6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori 1. Kecemasan Pada Anak Akibat Hospitalisasi a. Pengertian Kecemasan merupakan emosi yang tidak menyenangkan, yang ditandai dengan istilah-istilah seperti kekhawatiran, keprihatinan, dan rasa takut yang kadang-kadang kita alami dalam tingkat yang berbeda-beda (Atkinson, 1999). Sedangkan menurut Sadock (1997), kecemasan adalah suatu sinyal yang menyadarkan ia memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkikan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman. Hospitalisasi adalah suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak harus tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali ke rumah (Supartini, 2000). Reaksi anak terhadap hospitalisasi bersifat individual, dan sangat bergantung pada tahapan usia perkembangan anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia dan kemampuan koping yang dimilikinya. Menurut Wong (2000), berbagai perasaan yang muncul pada anak, yaitu cemas, marah, sedih, takut dan rasa bersalah. 6
7
Anak akan menunjukkan berbagai perilaku sebagai reaksi terhadap pengalaman hospitalisasi. Reaksi tersebut bersifat individual, dan sangat bergantung pada tahapan usia perkembangan anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia, dan kemampuan koping yang dimilikinya. Pada umumnya, reaksi anak terhadap sakit adalah kecemasan karena perpisahan, kehilangan perlukaan tubuh dan rasa nyeri (Supartini, 2004). Intervensi yang penting dilakukan perawat terhadap anak pada prinsipnya
untuk
meminimalkan
stresor,
memaksimalkan
manfaat
hospitalisasi memberikan dukungan psikologis pada anggota keluarga, mempersiapkan anak sebelum masuk rumah sakit. Upaya meminimalkan stresor atau penyebab stres dapat dilakukan dengan cara mencegah perasaan kehilangan kontrol, mencegah atau mengurangi dampak perpisahan, meminimalkan
perasaan
takut
pada
perlukaan
dan
nyeri,
serta
memaksimalkan manfaat perawatan di rumah sakit. Sedangkan untuk mencegah perasaan kehilangan kontrol dengan cara hindarkan pembatasan fisik jika anak dapat kopertif, bila anak diisolasi lakukan modifikasi lingkungan, buat jadwal prosedur terapi dan bermain, memberi kesempatan anak mengambil keputusan dan melibatkan orang tua dalam perancanaan kegiatan. Anak yang mengalami hospitalisasi dengan gangguan kecemasan pada usia todler menurut Douglas (1975) dan Niven (2000) mempunyai efek pada usia remaja, yang dimanifestasikan dengan perilaku menyimpang.
8
Penyimpangan perilaku tersebut berupa kemampuan membaca yang buruk, kenakalan dan riwayat pekerjaan tidak stabil. Hal ini menunjukkan pentingnya dilakukan intervensi yang tepat untuk mengatasi kecemasan hospitalisasi pada anak, khususnya anak usia todler. Ada beberapa cara untuk membuat hospitalisasi menjadi pengalaman yang tidak menakutkan bagi anak, bahkan cenderung menjadi pengalaman yang menyenangkan. Cara – cara tersebut antara lain yaitu memperpendek atau mengefisienkan lama rawat inap, menydiakan perawatan yang berkelanjutan, menjaga keamanan dan kenyamanan anak dengan cara menurunkan kecemasan akan perpisahan, mengurangi rasa sakit karena prosedur dan mempertahankan tempat tidur sebagai daerah yang aman bagi anak, menjelaskan prosedur tindakan untuk meningkatkan kontrol anak terhadap dirinya, serta menjadikan fasilitas bermain yang memadahi, (Pilliteri : 1999). b. Penyebab Kecemasan Penyebab kecemasan menurut Wong (2002), yaitu : 1) Perpisahan dengan keluarga. 2) Berada di lingkungan yang asing. 3) Ketakutan akan prosedur-prosedur tindakan yang akan dilakukan. c. Manifestasi Kecemasan Menurut Wong (2002), manifestasi kecemasan karena kecemasan terdiri dari beberapa fase :
9
1) Fase protes (Phase of Protest) Pada fase ini anak menangis, menjerit / berteriak, mencari orang tua
dengan pandangan mata, memegangi orang tua, menghindari dan
menolak bertemu dengan orang yang tidak dikenal secara ferbal menyerang orang yang tidak dikenal, berusah lari untuk mencari orang tuanya, secara fisik berusaha menahan orang tua agar tetap tinggal. Sikap protes seperti menangis mungkin akan berlanjut dan akhirnya akan berhenti karena keletihan fisik. Pendekatan orang yang tidak dikenal akan memicu meningkatnya sikap protes. 2) Fase putus asa (Phase of Despair) Perilaku yang harus diobservasi pada fase ini adalah anak tidak aktif, menarik diri dari orang lain, depresi, sedih, tidak tertarik terhadap lingkungan, tidak komunikatif, perilaku memburuk, dan menolak untuk makan, minum atau bergerak. 3) Fase menolak (Phase of Denial) Pada fase ini secara samar-samar anak menerima perpisahan, tertarik pada lingkungan sekitar, mulai berinteraksi secara dangkal dengan orang yang tidak dikenal atau perawat dan terlihat gembira. Fase ini biasanya terjadi setelah berpisah dengan orang tua dalam jangka waktu yang lama.
10
d. Faktor predisposisi Kecemasan Menurut Stuart dan sundeen (1998 : 177 – 179) ; 1) Dalam pandangan Psikoanalitik ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian-id dan superego. 2) Menurut pandangan interpersonal ansietas timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Ansietas juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kelemahan fisik. Sebagai contoh kecemasan anak yang dirawat di rumah sakit (hospitalisasi). 3) Menurut pandangan perilaku ansietas merupkan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemamapuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. 4) Kajian keluarga menunjuka bahwa gangguan ansietas merupakan hal yang biasa ditemui dalam suatu keluarga. 5) Kajian biologis menunjukan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepines. Reseptor ini mungkin membantu ansietas. e. Faktor Pencetus Kecemasan Menurut Kaplan dan sadock (1997) meliputi : 1) Faktor Psikososial Anak kecil, imatur dan tergantung pada tokoh ibu, adalah terutama rentan terhadap kecemasan yang berhubungan dengan perpisahan, sebagai contoh anak yang dirawat di rumah sakit
11
(hospitalisasi) karena anak mengalami urutan ketakutan perkembangan – takut kehilangan ibu, takut kehilangan cinta ibu, takut cidera tubuh, takut akan impulsnya dan takut akan cemas hukuman (punishing unxiety) dari superego dan rasa bersalah – sebagian besar anak mengalami cemas perpisahan didasarkan pada salah satu atau lebih ketakutan – ketakutan tersebut. 2) Faktor Belajar Kecemasan fobik dapat di komunikasikan dari orang tua kepada anak – anak dengan modeling langsung. Jika orang penuh ketakutan, anak kemungkinan memiliki adaptasi fobik terhadap situasi baru, terutama pada lingkungan baru. Beberapa orang tua tampaknya mengajari anak – anaknya untuk cemas dengan melindungi mereka secara berlebihan (overprotecting) dari bahaya yang diharapkan atau dengan membesar – besarkan bahaya. 3) Faktor Genetik Intensitas mana cemas perpisahan dialami oleh anak individual kemungkinan memiliki dasar genetik. Penelitian keluarga telah menunjukkan bahwa keturunan biologis dari orang dewasa dengan gangguan kecemasan adalah rentan terhadap gangguan pada masa anak – anak.
12
f. Karakteristik Kecemasan Todler Menurut Wong (2002) meliputi : 1) Menangis. 2) Terlihat sedih,biasanya menolak dan tidak koperatif. 3) Denial atau mengingkari, ditunjukkan dengan tidak senang ditemani dan mendiamkan ibunya. g. Tingkat Kecemasan Menurut Stuart dan sundeen (1998 : 175 – 176) ; 1) Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari – sehari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. 2) Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain. 3) Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseoarang cinderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal lain. 4) Tingkat panik dari kecemasan berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror. Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan, dan jika berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian.
13
2. Terapi Bermain a. Pengertian Terapi bermain adalah media komunikasi antara anak dengan orang lain, termasuk dengan perawat atau petugas kesehatan di rumah sakit (Supartini, 2004). Perawat dapat mengkaji perasaan dan pikiran anak melalui ekspresi non verbal yang ditunjukkan selama melakukan permainan atau melalui interaksi yang ditunjukkan anak dengan orang tua dan teman kelompok bermainnya. Sedangkan menurut Wilson, Kendrick & Ryan (1997) terapi bermain merupakan terapi untuk mengembangkan mental anak dan untuk mengobati anak yang sedang dalam perawatan. Sedangkan menurut Campbell & Glaser (1995), bermain sama dengan bekerja pada orang dewasa, dan merupakan aspek terpenting dalam kehidupan anak serta merupakan satu cara yang paling efektif untuk menurunkan stres pada anak, dan penting untuk kesejahteraan metal dan emosional anak. Menurut Alimul (2005), bermain adalah suatu aktivitas dimana
anak
dapat
melakukan
atau
mempraktikkan
ketrampilan,
memberikan ekspresi terhadap pemikiran, menjadi kreatif mempersiapkan diri untuk berperan dan berperilaku dewasa. Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangannya, anak usia pra sekolah mempunyai kemampuan motorik kasar dan halus yang lebih matang. Anak sudah lebih aktif kreatif dan imajinatif (Supartini, 2004). Anak usia pra sekolah merupakan masa inisiatif anak mulai berkembang dan anak ingin mengetahui lebih banyak lagi mengenai hal-hal di
14
sekitarnya. Anak mulai berfantasi dan mempelajari model keluarga atau bermain peran seperti peran guru, ibu dan lain-lain (Nursalam, 2003). Tujuan bermain di rumah sakit pada prinsipnya adalah agar dapat melanjutkan fase tumbuh kembang secara optimal, mengembangkan kreatifitas anak, dan anak dapat beradaptasi secara lebih efektif terhadap stres. Dalam penelitian Axline (1998) terapi bermain merupakan terapi untuk mengobati anak yang sedang sakit. Survei pemerintah Britania (1999), memperkirakan bahwa 10% tentang anak-anak mempunyai suatu masalah tentang kesehatan mental. Menurut penelitian Landreth, macammacam permainan yang digunakan seperti tanah liat, pasir, cat, krayon, boneka, dan lain-lain. b. Karakteristik Toddler Anak usia toddler adalah anak yang memasuki tahun pertama sampai dengan ketiga kehidupannya. Pada masa ini, anak mulai mengembangkan kemandiriannya seperti berjalan, berbicara dan menyuap makanan sendiri. Tumbuh kembang yang paling nyata pada tahap ini adalah kemampuan untuk mengeksplor dan memanipulasi lingkungan tanpa tergantung pada orang lain. Toddler juga mengendalikan buang air besar maupun buang air kecil menjelang usia 3 tahun. Menurut Erikson dalam Supartini (2004) usia toddler berada pada fase otonomi versus rasa malu dan ragu di mana perkembangan otonomi berpusat
pada
kemampuan
anak
untuk
mengontrol
tubuh
dan
lingkungannya. Anak ingin melakukan hal-hal yang ingin dilakukan sendiri
15
dengan menggunakan kemampuan yang sudah mereka miliki. Pada fase ini, anak akan meniru perilaku orang lain di sekelilingnya. Sebaliknya perasaan malu dan ragu akan timbul apabila anak merasa dirinya kerdil atau saat mereka dipaksa oleh orang tua atau orang dewasa lainnya untuk memilih sesuatu yang tidak dikehendaki oleh anak. Sedangkan menurut Freud dalam Supartini (2004) pada masa ini kehidupan anak akan berpusat pada kesenangan anak yaitu selama perkembangan otot sfingter. Anak senang menahan feses, bahkan bermain-main dengan feses sesuai dengan keinginannya. Toddler mempunyai tugas perkembangan yang meliputi gerakangerakan kasar dan halus, emosi, sosial, perilaku dan bicara. Menurut Soetjiningsih (1995) tugas perkembangan mental anak diantaranya sebagai berikut : 1. Usia 12-18 bulan a. Berjalan mengeksplorasi rumah serta sekeliling rumah. b. Menyusun 2 atau 3 kotak. c. Dapat mengatakan 5-10 kata. d. Memperlihatkan rasa cemburu dan rasa bersaing. 2. Usia 18-24 bulan a. Naik turun tangga. b. Menyusun 6 kotak. c. Menunjuk mata dan hidungnya. d. Belajar makan sendiri.
16
e. Mulai belajar mengontrol buang air besar maupun buang air kecil. 3. Usia 2-3 tahun a. Belajar meloncat, melompat dengan satu kaki. b. Membuat jembatan dengan 3 kotak. c. Mampu menyusun kalimat. d. Menggambar lingkaran. e. Bermain bersama dengan anak lain dan menyadari adanya lingkungan lain di luar keluarganya. Sedangkan ciri alat permainan anak usia toddler adalah sebagai berikut : 1. Usia 12 – 24 bulan Tujuan : a. Mencari sumber suara atau mengikuti sumber suara. b. Memperkenalkan sumber suara. c. Melatih anak melakukan gerakan mendorong dan menarik. d. Melatih imajinasinya. e. Melatih anak melakukan kegiatan sehari – hari, semuanya dalam bentuk kegiatan yang menarik. Alat Permainan yang Dianjurkan : a. Genderang, bola dengan giring – giring di dalamnya. b. Alat permainan yang didorong dan ditarik. c. Alat permainan terdiri dari : alat rumah tangga ( misalnya cangkir yang tidak mudah pecah, sendok, botol plastik, ember, waskom, air ),
17
balok besar, kardus besar, buku bergambar, kertas – kertas untuk dicoret, krayon / pensil berwarna. 2. Usia 25 – 36 bulan Tujuan : a. Menyalurkan emosi / perasaan anak. b. Mengembangkan keterampilan berbahasa. c. Melatih motorik halus dan kasar. d. Mengembangkan
kecerdasan
(
memasangkan,
menghitung,
mengenal dan membedakan warna ). e. Melatih kerjasama mata dan tangan. f. Melatih daya imajinasi. g. Kemampuan membedakan permukaan dan warna benda. Alat Permainan yang Dianjurkan : a. Lilin yang dapat dibentuk. b. Alat – alat untuk menggambar. c. Pasel sederhana. d. Manik – manik ukuran besar. e. Berbagai benda yang mempunyai permukaan dan warna yang berbeda.
18
c. Faktor - Faktor Fakto-faktor yang mempengaruhi permainan anak menurut Safriyani (2000) : 1. Kesehatan Anak-anak yang sehat mempunyai banyak energi dibandingkan dengan anak yang kurang sehat. 2. Intelejensi Anak yang cerdas lebih aktif dibandingkan dengan anak yang kuranag cerdas sehingga anak yang cerdas lebih menyenangi permainan yang bersifat intelektual atau permainan yang banyak merangsang daya pikir mereka. 3. Jenis kelamin Anak perempuan lebih sedikit melakukan permainan yang menghabiskan banyak energi seperti lari-lari, panjat pohon atau sebaginya. 4. Lingkungan Anak-anak
yang dibesarkan
di
lingkungan
yang kurang
menyediakan peralatan, waktu dan ruang bermain bagi anak yang menimbulkan aktivitas bermain anak kurang. 5. Status sosial ekonomi Anak yang dibesarkan pada keluarga dengan status sosial ekonomi yang tinggi lebih banyak tersedia berbagai macam jenis permainan dari
19
pada anak yang dibesarkan pada keluarga yang sosial ekonominya menengah ke bawah. d. Pengaruh Pengaruh bermain bagi perkembangan anak menurut Safriyani (2006) yaitu : 1) Bermain mempengaruhi perkembangan fisik anak 2) Bermain dapat digunakan sebagai terapi 3) Bermain dapat mempengaruhi dan menambah pengetahuan anak 4) Bermain mempengaruhi perkembangan kreatifitas anak 5) Bermain dapat mengembangkan tingkah laku sosial anak 6) Bermain dapat mempengaruhi nilai moral anak e. Fungsi Bermain Fungsi bermain selama hospitalisasi menurut Wong (2004) yaitu : 1) Fasilitasi penguasaan situasi yang tidak familiar 2) Beri kesempatan untuk membuat keputusan dan kontrol 3) Bantu untuk mengurangi stres terhadap perpisahan 4) Beri kesempatan untuk mempelajari tentang bagian-bagian tubuh, fungsinya, dan penyakit/kecacatan sendiri 5) Perbaiki konsep-konsep yang salah tentang penggunaan dan tujuan peralatan dan prosedur medis 6) Beri peralihan dan relaksasi 7) Bantu anak untuk merasa lebih aman dalam lingkungan yang asing
20
8) Beri cara untuk mengurangi tekanan dan untuk mengekspresikan perasaan 9) Anjurkan untuk berinteraksi dan mengembangkan sikap yang positif terhadap orang lain 10) Beri cara untuk mengekspresikan ide kreatif dan minat 11) Beri cara untuk mencapai tujuan-tujuan terapeutik f. Permainan Yang Dipilih Untuk Penelitian Dalam Mengatasi Kecemasan Akibat Hospitalisasi 1. Prinsip bermain a. Tidak membutuhkan sanyak energi b. Waktunya singkat c. Mudah dilakukan d. Aman e. Kelompok umur f. Tidak bertentangan dengan terapi g. Melibatkan keluarga 2. Nama permainan : Dengar musik 3. Alasan a. Musik dapat berfungsi sebagai terapi kesehatan b. Sesuai dengan tumbuh kembangnya c. Sesuai dengan kondisinya saat ini ( sakit) 4. Tujuan a. Untuk mengurangi kecemasan dan menyembuhkan depresi
21
b. Untuk melanjutkan tumbuh kembang yang normal selama dirawat c. Untuk mengungkapkan pikiran, perasaan dan fantasinya 5. Cara permainan a. Membunyikan musik b. Menentukan jenis musik sesuai dengan kasus atau jenis penyakitnya c. Mengobservasi karakteristik anak saat musik dimainkan d. Memberi semangat anak g. Terapi Bermain Dengan Musik Musik dapat mempengaruhi hiup seseorang. Hanya dengar musik, suasana ruang batin seseoarng dapat dipengaruhi. Entah apakah itu suasana bahagia atau sedih, bergantung pada pendengar itu sendiri. Yang pasti, musik dapat memberi semangat pada jiwa yang lelah, resah dan lesu. Musik juga dapat berfungsi sebagai terapi kesehatan. Ketika seseorang dengar musik, gelombang listrik yang ada diotakk pendengar dapat diperlambat atau dipercepat. Dan, kinerja sistem tyubuhpun mengalami perubahan. Bahkan, musik mampu mengatur hormon – hormon yang mempengaruhi stres seseorang, serta mampu meningkatkan daya ingat. Musik dan kesehatan memiliki kaitan erat, dan tidak diragukan bahwa dengan mendengarkan musik kesukaan mampu membawa anda dalam mood yang baik dengan waktu yang singkat. Musik juga memilki kekuatan untuk mempengaruhi denyut jantung dan tekanan darah sesuai dengan frekuensi, tempo dan volumenya. Makin lambat tempo musik, denyut jantung semakin lambat dan tekanan darah
22
menurun. Akhirnya pendengarpun terbawa dalam suasana rileks, baik itu pada pikiran maupun pada tubuh. Makanya sejumlah rumah sakit di luar negeri mulai menarpkan terapi musik pada pasiennya yang mengalami rawat inap. Ada beberapa fakta tentang musik yang bermanfaat : 1. Menyembuhkan sakit punggung kronis 2. Meningkatkan olahraga 3. Memberi rasa santai dan nyaman atau refresing 4. Meningkatkan inteligensi (efek mendengarkan musik Mozart) 5. Meningkatkan motivasi 6. Mengambangkan kepribadian 7. Mencegah kehilangan daya ingat 8. Membantu melahirkan 9. Menyembuhkan deperesi. Peneliti dari Science University of Tokyo menunjukan bahwa musik membantu menurunkan tingkat sters dan gelisah. Penellitian menunjukan bahwa musik klasik adalah terbaik dalam membantu mengatasi depresi. 10. Membantu anak sebelum operasi. Mendengarkan musik bagi anak yang tengah
menunggu
operasi
(rawat
inap)
dapat
membantu
menuyembuhkan ketakutan dan gelisah, karena musik membantu menenangkan ketegangan otot. Meskipun tidak ada musik khusus, musik – musik yang akrab bagi anak jelas yang terbaik (vision net dan kompas).
23
B. KERANGKA TEORI
Genetik
Psikososial (Hospitalisasi)
Cemas Pada anak Todler
Belajar
Sumber : Nursalam, Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak, Salemba Medika, 2003
C. Kerangka Konsep Penelitian Pre test Intevensi
Tingkat kecemasan sebelum dilakukan terapi bermain
Terapi Bermain Post Test Tingakat kecemasan sesudah dilakukan terapi bermain D. Variabel Penelitian 1. Variabel Independen Variabel independen dalam penelitian ini adalah terapi bermain.
24
2.
Variabel Dependen Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kecemasan.
E. Hipotesis Penelitian Rumusan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : Ha : “Ada pengaruh antara pemberian terapi bermain terhadap tingkat kecemasan anak usia todler akibat hospitalisasi di RSUD Tugurejo Semarang”.