10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Asuransi Kesehatan 2.1.1. Pengertian Asuransi adalah suatu pemindahan (transfer) resiko dengan membayar premi/iuran (certain sums) dengan jaminan (guarantee) mendapatkan kompensasi berupa benefit atau paket (compensated) jika terjadi kerugian tertentu (specified loss) akibat suatu resiko seperti kecelakaan (termasuk resiko sakit) (Thabrany, 1999). Asuransi kesehatan adalah suatu sistem dalam pembiayaan kesehatan dimana dilakukan pengelolaan dana yang berasal dari iuran teratur peserta untuk membiayai pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh peserta (Azwar, 1988). Asuransi kesehatan adalah suatu program jaminan pemeliharaan kesehatan kepada masyarakat yang biayanya dipikul bersama oleh masyarakat melalui sistem kontribusi yang dilaksanakan secara pra upaya (Sulastomo, 2000)
2.1.2. Tujuan Asuransi 1) Mewujudkan ketentraman jasmani dan rohani. 2) Mendapatkan jaminan dalam mengurangi ketidakpastian dimasa yang akan datang. 3) Memperoleh jaminan sosial dan ekonomi dalam rangka mewujudkan kesejahteraan 10
Universitas Sumatera Utara
11
2.1.3. Sistem Pembiayaan dan Pembayaran Jasa Pelayanan Kesehatan dalam Asuransi Kesehatan Pembiayaan pelayanan kesehatan diarahkan untuk dapat mencapai tingkat efisiensi yang setingi-tingginya, tanpa mengabaikan terselenggaranya kualitas pelayanan kesehatan yang sebaik-baiknya. Beberapa sistem pembayaran pada Penyedia Pelayanan Kesehatan (PPK) yang telah dikenal berusaha diterapkan sesuai dengan kondisi yang ada, antara lain (Sutopo, 2009) : a. Sistem Kapitasi (capitation-system) Sistem kapitasi adalah suatu sistem pembayaran pada pemberi pelayanan kesehatan (rumah sakit/apotek/dokter) berdasarkan jumlah “capita” atau jiwa yang harus dilayani baik sakit/tidak sakit. Dalam sistem kapitasi, pembayaran diberikan di depan, sebelum pelayanan diberikan (prepaid). Penyedia Pelayanan Kesehatan (PPK) akan memperoleh insentif (financial incentive), apabila jumlah biaya yang ditetapkan tidak terpakai. Dengan demikian, PPK diwajibkan merencanakan pelayanan kesehatan dengan baik, seefisien mungkin, sehingga akan mendorong orientasi pelayanan ke arah pencegahan dan promosi karena lebih murah. b. Konsep Tarif Paket (package tariff) Tarif paket adalah suatu bentuk imbalan jasa pada PPK yang diberikan berdasarkan
suatu
kelompok
tindakan/pelayanan
kedokteran.
Dengan
diterapkannya tarif paket, maka juga terbuka upaya efisiensi melalui insentif
Universitas Sumatera Utara
12
keuangan disamping juga terjadi penyederhanaan administrasi yang cukup bermakna. Di dalam perkembangan PT. Askes, menggunakan sistem ini yaitu sistem tarif paket untuk Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP), Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL) serta tarif paket Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL),. c. Sistem Anggaran (Budget-System) Pembayaran berdasarkan budget adalah suatu pemberian imbalan jasa pada PPK berdasarkan anggaran/jumlah biaya yang telah disepakati bersama. Dasar perhitungan biaya dapat melalui mekanisme penyusunan anggaran biaya yang secara riil diperlukan atau berdasar jumlah peserta (kapitasi). Askes telah menerapkan sisitem ini di Medan pada dua rumah sakit swasta. Ternyata dorongan ke arah efisiensi juga cukup besar, disamping penyederhanaan penyelenggaraan administrasi. d. Diagnostic Related Group (DRG) Adalah suatu sistem pemberian imbalan jasa pelayanan pada PPK yang ditetapkan berdasarkan pengelompokkan diagnosa, tanpa memperhatikan jumlah tindakan/pelayanan yang diberikan. Konsep DRG’S ini juga telah dilaksanakan untuk pelayanan kesehatan pasien Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas)
yang dikenal dengan nama
Indonesia Diagnostic Related Group (INA-DRG). Sejak September 2008 dilaksanakan pada 15 Rumah Sakit Pilot Project dan mulai Januari 2009 dilaksanakan untuk seluruh rumah sakit yang melayani pasien Jamkesmas.
Universitas Sumatera Utara
13
e. Konsep iur biaya (cost-sharing) Konsep iur biaya adalah suatu konsep pemberian imbalan jasa pada PPK, dimana sebagian biaya pelayanan kesehatan dibayar oleh pengguna jasa pelayanan kesehatan (user fee). Konsep iur biaya dapat berupa deductible yaitu apabila pasien diwajibkan membayar jasa pelayanan kesehatan sampai jumlah tertentu atau co payment, apabila pasien membayar sebagian pada setiap jasa pelayanan kesehatan yang diberikan kepadanya. Besar kecilnya biaya yang dibebankan pada pengguna jasa pelayanan kesehatan ditetapkan berdasar berbagai pertimbangan, baik jenis pelayanan, aspek sosial serta (bahkan) politis ( Thabrany, 1998, Sulastomo, 2000).
2.1.4. Bentuk Pokok Asuransi Kesehatan Bentuk klasik Asuransi Kesehatan terdiri dari tiga pihak (third party) yang saling berhubungan dan mempengaruhi. Ketiga pihak yang dimaksud adalah : a. Peserta (client) Yang dimaksud dengan peserta adalah mereka yang terdaftar sebagai anggota, membayar iuran (premi) sejumlah yang ditetapkan dan dengan mekanisme tertentu, atas dasar itu maka akan ditanggung biaya kesehatannya. b. Badan Asuransi (health insurance institution) Yang dimaksud dengan badan Asuransi adalah yang bertanggung jawab mengumpulkan dan mengelola iuran serta membayar biaya kesehatan yang dibutuhkan peserta.
Universitas Sumatera Utara
14
c. Penyedia Pelayanan Kesehatan (health provider) Yang dimaksud dengan penyedia pelayanan adalah yang bertanggung jawab menyediakan pelayanan kesehatan bagi peserta dan untuk itu mendapatkan imbalan jasa dari badan Asuransi. Menurut Sutopo (2009) yang mengutip pendapat Azwar, Azrul (1996) hubungan ketiga pihak ini secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut : Peserta
Premi
Badan Asuransi
Pelayanan
PPK Imbalan Jasa
Gambar 2.1 : Pola Hubungan Tiga Pihak (Third Party) Sumber : Sutopo (2009)
2.1.5. Asuransi Sosial Asuransi yang dikelola PT. Asuransi Kesehatan Indonesia (Persero) bagi pegawai negeri sipil (PNS) (tidak termasuk PNS di lingkungan Dephan/TNI/POLRI), calon PNS, pejabat Negara, Penerima Pensiun (Pensiunan PNS, pensiunan PNS di lingkungan Dephan, pensiunan TNI/POLRI, pensiunan Pejabat Negara), Veteran dan
Universitas Sumatera Utara
15
Perintis Kemerdekaan beserta anggota keluarga yang ditanggung merupakan asuransi sosial (PT. Askes (Persero), 2008). Anggota Keluarga adalah isteri atau suami dan anak yang sah dan atau anak angkat dari peserta yang dapat tunjangan keluarga sebagaimana diatur dalam peraturan perundangan yang berlaku dengan ketentuan belum mencapai usia 21 tahun, belum menikah, belum berpenghasilan dan masih menjadi tanggungan peserta atau sampai usia 25 tahun bagi yang masih mengikuti pendidikan formal. Jumlah anak yang ditanggung adalah 2 (dua) anak (Keppres No. 16 Tahun 1994).
2.1.6. Pelayanan Kesehatan Peserta Asuransi Kesehatan Bagi peserta Askes yang membutuhkan pelayanan kesehatan dapat memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang bekerja sama dengan PT Askes (Persero) antara lain : 1) Fasilitas Pelayanan kesehatan Dasar yaitu Puskesmas dan dokter keluarga, 2) Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lanjutan yaitu a) Rumah Sakit Umum milik Pemerintah, b) RS Khusus milik pemerintah (Jantung, Paru, Orthopedi, Jiwa, Kusta dll), c) Rumah Sakit milik TNI/POLRI, d) Rumah sakit Swasta, e) Unit Pelayanan Transfusi Darah (UPTD)/PMI, f) Apotek, g) Optikal, h) Balai Pengobatan Khusus (BP paru, BP mata dll), i) Laboratorium Kesehatan (PT Askes (Persero), 2008). Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik salah satu satu sarana kesehatan yang melaksanakan pelayanan kesehatan bagi peserta Askes. Sebagai pemberi pelayanan kesehatan (PPK), dalam pelaksanaannya membuat satu kerja sama yang
Universitas Sumatera Utara
16
dituangkan dalam bentuk kesepakatan bersama antara PT (Persero) Cabang Utama Medan dengan Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik tentang pelayanan kesehatan bagi peserta askes wajib. Kesepakatan tersebut menyangkut antara lain defenisi dan pengertian, maksud dan tujuan, ruang lingkup pelayanan, hak dan kewajiban, tarif pelayanan kesehatan, tata cara pengajuan tagihan dan pembayaran, jangka waktu perjanjian (Perjanjian kerja sama RS dengan PT. Askes, 2008). Pelayanan yang diberikan RSUP H. Adam Malik berupa pelayanan rawat jalan tingkat lanjutan, pelayanan rawat inap tingkat lanjutan, pelayanan persalinan, pelayanan transfusi darah, pelayanan obat, pelayanan alat kesehatan, pelayanan cuci darah.
2.2. Tarif Pelayanan Kesehatan Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 582/Menkes/SK/VI/1997, pengertian tarif adalah sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan kegiatan pelayanan di rumah sakit yang dibebankan kepada masyarakat sebagai imbalan atas jasa pelayanan yang diterimanya. Sedangkan menurut Kotler (2002), tarif atau price adalah harga dalam nilai uang yang harus dibayar oleh konsumen untuk memperoleh atau mengkomsumsi suatu komoditi, yaitu barang atau jasa.
Universitas Sumatera Utara
17
2.2.1. Tarif Rumah Sakit Rumah sakit dihadapkan pada pembiayaan yang terus meningkat. Biaya pelayanan kesehatan meningkat dengan kecepatan melampaui indeks biaya barang komsumsi yang lain dan bahkan melampaui angka-angka inflasi. Rumah sakit juga dihadapkan pada kepentingan pemerintah dan masyarakat yang menghendaki biaya rumah sakit yang wajar dan syukur dapat murah. Sumber biaya rumah sakit berasal dari pemerintah semakin berkurang, sebagian besar pendapatan rumah sakit bukan berasal dari pemerintah tetapi dari pasien yang dilayani. Biaya kesehatan di Indonesia 30 % berasal dari pemerintah melalui APBN, dan APBD, 70 % berasal dari swasta dan biaya yang berasal dari swasta ini dapat berasal dari pengeluaran langsung dari saku masyarakat (direct payment out of pocket) pada waktu mereka jatuh sakit ataupun dari pembiayaan asuransi Tarif rumah sakit adalah harga komponen atau kegiatan yang dibebankan kepada masyarakat sebagai imbalan atas pelayanan yang diterima dari rumah sakit (Djojodibroto, 1997). Tarif pada rumah sakit pemerintah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan atas usulan rumah sakit untuk rumah sakit vertikal, sedang untuk rumah sakit daerah oleh Pemerintah Daerah/Gubernur sesuai dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Besarnya tarif yang ditetapkan pada sebuah rumah sakit untuk pelayanan berpijak pada berbagai faktor, dimana untuk organisasi non profit biasanya tarifnya lebih rendah dari organisasi profit. Kebijaksanaan mengenai penetapan tarif rumah sakit pemerintah berdasarkan Keputusan Menteri
Universitas Sumatera Utara
18
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 582/Menkes/SK/VI/1997 yang secara nasional yang berlaku saat ini adalah : 1. Pemerintah dan masyarakat bertanggung jawab dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. 2. Biaya penyelenggaraan Rumah Sakit Pemerintah dipikul bersama oleh Pemerintah dan masyarakat dengan memperhatikan kemampuan keuangan Negara dan keadaan sosial ekonomi masyarakat. 3. Tarif Rumah Sakit tidak dimaksudkan untuk mencari laba dan ditetapkan berdasarkan azas gotong royong, adil dengan mengutamakan kepentingan masyarakat berpenghasilan rendah. 4. Tarif Rumah Sakit untuk golongan masyarakat yang pembayarannya dijamin oleh pihak penjamin, ditetapkan atas dasar saling membantu melalui suatu ikatan perjanjian tertulis. 5. Tarif Rumah Sakit diperhitungkan atas dasar unit cost dengan memperhatikan kemampuan ekonomi masyarakat, rumah sakit setempat lainnya serta kebijakansanaan subsidi silang. 6. Tarif pelayanan bagi orang asing dan tarif general check up ditetapkan oleh Direktur Rumah Sakit. 7. Besaran tarif untuk pelayanan rawat jalan dan rawat inap kelas III A dan Kelas III B milik Departemen Kesehatan RI ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pelayanan Medik atas usulan Direktur Rumah Sakit.
Universitas Sumatera Utara
19
8. Besaran tarif untuk rawat inap kelas II, I dan Utama, ditetapkan oleh Direktur Rumah Sakit setelah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi Setempat. Dalam menetapkan tarif rumah sakit, perlu mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut (Departemen Kesehatan, 1997; FKM UI 1998) : 1. Biaya Satuan Analisis penetapan tarif pelayanan rumah sakit merupakan kegiatan setelah diperoleh informasi biaya satuan rumah sakit. Informasi biaya satuan juga dapat dimanfaatkan untuk menilai skala ekonomis produk yang dihasilkan. Suatu proses produksi dikatakan telah memanfaatkan sepenuhnya skala ekonomis yang dimiliki hanya bila tidak lagi dimungkinkan untuk menurunkan biaya satuan tersebut. Secara teoritis semakin besar output semakin rendah biaya satuan, sampai batas tertentu karena bila tingkat pelayanan terus ditingkatkan, maka dibutuhkan peningkatan faktor input (Departemen Kesehatan, 1997). Analisis penetapan tarif yang berdasarkan atas biaya satuan aktual mungkin belum efisien karena pemanfaatan yang rendah, sehingga kemungkinan implikasinya adalah tarif yang terlalu tinggi. Atau sebaliknya, rumah sakit memiliki tingkat utilitas yang terlalu tinggi sehingga sebetulnya dibutuhkan sarana prasarana tambahan. Untuk mengantisipasi hal tersebut perlu pula dihitung biaya satuan normatif, yaitu biaya yang mempertimbangkan kapasitas produksi optimal dari unit tersebut (FKM UI, 1998).
Universitas Sumatera Utara
20
Meskipun pada suatu rumah sakit bersifat non profit, tarif yang ditetapkan tidak harus sama besar dengan biaya satuan karena bagaimanapun juga rumah sakit tersebut harus tetap survive disamping kebutuhan untuk pengembangan serta penggantian peralatan dan fasilitas, adanya peningkatan biaya akibat inflasi dan kemajuan teknologi (Finkler, 1994). 2. Jenis pelayanan, tingkat pemanfaatan dan subsidi silang yang diharapkan. Jenis pelayanan dan tingkat pemanfaatannya merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan dalam penyesuaian tarif, dimana rumah sakit yang terdiri dari berbagai unit produksi memiliki potensi yang berbeda dengan rumah sakit lain (misalnya dalam hal produk unggulannya atau revenue center nya) atau memiliki kombinasi faktor produksi yang berbeda dengan rumah sakit lain (dalam hal tenaga, fasilitas, kapasitas produksi dan lain-lain) yang akan mempengaruhi tingkat kemampuan layanan serta tingkat pemanfaatan oleh konsumen. Dalam satu rumah sakit akan terdapat berbagai unit yang tingkat pelayanan maupun pemanfaatannya berbeda-beda (misalnya BOR rendah, kunjungan rendah, jumlah output layanan rendah dan lain-lain) relatif sulit untuk ditingkatkan tarifnya. Sebaliknya unit-unit yang potensial sebagai revenue center perlu dikembangkan agar dapat meningkatkan pendapatan rumah sakit. Dalam analisis kebijakan penentuan tarif suatu rumah sakit, perlu pula dipertimbangkan apakah perlu dilakukan penyesuaian produk sesuai demand masyarakat, misalnya
Universitas Sumatera Utara
21
dengan merelokasi jumlah tempat tidur dari kelas tertentu yang kurang diminati ke kelas lain yang permintaan masyarakatnya tinggi. Pertimbangan subsidi silang antar kelas perawatan juga perlu dipertimbangkan. Ruang perawatan kelas III yang tarifnya ditetapkan pemerintah dengan tujuan fungsi sosial melayani kelompok masyarakat yang tidak mampu merupakan unit-unit yang perlu disubsidi. Unit lain yang potensial (revenue center) dan dimanfaatkan oleh kelompok masyarakat mampu (misalnya ruang perawatan kelas VIP) diharapkan dapat memperoleh pendapatan relatif besar melalui penetapan tarif sehingga dapat menutupi subsidi kelas III (subsidi silang) (Departemen kesehatan, 1997). Dengan menghitung biaya satuan melalui cara double distribution dapat dirinci komponen-komponen biaya dalam biaya satuan tersebut seperti misalnya berapa persen biaya investasi,
biaya operasional, dan lain-lain. Atas dasar ini
dapat diputuskan apakah subsidi diberikan terbatas misalnya untuk biaya investasi saja, atau juga meliputi semua biaya operasional (Departemen Kesehatan. 1999) 3. Tingkat kemampuan masyarakat Salah satu persyaratan dalam penetapan tarif rumah sakit adalah mempertimbangkan kemampuan membayar masyarakat, diukur dengan cara melihat ATP (Ability To Pay) serta WTP (Willingness To Pay) masyarakat. Bila masyarakat mempunyai kemampuan membayar rendah dan tingkat utilisasi selama ini rendah, maka sulit bagi rumah sakit untuk meningkatkan tarifnya.
Universitas Sumatera Utara
22
Sebaliknya, bila masyarakat masih memiliki consumer surplus (misalnya tampak dari besarnya pengeluaran untuk hal-hal yang non primer seperti rokok, rekreasi dll.) sementara untuk kesehatan relatif masih rendah, maka dapat diharapkan kenaikan tarif (FKM UI, 1998). 4. Elastisitas Hukum ekonomi mengatakan bahwa perubahan tarif akan menyebabkan perubahan permintaan akan produk yang ditawarkan. Angka tersebut dinyatakan dalam nilai “e” (elastisitas). Bila rumah sakit mempunyai pengalaman perubahan tarif dan mempunyai data pendukung, angka jumlah kunjungan sebelum dan sesudah perubahan tarif maka nilai “e” dapat dihitung : % perubahan Q (output) E= % perubahan P (Tarif) Elastisitas bermanfaat untuk memprediksi kemungkinan penurunan jumlah output rumah sakit bila dilakukan penyesuaian tarif (Departemen Kesehatan, 1997) Untuk pelayanan yang bersifat gawat darurat, seperti misalnya pelayanan sakit jantung mendadak, Acute appendicitis, dll, biasanya inelastisitas terhadap harga. Sifat tersebut sama dengan komoditi kebutuhan pokok seperti kebutuhan akan makan (beras) (Departemen Kesehatan, 1999). 5. Tarif pelayanan pesaing yang setara Meskipun telah menghitung biaya satuan dan tingkat kemampuan masyarakat, rumah sakit perlu juga membandingkan tarif pelayanan pesaing yang setara, misalnya tarif poliklinik swasta, praktek bidan swasta, tarif dokter praktek,
Universitas Sumatera Utara
23
tarif rawat inap rumah sakit swasta di daerah sekitarnya. Faktor penting untuk pembanding adalah kualitas pelayanan yang diberikan, apakah bisa bersaing dengan pesaing yang memiliki tarif serupa namun pelayanan berbeda (FKM UI, 1998).
2.2.2. Tarif Asuransi Kesehatan Perubahan-perubahan
pembiayaan
pelayanan
kesehatan
yang
terjadi
mempengaruhi setiap hubungan seluruh pihak yang terkait yaitu pelaku, pembeli dan konsumen pelayanan kesehatan. Setiap badan penyelenggara/Asuransi Kesehatan selaku pembayar/pembeli pelayanan kesehatan dituntut selalu mengembangkan berbagai sistem pelayanan kesehatan, dengan tujuan untuk memperoleh efisiensi dan mutu pelayanan kesehatan yang baik. PT. Askes (Persero) sebagai badan penyelenggara program pemeliharaan kesehatan/asuransi kesehatan pegawai negeri merupakan asuransi sosial yang diikuti oleh seluruh pegawai negeri dan pensiunan pegawai negeri sipil dan anggota veteran. Hubungan pembeli, pelaku dan konsumen pelayanan diatur oleh pemerintah. Besarnya premi yang harus dibayar oleh peserta kepada PT. Askes (Persero) adalah sebesar 2 % gaji pokok. Sistem pembayaran PT. Askes (Persero) kepada Rumah Sakit bagi peserta wajib diatur oleh pemerintah dengan sistem tarif paket, yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 447/Menkes/SK/IV/2004 tentang Tarif Pelayanan Kesehatan bagi peserta PT. Askes (Persero) dan anggota keluarganya di Rumah Sakit Vertikal. Besaran tarif yang ditetapkan merupakan
Universitas Sumatera Utara
24
besaran maksimum dan tarif yang diberlakukan untuk tiap rumah sakit ditetapkan atas dasar kesepakatan bersama antara pihak rumah sakit dengan PT. Askes (Persero) setempat dan dituangkan dalam Perjanjian Kerja Sama. Tarif paket merupakan salah satu bentuk dari tarif kontrak (cost type contract). Secara teoritis tarif kontrak adalah harga yang disetujui atas suatu produk atau jasa dimana unsurnya meliputi biaya penuh (full cost) dan laba ditetapkan oleh produsen. Dengan kata lain, dengan tarif paket antara produsen dengan konsumen atau pihak-pihak yang mewakilinya. Menurut SK Menkes tersebut biaya rawat inap ditetapkan berdasarkan tarif paket perawatan perhari rawat dan tarif luar paket., meliputi jasa sarana dan jasa pelayanan. Jasa sarana merupakan biaya penggunaan sarana, fasilitas Rumah Sakit, obat standar, akomodasi, bahan dan alat kesehatan habis pakai yang digunakan dalam rangka observasi, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi medis dan atau pelayanan medis lainnya. Jasa pelayanan meliputi biaya untuk pelaksanaan dalam rangka observasi, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi medis, dan atau pelayanan medis lainnya, serta untuk pelaksanaan administrasi pelayanan.. Besaran tarif paket rawat inap ditetapkan sesuai dengan Kelas Rumah Sakit.
2.3. Iur Biaya (cost sharing) Iur biaya adalah pembebanan sebagian biaya pelayanan kesehatan kepada peserta dan atau anggota keluarga, yang dibayarkan kepada fasilias kesehatan yang bekerjasama dengan PT. Askes (Persero). Besaran iur biaya ditetapkan bersama antara PT. Askes (Persero) dengan fasilitas kesehatan (PT. Askes (Persero), 2008).
Universitas Sumatera Utara
25
Efisiensi biaya dari sisi demand adalah memberlakukan iur biaya (cost sharing). Motivasi dibalik penerapan iur biaya adalah asumsi bahwa demand yang tinggi atas layanan kesehatan merupakan penyebab utama tingginya biaya kesehatan. Tingkat pendidikan dan pengetahuan yang meningkat dan akses informasi yang meluas menyebabkan masyarakat sadar akan pentingnya kesehatan. Dengan tersedianya perlindungan jaminan kesehatan dan tanpa/sedikit risiko keuangan, besar kemungkinan terjadinya moral hazard, penggunaan jasa yang tidak dibutuhkan dan tidak tepat (unnecessarry and inappropriate service) (Chusnun, Suwondo, 2007). Tujuan iur biaya adalah agar masyarakat bertindak rasional dan terhindar dari moral hazard. Namun, iur biaya yang melampaui batas kemampuan peserta dapat menjadi paradok dari prinsip asuransi kesehatan yang memproteksi penduduk dari kerugian keuangan dan sekaligus menurunkan akses peserta. Thabrany dalam Chusnun, Suwondo, 2007 menyebutkan bahwa peserta wajib PT. Askes (Persero) mengeluarkan cost sharing lebih dari 100% penghasilan keluarga. Manning et al melaporkan hasil studi Rand menunjukkan cost sharing terjadinya penurunan utilisasi terutama bagi masyarakat kelompok menengah ke bawah. Beberapa negara maju di Eropa telah menerapkan besaran iur biaya yang berbeda untuk segmen sosio ekonomi tertentu, tetapi biaya administrasinya menjadi mahal sekali.
Universitas Sumatera Utara
26
Iur biaya yang lazim digunakan ada 3 model, yaitu deductible, co-payment dan coinsurance (HIAA. Managed Care, 2000) : 1) Model Deductible Peserta asuransi membayar iur biaya pelayanan sampai jumlah tertentu, kemudian selebihnya akan dibayar oleh perusahaan asuransi. Cara ini menggeser biaya dari pihak penjamin ke pihak tertanggung.. Cara ini juga akan merangsang pihak tertanggung untuk mendapatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih rendah. Tujuan penetapan deductible ini untuk menghindari klaim yang kecilkecil sehingga biaya administrasi premi bisa lebih rendah dan mencegah penggunaan pelayanan kesehatan yang tidak diperlukan (Over utilization). 2) Model Co-payment. Peserta diwajibkan ikut membayar dalam jumlah tertentu berdasarkan persentase dari total biaya pada setiap kejadian sakit/resiko dan perusahaan akan membayar sisanya. Cara ini dapat mendorong peserta untuk meminimalkan biaya karena peserta akan berbagi biaya atas kerugian yang dialaminya. 3) Model co-insurance Merupakan pengembangan dari model co-payment, dimana resiko tambahan yang ditanggung individu pada co-payment menjadi resiko pada co-insurance.. Artinya resiko biaya tambahan yang timbul akibat penggunaan pelayanan tidak lagi dibayar masing-masing individu, tetapi resiko tambahan ikut diasuransikan agar menjadi resiko kelompok. Model yang terakhir inilah yang menjamin prinsip-prinsip keadilan.
Universitas Sumatera Utara
27
Dengan adanya peningkatan harga obat, bahan dan alat habis pakai serta pelayanan kesehatan lainnya yang sangat drastis sebagai akibat depresiasi nilai rupiah, iur biaya merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindarkan. Iur biaya merupakan keuntungan atau segi positif dapat meningkatkan efisiensi, meningkatkan mutu pelayanan, membantu pembiayaan rumah sakit dan memberi kepastian biaya kepada peserta Askes. Namun sistem ini juga mempunyai kerugian atau segi negatif dapat memberatkan pasien peserta Askes dan dapat menimbulkan ketidakpuasan peserta atas pelayanan yang diberikan di sarana pelayanan kesehatan. Menurut Sutopo (2009) pada dasarnya penerapan kebijakan iur biaya tidak boleh keluar atau menyimpang dari kaidah-kaidah sebagai berikut : a. Iur biaya yang ditetapkan harus menimbulkan rasa keadilan bagi peserta asuransi. Sesungguhnya dengan iur biaya bagi peserta asuransi dapat menumbuhkan rasa ketidakadilan antar peserta asuransi, oleh karena peserta yang jarang memanfaatkan haknya sering merasa dirugikan oleh peserta yang sering menggunakan haknya. Oleh sebab itu, dari aspek iur biaya merupakan alat yang digunakan untuk menumbuhkan sadar biaya, sehingga menjadi penyaring penggunaan pelayanan kesehatan yang berlebihan. b. Iur biaya tidak boleh berakibat menjadi penghalang seorang peserta untuk memperoleh pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang telah ditentukan oleh pihak penjamin, oleh karena peserta tidak mampu membayar iur biaya. Besarnya iur biaya harus masih dalam batas-batas kemampuan dan kemauan peserta asuransi untuk ikut membayar.
Universitas Sumatera Utara
28
c. Iur biaya dalam jumlah tertentu dapat mengurangi sedikit prinsip ketidakpastian (uncertainly) menjadi suatu kepastian (certainly). d. Iur biaya merupakan dana tambahan bagi penyelenggara pelayanan kesehatan, meskipun tidak boleh menjadi penghalang bagi peserta untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Iur biaya yang terlalu kecil justru tidak akan mencapai tujuan efisiensi. Sementara iur biaya yang tinggi akan menjadi beban bagi peserta asuransi sekaligus akan menjadi penghalang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan hal kepesertaannya dalam asuransi. Konsep iur biaya ini juga sudah diterapkan PT. Askes (Persero) dengan RSUP H. Adam Malik yang dicantumkan dalam perjanjian kerja sama. Iur biaya yang diberlakukan adalah biaya pelayanan luar paket (pemeriksaan laboratorium di patologi klinik, radiologi, pemeriksaan elektromedik, tindakan medik operatif, ruangan rawat). Perhitungannya berdasarkan selisih tarif pelayanan namun pelaksanaannya bukan murni selisih tarif tapi 50 % dari selisih tarif yang dibebankan ke peserta Askes (Perjanjian kerja sama RS dengan PT. Askes, 2008) Peserta Askes yang tidak menggunakan fasilitas pelayanan sesuai dengan kelasnya maka selisih biaya yang timbul dari pelayanan akan dibebankan ke peserta Askes. Pada gambar 2.2 terlihat alur pembuatan kesepakatan kerja sama antara Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik dengan PT. Askes (Persero).
Universitas Sumatera Utara
29
Penetapan tarif RS - Unit Cost - Kemampuan ekonomi masyarakat - RS pesaing - Kebijakan subsidi silang
Tarif Rumah Sakit
Penetapan tarif PT. Askes - Tarif Paket
Tarif PT. Askes
Tarif Kesepakatan
Tarif yang di klaim ke PT. Askes Tarif yang dibayar pasien (iur biaya) Gambar 2.2 : Pola Penetapan Tarif Kesepakatan
2.4. Kepuasan Pasien Parasuraman (1991), Tokunaga (2000), dan Wirtz (2003) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan/pasien adalah salah satu hasil yang diinginkan dari perawatan di rumah sakit yang mana pelanggan mengevaluasi kualitas pelayanan dengan membandingkan persepsi mereka atas pelayanan dengan harapan-harapan mereka. Day (dalam Tse dan Wilton, 1988) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian yang dirasakan antara harapan sebelumnya (atau norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya. Wilkie (1990) mendefenisikannya sebagai suatu tanggapan
Universitas Sumatera Utara
30
emosional pada evaluasi terhadap pengalaman komsumsi suatu produk atau jasa. Engel, et.al. (1990) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan Kotler (1994) menandaskan bahwa kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya. Karena pelanggan adalah orang yang menerima hasil pekerjaan seseorang atau suatu organisasi, maka hanya merekalah yang dapat menentukan kualitasnya seperti apa dan hanya mereka yang dapat menyampaikan apa dan bagaimana kebutuhan mereka. Hal inilah yang menyebabkan slogan gerakan kualitas yang populer berbunyi ”kualitas dimulai dari pelanggan”. Setiap orang dalam perusahaan harus bekerja dengan pelanggan internal dan eksternal untuk menentukan kebutuhan mereka, dan bekerja sama dengan pemasok internal dan eksternal. Mengukur dan meningkatkan kepuasan pasien dalam sistem pelayanan kesehatan adalah bagian yang penting dalam manajemen, yang mengharuskan penyedia jasa pelayanan memiliki suatu sistim manajemen kualitas yang diterapkan yang meliputi metode untuk mengukur kepuasan pelanggan. (Kuisma M, 2002 dan Chinglin H, 2004). Aspek kepuasan mempunyai peranan yang penting dalam pelayanan kesehatan, maka disepakati yang dimaksud dengan mutu pelayanan kesehatan adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien. Sama halnya dengan kebutuhan dan tuntutan, makin
Universitas Sumatera Utara
31
sempurna kepuasan tersebut, makin baik pula mutu pelayanan kesehatan (Azwar, 1996). Secara luas telah diterima bahwa pengertian mutu berkaitan dengan kepuasan ini telah diterima secara luas, namun penerapannya dalam pelayanan kesehatan tidaklah semudah yang diperkirakan. Masalah pokok yang ditemukan ialah karena kepuasan tersebut ternyata bersifat subjektif. Ini tergantung dari latar belakang yang dimilikinya, dapat saja memiliki tingkat kepuasan yang berbeda meskipun sama-sama memanfaatkan satu macam pelayanan kesehatan yang sama. Di samping, sering pula ditemukan pelayanan kesehatan yang sekalipun dinilai telah memuaskan pasien, namun karena penyelenggaraannya tidak sesuai dengan standar dan atau etika profesi yang telah disepakati bersama, sulit disebut sebagai palayanan kesehatan yang bermutu. Kepuasan pengguna jasa pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor (Muninjaya, 2004) : 1. Pemahaman pengguna jasa tentang jenis pelayanan yang akan diterimanya. Dalam hal ini aspek komunikasi memegang peranan penting karena pelayanan kesehatan adalah high personal contact. 2. Empati (sikap peduli) yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan. Sikap ini akan menyetuh emosi pasien. Faktor ini akan berpengaruh pada tingkat kepatuhan pasien (complience). 3. Biaya (cost). Tingginya biaya pelayanan dapat dianggap sebagai sumber moral hazard bagi pasien dan keluarganya. Sikap kurang peduli (ignorance) pasien dan
Universitas Sumatera Utara
32
keluarganya, ”yang penting sembuh” menyebabkan mereka menerima saja jenis perawatan dan teknologi kedokteran yang ditawarkan petugas kesehatan. Akibatnya biaya perawatan menjadi mahal. Informasi terbatas yang dimiliki oleh pihak pasien dan keluarganya tentang perawatan yang diterima dapat menjadi sumber keluhan pasien. Sistem Asuransi kesehatan akan dapat mengatasi masalah biaya kesehatan. 4. Penampilan fisik (kerapian) petugas, kondisi kebersihan dan kenyamanan ruangan (tangibility). 5. Jaminan keamanan yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan (assurance). Ketepatan jadwal pemeriksaan dan kunjungan dokter termasuk pada faktor ini. 6. Keandalan dan keterampilan (reliability) petugas kesehatan dalam memberikan perawatan. 7. Kecepatan
petugas
memberikan
tanggapan
terhadap
keluhan
pasien
(responsiveness).
2.5.
Landasan Teori Iur biaya adalah pembebanan sebagian biaya pelayanan kesehatan kepada
peserta dan atau anggota keluarga, yang dibayarkan kepada fasilias kesehatan yang bekerjasama dengan PT. Askes (Persero). Besaran iur biaya ditetapkan bersama antara PT. Askes (Persero) dengan fasilitas kesehatan. (PT. Askes (Persero), 2008). Konsep iur biaya ini juga sudah diterapkan PT. Askes (Persero) dengan RSUP H. Adam Malik yang dicantumkan dalam perjanjian kerja sama. Iur biaya yang
Universitas Sumatera Utara
33
diberlakukan adalah biaya pelayanan luar paket (pemeriksaan laboratorium di patologi klinik, radiologi, pemeriksaan elektromedik, tindakan medik operatif, ruangan). Perhitungannya berdasarkan selisih tarif pelayanan namun pelaksanaannya bukan murni selisih tarif tapi 50 % dari selisih tarif yang dibebankan ke peserta Askes (Perjanjian kerja sama RS dengan PT. Askes, 2008) Menurut Kotler (1994) bahwa kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya. Kepuasan pengguna jasa pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor (Muninjaya, 2004) antara lain : 1. Pemahaman pengguna jasa tentang jenis pelayanan yang akan diterimanya. Dalam hal ini aspek komunikasi memegang peranan penting karena pelayanan kesehatan adalah high personal contact. 2. Empati (sikap peduli) yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan. Sikap ini akan menyetuh emosi pasien. Faktor ini akan berpengaruh pada tingkat kepatuhan pasien (complience). 3. Biaya (cost). Tingginya biaya pelayanan dapat dianggap sebagai sumber moral hazard bagi pasien dan keluarganya. Sikap kurang peduli (ignorance) pasien dan keluarganya, ”yang penting sembuh” menyebabkan mereka menerima saja jenis perawatan dan teknologi kedokteran yang ditawarkan petugas kesehatan. Akibatnya biaya perawatan menjadi mahal. Informasi terbatas yang dimiliki oleh pihak pasien dan keluarganya tentang perawatan yang diterima dapat menjadi
Universitas Sumatera Utara
34
sumber keluhan pasien. Sistem Asuransi kesehatan akan dapat mengatasi masalah biaya kesehatan. 4. Penampilan fisik (kerapian) petugas, kondisi kebersihan dan kenyamanan ruangan (tangibility). 5. Jaminan keamanan yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan (assurance). Ketepatan jadwal pemeriksaan dan kunjungan dokter termasuk pada faktor ini. 6. Keandalan dan keterampilan (reliability) petugas kesehatan dalam memberikan perawatan. 7. Kecepatan
petugas
memberikan
tanggapan
terhadap
keluhan
pasien
(responsiveness).
2.6. Peneliti Terdahulu Penelitian pengaruh iur biaya pelayanan kesehatan terhadap kepuasan pasien Askes rawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik belum pernah dilaksanakan, terdapat penelitian sejenis yang dilaksanakan di tempat lain seperti yang dilakukan oleh : 1. Didiek Supriyadi (1995), dengan judul “Faktor-faktor yang berhubungan dengan selisih tarif rawat nginap purnawirawan menurut tarif askes dan tarif rumah sakit di Rumah Sakit Kepolisian Pusat tahun 1992”. Penelitian ini merupakan penelitian survey analitik yang dilaksanakan dalam bentuk cross-sectional study. Variabel bebas: Golongan/kepangkatan, Kelengkapan administrasi askes, jenis pelayanan medik dan variable terikat: Selisih tarif perawatan purnawirawan.
Universitas Sumatera Utara
35
Hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa selisih tarif perawatan untuk rawat nginap Purnawirawan berhubungan dengan : 1) Kepangkatan terakhir pasien Purnawirawan yang menentukan akomodasi kelas perawatan, 2) Kelengkapan administrasi, mempengaruhi pembayaran tagihan askes. Sebagai akibat kurangnya atau hilangnya berkas atau bagian berkas tagihan akan berkurang pula jumlah pembayaran tagihan rumah sakit, 3) Jenis pelayanan medik selain dipengaruhi oleh pelayanan paket askes atau non paket juga tergantung kelas perawatan yang membedakan tarif beberapa tindakan. 2. Elly Widiani (2007), dengan judul “Faktor-faktor yang berhubungan dengan kemauan membayar (WTP) iur biaya pelayanan rawat inap peserta Askes wajib di RSUD Salatiga tahun 2006”. Penelitian ini merupakan penelitian eksplanatory research dengan pendekatan cross sectional. Variabel bebas: iur biaya pelayanan akomodasi, iur biaya tindakan pelayanan, iur biaya pelayanan obat dan variable terikat: kemauan membayar. Hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa kemauan membayar peserta Askes wajib yang mendapatkan pelayanan rawat inap di RSUD Salatiga tidak berhubungan dengan karakteristik peserta yang meliputi tingkat pendidikan (p=0,64), pendapatan (p=0,24) dan golongan kepegawaian (p=0,54). Namun ada hubungan yang signifikan antara iur biaya pelayanan akomodasi (p=0,01), iur biaya tindakan pelayanan (p=0,01), iur biaya pelayanan obat (p=0,01) terhadap kemauan membayar iur biaya rawat inap. Untuk persepsi peserta, tidak ada hubungan yang signifikan dengan kemauan membayar pelayanan rawat inap di RSUD Salatiga terhadap persepsi pelayanan
Universitas Sumatera Utara
36
akomodasi (p=0,01), persepsi tindakan pelayanan (p=0,77) dan persepsi pelayanan obat (p=0,90). 3. Hujaipah (2007), dengan judul “Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepuasan peserta PT. Askes terhadap kebijakan iur biaya di pelayanan rawat inap RSU Dr. Agoesdjam Kabupaten Ketapang”. Penelitian ini merupakan penelitian explanatory research dengan pendekatan cross sectional. Variabel bebas: pengetahuan tentang iur biaya, sikap, kepuasan tentang iur biaya dan variable terikat: kebijakan iur biaya. Hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa pengetahuan tentang iur biaya cukup sebanyak 56,5%, sikap tentang iur biaya cukup sebanyak 65,9% dan kepuasan terhadap kebijakan iur biaya yang puas sebanyak 64,7%. Hasil uji hubungan umur, jenis kelamin, pendidikan tidak ada hubungan, sedangkan penghasilan, kelas perawatan, pengetahuan tentang iur biaya dan sikap tentang iur biaya ada hubungan dengan kepuasan peserta PT. Askes terhadap kebijakan iur biaya di pelayanan rawat inap RSU Dr. Agoesdjam Kabupaten Ketapang.
Universitas Sumatera Utara
37
2.7. Kerangka Konsep Berdasarkan tinjauan pustaka dan landasan teori, dirumuskan kerangka konsep penelitian sebagai berikut :
Iur Biaya Pelayanan Kesehatan (X) X1. Iur Biaya Operasi X2. Iur Biaya Pelayanan Laboratorium X3. Iur Biaya Pelayanan Radiologi X4. Iur Biaya Pelayanan Diagnostik Terpadu X5. Iur Biaya Ruangan
Kepuasan Pasien (Y) - Pemahaman - Empati - Biaya - Tangibility - Assurance - Realibility - Responsiveness
Gambar 2.3 : Kerangka Konsep
Bertolak dari konsep pemikiran tersebut, maka yang akan diteliti adalah iur biaya pelayanan kesehatan (iur biaya operasi, iur biaya pelayanan laboratorium, iur biaya pelayanan radiologi, iur biaya pelayanan diagnostik terpadu, iur biaya ruangan) sebagai variabel bebas dan Kepuasan Pasien (pemahaman, empati, biaya, tangibility, assurance, realibility, responsiveness) sebagai variabel terikat.
Universitas Sumatera Utara