BAB IV HASIL ANALISIS POLA ASUH ORANG TUA BURUH TANI DALAM MEMBINA KEBERAGAMAAN ANAK DESA BUMIREJO ULUJAMI PEMALANG
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan melalui wawancara dan observasi, mengenai pola asuh orang tua buruh tani dalam membina keberagamaan anak maka dapat dilakukan penganalisisan sebagai berikut:
A. Hasil Analisis Penerapan Pola Asuh Orang Tua Buruh Tani Dalam Membina Keberagamaan Anak Mengasuh dapat digambarkan sebagai salah satu bentuk pola pengasuhan (parenting) yang dapat diterapkan orang tua dalam pendidikan keluarga. Semua berawal dari rumah. Pola asuh orang tua sangat berpengaruh dalam mendidik anak-anaknya, terutama di dalam pendidikan agama Islam. Anak merupakan bagian dari masyarakat yang dipundaknya terpikul beban pembangunan pada masa mendatang, dan sebagai generasi penerus bangsa. Oleh karena itu, orang tua harus lebih memperhatikan, membimbing dan mendidik dengan baik. Orang tua merupakan orang pertama yang sangat besar peranannya dalam membina pendidikan agama pada anak, karena dari pendidikan itu akan menentukan masa depan anak. Anak-anak dalam pertumbuhannya harus dipersiapkan dengan sematang mungkin dengan pendidikan agama untuk mengembangkan dirinya
79
80
sebagai seorang muslim dan mengetahui kewajibannya terhadap Tuhan. Pentingnya pendidikan agama bagi anak sebagai salah satu tujuan pokok yang dituju oleh individu dan masyarakat untuk membinanya, baik membina aqidah, ibadah maupun akhlak pada diri anak ke arah yang lebih baik.1 Pola pengasuhan pada keluarga yang keseharianya bekerja menjadi buruh tani dalam pengasuhan anaknya mereka lebih sedikit waktunya untuk bermain dan bercanda dengan anaknya karena mereka tidak ada waktu untuk libur apalagi bila musim tanam dan musim panen datang karena pada musim tanam dan musim panen tersebut bagi mereka merupakan rezeki yang harus di kejar untuk biaya pendidikan anak-anak nanti dan kebutuhan sehari-hari. Dalam keluarga buruh tani harus lebih banyak mendapatkan perhatian dan pengarahan dari pihak-pihak lain. Para buruh tani harus dapat benar-benar membagi waktu dan juga harus dapat menyeimbangkan peranannya. Dari hasil wawancara dan observasi peneliti terhadap orang tua buruh tani dalam membina keberagamaan anak di Desa Bumirejo diperoleh bahwa rata-rata ke tujuh subjek orang tua buruh tani tersebut menggunakan pola asuh yang berbeda-beda yang telah penulis paparkan dalam bab II. Yaitu: 1. Demokratis Pola asuh demokratis dalam membina keberagamaan anak yaitu orang tua bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak. Dalam mengasuh anak untuk membina keberagamaan baik pembinaan aqidah, ibadah dan 1
hlm. 71.
Hasan Langgulung, Azas-azas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1986),
81
akhlak dengan membimbing, menasehati, memberikan contoh, mengontrol dan mendorong anak untuk membicarakan apa yang menjadi cita-cita mereka. Hal ini sesuai dengan teori menurut Baumrind, seorang pakar parenting,
mengemukakan
bahwa
demokratis
(tanpa
paksaan)
memberikan kebebasan kepada anak tetapi menggunakan pengawasan yang tegas. Sebagai orang tua yang demokratif akan membimbing dan mengarahkan anak-anak sehingga memiliki panduan dalam kehidupan mereka sehari-hari, tanpa memaksa kehendak orang tua kepada anak.2 Seperti RU menggunakan pola asuh demokratis dalam membina keberagamaan anaknya. Ia sudah merasa cukup dengan hanya menerapkan satu pola asuh, karena tanpa dipaksa anaknya sudah membiasakan ibadah sholat, walaupun kadang waktunya sudah mepet. Begitu juga dalam akhlaknya sudah membiasakan mencium tangan orang tuanya ketika masuk dan keluar rumah, mengucapkan salam. Dan selalu rutin mengaji di majelis ta’lim. Hal ini terbukti ketika peneliti melakukan observasi di rumah RU. Jadi kesimpulannya RU dalam membina keberagamaan anak menerapkan pola asuh demokratis karena menurut RU anak adalah tanggung jawab orang tua, anak dididik dan diarahkan agar menjadi anak yang sholeh sholehah tetapi jangan terlalu keras dan jangan terlalu dibebaskan juga. Ada batas-batasnya.3 2
Agus Wibowo, Pendidikan Karakter Usia Dini, Cet. II, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2013), hlm. 77. 3
Lihat Hasil Observasi terhadap Keluarga RU.
82
PR dalam membina keberagamaan anak juga menggunakan pola asuh demokratis, tetapi dengan permisif juga. Seperti yang diungkapkan oleh PR, ia sudah mengajarkan ibadah kepada anaknya sejak kecil, dengan mengajak dan memberi contoh, anak mampu menjalankan ibadah sholat dan puasa. PR tidak selalu menyuruh anaknya untuk sholat, karena anak harus dilatih supaya dalam menjalankan ibadah nantinya bukan sematamata karena perintah orang tua akan tetapi karena dari diri anaknya tersebut dengan melihat contoh dari orang tuanya. Maka dari itu PR harus sabar dalam mendidik ibadah anaknya. Kalau anaknya tidak melaksanakan ibadah, PR hanya menasehati dengan kata-kata halus. Membiasakan mengucap salam, mencium tangan kepada orang yang lebih tua dan berperilaku sopan kepada orang tua. Begitu juga membina aqidah kepada anak dengan menyekolahkan ke TPQ, dan membiasakan anak senang membaca Al-Qur’an. Faktor yang mempengaruhi PR menerapkan pola asuh demokratis karena sebagai orang tua PR menginginkan anaknya supaya taat dalam menjalankan ajaran agama, jadi PR selalu membimbing dan memberi contoh kepada anaknya.4 2. Otoriter Pola asuh otoriter dalam membina keberagamaan anak yaitu orang tua membuat hampir semua keputusan. Dan anak dipaksa untuk tunduk dan patuh dalam menjalankan ajaran agama. Orang tua akan sering menghukum jika anak tidak patuh. Komunikasi hanya searah dan
4
Lihat Hasil Wawancara dengan PR.
83
pengendalian sepenuhnya berada di tangan orang tua. Hal itu senada dengan bab II, pola asuh otoriter adalah pola asuh yang membatasi dan menuntut untuk mengikuti perintah-perintah orang tua. Lebih bersifat memaksa dan mengancam kepada anak agar mau patuh dalam menjalankan ajaran agama.5 Berdasarkan
hasil
penelitian
yang
penulis
lakukan,
TA
menerapkan pola asuh otoriter dan demokratis juga. Pola asuh otoriter dilakukan dalam membina keberagamaan anak. Terbukti TA ketat dalam mendidik anak dan cenderung membatasi pergaulannya. Begitu juga dalam keagamaan, baik aqidah, ibadah maupun akhlak, anak harus melaksanakan sesuai dengan ajaran agama seperti sholat dan mengaji dan tidak boleh membantah. Anak TA patuh kepada kedua orang tuanya, dia selalu menuruti apa yang di perintah orang tua. TA membiasakan untuk tegas dan menentukan segala-galanya dan anak harus patuh. Menurut TA karena anak adalah tanggung jawab orang tua. Pola asuh demokratis dilakukan ketika memperhatikan anak terutama dalam pendidikan, terlihat TA sangat perduli kepada anak. Terbukti setiap kali anaknya pulang dari TPQ, TA membuka jilid anak untuk mengulangi lagi di rumah meskipun TA sudah lelah kerja seharian. Disimpulkan berdasarkan pemaparan diatas TA menerapkan pola asuh otoriter karena faktor kebiasan keluarga TA yang selalu ketat dalam mendidik anak. 6
5
Ibid., hlm. 76.
6
Lihat Hasil Observasi terhadap Keluarga TA.
84
KO juga menerapkan pola asuh otoriter dalam membina keberagamaan anak. Terbukti ketika peneliti melakukan observasi, KO selalu mendisiplinkan anaknya dalam urusan ibadah, ketika anaknya pulang sekolah KO maupun istrinya memastikan kepada anaknya sudah sholat atau belum dengan menanyakan berulang-ulang. KO tidak segansegan memarahi anaknya ketika anak tidak melaksanakan sholat maupun mengaji. Anak harus mengikuti perintah KO dan tidak boleh membantah. Kesimpulannya KO menerapkan pola asuh otoriter karena KO tidak menginginkan anaknya terjerumus dalam pergaulan bebas dan KO menginginkan anaknya agar taat dalam beribadah. Maka dari itu KO selalu ketat dalam mendidik anak.7 3. Permisif Pola asuh permisif dalam membina keberagamaan anak yaitu orang tua memberi kelonggaran kepada anak dalam menjalankan perintah agama dan sedikit bimbingan dari orang tua sehingga anak memiliki kebebasan untuk menentukan pilihannya. Kontrol dari orang tua dalam segala yang dilakukan sang anak tidak terlalu ketat sehingga anak memiliki kebebasan untuk berbuat sesuai dengan apa yang dikehendaki. Senada dengan teori di bab II, pola asuh permisif adalah pola asuh yang menekankan pada kebebasan. Dalam hal ini orang tua memberi kebebasan kepada anak untuk melakukan apa saja, biasanya melanda
7
Lihat Hasil Observasi terhadap Keluarga KO.
85
keluarga yang dasar agamanya kurang dan orang tua yang sibuk karena bekerja.8 RA dalam membina keberagamaan anak menggunakan pola asuh permisif. RA memberikan kebebasan penuh pada anaknya karena mengizinkan anaknya melakukan apa saja yang mereka inginkan. Seperti yang diungkapkan oleh RA, bahwa anak itu tidak bisa dipaksa dan harus sabar dalam mendidik. Artinya kalau anaknya tidak melaksanakan ibadah, RA tidak menghukum anaknya. Terbukti peneliti melihat ketika observasi, RA maupun istri tidak mengajak anaknya untuk melaksanakan sholat, maupun menyuruh anaknya mengaji. Begitu juga dengan akhlaknya, ketika masuk rumah, tidak mengucap salam. RA sibuk bekerja seharian sehingga tidak dapat memperhatikan dan mengarahkan anak dengan baik dalam beragama. Tetapi RA memberi pola asuh demokratis dalam urusan sekolah. Hal ini terlihat ketika RA memberi motivasi ketika anaknya mengikuti les tambahan, memotivasi anaknya untuk belajar. Menurut RA, supaya anaknya pintar dan menginginkan anaknya bisa sekolah sampai ke jenjang yang lebih tinggi. Faktor yang mempengaruhi RA dalam menerapkan pola asuh permisif dikarenakan RA sibuk bekerja mencari nafkah sehingga kurang dalam memperhatikan anak.9 AB juga menggunakan pola asuh permisif dalam membina keberagamaan anak. Dalam beribadah, AB menyuruh anak untuk 8
S. Lestari dan Ngatini, Pendidikan Islam Kontekstual, Cet. I, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2010), hlm. 7. 9
Lihat Hasil Wawancara dengan RA dan Hasil Observasi terhadap Keluarga RA.
86
melaksanakan ibadah tetapi dengan sedikit bimbingan, dan tanpa memberikan contoh. Hal ini bisa dibuktikan ketika peneliti mengadakan observasi di tempat, anaknya tidak melaksanakan sholat dhuhur dan ashar, begitu juga dengan AB, masih sering meninggalkan sholat lima waktu. AB juga memberikan kebebasan penuh pada anaknya, ketika tidak mengaji setelah maghrib, AB tidak menyuruh dan tidak memarahinya. Jadi AB menerapkan pola asuh permisif karena kurangnya pengetahuan tentang agama.10 Dan TR juga menggunakan pola asuh permisif dalam membina keberagamaan anaknya. Seperti yang diungkapkan oleh TR, dalam membina ibadah TR tidak selalu menyuruh anaknya, kalau sedang sibuk TR lupa mengingatkan anaknya untuk sholat. Ketika peneliti melakukan observasi pada hari Jum’at, ternyata benar. TR tidak menyuruh anak lakilakinya untuk sholat Jum’at. Karena saat itu TR harus cepat-cepat kembali ke sawah. Begitu juga sholat lima waktu, hanya sholat maghrib saja ia menyuruh anak-anaknya untuk berjama’ah. Akhlaknya juga kurang baik, ketika keluar rumah tidak berpamitan, tetapi TR tidak menegurnya malah membiarkan begitu saja. Dan ketika mengaji pun TR mengizinkan anak perempuannya saat anaknya tidak mau berangkat mengaji. TR juga tidak mengajari anaknya mengaji di rumah, TR maupun suaminya cenderung
10
Lihat Hasil Observasi terhadap Keluarga AB.
87
permisif dalam membina agama anak. Hal ini disebabkan karena faktor sibuk bekerja dan minimnya pengetahuan tentang agama.11 Pola asuh setiap orang tua buruh tani dalam membina keberagamaan anak di Desa Bumirejo Ulujami Pemalang sudah sesuai dengan teori yang ada yaitu cara orang tua di keluarga buruh tani dalam membina dan mendidik anak-anaknya pada nilai-nilai agama seperti pembinaan aqidah, pembinaan ibadah dan pembinaan akhlak di lingkungan keluarga. Di desa tersebut, pola asuh orang tua buruh tani dalam membina keberagamaan anak berbeda-beda. Dari tujuh subjek yang di teliti, pola asuh orang tua dalam membina keberagamaan anak pada keluarga buruh tani mayoritas cenderung permisif. Orang tua belum mengerti tentang pengasuhan dan pembinaan agama yang efektif untuk anaknya. Pengetahuan orang tua tentang agama Islam yang minim menjadikan mereka mendidik anak-anak mereka sejauh yang orang tua ketahui tentang agama.
B. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Orang Tua Buruh Tani Desa Bumirejo Ulujami Pemalang Dalam suatu keadaan atau peristiwa pasti ada hal yang akan mempengaruhi. Sama halnya dengan pola asuh orang tua di keluarga buruh tani. Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh adalah sebagai berikut:
11
Lihat Hasil Wawancara dengan TR dan Hasil Observasi terhadap Keluarga TR.
88
1. Tingkat Pendidikan Orang Tua Menurut pendapat AB, menyatakan bahwa faktor tingkat pendidikan orang tualah yang mempengaruhi dalam penerapan pola asuh oleh buruh tani, dimana AB hanya lulusan SD dan tidak pernah bersekolah di madrasah atau TPQ.12 Tingkat pendidikan orang tua keluarga buruh tani bisa dikatakan sangat rendah. Mereka hanya lulusan sekolah dasar (SD) lulusan sekolah menengah pertama (SMP), bahkan banyak yang tidak lulus atau melanjutkan ke sekolah tingkat pertama (SMP), lulusan SMA hanya ada beberapa orang saja. Sehingga dalam mengasuh anak-anaknya sesuai dengan apa yang mereka ketahui. 2. Orientasi Perhatian Orang Tua Menurut pendapat RA dan PR, faktor orientasi perhatianlah yang mempengaruhi pola asuh.13 Pekerja buruh tani banyak menghabiskan waktu dari pagi sampai sore di sawah, karena kerjanya seharian sehingga para buruh tani kurang memberikan perhatian pada anak-anaknya. Waktu siang mereka hanya pulang sebentar untuk istirahat, kadang anak-anaknya belum pulang dari sekolah sehingga tidak bisa memperhatikan anak. Mengasuh anak mereka lakukan di pagi sebelum berangkat kerja dan sore setelah pulang kerja. Sedangkan siangnya pengasuhan anak-anak buruh tani sepenunya dilakukan oleh istri. Seorang istri buruh tani ada yang hanya sebagai ibu rumah tangga, ada juga yang membantu mencari nafkah dengan menjadi buruh maupun berdagang, sedang buruh tani yang 12
Lihat Hasil Wawancara dengan AB.
13
Lihat Hasil Wawancara dengan RP dan PR.
89
perempuan, mereka menitipkan anak-anaknya kepada orang tua mereka. Karena suami pun bekerja mencari nafkah. Jadi perhatian orang tua kepada anak sangat kurang. 3. Pengetahuan Agama Menurut pendapat TR, bahwa faktor yang mempengaruhi pola asuh adalah faktor pengetahuan agama. TR mengatakan kurang paham tentang agama.14 Masyarakat buruh tani Desa Bumirejo tingkat religiusnya masih minim dan dalam pengetahuan agamanya kurang. Mereka lebih banyak disibukkan dengan hal-hal yang bersifat duniawi. Bahkan masih sering meninggalkan
kewajibannya sebagai
umat
Islam,
mereka
meninggalkan ibadah terutama sholat lima waktu dan sholat Jum’at di masjid karena bekerja seharian di sawah. Sehingga dalam mengasuh anak, mereka lakukan sebisanya saja. 4. Tingkat Sosial Ekonomi Orang Tua Menurut pendapat RU, bahwa faktor yang mempengaruhi pola asuh adalah faktor ekonomi, dimana penghasilannya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara pas-pasan.15 Perekonomian keluarga buruh tani bisa dikatakan
hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari.
Sedangkan kebutuhan anak terutama untuk membiayai pendidikan sangat banyak mengeluarkan biaya. Namun para orang tua keluarga buruh tani memiliki keinginan untuk menyekolahkan anaknya sampai pendidikan yang lebih tinggi. 14
Lihat Hasil Wawncara dengan TR.
15
Lihat Hasil Wawancara dengan RU.
90
5. Lingkungan Faktor yang mempengaruhi pola asuh yang diterapkan oleh buruh tani di Desa Bumirejo, khususnya KO dan TA menurutnya adalah lingkungan yang paling mempengaruhi pola asuh yang diterapkan.16 Lingkungan sangat mempengaruhi dalam kehidupan anak. Jika anak dididik dan dibesarkan di lingkungan yang religius, maka anak akan tumbuh dan mempunyai sifat yang religius. Sedangkan anak yang dididik dan dibesarkan di lingkungan yang kurang baik, maka sifat anak juga akan mengikuti keadaan lingkungan yang kurang baik. Sehingga dalam mengasuh anak keluarga buruh tani sebisa mungkin mengawasi dan mengontrol anak dalam lingkungan dimana anak cenderung mengikuti teman atau orang lain yang kadang kurang baik.
16
Lihat Hasil Wawancara denga KO dan TA.