8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Asuransi Kesehatan
2.1.1 Pengertian Asuransi Kesehatan Asuransi kesehatan adalah suatu mekanisme pengalihan risiko (sakit) dari risiko perorangan menjadi risiko kelompok dengan harapan beban ekonomi yang harus dipikul oleh masing-masing peserta asuransi akan lebih ringan tetapi mengandung kepastian karena memperoleh jaminan pembiayaan jika jatuh sakit (Muninjaya, 2011). Menurut Asrul Azwar dalam Alamsyah, D. (2011) asuransi adalah suatu upaya untuk memberikan perlindungan terhadap kemungkinan-kemungkinan yang dapat mengakibatkan kerugian ekonomi. Asuransi juga diartikan suatu perjanjian dimana sipenanggung dengan menerima suatu premi mengikatkan dirinya untuk memberi ganti rugi kepada tertanggung jawab yang mungkin diderita karena terjadinya suatu peristiwa yang mengandung ketidakpastian dan yang akan mengakibatkan kehilangan, kerugian atau kehilangan suatu keuntungan. Menurut Basuki dalam Alamsyah, D. (2011) asuransi kesehatan adalah salah satu bentuk asuransi yang dirancang untuk meringankan beban keuangan karena perubahan dari kesehatannya. Jadi dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa asuransi kesehatan merupakan suatu alat yang dapat membantu masyarakat agar tetap dapat
8
9
melakukan pemeliharaan kesehatan tanpa harus terbebani dengan masalah ekonomi dan keuangan.
2.1.2
Bentuk Pokok Asuransi
Asuransi kesehatan secara klasik dapat dibagi menjadi tiga pihak yang saling mempengaruhi dan berhubungan. Ketiga yang dimaksud adalah sebagai berikut: a. Peserta Peserta ialah mereka yang terdaftar sebagai anggota, membayar iuran sejumlah premi dengan mekanisme atau aturan-aturan tertentu dikarenakan mendapat tanggungan biaya kesehatan. b. Badan asuransi Badan asuransi adalah yang bertanggung jawab mengumpulkan dan mengelola iuran serta pembayaran biaya kesehatan yang dibutuhkan peserta. c. Penyediaan pelayanan Penyediaan pelayanan adalah yang bertanggung jawab menyediakan pelayanan kesehatan bagi peserta dan untuk mendapatkan imbal jasa dari badan asuransi.
2.1.3 Jenis Asuransi Kesehatan Ditinjau dari pengelolaan dana, asuransi kesehatan dibedakan atas ciri-ciri khusus yang dimilikinya (Alamsyah, D. 2011), yaitu sebagai berikut: a. Asuransi kesehatan pemerintah Pemerintah ikut serta dalam pembiayaan kesehatan akan didapat keuntungan. Misalnya
biaya
kesehatan
dapat
diawasi,
pelayanan
kesehatan
dapat
10
distandarisasi. Disamping keuntungan pasti ada kekurangan dari asuransi kesehatan pemerintah yaitu berkaitan dengan mutu pelayanan kesehatan kurang sempurna. b. Asuransi kesehatan swasta Swasta diberikan kepercayaan untuk pengelolaan dana pembiayaan kesehatan. Asuransi yang diselenggarakan oleh swasta memiliki keuntungan dan kerugian. Keuntungannya ialah mutu pelayanan relatif lebih baik, sedangkan kerugiannya ialah sulit mengawasi biaya kesehatan yang akhirnya dapat memberatkan pemakai jasa layanan kesehatan.
2.2
Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM)
2.2.1 Pengertian Berdasarkan pedoman penyelenggaraan program JKBM, Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) adalah jaminan kesehatan yang diberikan kepada seluruh masyarakat Bali yang belum memiliki jaminan kesehatan seperti Askes, Jamsostek, Asabri, Askeskin/Jamkesmas atau jaminan kesehatan lainnya sehingga masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal.
2.2.2 Tujuan dan Sasaran Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM). Tujuan umum diselenggarakannya program ini adalah meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat Bali agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien. Sedangkan tujuan
11
khususnya adalah meningkatkan cakupan masyarakat Bali yang mendapat pelayanan kesehatan di Puskesmas serta jaringannya dan di rumah sakit, meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi seluruh masyarakat Bali serta terselenggaranya pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel. Sasaran program JKBM adalah penduduk Bali yang sudah terdaftar dan memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) Bali, memiliki Kartu Keluarga dan surat keterangan belum memiliki jaminan kesehatan
seperti Askes, Jamsostek, Asabri,
Askeskin/Jamkesmas atau jaminan kesehatan lainnya (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2012).
2.2.3 Syarat Mendapatkan Pelayanan JKBM Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan JKBM maka terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain : a.
Pelayanan kesehatan di Puskesmas
1)
Bagi penduduk Bali yang berumur 17 tahun keatas dan sudah terdaftar sebagai peserta JKBM menyerahkan kartu Elektonik JKBM (E-JKBM).
2)
Bagi penduduk Bali yang berumur 17 tahun keatas tetapi belum terdaftar sebagai peserta JKBM menyerahkan fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) Bali.
3)
Bagi penduduk Bali yang berumur dibawah 17 tahun menyerahkan fotocopy Kartu Keluarga dan KTP Bali (kepala keluarga).
12
4)
Khusus penduduk Bali yang mengalami kelainan jiwa dan tidak memiliki KTP/KK, identitas peserta dapat menggunakan surat keterangan dari Kelian banjar/Kepala lingkungan/Kepala Desa.
5)
Bayi yang dilahirkan dari keluarga peserta JKBM sampai berumur kurang dari satu tahun langsung menjadi peserta baru dengan menunjukkan KTP orang tuanya dan melampirkan surat keterangan kelahiran dan kartu keluarga orang tuanya.
b.
Pelayanan kesehatan di rumah sakit
1)
Surat rujukan dari puskesmas :
a)
Surat rujukan berlaku satu bulan untuk kasus kronis tertentu yang memerlukan perawatan berkelanjutan dalam waktu lama seperti Diabetes Militus (DM), hipertensi, PPOK dan lain-lain.
b)
Surat rujukan berlaku tiga bulan untuk kasus gangguan jiwa.
c)
Rujukan pasien antar rumah sakit dan rujukan antar daerah dilengkapi surat rujukan dari rumah sakit yang merujuk dan fotocopy identitas pasien JKBM.
2)
Surat keterangan tidak sedang memiliki jaminan kesehatan seperti Askes, Jamsostek, Asabri, Askeskin/Jamkesmas atau jaminan kesehatan lainnya dari Kelurahan/Kepala Desa.
2.2.4 Pelayanan yang Diperoleh dengan Menggunakan JKBM Pelayanan yang diperoleh peserta JKBM adalah sebagai berikut. a.
Pelayanan kesehatan di Puskesmas dan jaringan.
1) Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP), dilaksanakan pada Puskesmas dan
13
jaringannya baik dalam maupun luar gedung meliputi pelayanan : a) Pemeriksaan dan pengobatan oleh dokter umum. b) Pemeriksaan dan pengobatan oleh dokter spesialis. c) Tindakan medis kecil termasuk cuci luka, rawat luka dan jahit luka. d) Penunjang diagnostik sederhana. e) Pemeriksaan dan pengobatan gigi, termasuk cabut/tambal. 2) Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP), dilaksanakan pada Puskesmas perawatan meliputi pelayanan : a) Perawatan dan akomodasi rawat inap. b) Konsultasi medis. c) Visite dokter spesialis. d) Pemeriksaan fisik dan penyuluhan. e) Tindakan medis kecil termasuk cuci luka, rawat luka dan jahit luka. f) Penunjang diagnostik sederhana. g) Pemberian obat. b. Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit. 1) Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL), dilaksanakan pada Puskesmas yang menyediakan pelayanan spesialistik, poliklinik spesialistik rumah sakit pemerintah yang merupakan jejaring JKBM, meliputi : a) Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan oleh dokter spesialis/umum. b) Rehabilitasi medik. c) Penunjang diagnostik : laboratorium klinik, radiologi dan elektromedik.
14
d) Tindakan medis kecil-sedang. e) Pemeriksaan dan pengobatan gigi tingkat lanjutan. f) Pemberian obat sesuai formularium obat JKBM. g) Pelayanan darah. 2) Rawat inap Tingkat Lanjutan (RITL), dilaksanakan pada ruang perawatan kelas III rumah sakit pemerintah meliputi : a) Akomodasi rawat inap pada kelas III. b) Konsultasi medis,pemeriksaan fisik. c) Penunjang diagnostik: patologi klinik, patologi anatomi, laboratorium mikro patologi, patologi radiologi dan elektromedik. d) Tindakan medis kecil. e) Operasi kecil, sedang dan besar sesuai dengan kompetensinya. f) Pelayanan rehabilitasi medis. g) Perawatan intensif (ICU, ICCU, PICU, NICU, PACU). h) Pemberian obat sesuai formularium obat JKBM. i) Pelayanan darah. j) Bahan dan alat kesehatan habis pakai. k) Pelayanan hemodialisa (HD) sesuai indikasi medis dan kebutuhan pasien. 3) Pelayanan gawat darurat (emergency). 4) Pelayanan yang dibatasi (Limitation) pada program JKBM adalah : a) Kacamata diberikan pada kasus gangguan refraksi dengan lensa koreksi minimal +1/-1 dengan nilai maksimal Rp. 200.000,- berdasarkan resep dokter.
15
b) Intra Ocular Lens (IOL) diberi penggantian sesuai resep dari dokter spesialis mata, dengan nilai maksimal Rp. 300.000,- untuk operasi katarak SICS, maksimal Rp. 1.000.000,- untuk operasi katarak dengan metode Phaeco dan bola mata palsu penggantian maksimal Rp. 400.000,-. c) Kacamata, IOL dan bola mata palsu, disediakan oleh rumah sakit bekerjasama dengan pihak-pihak lain. d) Transportasi untuk kasus rujukan pasien emergency dari Nusa Penida ke rumah sakit (pemanfaatan lebih rinci diatur dalam peraturan Kabupaten Klungkung), dan transportasi dokter spesialis ke Nusa Penida. 5) Pelayanan yang tidak dijamin (Exclusion) yaitu sebagai berikut : a) Pelayanan yang tidak sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku. b) Bahan, alat dan tindakan yang bertujuan untuk kosmetika. c) General check up. d) Rangkaian alat gigi tiruan. e) Operasi jantung. f) Pengobatan alternatif, pengobatan tradisional dan pengobatan lain yang belum terbukti secara ilmiah. g) Rangkaian pemeriksaan, pengobatan dan tindakan dalam upaya mendapatkan keturunan, termasuk bayi tabung dan pengobatan impotensi. h) Pelayanan kesehatan pada masa tanggap darurat bencana alam. i) Pelayanan kesehatan yang diberikan pada kegiatan bakti sosial. j) pelayanan kesehatan canggih (kedokteran nuklir, transplantasi organ). k) Ketergantungan obat-obatan.
16
l) Obat di luar formularium obat program JKBM. m) Sirkumsisi. n) Anti Retro Viral (ARV). o) Kelainan bawaan: penyakit jantung bawaan, down syndrome, bibir sumbing. p) Biaya transportasi rujukan. q) Biaya autopsi atau biaya visum. r) Kemoterapi dan radioterapi. s) Kecelakaan lalu lintas. t) Percobaan bunuh diri. u) Penyakit akibat konsumsi alkohol/miras.
2.3
Puskesmas
2.3.1 Pengertian Pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota
yang
bertanggungjawab
menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja (Depkes, 2004). Menurut Alamsyah, D dan Muliawati, R (2013) Puskesmas merupakan unit teknis pelayanan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pembangunan kesehatan disatu atau sebagian wilayah kecamatan yang mempunyai fungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan masyarakat, pusat pemberdayaan masyarakat, dan pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama dalam rangka pencapaian pembangunan bidang kesehatan.
17
2.3.2 Visi/Misi Puskesmas a.
Visi Puskesmas
Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah tercapainya kecamatan sehat menuju terwujudnya Indonesia sehat. Kecamatan sehat adalah gambaran masyarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Depkes, 2004). b.
Misi Puskesmas
Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional (Depkes, 2004) seperti : 1)
Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya.
Puskesmas
akan
selalu
menggerakkan
pembangunan
sektor
lain
yang
diselenggarakan di wilayah kerjanya agar memperhatikan aspek kesehatan, yaitu pembangunan yang tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan, setidak-tidaknya terhadap lingkungan dan perilaku masyarakat. 2)
Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah kerjanya.
Puskesmas akan selalu berupaya agar setiap keluarga dan masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya makin berdaya di bidang kesehatan melalui
18
peningkatan pengetahuan dan kemampuan menuju kemandirian untuk hidup sehat. 3)
Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.
Puskesmas akan selalu berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar dan memuaskan masyarakat, mengupayakan pemerataan pelayanan kesehatan serta meningkatkan efisiensi pengelolaan dana sehingga dapat dijangkau oleh seluruh anggota masyarakat. 4)
Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya.
Puskesmas akan selalu berupaya memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat yang berkunjung dan bertempat tinggal di wilayah kerjanya tanpa diskriminasi dan dengan menerapkan kemajuan ilmu dan teknologi kesehatan yang sesuai. Upaya pemeliharaan dan peningkatan yang dilakukan Puskesmas mencakup pula aspek lingkungan dari yang bersangkutan.
2.3.3 Tujuan Puskesmas. Tujuan pembangunan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Depkes, 2004).
19
2.3.4 Fungsi Puskesmas. a.
Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan.
Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan. Upaya yang dilakukan Puskesmas adalah mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. b.
Pusat pemberdayaan masyarakat.
Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif
dalam
memperjuangkan
kepentingan
kesehatan
termasuk
sumber
pembiayaannya serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan. c.
Pusat pelayanan kesehatan strata pertama.
Puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan, meliputi : 1)
Pelayanan kesehatan perorangan.
Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat pribadi dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan perorangan tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan
20
perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk Puskesmas tertentu ditambah dengan rawat inap. 2)
Pelayanan kesehatan masyarakat.
Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat publik dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat tersebut antara lain promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa masyarakat serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya.
2.4
Kualitas Pelayanan
2.4.1 Pengertian Kualitas Pengertian kualitas selalu berkembang sesuai dengan perkembangan teknologi, tuntutan pelanggan serta keberadaan pesaing. Crosby dalam Supriyanto (2005) mengatakan definisi kualitas adalah kesesuaian terhadap persyaratan dari pelanggan (conformance to requirement of the customer) dengan penampilan tanpa cacat (Zero defect). Kualitas produk dan jasa didefinisikan sebagai keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa yang dihasilkan dari pemasaran, rekayasa, produksi dan pemeliharaan yang membuat produk dan jasa tersebut dapat digunakan memenuhi harapan pelanggan atau konsumen (Wijaya, T. 2011). Dalam definisi strategis dinyatakan bahwa kualitas adalah segala sesuatu yang
21
mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of customers) (Sinambela, dkk, 2010). Berdasarkan pengertian kualitas, baik yang konvensional maupun yang strategis oleh Gaspersz dalam Sinambela, dkk, (2010) mengemukakan bahwa pada dasarnya kualitas mengacu kepada pengertian pokok yaitu kualitas terdiri atas sejumlah keistimewaan produk, baik keistimewaan langsung, maupun keistimewaan atraktif yang memenuhi keinginan pelanggan dan memberikan kepuasan atas penggunaan produk serta kualitas terdiri atas segala sesuatu yang bebas dari kekurangan atau kerusakan. Kualitas oleh banyak pakar diartikan dalam satu frase, diantaranya W.E Deming menyebutnya, perbaikan berkesinambungan (continous improvement); Joseph M. Juran, menyebutnya sebagai cocok untuk digunakan (fit for use); Philip Crosby, mengartikan kesesuaian dengan persyaratan. Selain itu Kaoru Ishikawa, mengartikan dalam bentu kalimat, yaitu produk yang paling ekonomis, paling berguna dan selalu memuaskan pelanggan. Selanjutnya JW Cortado, menyebutnya pula dalam satu frase, yaitu saat kejujuran (the moment of truth), atau kualitas diciptakan pada saat pelaksanaan (Sinambela, dkk, 2010). Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa kualitas sebuah produk atau jasa tidak bisa dinilai dari satu sisi saja melainkan harus dinilai dari segala perspektif, baik dari pelanggan maupun provider, juga mulai dari input sampai pada outcome, serta dampaknya untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
22
2.4.2 Kualitas Pelayanan Kesehatan Kualitas pelayanan kesehatan dapat dikatakan sebagai produk akhir dari interaksi dan ketergantungan yang rumit antara berbagai komponen sebagai suatu sistem yang menurut Donabedian dalam Supriyanto (2005) membedakan atas komponen struktur, proses, dan outcome. Struktur adalah sarana fisik, perlengkapan dan peralatan, organisasi dan manajemen, keuangan, SDM dan sumber daya lainnya. Asumsinya bila struktur baik, lebih besar kemungkinannya kualitas pelayanan kesehatan juga baik. Struktur dapat diukur dari beberapa hal antara lain kewajarannya, kuantitasnya, biayanya, serta kualitas dari komponen struktur itu sendiri. Proses adalah semua kegiatan yang dilaksanakan secara professional oleh tenaga yang ada serta interaksinya dengan pasien, yang meliputi penilaian tentang pasien, penegakan diagnosis, rencana pengobatan, indikasi tindakan dan sebagainya. Penilaian tentang proses adalah evaluasi terhadap profesi kesehatan dalam mengelola pasien dan derajat kepatuhan tenaga profesi terhadap standar yang diakui oleh masing-masing profesi. Diasumsikan semakin patuh tenaga professional terhadap standar, akan semakin baik pula kualitas pelayanan terhadap pasien. Outcome adalah hasil akhir kegiatan terhadap pasien dalam arti perubahan derajat kesehatan dan kepuasannya baik positif maupun negatif. Outcome ini dapat membawa dampak jangka pendek maupun dampak jangka panjang. Dengan demikian, bila dilihat dari keterkaitan antara kualitas dengan struktur, proses, dan outcome dapat dikatakan bahwa mutu pelayanan kesehatan sebagian
23
besar tergantung dari mutu struktur dan proses.
2.4.3 Dimensi Kualitas Layanan (SERVQUAL) Konsep kualitas layanan merupakan faktor penilaian yang merefleksikan persepsi konsumen terhadap dimensi spesifik dari kinerja layanan. Menurut Parasuraman, dkk. (1998) dalam Lupiyoadi, R. (2013) terdapat lima dimensi SERVQUAL sebagai berikut: a.
Berwujud (tangible), yaitu kemampuan dalam menunjukkan eksistensinya
kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik yang dapat diandalkan dan keadaan lingkungan sekitarnya merupakan bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Hal ini meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang, fasilitas fisik, dan lain-lain), teknologi (peralatan dan perlengkapan yang digunakan), serta penampilan pegawainya. b.
Kehandalan (reliability), yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan
sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi. c.
Ketanggapan (responsiveness), yaitu suatu kebijakan untuk membantu dan
memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan pelanggan menunggu menciptakan persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan. d.
Jaminan dan kepastian (assurance), yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan
24
kemampuan para pegawai untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Hal ini meliputi beberapa komponen antara lain komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence), dan sopan santun (courtesy). e.
Empati (empathy), yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat
individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan mereka. Hal ini mengharapkan bahwa suatu perusahaan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan. Dimensi kualitas tersebut berpengaruh pada harapan pelanggan dan kenyataan yang mereka terima. Jika kenyataannya pelanggan menerima pelayanan melebihi harapannya, maka pelanggan akan mengatakan pelayanannya berkualitas dan jika kenyataannya pelanggan menerima pelayanan kurang atau sama dari harapannya, maka pelanggan akan mengatakan pelayanannya tidak berkualitas.
2.5
Kepuasan
2.5.1 Pengertian Kepuasan Kata “kepuasan atau satisfaction” berasal dari bahasa latin “satis” (artinya cukup baik, memadai) dan “facio” (melakukan atau membuat). Secara sederhana kepuasan dapat diartikan sebagai “upaya pemenuhan sesuatu” atau “membuat sesuatu memadai” (Tjiptono, F. 2006).
25
Kepuasan dapat diartikan sebagai perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan kinerja (hasil) produk yang dipikirkan terhadap kinerja (hasil) yang diharapkan. Jika kinerja berada dibawah harapan, pelanggan tidak puas dan sebaliknya jika kinerja memenuhi harapan, pelanggan akan puas. Jika kinerja melebihi harapan, pelanggan amat puas atau senang (Kotler, P. dan Keller, K. L. 2007). Menurut Oliver dalam Diana (2008) kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang (pelanggan) setelah membandingkan antara kinerja atau hasil yang dirasakan (pelayanan yang diterima dan dirasakan) dengan yang diharapkannya. Pelayanan diharapkan membuat pelanggan merasa puas (customer satisfaction) adalah dengan memberikan kepada pelanggan apa yang betul-betul mereka butuhkan dan inginkan, bukan memberikan apa yang kita pikirkan dibutuhkan oleh mereka. Jadi tingkat kepuasan adalah merupakan fungsi dari perbedaan antara pelayanan yang dirasakan dengan harapan. Apabila pelayanan petugas puskesmas sesuai dengan harapan maka pasien akan puas. Harapan pasien dapat dibentuk oleh pengalaman masa lampau, komentar dari kerabatnya, serta janji dan informasi yang sering terdengar di masyarakat. Disamping hal tersebut diatas menurut Muninjaya (2004), kepuasan pasien dipengaruhi oleh komunikasi antara pemberi dan pengguna pelayanan, sikap peduli petugas, informasi yang terbatas tentang jenis perawatan atau pengobatan yang diterima, biaya jasa pelayanan kesehatan, penampilan fisik baik petugas kesehatan, kebersihan dan kenyamanan ruangan, jaminan keamanan, ketepatan
26
jadwal pemeriksaan, keandalan dan keterampilan petugas kesehatan, serta kecepatan petugas menanggapi keluhan pasien. Untuk meningkatkan kepuasan pelayanan terhadap pasien, pelayanan kesehatan milik pemerintah harus menciptakan dan mengelola suatu sistem agar masyarakat mau datang memanfaatkan fasilitas tersebut dalam memperoleh pelayanan kesehatan. Pasien baru akan merasa puas apabila kinerja pelayanan yang diperoleh sama atau melebihi dari apa yang menjadi harapannya dan sebaliknya, ketidakpuasan akan timbul atau perasaan kecewa akan terjadi apabila kinerja pelayanan yang diperolehnya tidak sesuai dengan harapannya.
2.5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Menurut
Irawan,
H.
(2002),
menyebutkan
bahwa
faktor-faktor
yang
mempengaruhi kepuasan dari klien yaitu: a. Kualitas produk Pasien akan merasa puas apabila hasil evaluasi menunjukkan bahwa produk yang mereka dapatkan berkualitas. Beberapa dimensi yang berpengaruh dalam membentuk kualitas produk adalah performance, reliability, conformance, durability, feature dan lain-lain. b. Kualitas pelayanan Komponen pembentuk kepuasan pelanggan ini terutama untuk industri jasa. Pelanggan akan merasa puas apabila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan.
27
c. Faktor emosional Klien akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain akan kagum terhadap dia apabila menggunakan produk dari tempat yang sudah ternama dan terkenal. Hal seperti itu akan cenderung membawa pada tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Kepuasannya bukan karena kualitas dari produk tersebut tetapi self system atau social value yang membuat klien menjadi puas terhadap tempat dimana klien mendapatkan pelayanan. d. Harga Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga yang relatif murah akan memberikan value yang lebih tinggi kepada klien. Jelas bahwa faktor harga juga merupakan faktor yang penting bagi klien untuk mengevaluasi tingkat kepuasan. e. Biaya dan kemudahan untuk mendapatkan produk atau suatu jasa Klien yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa akan cenderung puas terhadap produk atau jasa tersebut.
2.5.3 Metode Mengukur Kepuasan Menurut Kotler dalam Tjiptono, F. (2006) ada empat metode yang banyak digunakan untuk mengukur kepuasan kepuasan pelanggan, antara lain:
28
a. Sistem keluhan dan saran. Dengan penyediaan kotak saran, hotline service, dan lain-lain untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada pasien atau pelanggan untuk menyampaikan keluhan, saran, komentar, dan pendapat mereka. b. Ghost shopping (pembelanja misterius). Metode ini, organisasi pelayanan kesehatan mempekerjakan beberapa orang atau (ghost shopper) untuk berperan atau bersikap sebagai pasien/pembeli potensial produk/pelayanan melaporkan
organisasi
temuannya
pelayanan
sehingga
dapat
kesehatan
lain
dijadikan
yang
kemudian
pertimbangan
dalam
pengambilan keputusan organisasinya. c. Lost customer analysis (analisis pelanggan yang hilang) Organisasi pelayanan kesehatan menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli atau telah beralih ke organisasi pelayanan kesehatan lain agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan perbaikan/penyempurnaan selanjutnya. d. Survei kepuasan pelanggan. Untuk mengetahui kepuasan pelanggan para pemasar juga dapat melakukan berbagai penelitian atau survei mengenai kepuasan pelanggan misalnya melalui kuesioner, telepon, pos, ataupun wawancara langsung. Tidak ada ukuran terbaik mengenai kepuasan pelanggan yang disepakati secara universal. Namun ditengah beragamnya cara pengukuran kepuasan pelanggan, terdapat kesamaan paling tidak dalam enam konsep inti mengenai objek pengukuran menurut Tjiptono, F. (2006) sebagai berikut:
29
a. Kepuasan pelanggan keseluruhan (overall customer satisfaction). Cara yang paling sederhana untuk mengukur kepuasan pelanggan adalah menanyakan secara langsung kepada pelanggan seberapa puas mereka dengan produk atau jasa spesifik tertentu. Biasanya ada dua bagian dalam proses pengukurannya yaitu mengukur tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk atau jasa perusahaan bersangkutan serta menilai dan membandingkan dengan tingkat kepuasan pelanggan keseluruhan terhadap produk atau jasa para pesaing. b. Dimensi kepuasan pelanggan. Berbagai penelitian memilah kepuasan pelanggan ke dalam komponenkomponennya. Proses semacam ini terdiri dari empat langkah, yaitu mengidentifikasi dimensi-dimensi kunci kepuasan pelanggan, meminta pelanggan menilai produk atau jasa perusahaan berdasarkan ciri spesifik, seperti kecepatan layanan, fasilitas layanan, keramahan staf layanan, meminta pelanggan menilai produk atau jasa pesaing berdasarkan item-item spesifik yang sama, dan meminta para pelanggan untuk menentukan dimensi yang menurut mereka paling penting dalam menilai kepuasan pelanggan keseluruhan. c. Konfirmasi harapan (confirmation of expectation). Dalam konsep ini kepuasan tidak dinilai secara langsung, namun disimpulkan berdasarkan kesesuaian atau ketidaksesuaian antara harapan pelanggan dengan kenyataan yang diterima pelanggan pada sejumlah atribut atau dimensi penting. d. Minat pembelian ulang (repurchase intent). Kepuasan pelanggan diukur secara behavioral dengan jalan menanyakan apakah pelanggan akan berbelanja atau menggunakan jasa perusahaan lagi.
30
e. Kesediaan untuk merekomendasikan (willingness to recommend). Dalam kasus pembelian ulangnya relatif lama atau bahkan hanya terjadi satu kali pembelian saja, kesediaan pelanggan untuk merekomendasikan produk atau jasa kepada teman atau keluarganya menjadi ukuran yang penting untuk dianalisis dan ditindaklanjuti. f. Ketidakpuasan pelanggan (customer dissatisfaction). Berbagai macam aspek yang sering ditelaah guna mengetahui ketidakpuasan pelanggan meliputi komplain, pengembalian produk, biaya garansi, penarikan kembali produk dari pasar, word of mouth negatif, konsumen yang beralih ke pesaing (defection).
2.5.4 Pengukuran kepuasan Meskipun timbul banyak kesulitan dalam mengukur kepuasan namun pada prinsipnya tingkat kepuasan dapat diukur. Menurut Supranto dalam Sugiarthama (2012) ada tiga faktor yang menentukan pengukuran kepuasan, yaitu: a.
Pilihan tentang ukuran kerja yang tepat.
Dalam pemilihan ukuran kinerja dapat dipakai format tipe Likert. Format ini dirancang untuk memungkinkan pasien dapat menjawab dalam berbagai tingkatan. Pada ujung sebelah kiri (dengan angka rendah) menggambarkan suatu jawaban yang negatif sedangkan ujung yang kanan (dengan angka besar) menggambarkan yang positif. Contoh: 1)
Jawaban Sangat Tidak Puas dengan lambang STP dengan skor 1.
31
2)
Jawaban Tidak Puas dengan lambang TP dengan skor 2.
3)
Jawaban Puas dengan lambang P dengan skor 3.
4)
Jawaban Sangat Puas dengan lambang SP dengan skor 4.
Butir-butir kepuasan merupakan butir-butir yang bersifat menjelaskan atau menerangkan yang mencerminkan aspek khusus tentang kebaikan atau kejelasan dari pelayanan. Maka skala jawaban harus mencerminkan apakah butir-butir kepuasan benar-benar sudah menguraikan atau mewakili pelayanan yang diberikan. Pasien akan menjawab setiap butir pertanyaan berdasarkan berapa baiknya butir tertentu menggambarkan pelayanan yang telah diterimanya. b.
Proses pengukuran secara normatif.
Proses pengukuran dimulai dari penentuan siapa yang menjadi pasien, kemudian dipantau dari tingkat kualitas yang diinginkan dan pada akhirnya dibuat formulasi strategi. Disini dianalisis bagaimana posisi swasta dan kemampuan Puskesmas, artinya apakah manajemen Puskesmas sudah memperhatikan hal-hal yang dianggap penting oleh pasien sehingga dapat memberikan pelayanan yang memuaskan. c.
Butir-butir pertanyaan yang digunakan untuk menciptakan suatu indikator.
Menurut Supranto dalam Sugiarthama (2012) butir-butir kepuasan pasien terdiri dari 18 item, yaitu: 1)
Kebersihan, kerapian dan kenyamanan ruangan.
2)
Penataan eksterior dan interior ruangan.
3)
Kelengkapan, kesiapan dan kebersihan alat-alat yang dipakai.
4)
Kerapian dan kebersihan penampilan petugas.
32
5)
Prosedur penerimaan pasien yang cepat dan tepat.
6)
Pelayanan pemeriksaan, pemasangan dan perawatan yang cepat dan tepat.
7)
Jadwal pelayanan dijalankan dengan tepat.
8)
Prosedur pelayanan tidak berbelit-belit.
9)
Kemampuan petugas untuk cepat tanggap dalam menyelesaikan keluhan pasien.
10) Petugas memberikan informasi yang jelas dan mudah dimengerti. 11) Tindakan cepat pada saat pasien membutuhkan. 12) Pengetahuan dan kemampuan petugas dalam memberikan pelayanan. 13) Keterampilan petugas dalam bekerja. 14) Pelayanan yang sopan dan ramah. 15) Jaminan keamanan dan kepercayaan terhadap pelayanan. 16) Memberikan perhatian secara khusus kepada setiap pasien. 17) Perhatian terhadap keluhan pasien dan keluarganya. 18) Pelayanan kepada semua pasien tanpa memandang status sosial dan lain-lain. Kedelapan belas indikator diatas kemudian dinilai oleh responden dengan menggunakan empat skala Likert berdasarkan pengalaman pelayanan yang pernah diterimanya. Disamping hal tersebut diatas, dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) unit pelayanan instansi pemerintah menyebutkan bahwa Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) adalah data dan informasi tentang tingkat kepuasan masyarakat yang diperoleh dari hasil
33
pengukuran secara kuantitatif dan kualitatif atas pendapat masyarakat dalam memperoleh pelayanan dari aparatur penyelenggara pelayanan publik dan membandingkan antara harapan dan kebutuhannya. Ruang lingkup pedoman umum ini diterapkan terhadap seluruh unit pelayanan instansi pemerintah pusat dan daerah sebagai instrumen penilaian dan evaluasi kinerja pelayanan publik di lingkungan instansi masing-masing. Manfaat dengan tersedianya data IKM adalah sebagai berikut: a.
Diketahui kelemahan atau kekurangan dari masing-masing unsur dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
b.
Diketahui kinerja penyelenggaraan pelayanan yang telah dilaksanakan oleh unit pelayanan publik secara periodik.
c.
Sebagai bahan penetapan kebijakan yang perlu diambil dan upaya yang perlu dilakukan.
d.
Diketahui indeks kepuasan masyarakat secara menyeluruh terhadap hasil pelaksanaan pelayanan publik pada lingkup pemerintah pusat dan daerah.
e.
Memacu persaingan positif, antar unit penyelenggara pelayanan pada lingkup Pemerintah Pusat dan Daerah dalam upaya peningkatan kinerja pelayanan.
f.
Bagi masyarakat dapat diketahui gambaran tentang kinerja unit pelayanan.
Berdasarkan
prinsip
pelayanan
sebagaimana
telah
ditetapkan
dalam
KEPMENPAN NO. KEP/25/M.PAN/2/2004 yang kemudian dikembangkan menjadi 14 unsur yang “relevan”, “valid” dan “reliabel” sebagai unsur minimal yang harus ada untuk dasar pengukuran indeks kepuasan masyarakat adalah sebagai berikut:
34
a.
Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan.
b.
Persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya.
c.
Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang diberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan tanggung jawabnya).
d.
Kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku.
e.
Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan.
f.
Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan keterampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan/menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat.
g.
Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan.
h.
Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani.
i.
Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling menghargai dan menghormati.
35
j.
Kewajaran biaya pelayanan yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap besarnya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan.
k.
Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan.
l.
Kepastian jadwal pelayanan yaitu pelaksanaan waktu pelayanan, sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
m. Kenyamanan lingkungan yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan. n.
Keamanan pelayanan yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap risikorisiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan.