BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1. Perpajakan Di Indonesia
Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus
menerus dan berkesinambungan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat baik secara material maupun spiritual. Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan. Salah satu usaha dalam pembiayaan pembangunan yaitu dengan menggali sumber-sumber dana yang berasal dari dalam negeri yaitu pajak.
2.1.1 Pengertian Pajak Menurut pasal 1 undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata cara Perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undangundang, dengan tidak mndapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Banyak ahli memberikan batasan tentang pajak,namun pengertian tersebut mempunyai inti dan tujuan yang sama. Dapat dilihat beberapa definisi pajak menurut para pakar adalah:
10
11
a. Mr. Dr .N. J. Feldmann, pajak adalah “prestasi yang dipaksakan
sepihak oleh dan terutang kepada penguasa, (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa ada kontra-prestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran
umum”.
b. Prof. Dr. Rachmat Soemitro, S.H., pajak adalah “iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dipaksakan) dengan tiada pendapat jasa-timbal (kontra-prestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pegeluaran umum”. c. Prof. Dr. M. J. H Smeets, pajak adalah “prestasi pada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakannya, tanpa ada kontra-prestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual”. d. Dr. Soeparman Soemahamidjaja, pajak adalah “iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipunggut oleh penguasa berdasarkan normanorma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasajasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum”.
Dari pengertian pajak di atas, dapat disimpulkan bahwa ada lima unsur yang melekat dalam pengertian pajak adalah : a. Pembayaran pajak harus berdasarkan undang-undang. b. Sifatnya dapat dipaksakan.
12
c. Tidak ada kontra-prestasi (imbalan) yang langsung dapat dirasakan
oleh pembayar pajak. d. Pemungutan pajak dilakukan oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun daerah (tidak boleh dipungut oleh swasta)
e. Pajak
digunakan
untuk
membiayai
pengeluaran-pengeluaran
pemerintah (rutin dan pembangunan) bagi kepentingan masyarakat umum.
2.1.2
Fungsi Pajak Pembangunan yang ada selama ini tidak terlepas dari peran serta masyarakat
dalam membayar pajak. Karena hasil dari penerimaan pajak tersebut digunakan pemerintah untuk melaksanakan pembangunan bagi kesejahteraan rakyat. Dengan demikian pajak mempunyai beberapa fungsi, antara lain: a. Fungsi Budgetary Dalam fungsinya sebagai budgetary, pajak dipergunakan sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan pemerintah, terutama kegiatan-kegiatan rutin.
13
b. Fungsi Regulateri
Sebagai fungsi Regulatory, yaitu megatur perekonomian guna menuju
pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat, mengadakan distribusi pendapatan serta stabilitas ekonomi.
c. Fungsi sosial
Dalam fungsi ini hak milik seseorang diakui dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat atau boleh dikatakan bahwa besarnya pemungutan pajak harus disesuaikan dengan kekuatan seseorang untuk dapat mencapai kepuasan kebutuhan setinggi-tingginya setelah dikurangi yang mutlak untuk kebutuhan primer.
Cara pemungutan pajak kepada masyarakat ditandai dengan falsafah Pancasila dan UUD 1945 terutama rasa keadilannya. Dengan demikian sistem atau cara pemungutan pajak kepada masyarakat wajib pajak harus melihat beberapa unsur subjektif yang ada bagi wajib pajak, yaitu : a. Keharusan memberi kebebesan wajib pajak atas pendapatan untuk kehidupan minimum. b. Keharusan memperhatikan fungsi-fungsi perorangan dan keadaan-keadaan yang berpengaruh terhadap besar kecilnya kebutuhan, seperti susunan dan keadaan keluarga, kesehatan dan sebagainya.
14
Jadi secara umum unsur-unsur subjektif diatas merupakan segala kebutuhan, terutama
material dan juga sepiritual, makin banyak kebutuhan yang harus dipenuhi, makin kecil kekuatan seseorang untuk membayar pajak.
2.1.3 Syarat Pemungutan Pajak
Ada empat syarat dalam pemungutan pajak agar tercapai keadilan dan kepastian hukum serta dapat tercapainya fungsi pajak, yaitu : a. Syarat keadilan Syarat pemungutan pajak pada umumnya adalah mengabdi pada keadilan, baik keadilan dalam prinsip megenai perundang-undangan maupun dalam praktek sehari-hari. Keadilan bersifat relatif, maka dalam menentukan keadilan dibidang perpajakan bisa digunakan beberapa acuan atau prinsip sebagai berikut :
15
merealisasikan tujuan negara yang bersifat menyelenggarakan
Keadilan itu akan terasa apabila pajak itu dikenakan untuk
kesejahteraan untuk rakyat.
Pedoman umum dalam mengukur keadilan, yaitu asas-asas
perbandingan (evenreddigheid) yang perumusannya adalah setiap
anggota masyarakat adalah sama dan sederajat.
Pemungutan pajak haruslah umum (adgemeinheid) dan merata (gelijkheid).
b. Syarat Yuridis Pemungutan pajak harus didasarkan pada ketentuan yang legal dan formal, atau dengan kata lain harus ada dasar hukumnya.
c. Syarat Ekonomis Pada pokoknya pemungutan pajak merupakan alat bagi pemerintah untuk melaksanakan politik perekonomian suatu negara. Sehingga dalam pelaksanaan pemungutan pajak harus tetap terjaga keseimbangan kehidupan ekonomi. Syarat ekonomis ini sejalan dengan fungsi mengatur, oleh karenanya pemungutan pajak diusahakan tidak menghambat
usaha
rakyat
dan
pemerataan pendapatan nasional.
membantu
dalam
menciptakan
16
d. Syarat Finansial
Bahwa pajak merupakan sumber utama penerimaan negara yang digunakan untuk menutup sebagian pengeluaran negara.
2.1.4 Pengklasifikasian Pajak
Terdapat berbagai jenis pajak, yang dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu menurut golongan, menurut sifat, dan menurut lembaga pemugutnya. a. Menurut golongan Menurut golongan, pajak dikelompokan menjadi dua yaitu pajak langsung dan pajak tidak langsung • Pajak langsung Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak bisa dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Pajak harus menjadi beban sendiri oleh wajib pajak yang bersangkutan. Contoh: Pajak Penghasilan. Pajak Penghasilan dibayar atau ditanggung oleh pihak-pahak tertentu yang memperoleh penghasilan tersebut. • Pajak tidak langsung
17
Pajak tidak langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa, perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misal terjadi
penyerahan barang atau jasa.
Contoh: Pajak Pertambahan nilai. Untuk menentukan apakah sesuatu termasuk pajak langsung atau pajak tidak langsung dalam arti ekonomis, dilakukan dengan melihat ketiga unsur yang terdapat dalam kewajiban pemenuhan perpajakannya. Ketiga unsur tersebut terdiri atas: Penaggung jawab pajak, adalah orang yang secara formal yuridis diharuskan melunasi pajak. Penanggung pajak, adalah orang yang dalam faktanya memikul dulu beban pajaknya. Pemikul pajak, adalah orang yang menurut maksud pembuat undang-undang harus dibebani pajak. Jika ketiga unsur tersebut ditemukan pada seseorang maka pajaknya disebut pajak langsung, sebaliknya jika unsur tersebut terpisah atau terdapat pada lebih dari satu orang, maka pajaknya disebut pajak tidak langsung.
18
b. Menurut sifat
Menurut sifatnya, pajak dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu pajak subjektif dan pajak objektif. • Pajak subjektif
Pajak subjektif adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan pada
keadaan
pribadi
wajib
pajak
atau
pengenaan
pajak
yang
memperhatikan keadaan subjeknya. Contoh: pajak penghasilan. • Pajak obyektif Pajak yang pengenaannya memperhatikan pada objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi subjek pajak (wajib pajak) maupun tempat tinggal. Contoh: Pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah.
c. Menurut Lembaga Pemungut 1 Pajak Negara atau Pajak Pusat Pajak negara atau pajak pusat yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. 2 Pajak daerah
19
Pajak daerah yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah terdiri dari : a. Pajak daerah TK I (Propinsi), contoh : Pajak Kendaraan
Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.
b. Pajak Daerah TK II (kotamadya/kabupaten), contoh : Pajak Pembangunan I, Pajak Penerangan Jalan.
2.2.
Pendapatan Daerah Pendapatan daerah adalah hak dari pemerintah daerah yang diakui sebagai
penambahan nilai kekayaan bersih.. pengertian Pendapatan daerah menurut Bastian (2007:146) adalah: “Arus masuk atau peningkatan lain atas harta dari satu kesatuan atau penyelesaian kewajibanya selama satu periode dari penyerahan atau produksi barang, pemberian jasa atau aktivitas lain yang merupakan operasi pokok atau utama yang berkelanjutan dari kesatuan tersebut.” Sumber pendapatan daerah menurut Undang-Undang No. 33 tahun 2004 adalah : 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), terdiri dari: a) Hasil pajak daerah. b) Hasil retribusi daerah.
20
c) Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan. d) Pendapatan asli daerah yang sah.
2. Dana perimbangan.
Kelompok Pendapatan dana Perimbangan dibagi menurut jenis
Pendapatan menjadi: a. Dana Bagi Hasil Jenis dana bagi Hasil dirinci menurut objek Pendapatan menjadi: -
Bagi Hasil Pajak
-
Bagi Hasil Baukan Pajak
b. Dana Alokasi Umum c. Dana Alokasi Khusus 3. Pinjaman daerah. 4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah. Kelompok lain-lain pendapatan daerah yang sah menurut jenis pendapatan dibagi menjadi:
21
a. Hibah berasal dari pemerntah, pemerintah daerah lainya,
badan/ lembaga / organisasi swasta dalam negeri,
Kelompok masyarakat, perorangan dan lembaga luar negeri
yang tidak mengikat.
b. Dana darurat dari pemerintah dalam rangka penaggulangan
korban/ akibat kerusakan bencana alam.
2.3. Pendapatan Asli Daerah Pengertian Pendapatan Daerah. Menurut Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, pendapatan daerah merupakan semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Menurut Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, sumber-sumber pendapatan daerah terdiri atas: a. Pendapatan asli daerah, yaitu: 1. Hasil pajak daerah 2. Hasil retribusi daerah 3. Hasil perusahaan milik daerah,hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, 4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah b. Dana perimbangan, terdiri dari:
22
1. Dana bagi hasil yang barsumber dari pajak dan sumber daya alam
2. Dana alokasi umum 3. Dana alokasi khusus 4. Pinjaman daerah
5. Lain-lain penerimaan daerah yang sah
Selanjutnya didalam penjelasan atas Undang-Undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang dimaksud dengan PAD adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumbersumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.3.1 Sumber Pendapatan Asli Daerah Menurut Undang-Undang No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang dimaksud dengan PAD adalah pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan
dalam
desentralisasi.
pelaksanaan
otonomi
daerah
sebagai
perwujudan
asas
23
Sesuai dengan prinsip otonomi daerah yang memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab, penyelenggaraan pemerataan dan pembangunan
daerah secara bertahap akan semakin banyak diserahkan kepada daerah. Berbagai
kebijaksanaan keuangan daerah yang diambil diarahkan untuk semakin meningkatkan
kemampuan
dalam
membiayai
urusan
penyelenggaraan
pemerataan
dan
pembangunan daerahnya.
Secara garis besar kebijaksanaan mencakup beberapa komponen utama yaitu: a. Kebijaksanaan di bidang penerimaan Yaitu untuk mendorong kemampuan daerah yang semaksimal mungkin dalam membiayai urusan rumah tangganya sendiri b. Kebijaksanaan di bidang pengeluaran Berorientasi pada prinsip desentralisasi dalam perencanaan, penyusunan program, serta pengambilan keputusan dalam memilih Negara dan proyek daerah serta pelaksanaannya. c. Peningkatan kemampuan organisasi pemerintah daerah termasuk kemampuan personil dan struktur organisasinya.
PAD sebagai bagian dari pendapatan daerah termuat dalam Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, terdiri dari:
a. Hasil pajak daerah
24
Menurut Undang-Undang No.34 tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang
pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang,
yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan Pemda dan
pengembangan daerah.
b. Hasil retribusi daerah Menurut Undang-Undang No.34 tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oeh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Retribusi daerah merupakan salah satu sumber penerimaan yang dapat dipungut terus menerus mengingat pengeluaran pemerintah daerah adalah untuk anggaran rutin dan anggaran pembangunan selalu meningkat.
c. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Yang dimaksud hasil perusahaan daerah adalah bagian keuntungan atau laba bersih perusahaan daerah yang berupa pembangunan daerah dan bagian untuk anggaran belanja daerah yang disetor ke kas daerah, baik bagi perusahaan daerah yang modalnya untuk seluruhnya terdiri dari
25
kekayaan daerah yang dipisahkan maupun bagi perusahaan daerah yang modalnya sebagian terdiri dari kekayaan daerah yang dipisahkan. Jenis
penerimaan yang termasuk hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang
dipisahkan, antara lain bagian laba, deviden, dan penjualan saham milik
daerah.
d. Lain-lain PAD yang sah Menurut Undang-Undang No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, lain-lain PAD yang sah bersumber dari: 1. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan 2. Jasa giro 3. Pendapatan bunga 4. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing 5. Komisi, potongan, maupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau jasa oleh daerah.
26
2.4.
Pajak Daerah (Variabel Y)
Pajak merupakan sumber keuangan pokok bagi daerah disamping retribusi
daerah. Pengertian pajak menurut M.Suparmoko dirumuskan sebagai berikut pajak
adalah pembayaran iuran oleh rakyat kepada pemerintah, yang dapat dipaksakan dengan tanpa balas jasa yang secara langsung dapat ditunjuk. Misalnya pajak kendaraan bermotor, pajak penghasilan.
Pengaturan lebih lanjut dikeluarkan melalui sumber-sumber pendapatan daerah, khususnya mengenai pajak daerah (Undang-Undang Darurat No.11 tahun 1957). Inti dari UU No 11 Tahun 1957 tersebut menjelaskan tentang peraturan umum pajak daerah dan menyebutkan beberapa hal sebagai berikut : a. Pengertian dari pajak daerah adalah pungutan daerah menurut peraturan pajak yang ditetapkan oleh daerah untuk pembiayaan rumah tangganya sebagai badan hukum politik. b. Mengadakan, mengubah, dan meniadakan pajak daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah. c. Lapangan pajak daerah adalah lapangan pajak yang belum digunakan oleh negara. Lapangan pajak tingkat bawahan adalah lapangan pajak yang belum digunakan oleh negara atau daerah tingkat atasan. d. Apabila suatu daerah tingkat atasan telah mengunakan suatu lapangan pajak, daerah tingkat bawahannya tidak dipekenankan memasuki lapangan pajak itu, akan tetapi dalam peraturan pajak tingkat atasan itu dapat ditentukan bahwa
27
daerah tingkat bawahannya dipekenankan memungut opsen atas pajak daerah tingkat atasannya
2.4.1 Pajak-Pajak Daerah di Indonesia
Mengenai pajak daerah dapat dibedakan menjadi dua yaitu pajak daerah
tingkat I dan pajak daerah tingkat II.
• Pajak Daerah Tingkat I (Propinsi) Berdasarkan UU No. 28 tahun 2009 disebutkan bahwa pajak daerah yang dapat dipungut oleh daerah tingkat I antara lain : a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air. b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor. c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. d. Pajak Pengambilan Dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. e. Pajak Rokok • Pajak Daerah Tingkat II (Kabupaten) Sedangkan menurut UU No. 28 tahun 2009 disebutkan bahwa pajak daerah yang dapat dipungut oleh Daerah Tingkat II, antara lain: a. Pajak Hotel b. Restoran c. Pajak Hiburan
28
d. Pajak Reklame
e. Pajak Penerangan Jalan f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan g. Pajak Parkir
h. Pajak Air Tanah
i. Pajak Sarang Burung walet j. PBB pedesaan dan Perkotaan k. Bea Perolehan hak atas tanah dan bangunan
2.4.2 Azas Pemungutan pajak Daerah Azas pemunguatan pajak daerah sebagai berikut: a. Harus ada kepastian hukum b. Pemungutan pajak daerah tidak boleh diborong c. Masalah pajak harus jelas d. Barang-barang keperluan hidup sehari-hari tidak boleh langsung dikenakan
pajak
daerah
dan
memberikan
keistimewaan
yang
menguntungkan kepada seseorang atau golongan. Duta dan konsulat asing tidak boleh dibebankan kecuali dengan keputusan presiden.
29
Pemungutan pajak daerah selain didasarkan dan dilaksanakan menurut asas-
asas dan norma-norma hukum, juga perlu diperhatikan bahwa prinsip bagi
pengenaan pajak yang baik kepada wajib pajak. Prinsip-prinsip tersebut yaitu:
a. Prinsip kesamaan
Artinya bahwa beban pajak harus sesuai dengan kemampuan relatif dari
setiap wajib pajak. Perbedaan dalam tingkat penghasilan harus digunakan
sebagai dasar di dalam retribusi beban pajak itu, sehingga bukan beban pajak dalam arti uang yang penting tetapi baban riil dalam arti kepuasan yang hilang.
b. Prinsip kepastian Pajak jangan sampai membuat rumit bagi wajib pajak, sehingga mudah di mengerti oleh mereka dan juga akan memudahkan administrasi pemerintah sendiri.
30
c. Prinsip kecocokan
Pajak jangan sampai menekan bagi wajib pajak, sehingga wajib pajak akan
dengan suka dan senang hati melakukan pembayaran pajak kepada
pemerintah.
2.4.3 Tolak Ukur Penilaian Suatu Pajak Daerah Untuk menilai berbagai pajak daerah yang ada sekarang ini dapat menggunakan berbagai ukuran, yaitu :
3
Pertama, Hasil (Yield) Memadai tidaknya hasil suatu pajak dalam kaitannya dengan berbagai layanan yang dibiayainya, stabilitas dan elastisitas hasil pajak terhadap inflasi, pertumbuhan penduduk dan juga perbandigan hasil pajak dengan biaya pemungutan.
4
Kedua, Keadilan (equity) Dasar pajak dan kewajiban membayar harus jelas dan tidak sewenangwenang. Pajak bersangkutan harus adil dan secara horisontal, artinya baban pajak haruslah sama antar berbagai kelompok yang berbeda tetapi
31
dengan kedudukan ekonomi yang sama. Kemudian harus adil secara
vertikal, artinya kelompok yang memiliki sumber daya ekonomi yang lebih besar memberikan sumbangan ysng lebih besar dari pada kelompok yang lebih banyak memiliki sumber daya ekonomi. Pajak harus adil dari
tempat ke tempat dalam arti, hendaknya tidak ada perbedaan-perbedaan
besar dan sewenang-wenang dalam beban pajak dari daerah ke daerah lain, kecuali jika perbedaan ini mencerminkan perbedaan dalam cara
menyediakan layanan masyarakat.
5
Ketiga, Daya Guna Ekonomi (economic Eficiency) Pajak hendaknya mendorong penggunaan sumber daya secara berdaya guna dalam kehidupan ekonomi, mencegah jangan sampai dilihat konsumen dan pilihan produsen menjadi salah arah atau orang menjadi segan bekerja atau menabung dan memperkecil beban lebih dari pajak.
6
Keempat, Kecocokan Sebagai Sumber Penerimaan Daerah (suitability as a revenue souece) Dalam hal ini berarti, harus jelas kepada daerah mana suatu pajak haruslah dibayarkan dan tempat pemungutan pajak sedapat mungkin sama dengan tempat akhir beben pajak, pajak tidak mudah dihindari dengan cara memimdahkan objek pajak dari sauatu daerah ke daerah lain. Pajak daerah hendaknya jangan mempertajam perbedaan antara daerah dari segi
32
ekonomi masing-masing, dan pajak hendaknya tidak menimbulkan beban
yang lebih besar dari kemampuan tata usaha pajak daerah.
2.5
Pajak
Hotel(Variabel X1)
Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap/istirahat, memperoleh pelayanan dan/ atau fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran. Pajak hotel adalah pajak yang dikenakan atas pelayanan yang disediakan hotel termasuk rumah penginapan, fasilitas penginapan/fasilitas tinggal jangka pendek, pelayanan penunjang, fasilitas olahraga dan hiburan yang disediakan hotel, dengan pembayaran. Pengertian Pajak Hotel menurut Undang-Undang No.28 Tahun 2009 adalah : “Pajak yang dikenakan atas pelayanan yang disediakan hotel termasuk rumah penginapan, fasilitas penginapan/fasilitas tinggal jangka pendek, pelayanan penunjang, fasilitas olahraga dan hiburan yang disediakan hotel, dengan pembayaran”.
2.5.1 Dasar Hukum Pemungutan Pajak Hotel Dasar hukum pemungutan Pajak Hotel pada suatu kabupaten atau kota adalah sebagaimana dibawah ini :
33
1. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah
2. Undang-undang Nomor 34 tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah
3. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 Tentang Pajak Daerah.
4. Peraturan Daerah Kota/Kabupaten yang mengatur tentang Pajak Hotel
5. Keputusan Bupati/Walikota yang mengatur tentang Pajak Hotel sebagai aturan pelaksanaan peraturan daerah tentang Pajak Hotel pada Kabupaten/kota yang dimaksud.
2.5.2 Obyek, Subyek dan Wajib Pajak Hotel 1.
Objek Pajak Hotel Objek Pajak dimaksud adalah : Subjek Pajak Hotel adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pembayaran kepada orang pribadi atau Badan yang mengusahakan Hotel.
2.
Dikecualikan dari Objek Pajak Hotel
34
a. Apartemen dan/atau fasilitas tempat tinggal lainnya yang tidak
menyatu dengan hotel;
b. Pelayanan tinggal di asrama dan pondok pesantren
c. Fasilitas olahraga dan hiburan yang disediakan di hotel yang
dipergunakan olehbukan tamu hotel dengan pembayaran;
d. Pertokoan, perkantoran, perbankan, salon yang dipergunakan oleh
umum di hotel;
e. Pelayanan perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh hotel dan dapat dimanfaatkan oleh umum.
3.
Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan pembayaran kepada orang pribadi atau Badan yang mengusahakan Hotel.
4.
Wajib Pajak Hotel adalah orang pribadi atau Badan yang mengusahakan Hotel.
2.6
Pajak Penerangan Jalan(X2) Pajak penerangan jalan atau yang sering disebut dengan pajak penerangan
jalan umum (PJU) merupakan hal yang perlu dikaji karena menimbulkan beberapa permasalahan di masyarakat. Pemungutan pajak penerangan jalan dilakukan bersamaan dengan pembayaran rekering listrik. Hal ini menimbulkan adanya
35
anggapan pada masyarakat bahwa dengan telah dibayarkannya pajak penerangan jalan maka masyarakat berhak menikmati secara langsung fasilitas penerangan jalan
di tempatnya dengan atau tanpa izin PT.PLN. Hal ini selanjutnya dikenal adanya
penerangan jalan umum secara liar yang menimbulkan kerugian di pihak PT. PLN
sekaligus membawa dampak adanya kemungkinan bahaya kebakaran.
Pengertian Pajak Penerangan Jalan menurut Undang-Undang No.28 Tahun 2009 adalah : “Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas pengunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain.”
2.6.1 Dasar Hukum Pemungutan Pajak Penerangan Jalan Dasar hukum pemungutan Pajak Penerangan Jalan pada suatu kabupaten atau kota adalah sebagaimana dibawah ini : 1. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah 2. Undang-undang Nomor 34 tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah 3. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 Tentang Pajak Daerah. 4. Peraturan Daerah Kota/Kabupaten Penerangan Jalan
yang mengatur tentang Pajak
36
5. Keputusan Bupati/Walikota yang mengatur tentang Pajak Penerangan
Jalan sebagai aturan pelaksanaan peraturan daerah tentang Pajak
Penerangan jalan pada Kabupaten/kota yang dimaksud.
2.6.2 Obyek, Subyek dan Wajib Pajak
1.
Objek Pajak Penerangan Jalan Objek Pajak penerangan Jalan yang dimaksud adalah : Objek Pajak Penerangan Jalan adalah penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun yang diperoleh dari sumber lain.
2.
Dikecualikan dari Objek Pajak Penerangan Jalan a. penggunaan tenaga listrik oleh instansi Pemerintah dan Pemerintah Daerah; b. penggunaan tenaga listrik pada tempat-tempat yang digunakan oleh kedutaan, konsulat, dan perwakilan asing dengan asas timbal balik; c. penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri dengan kapasitas tertentu yang tidak memerlukan izin dari instansi teknis terkait; dan d. penggunaan tenaga listrik lainnya yang diatur dengan Peraturan Daerah.
37
3.
Subjek Pajak Penerangan Jalan adalah orang pribadi atau Badan
yang dapat menggunakan tenaga listrik.
4.
Wajib Pajak Penerangan Jalan adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan tenaga listrik.
2.7 Kerangka Berfikir
Untuk melihat seberapa besar pajak Hotel dan pajak Penerangan Jalan mempengaruhi Pajak Daerah suatu daerah diperlukan suatu analisis kontribusi. Hal tersebut dapat diperoleh perbandingan suatu analisis kontribusi. Hal tersebut dapat diperoleh perbandingan besaran penerimaan pajak hotel dan Pajak Penerangan Jalan terhadap Pajak Daerah. Hasil dari perbandingan tersebut akan didapat seberapa besar rasio kontribusi pajak Hotel dan Pajak Penerangan Jalan dalam mengoptimalkan Pajak Daerah sebagai sumber pendapatan asli daerah . selain untuk melihat seberapa besar kontribusi pajak Hotel dan Penerangan Jalan terhadap Pajak daerah. Secara ilustratif, Kerangka Pemikiran diatas dapat dilihar dalam bagan konsep berikut:
38
Variabel X
Variabel Y
1.Pajak Hotel(X1) 2.Pajak Penerangan Jalan (X2)
Pajak Daerah (Y)
Regresi Berganda
Pengaruh Pajak Hotel dan Pajak Penerangan Jalan terhadap Pajak Daerah di Kabupaten Bandung Barat
39
Gambar 2.1
2.7
Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah dugaan sementara terhadap suatu masalah yang masih diuji
kebenaranya melalui analisa data yang relevan dengan masalah yang terjadi. Setelah maka kebenaran dari suatu masalah yang diuji akan terungkap. dilakukan
Menurut Sugiyono (2010:64) “Hipotesis mrupakan jawaban sementara terhadap
rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penlitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan” Adapun Hipotesis Penulis Rumusan Berdasarkan Kerangka Berfikir berdasarkan kerangka konseptual yang telah diungkapkan diatas adalah: H1: Kontribusi Hotel Berpengaruh secara signifikan terhadap Pajak Daerah H2: Kontribusi Pajak Penerangan Jalan secara signifikan terhadap Pajak Daerah H3: Kontribusi Pajak Hotel dan Pajak Penerangan Jalan berpengaruh sama sama terhadap Pajak Daerah
40
Kontribusi Pajak Hotel
(X1)
H1
Pajak Daerah
Kontribusi Pajak Penerangan Jalan
H2
(X2)
H3
Gambar 2.2
(Y)