BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Pembangunan ekonomi bukan sebuah konsep baru. Selama berpuluh tahun para ahli sosial telah berusaha merumuskan tentang konsep pembangunan, namun hanya beberapa ahli yang mempunyai konsep yang terstruktur (Jhingan, 2010). Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh suatu negara untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf kehidupan masyarakatnya. Pembangunan merupakan suatu jalinan dari masalah sosial, ekonomi, politik, administrasi dan sebagainya yang saling berpengaruh dan saling berkaitan, sehingga pemecahan masalah pembangunan dengan pendekatan yang bercorak multi disiplin (Sukirno, 1985). Menurut Schumpeter, pembangunan adalah perubahan yang spontan dan terputus-putus, gangguan terhadap keseimbangan yang selalu mengubah dan mengganti keadaan keseimbangan yang ada sebelumnya. Perubahan ini timbul atas inisiatif perekonomian sendiri dan muncul di atas cakrawala perdagangan dan industri (Jhingan, 2010). Pembangunan ekonomi secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk dalam suatu negara mengalami peningkatan dalam jangka panjang (Sukirno, 1985). Keynes mengungkapkan bahwa untuk mencapai kemajuan ekonomi dibutuhkan beberapa syarat pokok, yaitu:
8
1. Kemampuan mengendalikan penduduk. 2. Kebulatan tekad menghindari perang dan perselisihan sipil. 3. Kemauan untuk memercayai ilmu pengetahuan, memedomani hal-hal yang benar sesuai dengan ilmu pengetahuan. 4. Tingkat akumulasi yang ditentukan oleh margin antara produksi dan konsumsi. Proses pembangunan ekonomi tidaklah semudah yang dibayangkan. Pembangunan ekonomi memiliki beberapa hambatan yang menyebabkan terjadinya keterbelakangan. Hambatan tersebut yaitu: 1. Lingkaran setan kemiskinan. 2. Tingkat pembentukan modal yang rendah. 3. Hambatan sosial budaya. 4. Dampak kekuatan internasional. Hambatan lain yang selama ini tersembunyi adalah pengaruh buruk investasi asing (Jhingan, 2010). Pertumbuhan merupakan salah satu unsur utama dalam pembangunan ekonomi dan mempunyai implikasi kebijakan yang cukup luas. Analisis tentang pertumbuhan dapat menjelaskan mengapa suatu daerah mengalami pertumbuhan yang cepat dan mengapa terjadi ketimpangan pembangunan ekonomi antar wilayah (Sjafrizal, 2008). Pertumbuhan ekonomi pada umumnya berarti perkembangan ekonomi. Pertumbuhan dapat diukur dan mampu menggambarkan fenomena perluasan tenaga kerja, modal, volume perdagangan dan konsumsi. Rostow mengemukakan
9
adanya tahapan dalam pertumbuhan ekonomi yaitu masyarakat tradisional, prasyarat untuk tinggal landas, tinggal landas, dewasa dan masa konsumsi massal (Jhingan, 2010).
2.2 Teori Basis Ekonomi Teori basis ekonomi (economic base theory) mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut. Dalam pengertian ekonomi regional, ekspor adalah menjual produk/jasa ke luar wilayah baik ke wilayah lain dalam negara tersebut maupun ke luar negeri. Tenaga kerja yang berdomisili di suatu wilayah, namun bekerja dan memperoleh uang dari wilayah lain termasuk dalam pengertian ekspor. Pada dasarnya kegiatan ekspor adalah semua kegiatan baik penghasil produk maupun penyedia jasa yang mendatangkan uang dari luar wilayah. Sektor basis adalah sektor yang mampu memenuhi kebutuhan wilayah tersebut dan wilayah lainnya. Sektor nonbasis adalah sektor yang hanya mampu memenuhi kebutuhan konsumsi lokal saja. Karena sifatnya yang memenuhi kebutuhan lokal, permintaan sektor ini sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat setempat. Berdasarkan hal tersebut tersebut maka satu-satunya sektor yang bisa meningkatkan perekonomian wilayah melebihi pertumbuhan alamiah adalah sektor basis (Tarigan, 2007). Pengembangan suatu wilayah dengan sektor basis harus memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut: 1. Harus mampu menjadi penggerak utama pembangunan perekonomian.
10
2. Mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang. 3. Mampu bersaing dengan produk sejenis dari wilayah lain, baik dalam segi harga, biaya produksi, dan kualitas pelayanan. 4. Memiliki keterkaitan dengan wilayah, baik dalam hal pasar maupun pasokan bahan baku. 5. Memiliki status teknologi yang terus meningkat. 6. Mampu menyerap tenaga kerja berkualitas secara optimal. 7. Dapat bertahan dalam jangka panjang tertentu. 8. Tidak rentan terhadap gejolak eksternal dan internal. 9. Pengembangannya harus mendapatkan berbagai bentuk dukungan. 10. Pengembangannya berorientasi pada kelestarian sumber daya dan lingkungan. Kriteria lain dari komoditas unggulan adalah kontributif (memiliki kontribusi yang besar dalam pencapaian tujuan utama pembangunan daerah), artikulatif (memiliki kemampuan besar sebagai dinamisator bagi pertumbuhan sektor-sektor lain dalam spektrum yang luas), progresif (dapat tumbuh secara berkelanjutan), tangguh (memiliki daya saing), dan promotif (mampu menciptakan tata lingkungan yang baik bagi kegiatan perekonomian) (Daryanto dan Yundi, 2010).
2.3 Otonomi Daerah Otonomi daerah adalah proses pelimpahan wewenang perencanaan, pengambilan keputusan atau pemerintahan dari pemerintah pusat kepada organisasi unit-unit pelaksana daerah, organisasi semi otonom ataupun kepada pemerintah daerah atau organisasi non pemerintah (Said, 2008).
11
Menurut
Muhammad
Hatta,
pembentukan
pemerintahan
daerah
(pemerintahan yang berotonomi) merupakan salah satu aspek pelaksanaan prinsip kedaulatan rakyat, sehingga hak rakyat untuk menentukan nasibnya tidak hanya ada pada pucuk pimpinan negara, tetapi juga pada setiap tempat di kota, desa, dan daerah (Rosidin, 2010). Otonomi daerah sebagai sebuah proses devolusi dalam sektor publik dimana terjadi pengalihan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota. Dengan memberikan kewenangan dan otonomi yang signifikan kepada daerah, akan membantu menciptakan kembali keseimbangan antara dimensi nasional dan lokal dari proses pembangunan (Said, 2008). Visi otonomi daerah dapat dirumuskan dalam tiga ruang lingkup interaksi yang utama yaitu politik, ekonomi, dan sosial budaya. Di bidang ekonomi, otonomi daerah harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional di daerah dan membuka peluang untuk pengembangan kebijakan regional dan lokal dalam mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi di daerahnya. Secara umum otonomi daerah bertujuan untuk memeratakan pembangunan ekonomi sehingga akan tercipta kesejahteraan masyarakat (Rosidin, 2010). Sistem hubungan antara pemerintah pusat dan daerah menurut UndangUndang Nomor 34 Tahun 2004 dapat dibagi dalam 3 prinsip, yaitu: 1. Desentralisasi adalah pendelegasian atau penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pejabatnya di daerah atau kepada lembagalembaga pemerintah di daerah untuk menjalankan urusan pemerintahan di daerah.
12
2. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintahan atau kepala wilayah atau kepala instansi vertikal tingkat atasnya kepada pejabat-pejabat di daerah. 3. Tugas
Pembantuan
adalah
tugas-tugas
untuk
turut
serta
dalam
melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada pemerintah daerah oleh pemerintah atau pemerintah daerah tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan. Urusan yang ditugaskan itu sepenuhnya masih menjadi wewenang pemerintah atau provinsi. 2.4 Spesialisasi Perekonomian Prinsip keunggulan komparatif menegaskan bahwa suatu negara/daerah yang berada dalam kondisi persaingan, akan (harus) berspesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor jenis-jenis barang yang biaya relatifnya paling rendah. Setiap negara/daerah yang ingin memperoleh keuntungan dalam kegiatan ekonomi harus bisa memanfaatkan keunggulan komparatifnya sehingga berkembang istilah yang disebut spesialisasi atas dasar keunggulan komparatif yaitu setiap pihak memproduksi sesuatu yang paling dikuasainya (Todaro dan Smith, 2006).
2.5 Penelitian Sebelumnya Penelitian yang dilakukan Dwiastuti (2004) tentang analisis perubahan struktur ekonomi dan identifikasi sektor unggulan di Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah menggunakan analisis Shift Share (SS) dengan tiga pendekatan
13
untuk mengetahui perubahan struktur ekonomi yaitu SS klasik/tradisional, SS Estaban Marquillas (SS-EM) dan SS Arcelus (SS-A). Sedangkan untuk menguji sektor-sektor ekonomi yang termasuk dalam kategori sektor unggulan dipakai analisis Location Quotient (LQ). Usya (2006) dalam penelitiannya tentang analisis struktur ekonomi dan identifikasi sektor unggulan di Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat (periode 1993-2003) menggunakan analisis LQ untuk melihat sektor yang termasuk dalam kategori sektor unggulan dan analisis SS untuk mengetahui perubahan berbagai indikator ekonomi. Penulis menggunakan SS karena dapat memperinci penyebab perubahan berbagai faktor yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan struktur ekonomi suatu daerah dari satu kurun waktu ke kurun waktu berikutnya. Triseptina (2006) dalam penelitiannya tentang analisis sektor-sektor unggulan kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat berdasarkan indikator pendapatan dengan menggunakan analisis LQ dan turunannya. Untuk mengetahui apakah suatu sektor merupakan sektor basis atau nonbasis dapat digunakan metode langsung dan tidak langsung. Metode tidak langsung dengan metode arbiter, LQ dan kebutuhan minimum. Sinaga (2009) dalam penelitiannya tentang analisis peran dan strategi pengembangan subsektor peternakan dalam pembangunan Kabupaten Cianjur menggunakan analisis LQ, SS, Interpretative Structural Modelling (ISM) dan analisis SWOT. Tehnik ISM digunakan untuk pemodelan strukturalisasi hubungan langsung yang diproses melalui pengkajian kelompok guna memotret masalah yang komplek dari suatu sistem oleh suatu tim atau seorang peneliti.
14
Sedangkan analisis SWOT digunakan untuk mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis dalam merumuskan kebijakan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang, namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman. Ana (2010) dalam penelitiannya tentang analisis sektor ekonomi potensial di Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau (periode 2000-2009) menggunakan analisis LQ, Model Rasio Pertumbuhan (MRP), SS-EM, analisis overlay, dan analisis klassen typology. Analisis LQ untuk mengidentifikasi sektor/subsektor ekonomi potensial yang memiliki keunggulan komparatif. Untuk mengidentifikasi sektor/subsektor ekonomi potensial berdasarkan keunggulan kompetitif digunakan analisis MRP. Analisis SS-EM untuk mengetahui tingkat spesialisasi perekonomian di suatu wilayah. Analisis overlay digunakan sebagai lanjutan dari analisis LQ dan MRP untuk mendapatkan deskripsi ekonomi potensial berdasarkan kriteria pertumbuhan dan kontribusi. Analisis klassen typology digunakan untuk mengetahui potensi relatif sektor/subsektor ekonomi Kota Tanjungpinang terhadap kabupaten/kota lain se-Provinsi Kepulauan Riau. Dari hasil penelitiannya didapatkan bahwa sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan serta subsektor komunikasi dan sewa bangunan merupakan subsektor ekonomi potensial di Kota Tanjungpinang. Sabuna (2010) dalam penelitiannya tentang identifikasi sektor-sektor ekonomi unggulan di Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur (periode 2000-2008) menggunakan alat analisis SS, LQ, MRP, Klassen Typology dan overlay. Analisis SS digunakan untuk melihat perubahan struktur
15
ekonomi. Analisis LQ digunakan untuk mengetahui sektor basis. Analisis MRP digunakan untuk mengetahui perbandingan pertumbuhan setiap sektor dengan pertumbuhan PDRB nya. Analisis klassen typology untuk mengetahui pola dan struktur pertumbuhan suatu sektor ekonomi. Analisis overlay untuk melihat hasil gabungan dari analisis LQ dan MRP. Dari penelitiannya didapatkan bahwa di Kabupaten Timor Tengah Selatan tidak terdapat sektor unggulan. Paramitasari (2010) dalam penelitiannya tentang potensi komoditas unggulan industri manufaktur dalam perekonomian Indonesia menggunakan analisis indeks komposit untuk mengetahui komoditas unggulan industri manufaktur. Dari penelitiannya didapatkan ada sebelas komoditas unggulan industri manufaktur di Indonesia. Dari sebelas komoditas unggulan tersebut hanya terdapat tiga komoditas yang mempunyai kemampuan tinggi, baik dalam hal penciptaan nilai tambah maupun penyerapan tenaga kerja.
2.6 Kerangka Pikir Kesejahteraan masyarakat dapat diraih dengan melakukan pembangunan yang fokus pada sektor unggulan daerah tersebut. Dalam penelitian ini akan diidentifikasi sektor/subsektor unggulan Kabupaten Malinau menggunakan data PDRB dan analisis indeks komposit dengan variabel lain yang relevan dalam penentuan sektor unggulan. Untuk menentukan sektor/subsektor unggulan berdasarkan keunggulan komparatif digunakan analisis Location Quotient. Untuk mencari sektor/subsektor unggulan berdasarkan keunggulan kompetitif digunakan analisis model rasio pertumbuhan. Untuk penggabungan akhir dan penentuan sektor/subsektor
16
unggulan berdasarkan beberapa kriteria digunakan indeks komposit. Setelah sektor/subsektor unggulan diketahui, digunakan analisis SWOT untuk mengetahui strategi pengembangan sektor/subsektor unggulan tersebut. Secara skematis, penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.
17
Otonomi Daerah
Terbentuknya Kabupaten Malinau
Nilai PDRB ADHK nomor 2 terbawah se Provinsi Kalimantan Timur
9 sektor ekonomi menurut lapangan usaha
Kontribusi Sektoral PDRB
Pertumbuhan Sektoral PDRB
Analisis LQ
Analisis MRP
Indeks LQ 2010
Indeks RPs
Tenaga Kerja per Sektor
Rata-rata Pertumbuhan Kontribusi Sektoral PDRB
Indeks Tenaga Kerja
Indeks Kontribusi PDRB
Indeks Komposit
Sektor Unggulan Strategi Pengembangan
Analisis SWOT
Pembangunan yang berkelanjutan
Kesejahteraan Masyarakat Wilayah Penelitian Gambar 3. Kerangka pikir penelitian