BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Bahan 2.1.1 Cetirizin hidroklorida Nama Kimia
: [2-[4-[(4-Chlorophenyl)phenylmethyl]-1–piperazinyl]ethoxy] acetic acid
Sinonim
: Cetirizine, Cerini, Zenriz, Ryzo, Cetrixal
Rumus molekul
: C21H27Cl3N2O3
Berat Molekul
: 461,8
Pemerian
: Serbuk berwarna putih atau hampir putih.
Kelarutan
: Mudah larut dalam air, praktis tidak larut dalam aseton dan diklorometan.
Gambar 2.1. Struktur kimia cetirizin hidroklorida Cetirizin hidroklorida mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 105,0% C21H27Cl3N2O3, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. (British pharmacopoeia, 2002). Cetirizin hidroklorida memiliki 3 gugus terionisasi, menghasilkan nilai pKa 2,2 ; 2,9 dan 8,0. Pada pH fisiologis sebagai zwitter ion atau anion (Ghosh, 2010). CetirizineHCl cepat diserap setelah pemberian oral dan mengalami metabolisme di hati melalui mekanisme O-dealkilasi menjadi metabolit dengan
Universitas Sumatera Utara
aktivitas yang dapat diabaikan. Cetirizine HCl terutama diekskresikan melalui urin sekitar70% dan melalui feses sekitar 10% dalam bentuk yang tidak berubah, juga disekresikan melalui ASI (Moffat, et al., 2005).Indikasinya adalah untuk urtikaria kronik idiopatik, bersin-bersin, gatal dan rinorea pada rinitis alergi (seasonal dan perennial rinitis alergi). Dosis dewasa dan anak di atas 6 tahun 10 mg sekali sehari, anak 2 sampai 6 tahun dan pasien dengan kerusakan ginjal 5 mg sekali sehari (Sukandar, dkk., 2008). 2.1.2 Hidroksipropil metil selulosa Hidroksipropil methyl cellulose (HPMC) atau hypromellose adalah OMetilasi dan O-(2-hidroksipropilasi). HPMC dikenal sebagai polimer pembentuk film dan memiliki penerimaan yang sangat baik.Bahan yang memiliki kelas lebih rendah dari HPMC seperti Methocel E3, E5, dan E15 secara khusus digunakan sebagai pembentuk film karena viskositas yang rendah.
Gambar 2.2.Struktur kimia HPMC Polimer HPMC memiliki glass transition temperatures yang tinggi dan diklasifikasi sesuai dengan bahan tambahan dan viskositasnya yang akan berdampak pada hubungan suhu dan kelarutan. HPMC memiliki bentuk yang transparan, kuat, dan fleksibel (McGinity and Felton, 2008).HPMC merupakan turunan dari metilselulosa yang memiliki ciri serbuk atau butiran putih , tidak
Universitas Sumatera Utara
memiliki bau dan rasa. Dapat mudah larut dalam air panas, sangat sukar larut dalam eter, etanol atau aseton. (Rowe, et al., 2005). 2.1.3 Pektin Pektin adalah produk karbohidrat yang dimurnikan, diperoleh dari ekstrak asam encer dari bagian dalam kulit buah jeruk sitrus atau apel terutama terdiri dari asam poligalakturonat termetoksilasi sebagian. Pektin mengandung tidak kurang dari 6,7% gugus metoksi (-OCH3) dan tidak kurang dari 74,0% asam galakturonat (C6H10O7), dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan(Ditjen,POM., 1995).
Gambar 2.3.Struktur kimia pektin Pemerian, berupa serbuk kasar atau halus, berwarna putih kekuningan, hampir tidak berbau dan mempunyai rasa musilago.Kelarutan, hampir larut sempurna dalam 20 bagian air, membentuk cairan kental, opalesen, larutan koloidal mudah dituang dan bersifat asam terhadap lakmus. Praktis tidak larut dalam etanol atau pelarut organik lain. Pektin larut dalam air lebih cepat jika permukaan dibasahi dengan etanol, dengan gliserin atau dengan sirup simpleks atau jika permukaan dicampur dengan sebagian atau lebih sukrosa(Ditjen, POM., 1995). 2.1.4 Polietilen glikol 400 Polietilen glikol 400 (PEG 400) atau makrogol 400 memiliki berat molekul 380 sampai 420 merupakan polimer dari etilen oksida dan air, dinyatakan dengan
Universitas Sumatera Utara
rumus H(O-CH2CH2)n OH. Pemerian berupa cairan kental jernih, tidak berwarna atau praktis tidak berwarna.Bau khas lemah, agak higroskopik. PEG 400 larut dalam air, dalam etanol, dalam aseton, dalam glikol lain dan dalam hidrokarbon aromatik. Praktis tidak larut dalam eter dan dalam hidrokarbon alifatik (Ditjen, POM., 1995). 2.1.5 Aspartam Aspartam adalah senyawa metil ester dipeptida, yaitu L-aspartil-L-alaninmetilester dengan rumus C14H18N2O5 memiliki daya kemanisan 100-200 kali sukrosa(Cahyadi, 2009). Pemerian, senyawa yang tidak berbau, putih atau hampir putih, sedikit higroskopis, serbuk Kristal. Aspartam sedikit larut dalam air (pada suhu 20 oC, pH 4,5-6,0 sebanyak 36%) dan dalam alkohol (pada suhu 25 oC sebanyak 0,4%). Praktis tidak larut dalam diklorometana, n-heksan dan dalam metilen klorida (Martindale, 2009). 2.1.6 Sorbitol Sorbitol mengandung tidak kurang dari 91,0% dan tidak lebih dari 100,5% C6H14O6, dihitung terhadap zat anhidrat. Dapat mengandung sejumlah kecil alkohol polihidrik lain. Pemerian berupa serbuk, granul atau lempengan. Higroskopis, warna putih, rasa manis. Sangat mudah larut dalam air.Sukar larut dalam etanol, dalam methanol dan dalam asam asetat (Ditjen, POM., 1995). 2.1.7 Asam sitrat Asam sitrat berbentuk anhidrat atau mengandung satu molekul air hidrat. Mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari 100,5% C6H8O7dihitung terhadap zat anhidrat. Pemerian berupa hablur bening, tidak berwarna atau serbuk hablur granul sampai halus, putih, tidak berbau atau praktis
Universitas Sumatera Utara
tidak berbau, rasa sangat asam.Bentuk hidrat mekar dalam udara kering.Sangat mudah larut dalam air, mudah larut dalam etanol, agak sukar larut dalam eter (Ditjen, POM., 1995).
2.2 Antihistamin Antihistamin sangat efektif terhadap sejumlah gejala rinitis alergi dan urtikaria.Antagonis reseptor histamin H1berikatan dengan reseptor H1 tanpa mengaktivasi reseptor, yang mencegah ikatan dan kerja histamin.Antihistamin lebih efektif dalam mencegah reseptor histamin daripada melawannya. Antihistamin oral dibagi menjadi dua kategori utama.Generasi pertama atau antihistamin sedasi disebut antihistamin nonselektif yaitu klorfeniramin maleat, difenhidramin hidroklorida, siproheptadin hidroklorida, prometazin hidroklorida.Generasi kedua atau antihistamin nonsedasi disebut antihistanin selektif perifer yaitu cetirizin hidroklorida, loratadin, feksofenadin. Efek sedatif sentral tergantung pada kemampuan melewati sawar darah otak.Kebanyakan antihistamin generasi pertama bersifat larut lemak dan melewati sawar ini dengan mudah sehingga mengakibatkan drowsiness dan gangguan pergerakan (impairment psikomotor). Obat yang selektif ke perifer memiliki sedikit atau tidak sama sekali efek ke sistem saraf pusat atau otonom sehingga tidak mengakibatkan drowsiness. Perbedaan gejala sebagian disebabkan oleh sifat antikolinergik yang bertanggung jawab pada efek pengeringan mengurangi hipersekresi kelenjar hidung, saliva dan air mata.Antihistamin mengantagonis permeabilitas kapiler, pembentukan bengkak dan rasa gatal.Walaupun efek antikolinergik berperan
Universitas Sumatera Utara
dalam efikasi, efek samping seperti mulut kering, kesulitan mengeluarkan urin, konstipasi, dan efek kardiovaskuler potensial dapat terjadi.Antihistamin harus diberikan dengan hati-hati pada pasien berkecenderungan retensi urin dan pada mereka yang mengalami peningkatan tekanan intraokuler, hipertiroidisme, dan penyakit kardiovaskuler. Mengantuk adalah efek samping yang paling sering dan dapat mengganggu aktivitas kerja.Efek sedatif bisa menguntungkan pada pasien yang sulit tidur karena gejala rinitis.Efek samping lainnya termasuk hilang nafsu makan, mual, muntah dan gangguan ulu hati.Efek samping pada sistem pencernaan dapat dicegah dengan mengkonsumsi obat bersama makanan atau segelas penuh air. Antihistamin lebih efektif jika dikonsumsi 1-2 jam sebelum diperkirakan terjadinya paparan pada allergen (Sukandar, dkk., 2008).
2.3 Oral Dissolving Film (ODF) 2.3.1 Pengertian Oral dissolving film (ODF) adalah bentuk sediaan film yang sangat tipis, yang penggunaannya diletakkan di atas lidah pasien atau jaringan mukosa di mulut, kemudian filmterbasahi oleh saliva sehinggacepat hancur dan larut untuk melepaskan zat aktif pada rongga mulut kemudiandiabsorbsi (Bhyan, et al., 2011).Pengembangan bentuk sediaan ODF dimaksudkan sebagai alternatif sediaan tablet, kapsul dan sirup untuk pasien pediatrik dan geriatrik yang mengalami kesulitan dalam menelan bentuk sediaan padat konvensional (Galgatte, et al., 2013).
Universitas Sumatera Utara
Sediaan ODF digunakan dalam kondisi akut seperti nyeri, emesis,migrain, hipertensi,gagal jantungkongestif, danasma. ODF saat ini menjadi populer karena ketersediaannya dalam berbagai bentuk dan ukuran (Kalyan and Bansal, 2012). 2.3.2 Kelebihan dan kekurangan ODF ODF memiliki kelebihan dan kekurangan.Beberapa kelebihan ODF antara lain adalah: a. Luas permukaan yang lebih besar sehingga lebih cepat hancur dan larut dalam rongga mulut dalam hitungan detik. b. Bentuknya yang fleksibel, tidak rapuh dan tidak membutuhkan perlindungan khusus selama penyimpanan dan transportasi. c. ODF dapat diberikan tanpa bantuan air. d. Dapat dikonsumsi di setiap tempat dan setiaap saat sesuai dengan kenyamanan individu. e. Cocok untuk obat yang memiliki bioavailabilitas yang rendah pada gastro intestinal dan untuk menghindari first pass metabolism yang cepat di hati. f. Cocok untuk pasien yang menderita disfagia, emesis berulang, geriatrik dan pediatrik yang memiliki kesulitan dalam menelan, pasien dengan gangguan mental, hipertensi, serangan jantung, asma, yang membutuhkan onset aksi yang cepat (Kalyan and Bansal, 2012). Kekurangan ODF antara lain : a. Memiliki tantangan tersendiri dalam hal keseragaman dosis. b. Beberapa ODF memiliki sensitifitas terhadap temperatur dan kelembaban, sehingga diperlukan pengemasan yang khusus (Bhyan, et al., 2011).
Universitas Sumatera Utara
2.4 Bahan Formulasi ODF 2.4.1 Bahan aktif ODF memiliki prospektif untuk mengirimkan berbagai bahan aktif.Tetapi ukuran menjadi keterbatasan sediaan ini.Dosis besar sulit untuk dimasukkan ke dalam film. Komposisi bahan aktif hanya berkisar 5 hingga 30% w/wdari berat film dimana bahan aktif akan tersebar secara merata. Beberapa bahan obat yang memiliki rasa pahit jika akan dibuat dalam bentuk ODF, maka rasa pahit tersebut harus ditutupi dengan baik. Metode sederhana untuk menutupi rasa pahit bahan aktif obat adalah mencampur dengan bahan tambahan yang memiliki rasa yang menyenangkan(Kalyan and Bansal, 2012). 2.4.2 Polimer pembentuk film Polimer larut air yang digunakan seperti HPMC, metil sellulosa, karboksimetil sellulosa, pullulan, maltodextrin, pektin dan lain-lain dapat digunakan sebagai polimer pembentuk film dalam bentuk tunggal ataupun dikombinasikan untuk mendapatkan sifat film yang diinginkan. Sifat ideal dari polimer pembentuk film : a. Harus memiliki sifat pembasahan yang baik. b. Memiliki kemampuan penyebaran yang baik. c. Memiliki rasa yang baik di mulut. d. Tidak menyebabkan iritasi pada mukosa mulut, tidak toksik dan tanpa zat pengotor (Kalyan and Bansal, 2012). 2.4.3 Plastisizer Plastisizer merupakan unsur penting dalam film karena memberikan fleksibilitas film dan mengurangi kerapuhan film. Pemilihan plastisizer tergantung
Universitas Sumatera Utara
pada kompatibilitasnya dengan polimer dan juga jenis pelarut yang digunakan dalam pembuatan film. Sifat aliran polimer akan lebih baik dengan penggunaan plastisizer dan meningkatkan kekuatan polimer tersebut. Konsentrasi plastisizer yang umum digunakan adalah 0 hingga 20% w/w dari berat film(Kalyan and Bansal, 2012). 2.4.4 Saliva stimulating agent Saliva stimulating agent atauzat penstimulasi saliva digunakan untuk meningkatkan produksi saliva yang akan membantu dalam mempercepat desintegrasi ODF (Kalyan and Bansal, 2012).Umumnya asam yang biasa digunakan sebagaibahan tambahan pada makanan dapat dimanfaatkan sebagai zat penstimulasi saliva.Misalnyaasam sitrat, asam malat, asam laktat, asam askorbat dan asam tartrat. Bahan ini dapat digunakan tunggal atau dalam kombinasi antara 2 sampai 6% w/w dari berat film (Bhyan, et al., 2011). 2.4.5 Sweetening agent Sweetening agent atau pemanis merupakan bagian utama sebagian besar produk makanan atau bentuk sediaan farmasi yang hancur atau larut dalam rongga mulut(Kalyan and Bansal, 2012).Umumnya pemanis digunakan dalam konsentrasi 3 - 6% w/w dari berat filmsecaratunggal ataupun kombinasi.Pemanis alami serta pemanis buatan memiliki kemampuan yang baik untuk digunakan dalam ODF.Alkohol polihidrat seperti sorbitol, mannitol, dan isomalt dapat digunakan secara kombinasi karena mereka memberikan tambahan rasa yang baik di mulut (Bhyan, et al., 2011).
Universitas Sumatera Utara
2.4.6 Flavoring agent Penerimaan sediaan ODF oleh individu sangat tergantung pada kualitas rasa dalam beberapa detik pertama setelah sediaan dikonsumsi.Jumlah flavoring agent atau zat perasa yang diperlukan untuk menutupi rasa tergantung pada jenis rasa dan kekuatannya.Lebih disukai penambahan hingga 10% w/w dalam formulasi (Kalyan and Bansal, 2012). Zat perasa dapat dipilih dari minyak sintetis, oleo resin, ekstrak yang berasal dari berbagai bagian tanaman seperti daun, buah dan bunga.Zat perasa dapat digunakan secara tunggal ataupun kombinasi.Contoh zat perasa dari minyak antara lain; minyak peppermint, minyak kayu manis, minyak spearmint, minyak pala. Contoh zat perasa dari buah antara lain; vanili, kakao, kopi, cokelat dan jeruk. Apel, raspberry, ceri, nanas adalah beberapa contoh dari jenis essence buah (Bhyan, et al., 2011).
2.5 Metode pembuatan ODF Ada 5 Teknik umum dalam pembuatan film.Yaitu ; 1. Metode solvent casting. 2. Metode semisolid casting. 3. Metode solid dispersion extrusion. 4. Metode hot melt extrusion. 5. Metode rolling. 2.5.1 Metode solvent casting Dalam metode ini, polimer larut air membentuk larutan kental dan homogen dengan bahan obat.Eksipien lainnya dilarutkan dalam pelarut yang
Universitas Sumatera Utara
sesuai, kemudian kedua larutan dicampur dan diaduk.Larutan kemudian dituang ke dalam cawan petri dan dikeringkan (Arya, et al., 2012). 2.5.2 Metode semisolid casting Dalam metode semisolid casting, pertama-tama disiapkan polimer pembentuk film yang larutdalam air.Larutan yang dihasilkan ditambahkan ke dalam larutan polimer tidak larut asam (misalnya selulosa asetat ftalat, selulosa asetat butirat). Kemudian sejumlah plastisizer ditambahkan sehingga terbentuk massa gel. Massa gel dituang ke dalam cetakan. Ketebalan film adalah sekitar 0,015-0,05 inci. Rasio polimer tidak larut asam denganpolimer pembentuk film harus 1: 4 (Arya, et al., 2012). 2.5.3 Metode solid dispersion extrusion Metode ini dilakukan dengan mencampurkan semua komponen tanpa bahan obat.Kemudian dikempa bersama dengan bahan obat hingga menjadi dispersi solid.Dispersi solid dibentuk ke dalam film menggunakan cetakan (Arya, et al., 2012). 2.5.4 Metode hot meltextrusion Dalam metode ini bahan obat dicampur dengan bahan pembawa dalam bentuk solid.Kemudian campuran tersebut ditekan dengan alat penekan dimana alat penekannya memiliki panas.Campuran tersebut akanmencair dan membentuk film (Arya, et al., 2012). 2.5.5 Metode rolling Pembuatan ODF dengan metode ini dengan cara larutan atau suspensi yang mengandung obat digulung ke dalam pembawa. Pelarut utamanya air
Universitas Sumatera Utara
sertacampuran air dan alkohol.Film dikeringkan di atas penggulung dan dipotong sesuai bentuk dan ukuran yang diinginkan (Arya, et al., 2012).
2.6 Disolusi Disolusi merupakan proses dimana suatu obat menjadi terlarut dalam suatu pelarut. Uji disolusi in vitro mengukur laju dan jumlah obat terlarut dalam suatu media.Dalam sistem biologik disolusi obat dalam media merupakan suatu bagian penting sebelum kondisi absorpsi sistemik (Shargel dan Yu, 1988).Umumnya hanya obat dalam bentuk larutan yang dapat diabsorpsi, didistribusi, dimetabolisme, diekskresi atau bahkan memberikan kerja farmakologis. Jadi, disolusi merupakan proses yang penting dalam ilmu kefarmasian. Uji disolusi digunakan untuk berbagai alasan dalam industri farmasi dalam pengembangan produk baru, untuk pengawasan mutu, dan untuk membantu menentukan kesetaraan hayati (Sinko, 2011). 2.6.1 Medium disolusi Berdasarkan semua pertimbangan, medium biorelevan yang umum digunakan dalam uji disolusi adalah medium yang menggambarkan kondisi lingkungan lambung dan usus.Perbedaan utama antara medium lambung dan usus adalah pH.Komposisi cairan lambung keadaan puasa simulasi (pH 1,2) adalah NaCl 2,0 gram, HCl pekat 7,0 ml dan air terdeion sampai 1,0 liter. Cairan usus simulasi dijelaskan dalam USP edisi 26 yaitu larutan dapar 0,05 M yang mengandung KH2PO4 68,05 gram, NaOH 8,96 gram dan air terdeion sampai 10,0 liter. pH dapar ini adalah 6,8 dan berada dalam kisaran pH usus normal (Sinko, 2011).
Universitas Sumatera Utara
2.6.2 Metode dan peralatan disolusi Tujuan sebagian besar monografi disolusi dalam farmakope adalah untuk menetapkan prosedur evaluasi konsistensi disolusi produk obat dari bets ke bets. Kesamaan karakteristik disolusi suatu produk tertentu dari bets-bets yang berbeda mengimplikasikan bahwa produk memiliki kinerja yang serupa dalam tubuh manusia (Sinko, 2011). Metode-metode yang paling umum digunakan untuk mengevaluasi disolusi adalah metode keranjang (metode I) dan metode dayung (metode II) dan disebut sebagai metode sistem tertutup karena menggunakan medium disolusi bervolume tetap. Dalam praktek, keranjang atau dayung yang berputar memberikan gerakan adukan yang stabil dalam sebuah bejana besar berisi 500 hingga 1000 ml cairan yang ditempatkan di dalam penangas air dengan temperatur terkendali. Temperatur medium biasanya dipertahankan pada temperatur tubuh yaitu 37oC (Sinko, 2011).
2.7 Spektroskopi Ultraviolet/Visibel Prinsip kerja spektrofotometer UV/visibel adalah radiasi pada rentang panjang gelombang 200-700 nm dilewatkan melalui suatu larutan senyawa. Elektron-elektron pada ikatan dalam molekul menjadi tereksitasi sehingga menempati keadaan kuantum yang lebih tinggi dan dalam proses menyerap sejumlah energi yang melewati larutan tersebut. Semakin longgar elektron tersebut ditahan di dalam ikatan molekul, semakin panjang panjang gelombang (energi lebih rendah) radiasi yang diserap (Watson, 2010).
Universitas Sumatera Utara
2.7.1 Instrumentasi Diagram sederhana suatu spektrofotometer UV/visible ditunjukkan pada Gambar 2.4. Komponen – komponennya antara lain : 1. Sumber cahaya. Lampu deuterium untuk daerah UV dari 190 sampai 350 nm dan lampu halogen kuartz atau lampu tungsten untuk daerah visibel dari 350 sampai 900 nm. 2. Monokromator. Digunakan untuk menghamburkan cahaya ke dalam panjang gelombang unsure-unsurnya, yang diseleksi lebih lanjut dengan celah. Monokromator berotasi sehingga rentang panjang gelombang dilewatkan melalui sampel ketika instrument tersebut memindai sepanjang spektrum. 3. Optik. Dirancang untuk memisahkan berkas cahaya sehingga berkas tersebut melewati dua kompartemen sampel, dan pada instrument berkas rangkap tersebut, larutan blangko dapat digunakan dalam satu kompartemen untuk memperbaiki pembacaan atau spektrum sampel tersebut (Watson, 2010).
Gambar 2.4.Diagram skematik spektrofotometer UV/visible 2.7.2Penerapandalam analisis farmasi Spektroskopi UV/visibel merupakan metode yang diandalkan dalam analisis farmasi.Metode ini mudah digunakan, murah dan memberikan presisi yang baik untuk melakukan pengukuran kuantitatif obat-obat dalam formulasi (Watson, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Penerapan dalam analisis farmasi diantaranya adalah untuk kuantifikasi obat dalam formulasi yang tidak ada interfensi dari eksipien, penentuan nilai pKa beberapa obat, penentuan koefisien partisi dan kelarutan obat.Digunakan untuk menentukan pelepasan obat dari formulasi seiring waktu, misalnya dalam uji disolusi (Watson, 2010). 2.7.3Penerapanspektroskopi UV/visibeldalam praformulasi dan formulasi Spektrofotometri UV/Visibel adalah metode standar untuk menentukan sifat fisikokimia molekul obat sebelum formulasi dan untuk mengukur pelepasannya dari formulasi. Spektrofotometri UV digunakan secara rutin untuk memantau pelepasan in vitro bahan-bahan aktif dari formulasi.Untuk formulasi sederhana,
obat
cukup
dipantau
pada
panjang
gelombang
maksimumnya.Pelepasan obat diikuti dengan pemantauan pelepasannya ke dalam medium menggunakan spektrofotometer UV (Watson, 2010).
Universitas Sumatera Utara