaku pemegang otoritas moneter. Penciptaan uang beredar ini merupakan suatu mekanisme pasar, yakni merupakan suatu proses hasil interaksi antara permintaan dan peawaran uang, dan bukan sekedar pencetakan uang atau suatu keputusan pemerintah belaka (Boediono, 1985 dalam Vimala, 2005). Komposisi jumlah uang yang beredar di masyarakat dapat kita bedakan menjadi dua bagian. Pertama adalah uang beredar dalam pengertian sempit, yang digunakan untuk transaksi yaitu M1 (narrow money). Kedua adalah uang beredar dalam arti luas yang biasa disebut dengan M2 (broad money). Persamaan yang menunjukkan jumlah uang beredar ini adalah : M1 = C + DD
……………………………………………………. ( 2.1 )
M2 = M1 + QM ..….……………………………………………….. ( 2.2 ) QM=SD+TD
..…………………………………………………... ( 2.3 )
M1 meliputi uang kartal (currency) dan uang giral (demand deposit). Uang kartal (C) merupakan jumlah semua uang yang beredar di luar bank sentral, baik uang kertas maupun uang logam. Uang giral (DD) merupakan saldo rekening koran (giro) milik masyarakat yang disimpan di perbankan. M2 merupakan jumlah M1 dengan uang kuasi (quasy money), yang bentuknya adalah simpanan tabungan (saving deposit) dan deposito berjangka (time deposit). Menurut teori kuantitas uang, jika
26
jumlah uang yang beredar melebihi permintaannya maka salah satunya akan menyebabkan inflasi. Pada akhirnya perlu suatu instrumen yang dapat mengatur jumlah uang beredar. Instrumen yang digunakan oleh Bank Sentral untuk mengatur jumlah uang beredar di antaranya yaitu: a. Operasi Pasar Terbuka (open market operation) Jika Bank Sentral menginginkan jumlah uang beredar berkurang maka Bank Sental menjual surat berharga pasar uang (SPBU), begitu juga sebaliknya. b. Cadangan Minimum (reserve requirement) Cadangan minimum yang dimaksud di sini adalah cadangan minimum yang dimiliki oleh bank umum. Jika Bank Sentral menginginkan jumlah uang beredar berkurang maka Bank Sentral dapat membuat kebijakan menambah besaran cadangan minimum yang dimiliki bank umum, begitu juga sebaliknya. c. Discount Rate Jika Bank Sentral menginginkan jumlah uang beredar berkurang maka Bank Sentral harus meningkatkan suku bunga Bank Indonesia (SBI) d. Moral Situation Merupakan kebijakan yang bersifat sugesti yang dilakukan oleh Bank Sentral pada bank umum untuk menaikkan atau menurunkan suku bunga guna menambah atau menurunkan jumlah uang beredar. Dari instrumen yang digunakan oleh bank sentral untuk mengatasi jumlah uang beredar tersebut, salah satunya dapat menggunakan sukuk. Sukuk merupakan surat
27
berharga alat yang dapat digunakan dalam operasi pasar terbuka. Diterbitkannya sukuk oleh pemerintah dan korporasi dapat menarik jumlah uang beredar pada masyarakat. 2.1.3.3. Inflasi Inflasi merupakan suatu keadaan dimana terjadi kenaikan harga barangbarang secara tajam yang berlangsung terus-menerus dalam jangka waktu cukup lama. Seiring dengan kenaikan harga barang-barang tersebut, nilai uang turun secara tajam pula sebanding dengan kenaikan harga-harga tersebut (Boediono, 1985). Menurut Friedman dalam Mankiw (2002), inflasi selalu dan dimanapun merupakan suatu fenomena moneter dan terjadi apabila kenaikan jumlah uang yang beredar lebih cepat dari output. Menurut Huda et all (2008) inflasi biasanya diekspresikan sebagai perubahan angka indeks. Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu inflasi ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka sepuluh persen setahun; inflasi sedang antara sepuluh persen s.d. tiga puluh persen setahun; berat antara tiga puluh persen s.d. seratus persen setahun; dan hiperinflasi atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas seratus persen setahun. Tingkat harga yang melambung sampai seratus persen atau lebih dalam setahun (hiperinflasi) menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap mata uang, sehingga mereka cenderung menyimpan aktivanya dalam bentuk lain, seperti real estate atau emas, yang biasanya nilainya bertahan di masa-masa inflasi. Adapun indikator yang digunakan dalam mengukur inflasi, yaitu :
28
a. Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Customer Price Index (CPI) merupakan indikator yang umum digunakan untuk menggambarkan pergerakan harga. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. b. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) merupakan indikator yang menggambarkan
pergerakan
harga
dari
komoditi-komoditi
yang
diperdagangkan di suatu daerah. c. Produk Domestik Bruto (PDB) menggambarkan pengukuran level harga barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi di dalam suatu ekonomi (negeri). Deflator PDB dihasilkan dengan membagi PDB atas dasar harga. Terdapat berbagai macam jenis inflasi. Beberapa kelompok besar dari inflasi adalah : a. Policy induced, disebabkan oleh kebijakan ekspansi moneter yang juga bisa merefleksikan defisit anggaran yang berlebihan dan cara pembiayaannya. b. Cost-push inflation, disebabkan oleh adanya kelangkaan produksi dan/atau juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidaklancaran aliran distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan-penawaran, atau juga karena terbentuknya posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru. Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti adanya masalah teknis di sumber produksi (pabrik,
29
perkebunan), bencana alam, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan produksi tersebut, aksi spekulasi (penimbunan), sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran. Begitu juga hal yang sama dapat terjadi pada distribusi, dimana dalam hal ini faktor infrastruktur memainkan peranan yang sangat penting. Meningkatnya biaya produksi dapat disebabkan dua hal, yaitu (1) kenaikan harga, misalnya bahan baku dan (2) kenaikan upah/gaji, misalnya kenaikan gaji PNS akan mengakibatkan usaha-usaha swasta menaikkan harga barang-barang. c. Demand-pull inflation, disebabkan oleh adanya permintaan total yang berlebihan dimana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap permintaan
terhadap
barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya faktor-faktor
produksi tersebut.
Meningkatnya
permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan d. Inertial inflation, cenderung untuk berlanjut pada tingkat yang sama sampai kejadian ekonomi yang menyebabkan berubah. Jika inflasi terus bertahan, dan tingkat ini diantisipasi dalam bentuk kontrak finansial dan upah maka kenaikan inflasi akan terus berlanjut.
30
Dari faktor penyebab inflasi yang telah diuraikan di atas, sukuk sebagai surat berharga yang diterbitkan baik oleh pemerintah maupun korporasi dapat berpengaruh dalam penarikan jumlah uang beredar di masyarakat. Hal ini dapat menyebabkan penawaran uang lebih kecil dari permintaannya, sehingga secara tidak langsung penerbitan sukuk dapat mengatasi inflasi yang terjadi. Belum ada teori yang menyatakan hubungan antara inflasi dan penerbitan sukuk. Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Litbang Provinsi Sumatera Utara, inflasi tidak berpengaruh nyata secara positif terhadap penerbitan obligasi daerah Provinsi Sumatera Utara. 2.1.3.4.Pengangguran Terbuka Menurut BPS, mulai tahun 2000 definisi penduduk usia kerja merupakan penduduk berumur 15 tahun dan lebih. Penduduk usia kerja dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan kegiatan utama yang sedang dilakukannya, yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja merupakan penduduk usia kerja (15 tahun dan lebih) yang bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan yang sedang mencari pekerjaan (pengangguran). Pengangguran terbuka (open unemployment) terdari dari : (1) angkatan kerja yang mencari pekerjaan, (2) angkatan kerja yang mempersiapkan usaha, (3) angkatan kerja yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan, (4) angkatan kerja yang sudah punya pekerjaan, tetapi belum mulai bekerja. Menurut Lipsey (1997), bila pendapatan nasional berubah, volume kesempatan kerja (employment) dan volume pengangguran (unemployment) juga berubah. Pengangguran mengikuti jalur siklis, naik selama periode resesi dan turun
31
dalam periode ekspansi bisnis. Berdasarkan alasannya, pengangguran dibedakan menjadi pengangguran siklis, friksional, dan struktural. Pengangguran friksional, dan struktural terjadi pada kondisi NAIRU (NonAccelerating Inflationary Rate of Unemployment) atau biasa disebut angka pengangguran alamiah. Pengangguran siklis merupakan pengangguran yang disebabkan tidak tersedianya lapangan pekerjaan meskipun para pekerja dibayar dengan tingkat upah yang berlaku. Pengangguran ini terjadi pada senjang resesi. Pengangguran jenis ini dapat dikendalikan dengan kebijakan stabilisasi melalui ekspansi kebijakan fiskal dan moneter. Pengangguran friksional merupakan pengangguran yang diakibatkan oleh perputaran (turnover) normal tenaga kerja. Orang-orang yang menganggur sambil mencari pekerjaan termasuk jenis pengangguran friksional. Cara mengendalikan pengangguran jenis ini yaitu dengan meningkatkan pengetahuan pekerja tentang peluang-peluang pasar. Pengangguran struktural merupakan pengangguran yang terjadi karena ketidaksesuaian antara struktur angkatan kerja dan struktur permintaan akan tenaga kerja. Pengangguran ini dapat dikendalikan dengan cara menahan perubahan yang menyertai pertumbuhan dan menerima perubahan itu serta mencoba mempercepat langkah penyesuaian. Belum ada teori yang menyatakan hubungan antara penerbitan sukuk dengan tingkat pengangguran. Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Litbang Provinsi terhadap penerbitan obligasi daerah Provinsi Sumatera Utara.
32
2.1.3.5.Bonus Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) Pengertian Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) menurut peraturan Bank Indonesia No 10/11/PBI/2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. Tujuan dikeluarkannya peraturan Bank Indonesia tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah ini ditujukan sebagai salah satu instrument operasi pasar terbuka dalam rangka pengendalian moneter yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah. Perhitungan besar bonus yang diberikan pada SBIS maengacu pada tingkat diskonto hasil lelang SBI berjangka waktu sama yang diterbitkan bersamaan dengan penerbitan SBIS. Suku bunga mengukur biaya dari dana yang digunakan untuk membiayai investasi yang dilakukan masa kini dengan hasil yang diperoleh pada masa yang akan datang (Mankiw, 2006). Suku bunga terbagi menjadi dua, yaitu suku bunga nominal dan suku bunga riil. Tingkat suku bunga nominal adalah tingkat suku bunga yang dibayar bank atau investor. Tingkat suku bunga riil adalah tingkat suku bunga yang diukur dengan kenaikan daya beli atau sudah memperhatikan nilai inflasi. Tingkat suku bunga yang berlaku pada setiap penjualan SBI ditentukan oleh mekanisme pasar berdasarkan sistem lelang. Sejak awal Juli 2005, BI menggunakan mekanisme "BI rate" (suku bunga BI), yaitu BI mengumumkan target suku bunga SBI yang diinginkan BI untuk pelelangan pada masa periode tertentu. BI rate ini kemudian yang digunakan sebagai acuan para pelaku pasar dalam mengikuti pelelangan.
33
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ahmadi Sarip (2011), tingkat suku bunga yang cenderung menurun akan menjadi momentum bagi para emiten, baik korporasi BUMN dan swasta maupun pemerintah untuk menerbitkan obligasi. Dengan turunya tingkat suku bunga, maka biaya yang harus dikeluarkan untuk membayar bunga atau kupon menjadi lebih rendah sehingga obligasi yang diterbitkan menjadi bertambah. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa hubungan antara tingkat suku bunga Bank Indonesia dengan penerbitan obligasi pemerintah adalah negatif.
2.2.
Tinjauan Teori
2.2.1.
Teori Investasi Menurut Mankiw (2006) investasi adalah barang-barang yang dibeli oleh
individu dan perusahaan untuk menambah persediaan modal mereka. Menurut Lipsey (1997) investasi adalah pengeluaran barang yang tidak dikonsumsi saat ini, dimana berdasarkan periode waktunya investasi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: investasi jangka pendek, investasi jangka menengah, dan investasi jangka panjang. Tujuan individu atau perusahaan yang melakukan investasi adalah untuk memperoleh kesejahteraan bagi dirinya atau perusahaan tersebut. 2.2.2. Teori Pertumbuhan Ekonomi Teori pertumbuhan endogen merupakan kritik dari model pertumbuhan solow yang menunjukkan bahwa pertumbuhan persediaan modal, pertumbuhan angkatan kerja, dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian dan memengaruhi output barang dan jasa suatu negara. Pertumbuhan persediaan modal memengaruhi
34
output secara positif, pertumbuhan angkatan kerja memengaruhi secara negatif, dan kemajuan teknologi merupakan variabel eksogen yang diasumsikan tetap. Sedangkan untuk teori pertumbuhan endogen menjelaskan tingkat kemajuan teknologi yang memengaruhi output nasional secara positif. Jika output dan barang suatu negara tersebut mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, maka dapat dikatakan bahwa perekonomian suatu negara mengalami pertumbuhan yang positif. 2.2.3. Teori Kuantitas Uang Teori ini merupakan teori ekonomi klasik yang berasal dari salah satu ahli moneter pertama, yaitu David Hume (1711-1776). Teori ini dapat dijadikan alat utama untuk menjelaskan pengaruh uang terhadap ekonomi dalam jangka panjang. Hubungan antara transaksi dan uang ditunjukkan oleh persamaan yang disebut persamaan kuantitas, sebagai berikut : MxV=PxT
...............................................................................
(2.4)
Sisi kanan persamaan kuantitas menyatakan transaksi. T menunjukkan total jumlah transaksi selama periode waktu tertentu. P adalah harga dari suatu transaksi. Sisi kiri persamaan kuantitas menyatakan uang yang digunakan untuk melakukan transaksi. M adalah kuantitas uang. V adalah perputaran uang. Persamaan ini menunjukkan jika kuantitas uang meningkat dan perputaran uang tidak berubah, dalam hal ini jumlah uang beredar meningkat maka akan menyebabkan harga atau output nasional meningkat. Penerbitan sukuk khususnya sukuk negara dapat dijadikan pemerintah sebagai instrumen dalam operasi pasar terbuka untuk mengurangi jumlah uang beredar.
35
Sampai saat ini, untuk mengurangi jumlah uang beredar melalui operasi pasar terbuka pemerintah hanya menggunakan instrument Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Standing Facility yang terdiri atas Fasilitas Simpanan Bank Indonesia, Fasilitas Pembiayaan, dan SBI Repo baik yang bersifat konvensional maupun yang bersifat syariah, serta Pasar Uang Antar Bank (PUAB) baik yang bersifat syariah dan konvensional. Hal ini menyebabkan penerbitan sukuk belum memberikan dampak terhadap jumlah uang beredar di Indonesia. 2.2.4. Hubungan antara Penerbitan Sukuk dan Indikator Makroekonomi Sukuk merupakan surat berharga syariah yang dapat menjadi arus sumbersumber keuangan yang dilakukan oleh pihak perusahaan sebagai emiten untuk memperluas usaha (membangun pabrik) dan negara untuk pembangunan suatu proyek, serta dapat menjadi tujuan investasi bagi para investor sukuk (masyarakat). Hal ini tentu akan berdampak pada perekonomian Indonesia. Menurut Keynes dalam The General Theory, investasi (I) merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan pengeluaran nasional (Mankiw, 2007). Karena sukuk merupakan instrumen investasi pada sektor ril, maka ketika penerbitan sukuk diperbanya akan meningkatkan investasi yang pada akhirnya akan menyebabkan kurva output nasional (AE0) bergeser ke atas
(AE1). Hal ini kemudian akan
ditransmisikan ke kurva keseimbangan pasar uang (LM) dan pasar barang (IS). Pergeseran kurva output nasional ke atas (AE0 ke AE1) menyebabkan pergeseran kurva pada pasar barang (IS) ke kanan (IS0 ke IS1). Pergeseran kurva IS ini akan menggeser keseimbangan pasar uang dan pasar barang (Y0* ke Y1*) sehingga
36
ketika IS bergeser ke kanan maka akan menyebabkan naiknya tingkat bunga (ro ke r1). Hal ini ditransmisikan kembali ke kurva keseimbangan agregat supply (AS) dan agregat demand (AD). Pergesaran kurva IS ke kanan (IS0 ke IS1) menyebabkan bergesernya kurva AD ke kanan (AD0 ke AD1) sehingga menyebabkan harga (P0*) dan output (Y0*) keseimbangan meningkat (P0* ke P1*) yang berarti terjadi inflasi dan pertumbuhan pendapatan nasional. Meningkatnya AD ditansmisikan ke kurva philiph sehingga menyebabkan menurunnya jumlah pengangguran (U0 ke U1). Transmisi kurva ini dapat dilihat pada lampiran 1. 2.3.
Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai perekonomian syariah, mulai banyak diminati. Mulai dari
industri perbankan syariah beserta produknya sampai dengan lembaga keuangan lainnya beserta produknya. Walaupun yang secara khusus membahas tentang hubungan obligasi syariah (sukuk) dengan indikator makroekonomi masih sangat jarang, namun penulis tetap berusaha untuk melakukan penelitian ini dengan tetap mengacu pada penelitian sebelumnya. Penulis mengacu pada penelitian tentang obligasi konvensional yang kemudian diaplikasikan ke obligasi syariah (sukuk). Berikut adalah beberapa penelitian tentang obligasi syariah (sukuk) dan hubungannya dengan perekonomian. Engen dan Skiner (1992), melakukan penelitian dengan menggunakan data cross section dari 107 negara pada periode 1970-1985 yang mengembangkan sebuah general model kebijakan fiskal dan pertumbuhan ekonomi. Mereka menyimpulkan bahwa
penerapan
anggaran
berimbang
dengan
meningkatkan
Pengeluaran
37
Pemerintah dan Penerimaan Pajak, diprediksi akan mengurangi pertumbuhan ekonomi. Litbang Provinsi Sumatera Utara pada tahun (2005) melakukan penelitian dengan judul “Kajian Penerbitan Obligasi Daerah Sebagai Salah Satu Sumber Pembiayaan
Pembangunan”
menggunakan
regresi
berganda.
Penelitian
ini
menunjukkan bahwa hasil variabel ekonomi realisasi penerimaan pemerintah berpengaruh nyata secara positif terhadap penerbitan obligasi daerah pada tingkat kepercayaan 95 persen. Variabel pendapatan perkapita, tingkat ekspor, dan variabel inflasi tidak berpengaruh nyata secara positif terhadap penerbitan obligasi daerah pada tingkat kepercayaan 95 persen. Variable pengangguran tidak berpengaruh nyata secara negatif Kinerja ekonomi Pempropsu memberi dorongan peluang positif terhadap penerbitan Obligasi daerah. Lubis (2009), meneliti tentang pengaruh nilai kurs, tingkat suku bunga SBI, dan GDP terhadap Permintaan Obligasi Swasta di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kurs, tingkat suku bunga SBI, dan GDP berpengaruh simultan dan signifikan terhadap Permintaan Obligasi Swasta di Indonesia. Siahaan (2006), menganalisis pengaruh inflasi dan suku bunga SBI terhadap penerbitan obligasi pemerintah dalam rangka Rekapitalisasi perbankan. Dengan menggunakan metode estimasi Ordinary Least Square pada periode 1989-2005, menyimpulkan bahwa inflasi dan suku bunga SBI memiliki pengaruh negatif terhadap penerbitan obligasi pemerintah dalam rangka rekapitalisasi perbankan. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Ahmadi Sarip (2011) menggunakan Ordinary Least Square (OLS). Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang
38
memengaruhi obligasi pemerintah di Indonesia. Penelitian ini menyimpulkan bahwa Variabel penerimaan negara tahun sebelumnya, pengeluaran pemerintah, pinjaman luar negeri pemerintah dan suku bunga SBI secara bersama-sama mampu memengaruhi penerbitan obligasi pemerintah Indonesia, signifikan pada α = 1%. Pengeluaran pemerintah mempunyai pengaruh yang positif terhadap penerbitan obligasi pemerintah, sedangkan penerimaan negara tahun sebelumnya, pinjaman luar negeri pemerintah dan suku bunga SBI mempunyai pengaruh yang negatif terhadap penerbitan obligasi pemerintah Indonesia. 2.4.
Kerangka Pemikiran Konseptual
Perkembangan Pesat Obligasi Syariah (SUKUK) di Indonesia
Sukuk Global (SBSN)
Sukuk Korporasi
Model VAR/VECM Masalah Makroekonomi
Inflasi
Penganggura n
Jumlah Uang Beredar
Pertumbuhan Ekonomi
Sumber : Penulis, 2012
Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran Konseptual
Bonus SBIS
39
2.5.
Hipotesis Berdasarkan penelitian terdahulu maka dalam penelitian ini akan dirumuskan beberapa hipotesia. Adapun hipotesis pada penelitian ini yaitu : 1. Variabel penerbitan sukuk dipengaruhi oleh variabel GDP, jumlah uang beredar, inflasi, pengangguran terbuka, dan bonus SBIS. 2. Variabel GDP berpengaruh positif terhadap penerbitan sukuk. 3. Variabel jumlah uang beredar berpengaruh positif terhadap penerbitan sukuk. 4. Variabel pengangguran terbuka tidak berpengaruh secara negatif terhadap penerbitan sukuk. 5. Variable inflasi tidak berpengaruh secara positif terhadap penerbitan sukuk. 6. Sukuk berdampak pada GDP yang menggambarkan pertumbuhan ekonomi, pengangguran,
CPI
yang
menggambarkan
menggambarkan jumlah uang beredar.
inflasi,
dan
M2
yang