perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Kerangka Teori a. Tinjauan Umum tentang Komstruksi Hukum Metode penemuan hukum oleh hakim dapat dilakukan dalam dua bentuk sebagai berikut : a. intepretasi hukum, yaitu penafsiran perkataan dalam Undang- Undang, tetapi tetap berpegang teguh pada kata- kata/ bunyi peraturannya. b. konstruksi hukum, yaitu penalaran logis untuk mengembangkan suatu ketentuan dalam undang- undang yang tidak lagi berpegang pada katakatanya, tetapi tetap harus memperhatikan hukum sebagai suatu system ( Marwan Mas, 2011: ) b. Tinjauan Umum tentang Pembuktian 1) Pengertian Pembuktian Pembuktian
adalah
ketentuan-ketentuan
yang
berisi
penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undangundang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang dan yang boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan. Hukum pembuktian adalah keseluruhan aturan hukum atau peraturan undang-undang mengenai kegiatan untuk rekonstruksi suatu kenyataan yang benar dari setiap
17
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kejadian masa lalu yang relevan dengan persangkaan terhadap orang yang diduga melakukan perbuatan pidana dan pengesahan setiap sarana bukti
menurut ketentuan hukum
yang berlaku untuk
kepentingan peradilan dalam perkara pidana. (Bambang Poernomo, 1986 : hal. 38) Untuk membuktikan bersalah atau tidaknya seorang terdakwa haruslah melalui pemeriksaan di sidang pengadilan. Dalam hal pembuktian ini hakim perlu memperhatikan kepentingan masyarakat, yaitu bahwa seseorang yang telah melanggar ketentuan pidana (KUHP) atau undang-undang pidana lainnya harus mendapat hukuman yang setimpal dengan kesalahannya. Pembuktian dalam perkara pidana berbeda dengan pembuktian dalam perkara perdata. Pembuktian dalam hukum acara pidana itu : a. Bertujuan mencari kebenaran materiil, yaitu kebenaran sejati atau yang sesungguhnya b. Hakimnya bersifat aktif. Hakim berkewajiban untuk mendapatkan bukti yang cukup untuk membuktikan tuduhan kepada tertuduh c. Alat buktinya bisa berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa. Pasal 6 Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009, tentang Kekuasaan Kehakiman, dengan tegas menyatakan bahwa: a. Tiada seorang juapun dapat dihadapkan di depan pengadilan, selain daripada yang ditentukan baginya oleh undang-undang.
18
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Tiada seorang juapun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan karena alat-alat pembuktian yang sah menurut undangundang,
mendapat
keyakinan
bahwa
seseorang
dianggap
bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang dituduhkan atas dirinya. Berdasarkan pasal ini bertujuan untuk menjamin terlaksananya hak asasi manusia. Setiap orang yang ditangkap, ditahan, atau dihadapkan di depan sidang pengadilan wajib dianggap tidak bersalah, selama belum ada kekuatan hukum yang tetap. Asas ini disebut asas praduga tak bersalah yang mewajibkan semua pihak untuk tidak mendahului
putusan
pengadilan
untuk
menyatakan
kesalahan
seseorang. Sedangkan ketentuan Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, dinyatakan bahwa :
putusan,
juga
memuat
pasal
tertentu
dari
peraturan
perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum
Berdasarkan Pasal 50 ayat (1) tersebut, maka dalam membuat suatu keputusan, hakim harus mempunyai alasan dan dasar putusan serta juga harus memuat pasal peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum yang dijadikan dasar untuk mengadili.
19
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Arti pembuktian ditinjau dari segi hukum acara pidana antara lain: a. Ketentuan yang membatasi sidang pengadilan dalam usaha mencari dan mempertahankan kebenaran. Baik hakim, penuntut umum, penasehat hukum, atau terdakwa harus terikat pada ketentuan tata cara dan penilaian alat-alat bukti yang ditentukan undang-undang. Jika majelis hakim hendak meletakan kebenaran yang ditemukan dalam putusan yang akan dijatuhkan, kebenaran itu harus diuji dengan alat bukti, dengan cara dan dengan kekuatan pembuktian yang melekat pada setiap alat bukti yang ditemukan. b. sehubungan dengan penilaian di atas, majelis hakim dalam mencari dan meletakkan kebenaran, harus berdasarkan alat-alat bukti yang telah ditentukan undang-undang secara limitatif sebagimana disebutkan dalam Pasal 184 KUHAP. Arti pembuktian ditinjau dari segi hukum acara pidana merupakan ketentuan yang membatasi sidang pengadilan dalam usaha mencari dan mempertahankan kebenaran. Hakim, jaksa, dan terdakwa ataupun penasehat hukum semua terikat dalam ketentuan mengenai tata cara dan penilaian alat bukti yang telah ditentukan. Karena sesuai dengan aturan kalau semua tata cara dalam beracara di acara pidana diatur seluruhnya dalam KUHAP, dan tidak boleh menyimpanginya. Mencari suatu pembuktian dalam pemecahan permasalahan dapat menyangkut berbagai hal yang menjadi alat ukur dalam
20
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menyelenggarakan pembuktian. Adapun alat bukti tersebut ( Rusli, 2007 : 186 ) antara lain adalah : 1. Bewijsgronden; Yaitu dasar-dasar atau prinsip-prinsip pembuktian yang tersimpul dalam pertimbangan keputusan pengadilan. 2. Bewijsmiddelen; Yaitu alat-alat pembuktian yang dapat dipergunakan hakim untuk memperoleh gambaran tentang terjadinya perbuatan pidana yang sudah lampau. 3. Bewijsvoering; Yaitu penguraian cara bagaimana menyampaikan alat-alat bukti kepada hakim disidang pengadilan. 4. Bewijskracht ; Yaitu kekuatan pembuktian dari masing-masing alat bukti dalam rangkaian penilaian terbuktinya suatu dakwaan. 5. Bewijslast. Yaitu beban pembuktian yang diwajibkan oleh undang-undang untuk membuktikan tentang dakwaan dimuka sidang pengadilan. Tujuan Pembuktian Tujuan dari pembuktian adalah untuk mencari kebenaran yang ada dalam suatu perkara yang diharapkan dapat mendekati kebenaran yang sebenar-benarnya atau disebut juga dengan kebenaran materiil. Kebenaran yang diharapkan dalam pembuktian ini bukan hanya untuk
21
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mencari kesalahan terdakwa saja, akan tetapi dengan adanya pembuktian ini sekiranya dapat mencegah agar seseorang yang tidak bersalah dijatuhi pidana. Tujuan pembuktian adalah tujuan dan guna pembuktian bagi para pihak yang terlibat dalam proses pemeriksaan persidangan adalah sebagai berikut : 1. Bagi penuntut umum, pembuktian adalah merupakan usaha untuk meyakinkan hakim, yakni berdasarkan alat bukti yang ada agar menyatakan seorang terdakwa bersalah sesuai dengan surat atau catatan dakwaan. 2. Bagi terdakwa atau
penasihat hukum,
pembuktian adalah
merupakan usaha sebaliknya untuk meyakinkan hakim yakni berdasarkan alat bukti yang ada agar menyatakan seorang terdakwa dibebaskan atau dilepaskan dari tuntutan hukum atau meringankan pidananya. Untuk itu, terdakwa atau penasihat hukum jika mungkin harus mengajukan alat-alat bukti yang menguntungkan atau meringankan pihaknya. Biasanya, bukti tersebut disebut bukti kebalikan. 3. Bagi hakim, atas dasar pembuktian tersebut, yakni dengan adanya alat-alat bukti yang ada dalam persidangan, baik yang berasal dari penuntut umum maupun penasihat hukum / terdakwa dibuat atas dasar untuk membuat keputusan.Dalam hal pembuktian dalam hukum acara pidana hakim bersifat aktif, dimana hakim
22
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berkewajiban untuk mendapatkan bukti yang cukup kuat untuk membuktikan bersalah / tidaknya terdakwa. Hukum pembuktian merupakan seperangkat kaidah hukum yang mengatur tentang pembuktian, yakni segala proses, dengan menggunakan alat-alat bukti yang sah, dan dilakukan tindakantindakan dengan prosedur khusus guna mengetahui fakta-fakta yuridis di persidangan, system yang dianut dalam pembuktian, syarat-syarat dan tata cara mengajukan bukti tersebut serta kewenangan hakim untuk menerima, menolak, dan menilai suatu pembuktian. 2) Sistem Pembuktian a. Sistem atau Teori Pembuktian Berdasarkan Undang-Undang Secara Positif (Positief Wettelijk Bewijstheorie) Pembuktian yang didasarkan melulu kepada alat-alat pembuktian yang disebut undang-undang, disebut sistem atau teori pembuktian berdasarkan undang-undang secara positif (positief wettelijk bewijstheorie). Dikatakan secara positif karena hanya didasarkan pada undang-undang melulu. Artinya, jika telah terbukti suatu perbuatan sesuai dengan alat-alat bukti yang disebut oleh undang-undang, maka keyakinan hakim tidak diperlukan sama sekali. Sistem ini disebut juga teori pembuktian formal (formele bewijstheorie). Teori pembuktian ini sekarang tidak mendapat penganut lagi. Teori ini terlalu banyak mengandalkan kekuatan pembuktian yang disebut oleh undang-undang.
23
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Sistem atau Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Melulu (Convictim in Time). Sistem pembuktian menurut keyakinan hakim melulu berhadap-hadapan secara berlawanan dengan teori pembuktian menurut undang-undang secara positif. pengakuan terdakwa sendiri tidak selalu membuktikan kebenaran. Oleh karena itu, diperlukan bagaimanapun juga keyakinan hakim sendiri. Berakar pada pemikiran itulah, maka sistem yang didasarkan pada keyakinan hakim melulu yang didasarkan pada keyakinan hati nuraninya sendiri ditetapkan bahwa terdakwa telah
252 ) Sistem pembuktian convictim in time menentukan salah tidaknya seorang terdakwa, semata-mata ditentukan oleh penilaian keyakinan
hakim.
Keyakinan
hakimlah
yang
menentukan
keterbuktian kesalahan terdakwa. Keyakinan boleh diambil dan disimpulkan hakim dari alat-alat bukti yang diperiksanya dalam sidang pengadilan. Hasil pemeriksaan alat-alat bukti dapat juga diabaikan oleh hakim dan langsung menarik keyakinan dari keterangan atau pengakuan terdakwa. Sistem ini mempunyai kelemahan yang besar. Sebagai manusia biasa, keyakinan hakim yang telah dibentuknya bisa salah, berhubung tidak ada kriteria
24
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dalam alat-alat bukti tertentu yang harus dipergunakan dan syarat serta cara-cara hakim dalam membentuk keyakinannya itu. c. Sistem atau Teori Pembuktian Berdasar Keyakinan Hakim atas
Alasan
yang
Logis
(Laconviction
Raisonner
atau
Convictim-Raisonee). Sistem pembuktian conviction rasionne adalah sistem pembuktian yang tetap menggunakan keyakinan hakim tetapi keyakinan hakim yang didasarkan pada alasan-alasan (reasioning) yang rasional. Berbeda dengan sistem conviction intime, dalam sistem ini hakim tidak lagi memiliki kebebasan untuk menentukan keyakinannya, keyakinan itu harus diikuti dengan alasan-alasan yang mendasari keyakinannya itu dan alasan-alasan itupun harus akni berdasarkan alasan yang dapat diterima oleh akal pikiran. Sistem atau teori pembuktian ini disebut juga pembuktian bebas karena hakim bebas untuk menyebut alasanalasan keyakinannya (vrije bewijstheorie). d. Teori
Pembuktian
Berdasarkan
Undang-Undang
Secara
Negatif (Negatief Wettelijk) Pembuktian
menurut
undang-undang
secara
negatif
(Negatief Wettelijk Bewijs Theorie) adalah pembuktian yang selain menggunakan alat-alat bukti yang dicantumkan di dalam undangundang
juga
menggunakan
keyakinan
hakim.
Sekalian
menggunakan keyakinan hakim, namun keyakinan hakim terbatas
25
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pada alat bukti yang tercantum dalam undang-undang. Dengan menggunakan alat bukti yang tercantum dalam undang-undang dan keyakinan hakim maka teori pembuktian ini sering juga disebut pembuktian ganda (doubelen grondslag). Sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif merupakan keseimbangan antara kedua sistem yang saling bertolak belakang secara ekstrim. Sistem pembuktian menurut undanginya
secara
terpadu
pembuktian menurut keyakinan dengan sistem
sistem
pembuktian
menurut undang-undang secara positif. Hasil penggabungan kedua ang terdakwa ditentukan oleh keyakinan hakim yang didasarkan kepada cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang. Kesimpulan yang dapat ditarik dari kegiatan pembuktian didasarkan pada dua hal, yaitu alat-alat bukti dan keyakinan yang merupakan kesatuan tidak dipisahkan, dan tidak berdiri sendirisendiri. Hal tersebut juga terdapat dalam Pasal 183 KUHAP, yaitu :
kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar
26
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kalimat tersebut menunjukkan bahwa pembuktian harus didasarkan kepada undang-undang (KUHAP), yaitu alat bukti yang sah tersebut dalam Pasal 184 KUHAP, disertai dengan keyakinan hakim yang diperoleh dari alat-alat bukti tersebut. Apabila salah satu unsur diantara dua unsur itu tidak ada, maka tidak cukup mendukung
keterbuktian
kesalahan
terdakwa.
Hakim
baru
diwajibkan menghukum orang, apabila hakim berkeyakinan bahwa peristiwa pidana yang bersangkutan adalah terbukti. c. Tinjauan Umum tentang Surat Dakwaan 1) Pengertian tentang Surat Dakwaan Surat dakwaan adalah surat atau akta yang memuat rumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa yang disimpulkan dan ditarik dari hasil pemeriksaan penyidikan, dan merupakan dasar serta landasan bagi hakim dalam pemeriksaan di muka sidang pengadilan (M. Yahya Harahap, 2002:376). Dakwaan merupakan dasar penting hukum acara pidana karena berdasarkan hal yang dimuat dalam surat itu, hakim akan memeriksa perkara itu (Andi Hamzah, 2008:167). Surat dakwaan adalah suatu surat yang diberi tanggal dan ditandatangani oleh penuntut umum, yang memuat uraian tentang identitas lengkap terdakwa, perumusan tindak pidana yang didakwakan yang dipadukan dengan unsur-unsur tindak pidana sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan pidana yang bersangkutan, disertai uraian
27
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tentang waktu dan tempat tindak pidana dilakukan oleh terdakwa, surat mana menjadi dasar dan batas ruang lingkup pemeriksaan di sidang pengadilan (Harun M. Husein dan Hamrat Hamid, 1994:43). Dari berbagai definisi di atas, dapat ditarik inti persamaannya sebagai berikut : 1) Sebagai suatu akta, dalam surat dakwaan harus dicantumkan tanggal dan tanda tangan pembuatnya. Tanpa mencantumkan tanggal dan tanda tangan tersebut, surat dakwaan tidak bernilai sebagai suatu akta, meskipun masih dapat disebut sebagai surat. 2) Surat dakwaan harus diuraikan tindak pidana apa yang didakwakan beserta waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan oleh terdakwa. 3) Perumusan tindak pidana yang didakwakan harus dilakukan dengan cermat, jelas, dan lengkap dikaitkan dengan unsur-unsur tindak pidana yang sebagaimana dirumuskan dalam pasal pidana yang bersangkutan. 4) Surat dakwaan berfungsi sebagai dasar pemeriksaan di sidang pengadilan. 2) Fungsi Surat Dakwaan Pembuatan surat dakwaan harus berpedoman dari berita acara pemeriksaan yang sudah dikualifikasi tindak pidananya oleh penyidik. Surat dakwaan sangat penting artinya dalam pemeriksaan perkara pidana, karena surat dakwaan menjadi dasar dan menentukan batasbatas bagi pemeriksaan hakim. Putusan yang diambil oleh hakim
28
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hanya boleh mengenai peristiwa-peristiwa yang ditentukan dalam surat dakwaan. Fungsi surat dakwaan dalam sidang pengadilan merupakan landasan dan titik tolak pemeriksaan terdakwa. Berdasarkan rumusan surat dakwaan dibuktikan kesalahan terdakwa. Pemeriksaan sidang tidak boleh menyimpang dari apa yang dirumuskan dalam surat dakwaan (M. Yahya Harahap, 2002:378). Ditinjau dari berbagai kepentingan yang berkaitan dengan pemeriksaan perkara pidana, maka fungsi surat dakwaan dapat dikategorikan sebagai berikut : 1) Bagi Penuntut Umum Sebagai dasar penuntut terhadap terdakwa, dasar pembuktian kesalahan terdakwa, dan sebagai dasar pembahasan yuridis, dan tuntutan pidana. 2) Bagi Terdakwa atau Penasehat Hukum Sebagai dasar untuk menyusun pembelaan (pledoi), dasar menyiapkan bukti-bukti kebalikan terhadap terdakwa penuntut umum (alibi), dasar pembahasan yuridis, dan dasar untuk melakukan upaya hukum. 3) Bagi Hakim Sebagai dasar sekaligus membatasi ruang lingkup pemeriksaan di sidang pengadilan, dasar keputusan yang akan dijatuhkan, dan dasar pertimbangan dalam penjatuhan keputusan.
29
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari pentingnya surat dakwaan dalam pemeriksaan perkara pidana seperti disebutkan di atas, maka sesungguhnyalah bahwa tujuan utama dari suatu surat dakwaan adalah bahwa undang-undang ingin melihat ditetapkannya alasan-alasan yang menjadi dasar penuntutan suatu tindak pidana. Untuk itu maka sifat-sifat khusus dari sesuatu tindak pidana yang telah dilakukannya itu harus dicantumkan dengan sebaik-baiknya. Terdakwa harus dipersalahkan karena telah melanggar suatu peraturan hukum pidana, pada suatu saat dan tempat tertentu, serta dinyatakan keadaan-keadaan sewaktu melakukannya. 3) Syarat-Syarat Surat Dakwaan Menurut Pasal 143 KUHAP, surat dakwaan mempunyai dua syarat yang harus dipenuhi yaitu : 1. Syarat Formil Syarat formil diatur dalam Pasal 143 ayat (2) huruf a KUHAP yang meliputi : a) Diberi tanggal, b) Memuat identitas terdakwa secara lengkap yang meliputi nama lengkap, tempat lahir, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaan. c) Ditandatangani oleh penuntut umum. 2. Syarat Materiil Bahwa menurut Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP, surat dakwaan harus memuat uraian secara cermat, jelas, dan lengkap
30
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengenai tindak pidana yang dilakukan, dengan menyebut waktu (tempus delicti) dan tempat tindak pidana itu dilakukan (locus delicti). Adapun pengertian dari cermat, jelas, dan lengkap adalah sebagai berikut: a) Cermat Cermat berarti dalam surat dakwaan itu dipersiapkan sesuai dengan undang-undang yang berlaku bagi terdakwa, tidak terdapat kekurangan atau kekeliruan. Penuntut umum sebelum membuat surat dakwaan selain harus memahami jalannya peristiwa yang dinilai sebagai suatu tindak pidana, juga hal-hal yang dapat menyebabkan batalnya surat dakwaan. b) Jelas Jelas berarti bahwa dalam surat dakwaan, penuntut umum harus merumuskan unsur-unsur delik yang didakwakan dan uraian perbuatan materiil (fakta) yang dilakukan terdakwa. Dalam hal ini tidak boleh memadukan dalam uraian dakwaan antar delik yang satu dengan yang lain, yang unsur-unsurnya berbeda satu sama yang lain atau antar uraian dakwaan yang hanya menunjukkan pada uraian sebelumnya, sedangkan unsurunsurnya berbeda. c) Lengkap Lengkap berarti bahwa uraian surat dakwaan harus mencakup semua unsur-unsur yang ditentukan oleh undang-
31
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
undang secara lengkap. Dalam uraian tidak boleh ada unsur delik yang tidak dirumuskan secara lengkap atau tidak diuraikan
perbuatan
materiilnya
secara
tegas,
sehingga
berakibat perbuatan itu bukan merupakan tindak pidana menurut undang-undang. 4) Bentuk Surat Dakwaan KUHAP tidak menetapkan bagaimana bentuk surat dakwaan yang dibuat oleh penuntut umum. Mengenai bentuk-bentuk surat dakwaan yang dikenal sekarang ini adalah merupakan produk yang timbul dari ilmu pengetahuan hukum dan praktek peradilan. Bentuk-bentuk surat dakwaan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Dakwaan Tunggal Penyusunan surat dakwaan ini hanya didakwakan satu perbuatan pidana dan hanya dicantumkan satu pasal yang dilanggar. Penyusunan dakwaan ini sangat mengandung resiko karena kalau dakwaan satu-satunya ini gagal dibuktikan dalam persidangan maka tidak ada alternatif lain kecuali terdakwa dibebaskan. Dalam pratek kadang-kadang ditemui suatu keadaan perkara yang berdasarkan bukti-bukti yang ada sulit dicari alasan untuk mendakwa secara tunggal. Penyusunan surat dakwaan tunggal merupakan penyusunan surat dakwaan yang teringan jika dibandingkan dengan surat dakwaan lain, karena penuntut umum hanya memfokuskan pada sebuah permasalahan saja. Hal ini
32
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berarti bahwa penyusunan surat dakwaan tunggal mempunyai sifat sederhana yaitu sederhana dalam perumusannya maupun sederhana dalam pembuktian dan penerapan hukumnya. 2. Dakwaan Alternatif Surat dakwaan ini didakwakan beberapa perumusan tindak pidana, tetapi pada hakekatnya yang merupakan tujuan utama ialah hanya ingin membuktikan satu tindak pidana saja diantara tindak pidana yang didakwakan. Dakwaan ini digunakan dalam hal antara kualifikasi tindak pidana yang satu dengan kualifikasi tindak pidana yang lain menunjukkan corak atau ciri yang sama atau hampir bersamaan dan bila belum didapat keputusan tentang tidak pidana mana yang paling tepat dapat dibuktikan. Dalam dakwaan ini terdapat beberapa dakwaan yang disusun secara berlapis, lapisan yang satu merupakan alternatif dan bersifat mengecualikan dakwaan pada lapisan lainnya. Meskipun dakwaan terdiri dari beberapa lapisan, tetap hanya satu dakwaan yang akan dibuktikan. Pembuktian dakwaan tidak perlu dilakukan secara berurut sesuai lapisan dakwaan, tetapi langsung kepada dakwaan yang dipandang terbukti. Apabila salah satu telah terbukti maka dakwaan pada lapisan lainnya tidak perlu dibuktikan lagi. 3. Dakwaan Subsidair Susunan dakwaan subsidair ini umumnya dalam lingkup suatu perbuatan yang parallel atau satu jurusan yang dalam
33
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dakwaan disusun berdasar pada urutan berat ringannya perbuatan yang tentu akan berbeda tentang berat ringan ancaman pidananya. Dalam dakwaan ini terdiri dari beberapa lapisan dakwaan yang disusun secara berlapis dengan maksud lapisan yang satu berfungsi sebagai pengganti lapisan sebelumnya. Sistematik lapisan disusun secara berurut dimulai dari tindak pidana yang diancam dengan pidana terberat sampai dengan tindak pidana yang diancam dengan pidana teringan. Pembuktian dilakukan secara berurut dimulai dari lapisan teratas sampai dengan lapisan terbawah. 4. Dakwaan Kumulatif Bentuk surat dakwaan ini terdapat beberapa tindak pidana masing-masing berdiri sendiri artinya tidak ada hubungan antara tindak pidana yang satu tehadap yang lain dan didakwakan secara serempak. Dalam hal ini didakwakan beberapa tindak pidana sekaligus dari kesemua dakwaan harus dibuktikan satu demi satu. Tindak pidana yang didakwakan masing-masing berdiri sendiri, tetapi didakwakan secara serempak asal saja pelaku dari tindak pidana itu adalah sama. Dakwaan yang tidak terbukti harus dinyatakan secara tegas dan dituntut pembebasan dari dakwaan tersebut. melakukan
Dakwaan beberapa
ini
dipergunakan tindak
pidana
dalam
hal
yang
masing-masing
merupakan tindak pidana yang berdiri sendiri.
34
terdakwa
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5. Dakwaan Kombinasi atau Gabungan Dakwaan kombinasi adalah merupakan kombinasi dari dakwaan yang berbentuk alternatif dengan dakwaan subsidair atau antara dakwaan komulatif dengan dakwaan subsidair atau antara dakwaan komulatif dengan dakwaan alternatif, dan sebagainya. Dakwaan ini harus diperhatikan secara teliti mengenai bentukbentuk dari kumulasinya, dan jangan sampai upaya untuk mencegah terdakwa lepas dari dakwaan. Timbulnya bentuk ini seiring dengan perkembangan di bidang kriminalitas yang semakin variatif baik dalam bentuk atau jenisnya maupun dalam modus operandi yang dipergunakan. d. Tinjauan Umum tentang Penuntut Umum dan Penuntutan 1) Pengertian Penuntut Umum dan Penuntutan KUHAP memberikan uraian pengertian jaksa dan penuntut umum pada Pasal 1 butir 6a dan b. Ditegaskan bahwa jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 1 butir 6a KUHAP). Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undangundang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim (Pasal 1 butir 6a jo Pasal 13 KUHAP). Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik
35
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Indonesia, yang dimaksud jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuasaan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undangundang. Sedangkan penuntut umum menurut Pasal 1 angka 2 adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan putusan hakim. Dengan adanya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian jaksa adalah menyangkut jabatan, sedangkan penuntut umum menyangkut fungsi. Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan (Pasal 1 butir 7 KUHAP). 2) Tugas dan Wewenang Penuntut Umum dalam Proses Perkara Pidana Seiring
perkembangan
jaman,
Undang-Undang
Republik
Indonesia Nomor 15 Tahun 1961 tentang Ketentuan Pokok Kejaksaan Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1961 tentang pembentukan Kejaksaan Tinggi, dan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1991 tentang Ketentuan
36
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pokok Kejaksaan Republik Indonesia sudah tidak sesuai dengan perkembangan
jaman
dan kebutuhan
hukum
masyarakat
dan
kehidupan ketatanegaraan menurut Undang-Undang Dasar 1945. Kejaksaan termasuk salah satu badan yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang Dasar 1945. Untuk lebih memantapkan kedudukan dan peran Kejaksaan Republik Indonesia
sebagai
lembaga
pemerintahan
yang
melaksanakan
kekuasaan negara di bidang penuntutan harus bebas dari pengaruh kekuasaan pihak manapun, yakni yang dilaksanakan secara merdeka terlepas dari pengaruh kekuasaan pihak manapun. Maka dari itulah pembaharuan undang-undang tentang Kejaksaan Republik Indonesia perlu dilakukan dengan membentuk Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Di dalam Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia disebutkan tugas dan wewenang kejaksaan bidang pidana adalah: 1. Melakukan penuntutan. 2. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. 3. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat.
37
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik. 5. Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang. Sedangkan dalam Pasal 14 KUHAP disebutkan bahwa penuntut umum mempunyai wewenang : 1. Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau penyidik pembantu. 2. Mengadakan
prapenuntutan
apabila
ada
kekurangan
pada
penyidikan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan
ayat
(4),
dengan
memberi
petunjuk
dalam
rangka
penyempurnaan penyidikan dari penyidik. 3. Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik 4. Membuat surat dakwaan. 5. Melimpahkan perkara ke pengadilan. 6. Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah ditentukan. 7. Melakukan penuntutan.
38
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
8. Menutup perkara demi kepentingan hukum. 9. jawab sebagai penuntut umum menurut ketentuan undang-undang ini. 10. Melaksanakan penetapan hakim. Di dalam penjelasan pasal tersebut dikatakan bahwa yang
tersangka, barang bukti dengan memperhatikan secara tegas batas wewenang dan fungsi antara penyidik, penuntut umumdan pengadilan. Disamping tugas dan wewenang kejaksaan di bidang pidana yang tersebut dalam Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia diatas, pada Pasal 32 juga disebutkan bahwa kejaksaan dapat diserahi tugas dan wewenang lain berdasarkan undang-undang. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, kejaksaan membina hubungan kerjasama dengan badan penegak hukum dan keadilan serta badan negara atau instansi lainnya. Selain itu kejaksaan dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada instansi pemerintah lainnya, sesuai dengan bunyi Pasal 33 dan Pasal 34 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
39
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e. Tinjauan Umum tentang Keterangan Ahli 1) Pengertian Ahli dan Keterangan Ahli. Menurut Pasal 186 KUHAP menyatakan bahwa keterangan seorang ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan. Pasal tersebut tidak menjawab siapa yang disebut ahli dan apa itu keterangan ahli. Pada penjelasan pasal tersebut juga tidak menjelaskan hal ini. Menurut A. Karim Nasution, janganlah hendaknya berpendapat bahwa orang yang disebut ahli tersebut adalah seorang yang telah memperoleh pendidikan khusus atau orang yang telah memiliki ijazah tertentu. Setiap orang menurut hukum acara pidana dapat diangkat
sebagai ahli, asal saja dianggap mempunyai
pengetahuan dan pengalaman yang khusus mengenai sesuatu hal, atau memiliki lebih banyak pengetahuan dan pengalaman tentang hal itu. Selanjutnya, Nederburgh mengemukakan bukan berarti bahwa dalam memerlukan bantuan ahli harus selalu meminta bantuan sarjana-sarjana atau ahli-ahli ilmu pengetahuan, tetapi juga pada orang-orang yang berpengalaman dan kurang pendidikan, namun dalam bidangnya sangat cendikia. Untuk istilah ahli (expert) sebenarnya dapat dibagi dalam tiga macam ahli yang biasanya terlibat dalam proses peradilan, yaitu : 1. Ahli (deskundige) Orang ini hanya mengemukakan pendapatnya tentang suatu persoalan yang ditanyakan kepadanya, tanpa melakukan suatu
40
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pemeriksaan. Contoh ahli demikian adalah dokter spesialis ilmu kebidanan dan penyakit kandungan, yang diminta pendapatnya. 2. Saksi ahli (getuige deskundige) Orang ini menyaksikan barang bukti, melakukan pemeriksaan dan mengemukakan pendapatnya, misalnya seorang dokter yang melakukan pemeriksaan mayat. Jadi, ia menjadi saksi karena menyaksikan barang bukti dan kemudian menjadi ahli karena mengemukakan pendapatnya tentang kematian orang itu. 3. Zaakkundige Orang ini menerangkan tentang sesuatu persoalan yang sebenarnya dapat dipelajari sendiri oleh hakim, tetapi akan memakan banyak waktu, misalnya seorang pegawai Bea dan Cukai diminta dan menerangkan prosedur pengeluaran barang dari pelabuhan atau seorang karyawan bank diminta menerangkan prosedur untuk mendapatkan suatu kredit dari bank. Tanpa orang ini mengemukakan pendapatnya, hakim sendiri sudah dapat menentukan, apakah telah terjadi suatu tindak pidana atau tidak, karena hakim dapat dengan mudah mencocokkan, apakah dalam kasus yang diperiksa ini telah terjadi penyimpangan dari prosedur yang sebenarnya atau tidak. Dalam tahap penyidikan, maka apabila penyidik menganggap perlu demi kepentingan penyidikannya, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus. Di dalam tahap penyidikan, maka keterangan yang diberikan sebagai
41
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus itu disebut pula dengan keterangan ahli. Mengenai pengertian ahli, KUHAP telah memberikan beberapa definisi yaitu : Selanjutnya menurut Pasal 1 angka 28 KUHAP, keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Tidak semua keterangan ahli dapat dinilai sebagai alat bukti, melainkan yang dapat memenuhi syarat-syarat kesaksian adalah yang diberikan dimuka persidangan (Pasal 186 KUHAP). a. Menurut Pasal 120 KUHAP, yang disebut ahli adalah ahli atau ahli yang mempunyai keahlian khusus; b. Menurut Pasal 132 KUHAP, yang disebut ahli adalah ahli mempunyai keahlian tentang surat dan tulisan palsu; c. Menurut Pasal 133 KUHAP menunjuk Pasal 179 KUHAP, untuk menentukan korban luka, keracunan atau mati adalah ahli kedokteran kehakiman atau dokter ahli lainnya. Dari ketentuan yang diatur dalam pasal-pasal tersebut diatas tidak disebutkan secara jelas syarat-syarat tentang seorang ahli, kecuali untuk dokter ahli kehakiman atau dokter. Sehingga dibuka kemungkinan seorang ahli dari kalangan tidak terdidik secara formal.
42
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari keterangan di atas, maka lebih jelas lagi bahwa keterangan ahli tidak dituntut suatu penyidikan formal tertentu, tetapi juga meliputi seorang yang ahli dan berpengalaman dalam suatu bidang tanpa pendidikan khusus. f. Tinjauan Umum tentang tindak pidana Pemalsuan Surat 1) Pengertian Tindak Pidana delictum delicta strafbaar feit. Para Sarjana Hukum Indonesia menterjemahkan strafbaar feit itu sebagai perbuatan pidana atau tindak pidana, perbuatan yang melawan hukum. perbuatan pidana yaitu suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu hukum, larangan yang disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siap Untuk lebih jelasnya dalam hal ini penulis mengutip beberapa pendapat para ahli hukum pidana mengenai pengertian tindak pidana, sebagai berikut : 1. Moeljatno Memberikan batasan mengenai syarat-syarat suatu tindak pidana yang dapat disimpulkan sebagai berikut : a) Unsur perbuatan (1) Dilarang dan ancaman pidana. (2) Melawan hukum (tidak ada alasan pembenar).
43
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(3) Tidak patut menurut pandangan masyarakat (sifat melawan hukum materiil). b) Unsur pembuat, yaitu : (1) Adanya kesalahan. (2) Dapat dipertanggungjawabkan (tidak ada alasan pemaaf). (3) Dapat menginsyafi bahwa perbuatan itu keliru. 2. Simons Merumuskan
strafbaar
feit
sebagai
suatu
tindakan
melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan tindakannya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum. Simons juga mengatakan bahwa di dalam beberapa rumusan delik dapat dijumpai suatu persyaratan berupa keadaan-keadaan tertentu yang harus timbul setelah sesuatu tindakan itu dilakukan oleh orang, di mana
timbulnya
keadaan-keadaan
semacam
itu
bersifat
menentukan agar tindakan orang tersebut dapat disebut sebagai tindakan yang dapat dihukum. 3. Hezewinkel-Suringa Membuat suatu rumusan yang bersifat umum dari strafbaar feit yaitu sebagai suatu perilaku manusia yang pada suatu saat tertentu telah ditolak di dalam sesuatu pergaulan hidup tertentu dan dianggap sebagai perilaku yang harus ditiadakan oleh hukum
44
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang bersifat memaksa yang terdapat di dalamnya. 4. Pompe Berpendapat bahwa perkataan strafbaar feit secara teoristis dapat dirumuskan sebagai suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja ataupun tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, di mana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum. Selanjutnya juga mengatakan bahwa menurut hukum positif, suatu strafbaar feit itu sebenarnya adalah tidak lain daripada suatu tindakan yang menurut sesuatu rumusan undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum. 5. Van Hattum Tindak pidana atau strafbaar feit diartikan sebagai suatu tindakan yang karena telah melakukan tindakan semacam itu membuat seseorang menjadi dapat dihukum. Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan, yaitu bahwa untuk menjatuhkan hukuman tidak cukup bila disitu hanya terdapat suatu strafbaar feit melainkan juga harus ada strafbaar person atau seseorang yang dapat dihukum, yang mana orang tersebut tidak dapat dihukum apabila strafbaar feit yang telah ia lakukan itu tidak bersifat wederrehttelijk (melawan hukum) yang telah ia lakukan
45
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
baik dengan sengaja maupun tidak sengaja (P. A. F. Lamintang, 1997:181-184). Pada dasarnya suatu tindak pidana terdiri dari beberapa unsur, yaitu: a) Unsur perbuatan/tindakan atau tingkah laku. Tindak pidana merupakan larangan berbuat, oleh karena itu perbuatan tingkah laku harus disebutkan di dalam rumusan. Tingkah laku adalah unsur mutlak tindak pidana. Jika ada rumusan tindak pidana tanpa mencantumkan unsur tingkah laku, maka cara perumusannya adalah suatu perkecualian belaka dengan alasan tertentu, dan tidak berarti tindak pidana itu tidak terdapat unsur perbuatan, unsur itu telah ada dengan sendirinya di dalamnya dan wujudnya tetap harus dibuktikan dengan sidang pengadilan. b) Unsur bersifat melawan hukum. Melawan hukum adalah suatu sifat tercelanya suatu perbuatan,
yang
dapat
bersumber
dari
undang-undang
(melawan hukum formil) dan dapat bersumber dari masyarakat (melawan hukum materiil). Suatu perbuatan yang memenuhi semua unsur rumusan delik yang tertulis tidak dapat dipidana kalau tidak bersifat melawan hukum.
46
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c) Unsur kesalahan. Kesalahan (schuld) adalah unsur mengenai keadaan atau gambaran batin orang sebelum atau pada saat memulai perbuatan, oleh karena itu unsur kesalahan selalu melekat pada diri pelaku dan bersifat subyektif. d) Unsur kemampuan bertanggung jawab. Kemampuan bertanggung jawab melekat pada orangnya dan tidak pada perbuatan yang sebenarnya. Kemampuan bertanggungjawab merupakan syarat untuk dapat dipidananya pelaku yang terbukti telah melakukan tindak pidana atau melanggar larangan berbuat dalam hukum pidana, dan bukan merupakan syarat ataupun unsur dari pengertian tindak pidana. e) Unsur memenuhi rumusan undang-undang.
dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu
berkembang mengikuti perkembangan masyarakat sehingga suatu perbuatan pidana terkadang lebih cepat ada dan berkembang
dibandingkan
dengan
perundang-undangan.
Sehingga perlu adanya kebijaksanaan hakim untuk bertindak dan hakim mempunyai fungsi untuk membuat hukum.
47
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Pengertian pemalsuan surat Pemalsuan
adalah
suatu
kejahatan
yang
didalamnya
mengandung unsur ketidakbenaran atau palsu atas suatu objek, yang sesuatu kelihatannya seolah-olah tampak benar adanya tetapi kenyataannya berbalikan dari sebenarnya. Dapat disimpulkan bahwa tindak pidana pemalsuan surat adalah perbuatan kejahatan dimana telah ada surat asli tetapi dengan serangkaian kejahatan yang dilakukan dengan mengubah baik itu angka, huruf maupun apapun yang terdapat di di surat asli tersebut yang tampak dari luar seolah- olah terlihat sebenarnya tetapi sebenranya keadaannya berbalikan dari yang aslinya. Tindak pidana pemalsuan surat diatur dalam KUHP pasal 263 sampai dengan 276, yang dapat dibedakan menjadi 7 macam jenis tindak pidana pemalsuan surat yaitu antara lain : 1. Pemalsuan surat pada umumnya bentuk pokok pemalsuan surat ( pasal 263 ) 2. Pemalsuan surat yang diperberat ( pasal 264 ) 3. Menyuruh memasukkan keterangan palsu kedalam akta otentik ( pasal 266 ) 4. Pemalsuan surat keterangan dokter ( pasal 267-268 ) 5. Pemalsuan surat-surat tertentu ( pasal 269-271 ) 6. Pemalsuan keterangan pejabat tentang hak milik (pasal 275) 7. Menyimpan bahan atau benda untuk pemalsuan surat (pasal 275)
48
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Yang dimaksud surat di sini adalah segala surat yang ditulis dengan tangan, dicetak, maupun ditulis memakai mesin ketik,dan sebagainya. Membuat surat palsu yaitu membuat surat yang isinya tidak benar atau bukan semestinya, sehingga menunjukkan asal surat yang tidak benar. Sedangkan penggunaannya menimbulkan suatu kerugian baik itu kerugian materiil maupun kerugian yang berada di masyarakat, kesusilaan, kehormatan, dan sebagainya. Adapun yang dimaksud perbuatan memalsu surat adalah berupa perbuatan mengubah dengan cara bagaimanapun orang-orang yang tidak berhak atas sebuah surat yang berakibat sebagian atau seluruh isinya menjadi lain atau berbeda dengan isi semua. Unsur kesalahan dalam pemalsuan surat pada pasal 263 ayat (1)
lain memakai surat palsu atau surat palsu ini seolah-olah isinya benar -olah isinya benar -orang yang terpedaya dengan digunakan surat-surat tersebut, dan surat itu berupa alat yang digunakan untuk memperdaya orang menganggap surat itu asli dan tidak palsu, bisa orang-orang pada umumnya dan bisa juga orang tertentu.
49
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Kerangka Pemikiran 1. Bagan Kerangka Pemikiran Perkara Pemalsuan Surat Nomor : 144 / Pid.B / 2013 / PN.Srg
Penuntutan Oleh Jaksa/ Penuntut Umum
Dakwaan
Pembuktian Materiil
Keterangan Ahli
Konstruksi Hukum
Pengaruhnya Bagi Hakim Dalam Memutus Hukuman Atas Tindak Pidana Pemalsuan Surat Yang Dilakukan Terdakwa
50
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Keterangan Berdasarkan bagan kerangka pemikiran di atas, dapat dijabarkan bahwa telah terjadi tindak pidana pemalsuan surat yang dilakukan oleh perangkat desa, perbuatan pemalsuan surat tersebut diatur secara umum dalam Pasal 263 sampai dengan pasal 276 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Perbuatan itu dilakukan terdakwa dengan memalsukan segala keterangan baik itu umur, domisili serta nama orang tua seorang wanita yang akan menjadi pekerja seks komersial ( PSK ) di lokalisasi sekitar rumah terdakwa tersebut. Setelah dilakukan penyidikan atas kasus tersebut, kemudian jaksa/ penuntut umum melakukan penuntutan ke pengadilan negeri Sragen. Dalam pemeriksaan kasus tersebut, jaksa/ penuntut umum membuat surat dakwaan untuk menuntut tedakwa tersebut juga mengajukan alat bukti yaitu keterangan ahli pada saat pemeriksaan di persidangan. Keterangan ahli tersebut menyatakan bahwa perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa tersebut tidak menyalahi prosedur dalam pembuatan Kartu Tanda Penduduk ( KTP ) tetapi setelah hakim melakukan konstruksi hukum atas keterangan yang diberikan oleh saksi ahli tersebut, keterangan tersebut mempunyai pengaruh bagi hakim dalam menentukan putusan kepada terdakwa. hakim berpendapat bahwa perbuatan tersebut merupakan tindak pidana yaitu tindak pidana pemalsuan surat. Hakim memutuskan bahwa terdakwa dipidana dengan pasal 263 KUHP.
51
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari ulasan tersebut, penulis ingin mengetahui tentang konstruksi pembuktian materiil dakwaan penuntut umum dengan alat bukti keterangan ahli serta pengaruhnya terhadap putusan yang diberikan oleh hakim terhadap kasus pemalsuan surat di Pengadilan Negeri Sragen.
52