24
BAB II POLA ASUH ORANG TUA BURUH TANI DAN PEMBINAAN KEBERAGAMAAN PADA ANAK
A. Pola Asuh Orang Tua 1. Pengertian Pola Asuh Pola asuh atau parenting style adalah salah satu faktor yang secara signifikan turut membentuk karakter keberagamaan anak. Hal ini didasari bahwa pendidikan dalam keluarga merupakan pendidikan utama dan pertama bagi anak, yang tidak bisa digantikan oleh lembaga pendidikan manapun.1 Pola asuh maksudnya adalah cara pengasuhan yang diberlakukan oleh orang tua dalam keluarga sebagai perwujudan kasih sayang mereka kepada anak-anaknya. Orang tua sebagai pendidik memiliki tanggung jawab yang sangat besar dalam pengasuhan, pembinaan dan pendidikan, dan ini merupakan tanggung jawab primer. Menurut kuhn dalam Habib Toha yang dikutib oleh Mahmud, Heri Gunawan dan Yuyun Yulianingsih menyebutkan bahwa pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berhubungan dengan anak-anaknya. Sikap ini dapat di lihat dari berbagai segi, antara lain dari cara orang tua dalam menerapkan berbagai peraturan kepada anak, memberikan hadiah dan hukuman, dan dalam memberikan tanggapan kepada anak. Intinya pola asuh orang tua adalah cara mendidik 1
Agus Wibowo, Pendidikan Karakter Usia Dini, Cet. II, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2013), hlm. 75.
22
23
yang dilakukan orang tua kepada anak-anaknya baik secara langsung maupun tidak langsung. Cara mendidik secara langsung maksudnya bentuk-bentuk asuhan yang di lakukan orang tua yang berkaitan dengan pembentukan kepribadian, kecerdasan dan keterampilan yang dilakukan secara sengaja, baik berupa perintah, larangan, hukuman, penciptaan situasi maupun pemberian hadiah. Adapun pendidikan yang secara tidak langsung adalah berbagai interaksi pengasuhan yang dilakukan dengan tidak di sengaja. Kedua hal itu (pola asuh yang langsung maupun tidak langsung) sangat memiliki dampak dalam perkembangan anak.2 Pola asuh perspektif Islam diawali dengan uraian bahwa dalam syariat Islam mendidik dan membimbing anak merupakan suatu kewajiban bagi seorang muslim karena anak merupakan amanat yang harus dipertanggungjawabkan oleh orang tua. Pernyataan tersebut berangkat dari hadis Rasulullah SAW: “Sesungguhnya setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci), orang tuanyalah yang akan menjadikan anak tersebut yahudi, nasrani, ataupun majusi”(HR. Bukhari). Konsep pendidikan dalam Islam mengajarkan bahwa pola asuh yang dilakukan oleh orang tua juga mencakup bagaimana orang tua mampu membentuk akhlaqul karimah terhadap anak-anaknya.
2
Mahmud, Heri Gunawan, Yuyun Yulianingsih, Pendidikan Agama Islam Dalam
Keluarga, Cet. I, (Jakarta: Akademia Permata, 2013), hlm. 149.
24
Beberapa ayat Al-Quran yang berkaitan dengan hal itu adalah: QS al-Baqarah [2]: 233:
ُ َو ْال َىالِد ۚ َضا َعة َ ض ْعهَ أَوْ ََل َدهُ َّه َحىْ لَ ْي ِه َكا ِملَ ْي ِه ۖ لِ َم ْه أَ َرا َد أَ ْن يُتِ َّم ال َّر ِ َْات يُر ۚ ُوف ِ َو َعلَى ْال َمىْ لُى ِد لَهُ ِر ْزقُه َُّه َو ِك ْس َىتُه َُّه بِ ْال َم ْعر Artinya: “Para ibu hendaklah menyusui anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuannya. Kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf...” QS. Luqman [31]: 13:
َّ ِان َِل ْب ِ ِه َوهُ َى يَ ِع ُهُ يَا بُ َ َّ ََل تُ ْل ِر ْ ب ُ َو ِ ْ قَا َا لُ ْ َم ااِ ۖ ِ َّن ال ِّشلرْ َ لَ ُ ْل ٌمم َع ِ ي ٌمم Artinya: “Ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya: Wahai anakku, janganlah kamu menyekutukan Allah, sesungguhnya menyekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar”. 3 Dari beberapa pengertian di atas maka pengertian pola asuh dalam penelitian ini adalah cara orang tua untuk membina dan mendidik baik sendiri maupun bersama-sama dalam mengarahkan anak-anaknya pada nilai-nilai agama di lingkungan keluarga. 2. Bentuk-Bentuk Pola Asuh Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya tumbuh menjadi anak yang cerdas, berhasil dalam pendidikannya, dan sukses dalam hidupnya. Dalam membentuk pola asuh, memerlukan perhatian ekstra karena pola asuh berperan dalam pembentukan kepribadian. 3
Kusdwiratri Setiono, Psikologi Keluarga, Cet.I, (Bandung: Alumni, 2011), hlm. 134.
25
Menurut Baumrind, sebagaimana yang dikutip oleh Agus Wibowo bahwa pola asuh ada tiga jenis pola asuh yang dilakukan orang tua terhadap anak-anaknya, yaitu: (1) pola asuh authoritarian, (2) pola asuh authoritative, dan (3) pola asuh permissive. Tiga jenis pola asuh Baumrind ini hampir sama dengan jenis pola asuh menurut Hurlock juga Hardy & Heyes yaitu: (1) pola asuh otoriter, (2) pola asuh demokratis, dan (3) pola asuh permisif.4 a. Pola Asuh Otoriter Pola asuh yang otoriter ditandai dengan cara mengasuh anak dengan aturan-aturan ketat, memaksa anak untuk berperilaku seperti orang tuanya, dan membatasi kebebasan anak untuk bertindak atas nama diri sendiri (anak). Orang tua yang memiliki pola asuh demikian selalu membuat semua keputusan, anak harus tunduk, patuh, dan tidak boleh bertanya. Pola asuh seperti ini juga ditandai dengan adanya aturan hukuman yang ketat, keras dan kaku. Anak juga diatur segala keperluannya dengan aturan yang ketat dan masih tetap diberlakukan meskipun anak sudah menginjak usia dewasa. Anak yang tumbuh dalam suasana seperti ini akan tumbuh dengan sikap yang negatif, misalnya memiliki sikap yang ragu-ragu, lemah kepribadian, dan tidak sanggup mengambil keputusan.5
4
Agus Wibowo, Op. Cit., hlm.76.
5
Mahmud, Heri Gunawan, Yuyun Yulianingsih, Op, Cit., hlm. 150.
26
Berdasarkan pemaparan tersebut, pola asuh orang tua yang otoriter mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1) Menuntut kepatuhan semata 2) Terlalu banyak aturan 3) Orang tua bersikap mengharuskan anak melakukan sesuatu tanpa kompromi 4) Bersikap kaku dan keras.6 b. Pola Asuh Demokratis Pola asuh demokratis mempunyai ciri orang tua memberikan pengakuan dalam mendidik anak, mereka selalu mendorong anak untuk membicarakan apa yang ia inginkan secara terbuka. Anak selalu diberikan kesempatan untuk selalu tidak bergantung kepada orang tua. Orang tua memberikan kebebasan kepada anak untuk memenuhi apa yang terbaik bagi dirinya. Segala pendapatnya didengarkan, ditanggapi dan diberikan apresiasi. Mereka selalu dilibatkan dalam pembicaraan, terutama yang menyangkut tentang kehidupannya di masa yang akan datang. Akan tetapi, untuk hal-hal yang bersifat prinsipil dan urgen, seperti dalam pemilihan agama, dan pilihan hidup yang bersifat universal dan absolut tidak diserahkan kepada anak. Karena orang tua harus bisa membentengi anak-anak terutama dalam pemilihan agama, tidak harus diberikan pilihan. Walau demikian, pengajaran agamanya 6
S. Lestari dan Ngatini, Pendidikan Islam Kontekstual, Cet. I, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2010), hlm.6.
27
tetap dilakukan secara demokratis dan dialogis seperti yang dilakukan oleh Ibrahim dengan anaknya Ismail. Hanya untuk pendidikan akidah dan keyakinan harus diberikan secara dogmatis. Begitu yang ditemukan dalam kisah Ibrahim dan Luqman sebagaimana telah digambarkan dalam Al-Quran secara gamblang. Berdasarkan pemaparan diatas dapat diketahui bahwa pola asuh demokratis mempunyai ciri sebagai berikut: 1) Ada kerja sama antara orang tua - anak 2) Anak diakui sebagai pribadi 3) Ada bimbingan dan pengarahan dari orang tua 4) Ada kontrol dari orang tua yang tidak kaku c. Pola Asuh Permisif Pola asuh permisif mempunyai ciri orang tua memberikan kebebasan penuh pada anak untuk berbuat. Anak dianggap sebagai sosok yang matang. Anak diberikan kebebasan untuk melakukan apa saja yang dikehendaki. Dalam hal ini kontrol orang tua juga sangat lemah bahkan mungkin tidak ada. Orang tua tidak memberikan bimbingan yang cukup kepada mereka, semua yang dilakukan oleh anak adalah benar, dan tidak perlu mendapatkan teguran, arahan dan bimbingan. Pola asuh yang permisif dapat diterapkan oleh orang tua kepada anak yang telah mencapai tingkat dewasa, yang telah matang akal pemikirannya, akan tetapi tidak sesuai jika diberikan kepada anak yang
28
masih remaja. Karena pada tingkat ini anak masih memerlukan arahan dan bimbingan, pemikiran dan perasaannya belum stabil. Mereka masih cepat berubah oleh pemikiran-pemikiran yang cenderung menyesatkan dan merusak akal pikiran mereka. Selanjutnya pola asuh permisif mempunyai ciri: 1) Dominasi pada anak 2) Sikap longgar atau kebebasan dari orang tua 3) Tidak ada bimbingan dan pengarahan dari orang tua 4) Kontrol dan perhatian orang tua sangat kurang dan bahkan mungkin tidak ada sama sekali. 7 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Orang Tua a. Tingkat Pendidikan Orang Tua Semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua, maka orang tua tersebut akan mampu menerapkan pengasuhan yang terbaik bagi anakanaknya, sedangkan semakin rendah tingkat pendidikan orang tua, maka orang tua tersebut dalam menerapkan pengasuhan kepada anakanaknya akan biasa-biasa saja. Hal ini dikarenakan pengetahuan seseorang akan dapat memberikan kontribusi bagi dirinya untuk memberikan sesuatu yang terbaik bagi anak-anaknya. b. Tingkat Sosial Ekonomi Keluarga Selain tinggi pendidikan dari orang tua, hal-hal yang dapat mempengaruhi pengasuhan orang tua kepada anaknya adalah tingkat
7
Mahmud, Heri Gunawan, Yuyun Yulianingsih, Op, Cit., hlm. 151.
29
sosial ekonominya. Semakin tinggi tingkat sosial dan ekonomi orang tua, maka orang tua tersebut akan berupaya dengan sebaik-baiknya memberikan pengasuhan kepada anak-anaknya. c. Orientasi Perhatian Orang Tua Orang tua lebih mementingkan masalah pekerjaan, maka mereka tidak bisa menerapkan pengasuhan yang baik bagi anak-anaknya. Sementara orang tua yang bisa meluangkan waktunya untuk mengurus rumah tangganya maka mereka akan mampu menerapkan pengasuhan terbaik bagi anak-anaknya. d. Pengetahuan Agama Seseorang yang telah memiliki pengetahuan agama yang baik, maka ia akan menerapkan pengasuhan bagi anak-anaknya dengan baik berdasarkan ajaran-ajaran agamanya. Dalam Islam anak merupakan amanah
Allah,
maka
seseorang
yang
benar-benar
menguasai
pengetahuan tentang agama Islam akan memberikan pengasuhan bagi anak-anaknya berdasarkan ajaran Islam. e. Lingkungan Sekitar Faktor lingkungan sangat menentukan pengasuhan yang orang tua berikan kepada anak-anaknya. Lingkungan yang baik memiliki potensi untuk memberikan kesempatan kepada orang tua menerapkan pengasuhan kepada anak-anaknya dengan baik. Sementara lingkungan yang buruk dimana kemaksiatan lebih dominan, maka memiliki potensi bagi para orang tua untuk menerapkan pengasuhan.
30
f. Budaya dan Adat Istiadat (Norma) Masyarakat Budaya dan adat istiadat yang dianut oleh masyarakat juga sangat mempengaruhi pengasuhan orang tua bagi anak-anaknya. Masyarakat batak dan madura akan lebih memberikan pengasuhan kepada anak laki-laki mereka dengan baik, sedangkan anak perempuan mereka hanya biasa-biasa saja. Sementara masyarakat jawa akan lebih memperhatikan anak perempuan dengan memberikan yang terbaik bagi mereka, sedangkan anak laki-laki biasa-biasa saja.8 4. Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan Orang Tua Dalam Mengasuh Anak Islam telah memerintahkan kepada setiap orang tua yang mempunyai tanggung jawab untuk mengarahkan dan mendidik anak agar memiliki akhlak luhur, mempunyai sikap lemah lembut dan perlakuan kasih sayang. Sehingga anak akan tumbuh secara istiqomah.9 Ada beberapa aspek yang wajib diperhatikan oleh kedua orang tua dalam mengasuh anak: a. Memberikan Kasih Sayang Kepada Anak Hal ini penting sekali, agar anak belajar mencintai orang lain. Jika anak tidak merasakan cinta kasih ini, maka akan tumbuh mencintai dirinya sendiri saja dan membenci orang di sekitarnya. Terutama seorang ibu harus menyadari bahwa tidak ada suatu apa pun yang mesti menghalanginya untuk memberikan kepada anak kebutuhan alaminya 8
Moh. Shohib, Pola Asuh Orang Tua untuk Membantu Anak Mengembangkan Disiplin
Diri, cet. I, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), hlm. 15-17. 9
Abdullah Nasihih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam, Jilid.I, terjemahan Jamaluddin Miri. (Jakarta: Pustaka Amani, 2007), hlm. 135.
31
berupa kasih sayang dan perlindungan. Dia akan merusak seluruh eksistensi anak jika tidak memberikan haknya dalam perasaan-perasaan ini. b. Membiasakan Anak Berdisiplin Sejak Usia Dini Fakta membuktikan bahwa membiasakan anak untuk menyusui dan buang hajat pada waktu-waktu tertentu dan tetap, sesuatu yang mungkin meskipun melalui usaha yang berulang kali sehingga motorik tubuh akan terbiasa dan terlatih dengan hal ini, kedisiplinan akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan pertumbuhan anak, sehingga mampu untuk mengontrol tuntutan dan kebutuhannya pada masa mendatang. c. Hendaklah Kedua Orang Tua Menjadi Teladan yang Baik Jangan mengira karena anak masih kecil dan tidak mengerti apa yang terjadi di sekitarnya, sehingga kedua orang tua melakukan tindakan-tindakan yang salah di hadapannya. Ini mempunyai pengaruh yang besar pada pribadi anak karena kemampuan anak untuk menangkap, dengan sadar atau tidak adalah besar sekali. Terkadang melebihi apa yang kita duga. Sekalipun anak tidak mengetahui apa yang dilihatnya itu semua berpengaruh bagi anak. Sebab, di sana ada dua alat yang sangat peka sekali yaitu alat penangkap dan alat peniru. Anak akan menangkap secara tidak sadar atau tanpa kesadaran purna, dan anak akan meniru secara tidak sadar, atau tanpa kesadaran purna, segala yang dilihat atau didengar di sekitarnya.
32
d. Anak dibiasakan dengan berbagai kebiasaan yang umum dilakukan dalam pergaulannya; kebiasaan yang dilakukan secara terus menerus ini akan melahirkan jiwa yang memiliki kepribadian yang baik yang akan berguna dalam kehidupan keberagamaan
mereka. Diantaranya:
dibiasakan mengucapkan salam ketika akan masuk rumah sendiri atau rumah orang lain, dibiasakan memakai pakaian atau celana/rok/baju yang panjang agar anak tumbuh dengan kesadaran menutup aurat dan malu jika membukanya dan sebagainya.10
B. Buruh Tani 1. Pengertian Buruh Tani Buruh, menurut kamus besar bahasa Indonesia yaitu orang yang bekerja untuk orang lain dengan mendapat upah.11 Upah ini merupakan imbalan dari pihak majikan yang telah menerima pekerjaan dari pihak buruh itu dan pada umumnya adalah tujuan dari buruh melakukan pekerjaan.12 Di dalam masyarakat berkembang empat istilah yang kadangkadang dikacaukan penggunaannya, yaitu buruh, pekerja, karyawan, dan pegawai. Kekacauan penggunaan keempat istilah tersebut disebabkan beberapa faktor yang berkembang dalam masyarakat. Istilah buruh 10
Mahmud, Heri Gunawan, Yuyun Yulianingsih, Op.Cit., hlm. 193.
11
Depdiknas, Kamus besar bahasa Indonesia, Edisi ke Empat, Cet. I, (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2008), hlm. 227. 12
hlm.5.
Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Cet, VII, (Jakarta: Djambatan, 1985),
33
misalnya, jarang digunakan karena buruh selalu dihubungkan dengan pekerjaan kasar, pendidikan rendah dan penghasilan rendah pula. Oleh karena itu, seseorang yang bekerja diperusahaan tidak pernah menyebut dirinya buruh perusahaan, tetapi karyawan perusahaan. Keadaan ini tidak dapat lepas dari sejarah masa lalu. Di zaman kolonial istilah buruh hanya digunakan untuk menunjuk orang-orang yang melakukan
pekerjaan
tangan atau pekerjaan kasar misalnya kuli, tukang.13 Buruh tani adalah buruh yang menerima upah dengan bekerja di kebun atau di sawah orang lain.14 Sedang petani adalah orang yang bekerja sebagai tani dan dia memiliki sawah atau lahan untuk digarap, yang kemudian akan memperoleh keuntungan dari hasil panen sawah tersebut.15 Pada dasarnya buruh tani adalah orang yang bekerja sebagai penggarap/pengolah sawah/ladang untuk ditanami tumbuhan seperti padi, jagung dan sebagainya, akan tetapi sawah/ladang itu milik orang lain bukan milik sendiri. Buruh tani tersebut mendapat upah yang dihitung per harinya sesuai tarif yang ditentukan oleh pemilik sawah/ladang, upahnya dibayarkan setiap hari. Upah buruh tani yang tidak memiliki atau mengelola lahan sendiri, umumnya lebih rendah di banding pekerja di sektor industri. Ratna Saptari menyatakan dalam bukunya yang berjudul Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial, buruh tani adalah petani yang 13
Abdul Rachmad Budiono, Hukum Perburuhan Di Indonesia, Cet.III, (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 1999), hlm. 1. 14 15
Depdiknas, Op. Cit, hlm. 227. http://i3-info.blogspot.com/2012/03/perbedaan-petani-dan-buruh-tani.html. (1 Maret,
2012). Diakses, 23Februari 2015.
34
tidak mempunyai tanah atau memiliki tanah untuk menjamin reproduksi anggota-anggota rumah tangganya (keluarga).16 2. Kondisi Buruh Tani di Indonesia Petani merupakan orang yang bermata pencaharian dalam bentuk bercocok
tanam.
Untuk
itu,
petani
membutuhkan
tanah.
Tapi
kenyataannya dewasa ini, masih banyak petani yang belum memiliki tanah sendiri. Maka tak ada pilihaan lain selain mengolah tanah milik orang lain. Pendapatan mereka relative kecil. Hasil dari panen pun dibagi dengan pemilik tanah. Di Indonesia, banyak lahan pertanian digarap oleh buruh tani yang tidak memiliki lahan. Bahkan mereka terpaksa membeli bibit sendiri. Permasalahan tersebut dapat berdampak pada kehidupan buruh tani. Misalnya kesejahteraan mereka yang kurang layak, ini dapat dilihat penghasilan buruh tani berkisar Rp. 15.000 sampai Rp. 20.000 perhari. Kenyataan ini dibenturkan dengan kenyataan harga sembako yang semakin melambung tinggi. Belum lagi berbagai pengeluaran untuk pendidikan anak-anaknya, oleh karena itu tidak mungkin para buruh tani dapat mengakses pendidikan tinggi. Jika masalah ini terus dibiarkan, maka nasib kaum tani tidak akan kunjung membaik.17
16
Mutaqobilin, “Pengaruh Kehidupan Keagamaan Petani Buruh Terhadap Akhlak Al-
karimah Anak”, Skripsi Pendidikan Agama Islam, (Pekalongan: STAIN Pekalongan, 2010) hlm. 23. 17
http://www.soearamassa.com/2013/09/kondisi-kaum-tani-indonesia.html. (23 September, 2013). diakses, 23 Februari 2015.
35
C. Membina Keberagamaan Pada Anak 1. Pengertian Keberagamaan Agama merupakan suatu aturan yang menyangkut cara-cara bertingkah laku, berperasaan dan berkeyakinan secara khusus. Setidaknya agama menyangkut ke-ilahi-an. Maksudnya, agama menyangkut segala sesuatu yang bersifat ketuhanan.18 Menurut Hadijah Salim yang dikutip dalam bukunya Mudjahid Abdul Manaf agama ialah peraturan Allah SWT. yang diturunkan-Nya kepada rasul-rasul-Nya yang telah lalu, yang berisi suruhan, larangan dan sebagainya yang wajib ditaati oleh umat manusia dan menjadi pedoman serta pegangan hidup agar selamat dunia dan akhirat. Agama adalah kendali hidup, dan barang siapa hidupnya tak terkendalikan niscaya manusia itu akan terjerumus dan tak akan menentukan arah tujuannya, maka akan membahayakan kepada diri mereka sendiri.19 Keberagamaan (religius) yaitu sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama.20 Fitrah beragama dalam diri manusia merupakan anugerah yang dibawa sejak lahir. Fitrah inilah yang menggerakkan hatinya
untuk
melakukan perbuatan “suci” yang diilhami oleh Allah Subhanahu Wata‟ala (QS. Ar-Rum: 30). Salah satu kelebihan manusia sebagai makhluk Allah swt adalah dianugerahi fitrah (potensi) untuk mengenal 18 19
Ramayulis, Psikologi Agama, Cet.X, (Jakarta: Kalam Mulia, 2013), hlm. 5. Mudjahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-Agama, Cet II, (Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 1996), hlm. 4. 20
Amirulloh Syarbini, Model Pendidikan Karakter dalam Keluarga, (Jakarta: Elex Media
Komputindo, 2014), hlm. 37.
36
Allah swt dan melakukan ajarannya. Keberagamaan memerlukan bimbingan agar dapat tumbuh dan berkembang secara benar. Oleh karena itu tugas dan kewajiban orang tua adalah menanamkan nilai-nilai aqidah, nilai ubudiyah, nilai kepribadian muslim serta nilai akhlak yang dijadikan sebagai materi dalam memberikan pembinaan keberagamaan. Menurut AlQur‟an, kedudukan manusia adalah sebagai khalifah Allah di bumi (AlBaqarah:30 dan An-Nur:55). Oleh karena itu, tujuan manusia hidup adalah untuk beribadah (pengabdian) kepada Allah.21 2. Bentuk-bentuk pembinaan keberagamaan pada anak Agama Islam merupakan kesatuan yang berwajah tiga, yaitu Iman, Islam dan Ihsan. Ketiga-tiganya merupakan kebulatan yang utuh, sehingga tanpa salah satunya berarti keIslaman seseorang akan menjadi pincang, atau tidak sempurna. Apabila ditampilkan sebagai segitiga sama sisi, Iman merupakan alas dasarnya, Islam dan Ihsan merupakan kedua sisi tegaknya. Ketiganya merupakan pokok-pokok ajaran Islam.22 Dengan demikian orang tua harus berusaha semaksimal mungkin agar anak mendapatkan pembinaan dan pendidikan agama yang baik dan terbiasa melaksanakannya. Berbicara tentang terbiasa melaksanakan berarti menyangkut metode keteladanan dalam pembiasaan merupakan suatu metode yang dapat digunakan untuk merealisasikan tujuan pendidikan dengan memberi contoh keteladanan yang baik kepada anak
21
S. Lestari dan Ngatini, Pendidikan Islam Kontekstual, Op. Cit., hlm. 32.
22
Mudjahid Abdul Manaf, Op. Cit., hlm. 119.
37
agar mereka dapat berkembang baik secara fisik maupun mental dan memiliki akhlak yang baik. Keteladanan memberikan kontribusi yang sangat besar dalam pendidikan aqidah, ibadah dan akhlak.23 Oleh karena itu yang perlu kita ketahui adalah bentuk-bentuk pembinaan dasar-dasar keberagamaan bagi anak yaitu sebagai berikut: a. Pembinaan Aqidah Aqidah menurut etimologi adalah ikatan, secara terminologi berarti landasan yang mengikat yaitu keimanan. Disebut demikian, karena ia mengikat dan menjadi sangkutan atau gantungan segala sesuatu. Dalam pengertian teknis artinya adalah iman atau keyakinan. Akidah Islam (aqidah Islamiyah) ditautkan dengan rukun iman yang menjadi asas seluruh ajaran Islam. Kedudukannya juga menjadi titik tolak kegiatan seorang muslim.24 Salah satu syarat yang teramat penting dalam kehidupan manusia adalah keyakinan, yang oleh sebagian orang dianggap sebagai agama.25 Yang dimaksud dengan pembinaan iman adalah, mengikat anak dengan dasar-dasar keimanan sejak ia mengerti, membiasakannya dengan rukun Islam sejak ia memahami, dan mengajarkan kepadanya dasar-dasar syariat sejak usia tamyiz. Dasar-dasar keimanan berupa hakikat keimanan dan masalah gaib, sebagaimana tercantum dalam
23
Hery Noer Ali, Ilmu Pendidikan Islam, Cet II, (Jakarta: Logos, 1999), hlm. 185.
24
Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, Cet. (Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2006), hlm. 199. 25
Ahmad Mustofa, Ilmu Budaya Dasar, Cet.II, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), hlm. 52.
38
Rukun Iman, yaitu iman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitabkitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir dan Qadar yang baik maupun buruk.26 Dalam kehidupan keluarga pendidikan keimanan merupakan hal yang paling utama dan pertama disampaikan kepada anak. Karena iman akan menjadi modal dasar bagi anak-anak mereka dalam menggapai kehidupan bahagia dunia dan akhirat. 27 Anak yang sejak kecil sudah diarahkan kepada keimanan yang benar, tentu mudah untuk diberi perumpamaan bahwa fondasi yang kuat adalah iman kepada Allah.28 Orang tua mereka telah memberikan pengalaman dan pendidikan yang berkaitan dengan berbagai corak kehidupan terlebih di bidang agama, apalagi jika orang tua mereka adalah seorang penganut agama yang taat. Seperti yang telah dijelaskan di atas maka kita akan menemukan lima pola dasar pembinaan aqidah anak seperti: Membacakan kalimat tauhid pada anak, mengenalkan hukum-hukum haram dan halal, menanamkan kecintaan mereka kepada Allah, pada Rasulullah SAW, mengajarkan Al-Qur‟an dan menanamkan nilai perjuangan rasul serta pengorbanan beliau kepada mereka. 26
Moh. Slamet Untung, Menelusuri Metode Pendidikan ala Rasululllah, (Semarang:
Pustaka Rizki Putra, 2007), hlm. 118. 27
Abdurrahman an-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat,
terjemahan Shihabuddin. (Jakarta: Gema Insani, 1996), hlm. 117. 28
Saiful Falah, Parent Power Membangun Karakter Anak Melalui Pendidikan Keluarga,
(Jakarta: Republika, 2014), hlm. 173.
39
1) Membuka Kehidupan Anak Dengan Kalimat Laa Ilaaha Illallaah Rahasianya adalah, agar kalimat tauhid dan syiar masuk Islam itu menjadi yang pertama masuk ke dalam pendengaran anak, kalimat yang pertama diucapkan oleh lisannya dan lafal pertama yang dipahami anak. 2) Mengenalkan Hukum-hukum Halal dan Haram Kepada Anak Sejak Dini Rahasianya adalah agar ketika anak membukakan kedua matanya dan tumbuh besar, anak telah mengenal perintah-perintah Allah, sehingga anak bersegera untuk melaksanakannnya, dan mengerti larangan-laranganNya, sehingga menjauhinya. 3) Mendidik Anak Untuk Mencintai Rasul, Keluarganya, dan Membaca Al-Quran Rahasianya adalah agar anak-anak mampu meneladani perjalanan hidup orang-orang terdahulu, baik mengenai gerakan, kepahlawanan maupun jihad mereka; agar mereka juga memiliki keterkaitan sejarah, baik perasaan maupun kejayaannya; dan juga agar mereka terikat dengan Al-Quran baik semangat, metode maupun bacaannya. 4) Menyuruh Anak Untuk Beribadah Ketika Telah Memasuki Usia Tujuh Tahun Rahasianya adalah agar anak dapat mempelajari hukumhukum ibadah ini sejak masa pertumbuhannya. Sehingga ketika
40
anak tumbuh besar, anak telah terbiasa melakukan dan terdidik untuk menaati Allah, melaksanakan hak-Nya, bersyukur kepadaNya, kembali kepada-Nya, berpegang teguh kepada-Nya, bersandar kepada-Nya dan berserah diri kepada-Nya. 29 b. Pembinaan Ibadah Dalam pengertiannya yang luas, ibadah meliputi seluruh aktivitas seorang
Muslim dalam rangka mencapai ridha Allah.
Mengenai ibadah yakni cara dan tatacara manusia berhubungan langsung dengan Tuhan, tidak boleh ditambah-tambah atau dikurangi.30 Secara umum ibadah berarti bakti manusia kepada Allah SWT karena didorong dan dibangkitkan oleh akidah tauhid. Ibadah itu mengatur kehidupan sehari-hari orang Muslim dengan “shalat”, kehidupan makan tahunannya dengan “shaum”, dan kehidupan ekonomi masyarakat Muslim yang saling menjamin dengan “zakat”. Juga mengatur dan menghidupkan kesatuan masyarakat Islami yang besar, di samping ikatan dan perasaan kemasyarakatan umat Islam di seluruh penjuru dunia dengan “haji”.31 Pembinaan
anak
dalam
beribadah
dianggap
sebagai
penyempurna dari pembinaan Aqidah karena nilai ibadah yang didapat oleh anak akan menambah keyakinan akan kebenaran ajarannya atau 29
Abdullah Nasihih Ulwan, Op. Cit., hlm. 165-168.
30
Mohammad Daud Ali, Op. Cit., hlm. 144.
31
Abdurrahman an-Nahlawi, Prinsip-prinsip dan Metoda Pendidikan Islam Dalam
Keluarga, di Sekolah dan di Masyarakat, terjemahan Shihabuddin. (Bandung: Diponegoro, 1996), hlm. 90.
41
dalam istilah lain, semakin tinggi nilai ibadah yang ia miliki, akan semakin tinggi pula keimanannya. Beribadah hendaknya diperkenalkan sedini mungkin dan dibiasakan dalam diri anak sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW. Hal itu dilakukan agar kelak mereka tumbuh menjadi insan yang benar-benar takwa, yakni insan yang taat melaksanakan segala perintah agama dan taat pula menjauhi laranganNya. Mulai dari tata cara bersuci, shalat, puasa, zakat dan ibadah lainnya. Apabila mereka dapat menjaga ketertiban dalam shalat, ajak pula anak untuk menghadiri shalat berjamaah di masjid. Dengan demikian, semua hal tersebut berguna untuk membiasakan anak taat kepada Allah SWT.32 Bentuk pengabdian seorang hamba terhadap Tuhannya atau dalam istilah khusus yaitu ibadah memiliki pengaruh yang sangat menakjubkan dalam diri anak. Pada saat anak melakukan salah satu ibadah itu, secara tidak disadari ada dorongan kekuatan yang membuat dia merasa tenang dan tentram. Pembinaan dalam beribadah bagi anak ini terbagi dalam empat dasar pembinaan, sebagai berikut: 1) Pembinaan Shalat Pembinaan shalat ini bertahap mulai dari perintah melaksanakan shalat, anak mulai dikenalkan adanya kewajiban dalam melaksanakan shalat baik itu syarat sah shalat maupun rukun-rukun shalat serta larangan-laranganNya, membiasakan anak 32
Dindin Jamaluddin, Paradigma Pendidikan Anak Dalam Islam, (Bandung: Pustaka
Setia, 2013), hlm. 60.
42
menghadiri shalat jum‟at. Membawa anak ikut ke masjid dan mengikat anak dengan masjid. Dengan adanya upaya seperti diatas maka semakin besar harapan masyarakat pada zaman ini untuk dapat melihat lahirnya sebuah generasi baru yang cemerlang, generasi yang didalamnya terdapat orang-orang yang telah mengabdikan diri sepenuhnya untuk berjalan diatas kebenaran. 2) Pembinaan Ibadah Puasa Puasa merupakan ibadah ritual yang berhubungan erat dengan proses peningkatan ruh dan jasad. Didalam ibadah ini anak diajarkan untuk mengenal semakin dalam makna sebenarnya dari bentuk keikhlasan dihadapan Allah SWT. karena puasa bukan hanya mengajarkan anak untuk menahan diri dari haus dan lapar saja tapi juga dilatih untuk selalu bersikap sabar dan tabah. 3) Pembinaan mengenai Ibadah Haji Ibadah haji sama dengan rukun ibadah yang lainnya, tidak diwajibkan sepenuhnya pada anak. Melainkan sebagai sarana untuk melatih diri anak agar terbiasa dalam melaksanakan bentuk ibadah yang memerlukan ketabahan fisik yang kuat. Sebagaimana kita ketahui pula bahwa haji merupakan bentuk ibadah yang penuh dengan berbagai macam kesulitan dan kepayahan dalam melaksanakan rangkaian ibadah tersebut. Maka dengan dilaksanakannya ibadah tersebut semenjak usia anak masih
43
kecil, diharapkan pada saat mencapai dewasa nanti, dia akan mulai terbiasa dan tidak lagi dianggap sebagai bentuk ibadah yang berat baginya. 4) Pembinaan Ibadah Zakat Salah satu bentuk pembinaan ibadah lainnya adalah mengenalkan anak pada rukun ibadah yaitu mengeluarkan zakat fitra yang merupakan bentuk kewajiban setiap muslim, tidak memandang umur atau jenis kelamin. Dengan mengeluarkan zakat ini, anak dikenalkan pada bentuk penyucian harta dan diri. Maka anak pun akan belajar mengenal arti tolong menolong yang merupakan
kewajiban
setiap
manusia.
Karena
harta
yang
dikeluarkan akan disalurkan kepada mereka yang membutuhkan.33 c. Pembinaan Akhlak Akhlak secara bahasa berasal dari kata khalaqa yang kata aslinya khuluqun yang berarti perangai, budi pekerti, tingkah laku atau tabiat, secara etimologi akhlak itu berarti perangai, budi pekerti, tabiat atau sistem perilaku yang dibuat.34 Akhlak karenanya secara kebiasaan bisa baik atau buruk, tergantung kepada tata nilai yang dipakai sebagai landasannya. Meskipun
33
secara
sosiologis
di
kata
akhlak
sudah
http://ahmad-sholihin.blogspot.com/2014/01/pembinaan-aqidah-bagi-anak-menurut-
islam.html. (30 Januari 2014). diakses, 20 Februari 2015. 34
Indonesia
Mohammad Daud Ali, Op. Cit., hlm. 346.
44
mengandung konotasi baik, jadi orang yang berakhlak berarti orang yang berakhlak baik. Orang tua harus mengajari anak dengan berbagai adab Islami, seperti makan dengan tangan kanan, mengucapkan basmalah sebelum makan, menjaga kebersihan, mengucapkan salam, dan lain-lain. Begitu pula dengan akhlak. Tanamkan kepada anak akhlakakhlak mulia, seperti berkata dan bersikap jujur, berbakti kepada orang tua, dermawan menghormati yang lebih tua, dan sayang kepada yang lebih muda, serta beragam akhlak lainnya. Kiranya tidak diragukan lagi bahwa keutamaan akhlak dan tingkah laku merupakan salah satu iman yang meresap ke dalam kehidupan keberagamaan anak. Ia akan terbiasa dengan akhlak yang mulia karena ia menyadari bahwa iman membentangi dirinya dari berbuat dosa dan kebiasaan jelek.35 Akhlak terhadap makhluk, dapat terbagi menjadi dua yaitu akhlak terhadap manusia dan akhlak terhadap bukan manusia. 1) Akhlak terhadap manusia dapat dibagi menjadi: akhlak terhadap diri sendiri dan akhlak terhadap orang lain, (misalnya akhlak Rasulullah, akhlak terhadap orang tua, akhlak terhadap karib kerabat, akhlak terhadap tetangga, akhlak terhadap masyarakat). 2) Akhlak terhadap bukan manusia dapat dipecah menjadi: akhlak terhadap makhluk hidup bukan manusia, misalnya (tumbuh-
35
Dindin Jamaluddin, Loc. Cit., hlm. 60.
45
tumbuhan atau flora dan fauna atau hewan), dan akhlak terhadap makhluk (mati) bukan manusia, misalnya (akhlak terhadap tanah, air, udara dan sebagainya). Akhlak terhadap manusia dan bukan manusia, kini disebut akhlak terhadap lingkungan hidup.36 3. Metode Pembinaan dan Pendidikan Anak Langkah-langkah dari segi praktis dan aplikatif diharapkan dapat diselenggarakan
oleh
setiap
orang
tua
dalam
rumah
tangga.
Mengetengahkan beberapa metode adalah signifikan karena pengetahuan tentang itu tidak hanya berguna sebagai ilmu, tetapi juga berfungsi secara teoretis bagi penggiringannya ke arah pembinaan pemikiran yang akan dimunculkan. Dalam hal ini, metode praktis pendidikan anak oleh orang tua dalam rumah tangga, menurut ajaran pedagogis Islami, yaitu sebagai berikut: a. Metode Teladan Metode ini merupakan metode pendidikan dan pengajaran dengan cara pendidik memberikan contoh teladan yang baik kepada anak agar ditiru dan dilaksanakan. Suri teladan dari para pendidik merupakan faktor yang besar pengaruhnya dalam pendidikan anak. Pendidik, terutama orang tua dalam rumah tangga dan guru di sekolah adalah contoh ideal bagi anak. Salah satu ciri utama anak adalah meniru, sadar atau tidak, akan meneladani segala sikap,
36
Mohammad Daud Ali, Op. Cit., hlm. 352.
46
tindakan, dan perilaku orang tuanya, baik dalam bentuk perkataan dan perbuatan maupun dalam sikap-sikap kejiwaan, seperti emosi, sentimen, kepekaan, dan sebagainya. b. Metode Pembiasaan Islam mengajarkan bahwa anak berada dalam kondisi fitrah (suci, bersih, belum berdosa) sejak Saat lahir sampai baligh. Dalam konsep Islam, fitrah adalah kecenderungan bertauhid secara murni, beragama
secara
benar
atau
beriman
dan
beramal
shaleh.
Lingkunganlah dalam hal ini terutama orang tua, yang membuat anak terbawa arus ke arah sebaliknya. Fitrah tersebut akan berkembang dengan baik dalam lingkungan yang terbina secara agama, ketika teladan utama tercermin dalam segala aspek kehidupan. Walaupun demikian, penampilan teladan tidak memadai. Fitrah memerlukan pengembangan melalui usaha sadar dan teratur serta terarah, yang secara umum disebut pendidikan. Akan tetapi, untuk anak yang masih berumur di bawah 10 tahun, pembiasaan merupakan metode yang baik. c. Metode Praktik Metode ini jika dilihat dari ajaran Islam, bertolak dari ancaman Allah SWT. terhadap orang yang hanya berkata tanpa berbuat, atau menganjurkan orang lain berbuat baik, sedangkan ia berbuat sebaliknya. Dari segi psikologis dan metodologis metode ini sangat
47
menarik anak, sebab praktik dan peragaan merangsang banyak indra anak, misalnya mata, telinga, dan minat atau perhatiannya. Banyak ajaran Islam seperti shalat, zakat, sedekah, akhlak mulia, yang dapat dipraktikkan atau dengan sengaja diperagakan di depan anak. Kecenderungan meniru akan mendorong anak melakukan ajaran-ajaran yang dipraktikkan di depannya, meskipun dalam bentuk dan cara yang belum seluruhnya benar. d. Metode Cerita Salah satu metode terbaik untuk mengajari anak adalah melalui cerita. Anak-anak senang mendengarkan cerita, terutama anak yang masih berumur antara 3-12 tahun. „Abdul Al- Aziz „ Abdul Al- Majid yang dikutip oleh Dindin Jamaluddin menjelaskan bahwa anak sejak mulai mengerti kata-kata sampai masa memasuki taman kanak-kanak, sekolah dasar, dan sekolah menengah senang mendengarkan cerita. Anak-anak dapat tertarik pada cerita-cerita dongeng, meskipun isinya bertentangan dengan kenyataan. Melalui cerita dapat diselipkan nilainilai yang diharapkan akan dianut, dihayati, dan diamalkan oleh anakanak. e. Metode Hukuman Di antara anak ada yang sangat agresif, suka melawan, berkelahi,
senang
mengganggu,
dan
bandel,
sehingga
sukar
mengendalikannya melalui cara atau metode yang lazim digunakan untuk sebagian besar anak-anak biasa. Untuk anak semacam itu dapat
48
menggunakan hukuman. Ajaran Islam tentang pendidikan ternyata membenarkan permberlakuan hukuman atas anak pada saat terpaksa, atau dengan metode-metode lain sudah tidak berhasil. 37
37
Dindin Jamaluddin, Op. Cit., hlm. 70.