BAB II POLA ASUH ORANG TUA DAN MORAL ANAK
A. Pola Asuh Orang tua 1. Pengertian Pola Asuh Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu “ pola” dan “asuh”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pola berarti corak, model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap.1 Sedangkan kata asuh dapat berarti menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil, membimbing (membantu, melatih
dan
sebagainya),
dan
memimpin
(mengepalai
dan
menyelenggarakan) satu badan atau lembaga.2 Lebih jelasnya, kata asuh adalah mencakup segala aspek yang berkaitan dengan pemeliharaan, perawatan, dukungan, dan bantuan sehingga orang tetap berdiri dan menjalani hidupnya secara sehat.3 Pola asuh pada dasarnya diciptakan oleh orang tua dalam menjalin hubungan sehari-hari dengan anak-anaknya. Orang tua memiliki andil dan peranan yang besar terhadap pembentukan kepribadian anak lewat intensitas pembinaan yang dilakukan dalam keluarga antara orang tua yaitu ayah dan ibu dengan anak-anaknya. Menurut M. Chabib Thoha, pola asuh orang tua memiliki pengertian sebagai sikap hubungan orang tua dengan anak-anaknya 1
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai pustaka, 1988),hlm. 54. TIM Penyusun kamus pusat pembinaan dan pengembangan bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet.Ke-1, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), hlm. 692. 3 Elaine Donelson, Asih, Asah, Asuh keutamaan wanita, Cet.ke-1, (Yogyakarta: Kanisius, 1990), hlm. 5 2
24
25
dalam suatu keluarga. sikap tersebut merupakan perilaku orang tua terhadap anak-anaknya baik secara langsung maupun tidak langsung. 4 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pola asuh orang tua adalah suatu keseluruhan interaksi antara orang tua dengan anak, dimana orang tua bermaksud menstimulasi anaknya dengan mengubah tingkah laku, pengetahuan serta nilai-nilai yang dianggap paling tepat oleh orang tua, agar anak dapat mandiri, tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal. 2.
Jenis Pola Asuh Orang Tua Pola asuh adalah pola perilaku yang diterapkan orang tua pada anak dan bersifat relative konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh anak baik dari segi negatif maupun positifnya. Berhasil tidaknya orang tua membentuk tingkah laku anak sangat bergantung kepada bagaimana pola asuh orang tua yang dirasakan anak itu sendiri. Pola asuh ada bermacam-macam yaitu sebagai berikut: a. Pola Asuh permisif Pola asuh permisif adalah pola mengasuh anak yang cuek terhadap
anak,
jadi
apapun
yang
mau
dilakukan
anak
diperbolehkan seperti tidak sekolah, bandel, melakukan banyak maksiat dan sebagainya. Pola asuh permisif mempunyai ciri orang tua memberikan kebebasan penuh pada anak untuk berbuat. Anak dianggap sebagai 4
hlm. 110
M. Chabib Thoha, kapita selecta pendidikan islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996),
26
sosok yang matang. ia diberikan kebebasan untuk melakukan apa saja yang dikehendaki. Dalam hal ini kontrol orang tua juga sangat lemah bahkan mungkin tidak ada. Orang tua tidak memberikan bimbingan yang cukup kepada mereka, semua yang dilakukan oleh anak adalah benar, dan tidak perlu mendapat teguran, arahan dan bimbingan.5 Pola
asuh
permisif
menekankan
agar
anak-anak
menyatakan diri sebagaimana adanya campur tangan dari orang tua. Orang tua tidak ikut campur dalam perkembangan yang diperoleh
anak
bersama
lingkunganya,
karena
orang
tua
beranggapan anak akan menemukan jati dirinya sendiri tanpa perlu keterlibatan orang tua. Hampir tidak ada atau sedikit sekali peluang yang tersedia bagi orang tua untuk mendisiplinkan atau memaksa anak, biarkan anak berbuat sesuai dengan kehendaknya sendiri. 6 Pola asuh yang permisif dapat diterapkan oleh orang tua kepada anak yang telah mencapai tingkat dewasa, yang telah matang akal pemikirnya, akan tetapi tidak sesuai jika diberikan kepada anak yang masih remaja. Karena pada tingkat ini anak masih memerlukan bimbingan dan arahan, pemikiran dan perasaanya belum stabil. Mereka masih cepat berubah oleh pemikiran-pemikiran yang cenderung menyesatkkan dan merusak
5
H.Mahmud, Dkk, Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga (Jakarta:Akademia permata, 2013), hlm. 151. 6 Burce Narramore, Mengapa Anak-anak Berkelakuan Buruk, Penerjemah Gerrit johan Tiandas, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1999), hlm. 30
27
akal pikiran mereka.kelebihan pola asuh permisif ini anak bisa menetukan apa yang mereka inginkan. Namun, jika anak tidak dapat mengontrol dan mengendalikan diri sendiri, mereka justru akan terjerumus pada hal-hal yang negatif. b. Pola Asuh Otoriter Pola asuh otoriter adalah pola pengasuhan anak yang bersifat pemaksaan , keras dan kaku di mana orang tua akan membuat berbagai aturan yang saklek harus dipatuhi oleh anakanaknya tanpa mau tahu perasaan anak. orang tua akan emosi dan marah jika anak melakukan hal yang tidak sesuai dengan yang diinginkan oleh orang tuanya. Pola asuh yang bersifat otoriter ini juga ditandai dengan hukuman-hukumanya yang dilakukan dengan keras, mayoritas hukuman tersebut sifatnya hukuman badan dan anak juga diatur yang membatasi perilakunya. 7 Anak yang tumbuh dalam suasana seperti ini akan tumbuh dengan sifat yang negatif, misalnya memiliki sikap yang ragu-ragu, lemah kepribadian, dan tidak sanggup mengambil keputusan. Orang tua yang otoriter menganggap dirinya memiliki kekuasaan yang absolut dalam keluarganya, terutama dalam memimpin anak-anaknya. Orang tua dengan mudah menyuruh atau memerintahkan kepada anak atas segala apa yang menjadi keinginan, tanpa memerhatikan apakah yang diperintahkan itu 7
hlm.354.
Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam (Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2009),
28
sesuai dengan kemauan anaknya. Anak hampir tidak memberi suara dalam keputusan yang menyangkut tentang dirinya dan keluarga. sedikit sekali kesempatan yang diberikan orang tua untuk saling mengkomunikasikan keinginan-keinginan anak, karena dari anak-anak hanya dituntut bahwa mereka harus melakukan apa yang dikatakan oleh orang tuanya. Orang tua yakin bahwa dengan ketaatan semua akan menjadi beres atau berhasil. 8 Pola asuh otoriter cenderung membatasi perilaku, kasih sayang, sentuhan, dan kelekatan emosi orang tua-anak sehingga antara orang tua dan anak seakan memilki dinding pembatas yang memisahkan “si otoriter” (orang tua) dengan “si patuh” (anak). pola asuh yang otoriter cenderung membuat anak menjadi penakut, tidak tumbuh menjadi sosok yang periang, dan biasanya semangat hidupnya akan loatah. Akibatnya perkembangan tidak akan berjalan secara maksimal. Anak tidak bisa mandiri dan prestasi belajarnya rendah. Anak yang besar dengan teknik asuhan anak seperti ini biasanya tidak bahagia, paranoid selalu berada dalam ketakutan , mudah sedih dan tertekan, senang berada diluar rumah, benci orang tua dan lain-lain. Namun dibalik itu biasanya anak hasil didikan orang tua otoriter lebih bisa mandiri, bisa menjadi orang
8
Bource Narramore, Op.Cit., hlm. 25.
29
sesuai keinginan orang tua, lebih disiplin dan lebih bertanggung jawab dalam menjalani hidup. c. Pola Asuh Demokratis Pola asuh demokratis
adalah
pola asuh yang ditandai
dengan pengakuan orang tua terhadap kemampuan anakanaknya, dan kemudian anak diberi kesempatan untuk tidak selalu bergantung kepada orang tua. Dalam pola asuh seperti ini orang tua memberi sedikit kebebasan
kepada anak untuk
memilih apa yang dikehendaki dan apa yang diinginkan yang terbaik bagi dirinya, anak diperhatikan dan didengarkan saat anak bicara, dan bila berpendapat orang tua memberi kesempatan untuk mendengarkan pendapatnya, dilibatkan dalam pembicaraan terutama yang menyangkut dengan kehidupan anak itu sendiri. anak diberi kesempatan
mengembangkan
kontrol internalnya sehingga sedikit demi sedikit berlatih untuk bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Dalam pola asuh model ini, anak diberikan kebebasan atau keterbukaan, artinya orang tua memberikan kesempatan bagi anak-anaknya untk tumbuh dan berkembang secara alamiah, anak tetap diarahkan kepada aktivitasnya tetapi tidaklah dipaksa untuk harus mengikuti apa yang menjadi keinginan orang tua.9
9
Muntholi’ah, Konsep Diri Positif Penunjang Prestasi PAI, (Semarang: Gunung jati, 2002), hlm. 17.
30
3.
Peran Orang Tua dalam Keluarga Pada dasarnya orang tua memiliki peranan yang sangat penting dalam membesarkan anak karena orang tua adalah orang dewasa pertama yang memikul tanggung jawab pendidikan , khususnya dilingkungan keluarga. hal ini disebabkan karena secara alami anak-anak pada masa awal kehidupanya berada ditengahtengah ayah dan ibunya, sehingga dasar pandangan hidup, sikap hidup dan ketrampilan hidup banyak tertanam sejak anak berada ditengah-tengah orang tuanya. 10 Mereka merupakan pembina pribadi yang pertama dalam hidup anak, sehingga kepribadian, sikap dan cara hidup mereka menjadi unsur-unsur pendidikan yang tidak langsung dan dengan sendirinya akan masuk ke dalam pribadi anak yang sedang tumbuh.11 Anak adalah amanat Allah, amanat wajib dipertanggung jawabkan.Tanggung jawab terhadap anak bagi orang tua bukanlah kecil, secara umum inti tanggung jawab itu adalah penyelenggaraan pendidikan
bagi
anak-anak
dalam
rumah
tangga.
Allah
memerintahkan agar orang tua menjaga keluarganya dari siksa neraka. 12 Seperti diriwayatkan dalam sebuah hadits berikut ini:
)س ِن (رواه هذ ه الثالثة التزمذ ى َ ب َح َ َما نَ َح َل َوا ِل ُد َوا ِلدًا ِمنْ نَ َح َل آَ ْف ِ ض ُل ِمنْ اَ َد
10
Ramayulis, Ilmu pendidikan Islam, Cet.ke-4,(Jakarta: Kalam mulia,2004), hlm. 86. Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Cet.ke-15, (Jakarta: Bulan Bintang , 1996), hlm. 56. 12 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Persepektif Islam, (Bandung: Rosda Karya, 1994), hlm.160. 11
31
Artinya: “ Dari ayub bin musa menceritakan kepada kami dari ayahnya dari kakeknya bahwa Rasulullah SAW bersabda: Tidaklah orang tua memberi suatu pemberian kepada seorang anak yang lebih baik dari pada pemberian budi pekerti yang baik”.13 Hadits di atas menjelaskan bahwa para pendidik, terutama ayah dan ibu, merupakan tanggung jawab yang sangat besar dalam mendidik anak-anak dengan kebaikan dan dasar-dasar moral atau akhlak. Dalam bidang moral atau akhlak ini, tanggung jawab mereka sangat besar 14, berhubungan dengan segala hal yang menyangkut masalah perbaikan jiwa-jiwa mereka, mengangkat mereka dari kehinaan dan pergaulan yang baik dengan orang lain. Mereka (orang tua) bertanggung jawab untuk mendidik anaknya dari sejak kecil untuk berlaku benar, dapat dipercaya, istiqomah, mementingkan orang lain, menolong kepada orang yang membutuhkan bantuan, menghormati tamu, berbuat baik kepada tetangga. Mereka bertanggung jawab untuk membersihkan anakanak dari kata-kata yang mencela, dan buruk, serta dari segala perkataan yang menimbulkan ketidakbaikan moral. Mereka bertanggung jawab untuk mengangkat
dari
kehinaan, moral yang buruk, segala hal yang akan menjatuhkan
13
Syekh Mansur Ali Nasif, Mahkota Pokok-pokok Hadits rasulullah, jilid I, (Bandung: Sinar Baru, 1993), hlm.20. 14 Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, (semarang: 1981), hlm. 179180.
32
kepribadian, kemuliaan dan kesucian. Mereka juga bertanggung jawab untuk membiasakan dengan perasaan-perasaan manusia yang mulia, seperti berbuat baik kepada anak yatim, fakir miskin dan mengasihi para janda dan kaum miskin. Di samping mendidik anak dengan budi pekerti yang baik, orang tua harus memberi nama yang baik. Ternyata bahwa nama bukanlah sekedar alat untuk membedakan seseorang dengan orang lain tatkala memanggilnya. Nama juga menyangkut harga diri seseorang. Orang yang memiliki nama yang jelek akan merasa rendah diri dalam pergaulan, pada aspek inilah nama itu berhubungan dengan masalah pendidikan. 15 Pangkal ketentraman dan kedamaian hidup adalah terletak dalam keluarga. karenanya orang tua sebagai kepala keluarga mempunyai tanggung jawab terhadap perkembangan, kemajuan dan juga pendidikan anak. oleh karena itu fungsi orang tua sangat menentukan bagi kebahagiaan keluarga baik lahir dan batin. Secara garis besar fungsi orang tua dalam keluarga ada 2 macam: a. Orang tua sebagai pendidik keluarga b. Orang tua sebagai pemelihara dan pelindung keluarga 1. Orang tua sebagai pendidik keluarga Anak merupakan anugerah tuhan, generasi bangsa yang harus memperoleh perhatian orang tua. Sebab anak merupakan
15
Ahmad tafsir Op.Cit., hlm. 169-170.
33
sosok manusia yang tumbuh dan berkembang baik fisik maupun psikisnya, karenanya perlu dibimbing dan diarahkan guna mempersiapkan anak ke arah kedewasaan. Maka dari itu orang tua yang baik adalah yang bijak mengabdi pada masa depan anaknya. Salah satu faktor yang sangat mendasar dalam upaya mewujudkan generasi penerus yang utuh dan tangguh adalah melalui jalur pendidikan. Orang tua adalah kepala keluarga, dan keluarga adalah sebagai persekutuan hidup terkecil dari masyarakat yang luas. 16 Fungsi orang tua sebagai pendidik tidak dapat diabaikan, karena merupakan tanggung jawabnya, sebab baik buruknya anak dimasa mendatang adalah tergantung kepada didikan orang dimasa ini dalam arti ketika anak masih kecil, karena anak adalah amanat bagi orang tuanya yang harus dididik diarahkan agar menjadi anak yang baik dan berakhlak mulia. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh imam Al-Ghozali., yaitu: “Anak sebagaimana dikatakan oleh imam Al-Ghozali adalah amanat bagi kedua orang tuanya dan hati anak suci bagaikan mutiara cemerlang bersih dari ukiran dan gambaran, maka bila ia dibiasakan ke arah kebaikan jadilah ia baik dan bahagia dunia dan akhirat, sedang ayah dan para pendidiknya turut mendapat bagian pahalanya tapi bila ia dibiasakan jelek dan dibiarkan 16
Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan Sekolah dan Keluarga, (jakarta: Bulan bintang, 1976), hlm. 79.
34
dibiarkan dalam kejelekan maka celaka dan rusaklah ia, sedang ayah dan para pendidiknya (pemeliharanya) mendapat beban dosanya.17 Kebutuhan pendidikan bagi anak merupakan sesuatu yang mutlak diperlukan, anak harus di didik, karena pada hakekatnya anak itu makhluk susila. Tanpa pendidikan ia tidak akan mencapai tingkat kesusilaan, anak menurut sifatnya dapat di didik dan mempunyai bakat untuk di didik.18 Mendidik anak-anaknya merupakan salah satu kewajiban dan hak utama dari orang tua yang dapat dipindahkan, sebab orang tua memberikan hidup kepada anak, maka mereka mempunyai kewajiban yang amat penting untuk mendidik anak-anak mereka. Jadi tugas orang tua tidak hanya sekedar menjadi perantara adanya makhluk baru dengan kelahiran, tetapi juga memelihara dan mendidiknya. 19 Jika pendidikan yang utama menurut pandangan islam itu, pada tahapan pertama bergantung pada kekuatan perhatian dan pengawasan, maka selayaknya bagi kedua orang tua, pengajar dan orang yang bertanggung jawab terhadap masalah pendidikan dan moral untuk menghindarkan anak-anaknya dari perbuatan yang
17 18
hlm.70. 38.
19
Syekh Mustofa Al-Ghulayab, Idhotun Nasyiin, (Mashbaatul Arriyah, 1949), hlm. 189. Sutari Imam Barnadib, pengantar ilmu pendidikan praktis, (Yogyakarta: FIP IKIP), Kartini kartono, Peran Orang tua memandu anak, (Jakarta: Rajawali press, 1989), hlm.
35
tidak diinginkan hal itu merupakan perbuatan terburuk, akhlak yang buruk dan sifat yang terhina. Dengan demikian orang tua merupakan pendidik yang pertama dan utama bagi anaknya. Oleh karena itu bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga. karena orang tua memegang peranan penting dan berpengaruh atas pendidikan keluarganya. Karena itu tidak diragukan lagi, bahwa tanggung jawab pendidikan mendasar terpikul pada orang tua. 2. Orang tua sebagai pelindung keluarga Orang tua memiliki kekuasaan pendidikan bagi anggota keluarganya terutaman bagi anak-anaknya. Orang tua mempunyai tugas melindungi keluarga, yakni harus memelihara keselamatan hidup keluarganya baik moril, maupun materil. Jaminan nateril bagi kelangsungan keluarga antara lain berupa nafkah. Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an surat At-Thalaq ayat 6:
36
Artinya: tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. dan jika mereka (isteriisteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, Maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan Maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya. (At-Thalaq:6) Dengan demikian orang tua harus bekerja keras mencari nafkah untuk hidup keluarganya, terutama kebutuhan primernya. Sehingga keluarga tidak terlantar dalam hidupnya. diantara kebutuhan primer yang paling mendasar, dan dapat untuk melindungi dan memelihara kelurga adalah: a. Perumahan Rumah merupakan unsur mutlak dalam membina keluarga sejahtera.20 Di dalam masyarakat modern peranan rumah sangat penting dan mutlak harus ada bagi keluarga. melalui rumahlah keluarga dapat dibina dan dikembangkan. Rumah merupakan tempat untuk mengadakan kegiatan sosial anggota keluarga. 20
Aisyah Dahlan, Membina Rumah Tangga Bahagia dan Peranan Agama dalam Keluarga, (Bandung: jamunu , 1976), hlm. 7.
37
maka tanpa rumah cita-cita untuk mendapatkan keluarga sejahtera dan bahagia sulit dicapai. Dan yang terpenting dalam rumah ialah dapat memberikan kedamaian bagi anak-anaknya. Demikian juga suasana dalam rumah hendaknya harus harmonis sehingga orang tua dengan anak dapat berkomunikasi dengan baik. Sebab rumah merupakan tempat yang paling banyak digunakan oleh anak untuk menghabiskan waktunya. b. Makanan Makanan merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting dalam menentukan hidup dan matinya seseorang. Namun demikian manusia sebagai makhluk berakal tidaklah menjadikan fungsi hidupnya untuk sekedar makan seperti halnya hewan. Melainkan akan memanfaatkan makanan tersebut untuk mendapatkan keselamatan , kesehatan dan kelanjutan hidupnya. Bagi keluarga makanan yang dimaksud adalah:” makanan yang mengandung gizi yang termasuk didalamnya empat sehat lima sempurna, jika persyaratan makanan tersebut tidak terpenuhi maka fungsinya akan berubah yaitu untuk
mencegah dari
kekosongan”.21 Dalam hal makanan, Islam memberikan tuntunan yaitu harus halal dan bersih, sebagaimana firman Allah SWT Q.S Al-Maidah ayat 88
21
Setiowati Arif, dkk, Keluarga Berencana dan Hubungannya dengan Kesejahteraan Keluarga, (Jakarta: BKKBN, 1990), hlm. 8.
38
Artinya:
dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada nya c. Pakaian atau sandang Pakaian atau sandang dimaksudakan segala sesuatu yang dapat melindungi secara langsung fisik seseorang terhadap pengaruh dari luar demi keselamatan hidup. Fungsi pakaian disamping untuk melindungi anggota badan dan gangguan penyakit dan sengatan dari sinar matahari juga terpenting lagi yaitu untuk menutup aurat, yang merupakan anjuran dan perintah agama. Dengan demikian orang tua harus menyarankan anak untuk berpakaian selain pelindung badan juga menurut ajaran agama. B. Moral Anak 1. Pengertian Moral Perkataan moral berasal dari bahasa latin “mores” , kata mores merupakan bentuk jamak dari “mos” yang mempunyai arti adat istiadat, kesusilaan, tabiat atau kelakuan. Dalam kamus umum bahasa indonesia moral diartikan dengan kaidah tentang baik dan buruk suatu pebuatan atau kelakuan. Hamzah Ya’kub mengartikan moral sebagai suatu ide
39
umum yang diterima dan dikerjakan oleh suatu masyarakat tertentu. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa moral dapat diartikan sebagai kaidah-kaidah atau prinsip-prinsip kesusilaan atau kebiasaan yang diterima dan berlaku dalam suatu kelompok masyarakat tertentu.22 Moral adalah hal yang mendorong manusia untuk melakukan tindakan yang baik sebagai kewajiban norma. Moral dapat diartikan sebagai sarana untuk mengukur benar tidaknya atau baik tidaknya tindakan manusia. Helden dan Richards merumuskan pengertian moral sebagai suatu kepekaan dalam pikiran, perasaan dan tindakan dibandingkan dengan tindakan lain yang tidak hanya berupa kepekaan terhadap prinsip dan aturan. Atkinson mengemukakan moral atau moralitas merupakan pandangan tentang baik dan buruk, benar dan salah, apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan. Selain itu
moral juga
merupakan seperangkat keyakinan dalam suatu masyarakat berkenaan dengan karakter atau kelakuan dan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.23 Moral merupakan serangkaian nilai-nilai yang didalamnya memuat kaidah, norma, atau cara kehidupan, adat istiadat dan pranata sebagai standar baik buruknya perilaku individu/kelompok yang dipengaruhi oleh nilai-nilai
22
sosial,
budaya
dan
religi
dari
individu/kelompok
Imam Suraji, Etika dalam Persepektif Al-Qur’an dan Al-Hadits, (Jakarta: Pustaka Alhusna baru, 2006), hlm. 11. 23 Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak, Peran Moral Intelektual, Emosional dan Sosial, sebagai Wujud Integritas Membangun Jati diri, (Jakarta: PT.Bumi Aksara, 2008) Cet II, hlm. 8.
40
masyarakat.24pendapat ini sesuai dengan pendapat Zakiah Daradjat, bahwa moral adalah kelakuan yang sesuai dengan ukuran (nilai-nilai) masyarakat, yang timbul dari hati dan bukan paksaan dari luar yang disertai pula oleh rasa tanggung jawab atas tindakan tersebut. Tindakan itu haruslah mendahulukan kepentingan umum dari pada kepentingan pribadi. 25 Adapun menurut D.A. Willa Huky B.A., sebagaimana yang dikutip irwanto, untuk memahami moral dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu: a. Moral dengan tingkah laku hidup manusia yang mendasarkan diri pada kesadaran. Ia terkait oleh keharusan untuk mencapai yang baik sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam lingkunganya. b. Moral sebagai perangkat ide tentang tingkah laku hidup dengan warna dasar tertentu yang dipegang oleh sekelompok manusia dalam lingkungan tertentu. c. Moral adalah ajaran tentang tingkah laku hidup yang baik berdasarkan pandangan hidup tertentu.26 Pengertian lain tentang moral adalah suatu perbuatan / tingkah laku manusia yang timbul karena adanya interaksi antara individu-individu di dalam pergaulan. Sedangkan Chester menyebutkan bahwa moral adalah kekuatan-kekuatan 24
Sugeng Hariyadi, Psikologi Perkembangan, (Semarang: UNNES press, 2003), hlm. 88 Zakiah Daradjat, Op. cit., hlm. 63. 26 Muchson AR dan Samsuri, Dasar-Dasar Pendidikan Moral, (Yogyakarta, Penerbit Ombak, 2013), hlm. 2. 25
41
pribadi yang bersifat umum dan stabil dalam individu yang mencegah, mengawasi/merubah keinginan-keinginan khusus yang langsung tetapi tidak stabil dan untuk mendorong mereka, yang memiliki kecenderungan yang stabil tersebut. Dengan demikian, moral adalah hal yang berhubungan erat dengan prinsip-prinsip pertimbangan tentang yang benar dan yang salah dalam kaitanya dengan perilaku atau karakter manusia. Dengan moral, mutu manusia sebagai manusia dipertaruhkan. Moralitas rendah membuat manusia rendah, moralitas tinggi membuat manusia tinggi. Pengembangan dan pendidikan moral dapat membawa dampak bagi peningkatan mutu kehidupan manusia. Akan tetapi, moralitas bukan merupakan keseluruhan kehidupan manusia. 27 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Moral Menurut Yusuf syamsu, faktor yang mempengaruhi moral yaitu: a. Konsisten Orang tua dalam mendidik anak Ayah dan ibu harus memilih sikap dan perlakuan yang sama dalam melarang atau membolehkan tingkah laku tertentu kepada anak. suatu tingkah laku anak yang dilarang oleh orang tua pada suatu waktu, harus juga dilarang apabila dilakukan kembali pada waktu lain. b. Sikap orang tua dalam keluarga 27
hlm. 159.
A. Mangun Harjana, Isme-isme dalam Etika dari A-Z, (Yogyakarta, kanisius, 1997),
42
Secara tidak langsung, sikap orang tua terhadap anak, sikap ayah terhadap ibu, atau sebaliknya, dapat mempengaruhi perkembangan moral anak, yaitu melalui proses peniruan (imitasi). Sikap orang tua yang keras (otoriter) cenderung melahirkan sikap disiplin semu pada anak, sedangkan sikap yang
acuh
tak
acuh,
atau
sikap
bodoh,
cenderung
mengembangkan sikap kurang bertanggung jawab dan kurang mempedulikan norma pada diri anak. sikap yang sebaiknya dimiliki oleh orang tua adalah sikap kasih sayang, keterbukaan, musyawarah dan konsisten. c. Penghayatan dan pengamalan agama yang dianut Orang tua merupakan panutan (teladan) bagi anak, termasuk disini panutan dalam mengamalkan ajaran agama, orang tua yang menciptakan iklim yang religius, dengan cara membersihkan ajaran atau bimbingan tentang nilai-nilai agama kepada anak, maka anak akan mengalami perkembangan moral yang baik. d. Sikap konsisten orang tua dalam menerapkan norma orang tua yang tidak menghendaki anaknya berbohong, atau berlaku tidak jujur, maka mereka harus menjauhkan dirinya dari perilaku bohong dan tidak jujur.28
28
Yusuf Syamsu, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya , 2004), hlm. 133.
43
Menurut Magnis Suseno, moral sesorang dipengaruhi oleh 4 hal yaitu:
1. Kebiasaan Seseorang yang terbiasa hidup di lingkungan yang baik, maka ia akan menyesuaikan dirinya dalam lingkungan tersebut sehingga sikap yang dihasilkan adalah sikap yang bermoral. Namun sebaliknya, apabila seseorang terbiasa berada dalam lingkungan yang keras maka sikap yang dihasilkan adalah sikap yang tidak baik (tidak bermoral) 2. Pendidikan Pendidikan akan membawa dan membina mental seseorang menjadi baik, cerdas dan bermoral. Namun apabila pendidikan yang diberikan hanya bersifat transfer of knowledge tanpa memperhatikan aspek budi pekerti, maka hasil yang diperoleh adalah manusia yang tidak bermoral. 29 3. Agama Dalam pembinaan moral, agama mempunyai peranan yang penting, karena nilai-nilai moral yang datang dari agama bersifat tetap, tidak berubah-ubah oleh waktu dan tempat.30 Seseorang yang sejak kecil telah ditanamkan pengalaman-pengalaman tentang ajaran agama, maka ia akan terbiasa hidup dengan nilai29
Frans Magnis Suseno, Etika Dasar Masalah-masalah pokok Filsafat Moral, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), hlm. 141. 30 Zakiah Daradjat, Loc.cit., hlm. 56.
44
nilai moral yang terdapat pada ajaran agama. Namun sebaliknya, apabila pengalaman-pengalaman tentang ajaran agama tidak pernah didapat oleh seseorang, maka kebiasaan hidupnya akan sarat dengan ajaran-ajaran agama. 4. Kesadaran Kesadaran jiwa timbul sebagai akibat hasil pengalaman, pertimbangan akal/kecerdasan yang dikuatkan oleh kemauan. Seseorang yang mengoreksi dan menyeleksi perbuatanya akan memiliki kesadaran untuk melakukan suatu perbuatan yang dinilai baik dan meninggalkan suatu perbuatan yang bernilai buruk, serta terbuka
pada
pembenaran
dan
penyangkalan
yang
dapat
dipertanggung jawabkan dengan argumentasi yang masuk akal. 31 3. Tahap-tahap perkembangan moral Tahap-tahap pekembangan moral manusia ditinjau melalui pendeketan kognitif, adalah terkait dengan aspek mental dan kognitif. Tentang tahap perkembangan moral sendiri, piaget mengemukakan adanya 2 tahap yang harus dilewati setiap individu. a. Tahap pertama disebut tahap Heterenomous atau Realisme moral. Dalam tahap ini anak cenderung menerima begitu saja aturan-aturan yang diberikan oleh orang-orang yang dianggap kompeten itu. Tahap
31
Frans Magnis Suseno, Op.cit., hlm.141.
45
ini terjadi pada anak-anak usia 3-8 tahun. Anak-anak menganggap bahwa semua peraturan bersifat tetap dan tidak dapat dirubah. 32
b. Tahap kedua disebut tahap Autonomous morality atau independensi moral. Dalam tahap ini anak suda mempunyai pemikiran akan perlunya memodifikasi aturan-aturan disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada. Tahap ini terjadi pada anak-anak usia 8 tahun ke atas. Anak-anak mulai memahami bahwa peraturan sebenarnya dapat diubah melalui eksperimen dan uji coba. 33 Tahap perkembangan moral, menyimpulkan empat tahapan perkembangan moral yaitu: a. Anomi (Without law), adalah anak belum memiliki perasaan moral dan belum ada perasaan untuk mentaati peraturanperaturan yang ada. b. Heternomi ( law imposed by others), adalah tahap moralitas terbentuk karena pengaruh luar (external morality). Pada heteronomi peraturan dipaksakan oleh orang lain, dengan pengawasan, kekuatan atau paksaan. c. Sosionomi (law driving from society), adalah suatu kenyataan adanya kerjasama antar individu, menjadi individu sadar bahwa dirinya merupakan anggota kelompok. 32
Carolyn Meggit, Memahami Perkembangan Anak, (Jakarta: Permata Puri Media, 2013),
hlm. 269.
33
Ibid., hlm. 271.
46
d. Autonomi
(law
driving
from
self),
adalah
tahapan
perkembangan pertimbangan moral yang paling tinggi. Pembentukan moral dari individu bersumber pada diri individu sendiri, termasuk didalamnya pengawasan tingkah laku moral individu tersebut. Tahap perkembangan lainya dikemukakan oleh Kohlberg terdiri dari tiga tingkatan perkembangan moral yang masingmasing tingkat memuat pula dua tahap perkembangan yaitu: 34 a. Tingkat prakonvensional Pada tingkat ini setiap individu memandang moral berdasarkan kepentingannya sendiri. artinya, pertimbangan moral didasarkan pada pandanganya secara individual tanpa menghiraukan
rumusan
dan
aturan
yang
dibuat
oleh
masyarakat. pada tingkat pra konvensional ini terdiri dari dua tahap. 1. Orientasi hukuman dan kepatuhan Pada tahap ini tingkah laku anak didasarkan kepada konsekuensi fisik yang akan terjadi. Artinya, anak hanya berpikir bahwa tingkah laku yang benar itu adalah tingkah laku yang tidak mengakibatkan hukuman. Dengan demikian, setiap peraturan harus dipatuhi agar tidak menimbulkan konsekuensi negatif.
34
Asri Budiningsih, Pembelajaran Moral, ( Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), hlm. 29.
47
2. Orientasi instrumental-relatif Pada tahap ini tingkah laku anak didasarkan kepada rasa “adil” berdasarkan aturan permainan yang telah disepakati. Dikatakan adil manakala orang membalas tingkah laku kita yang dianggap baik. Dengan demikian tingkah laku itu didasarkan kepada saling menolong dan saling memberi. b. Tingkat Konvensional Pada tahap ini anak mendekati masalah didasarkan pada hubungan individu-masyarakat. kesadaran dalam diri anak mulai tumbuh bahwa tingkah laku itu harus sesuai dengan norma-norma dan aturan yang berlaku dimasyarakat. Pada tingkat konvensional itu mempunyai dua tahap sebagai lanjutan dari tahap yang ada. 1. Orientasi kerukunan atau orientasi good boy-nice girl. Pada tahap ini orang berpandangan bahwa tingkah laku yang baik adalah yang menyenangkan atau menolong orangorang lain serta diakui oleh orang-orang lain. Orang cenderung bertindak
menurut
harapan-harapan
lingkungan
sosialnya,
hingga mendapat pengakuan sebagai “orang baik”. Tujuan utamanya, demi hubungan sosial yang memuaskan, maka ia pun harus berperan sesuai dengan harapan-harapan keluarga, masyarakat atau bangsanya.35
35
Ibid., hlm. 30.
48
2. Orientasi hukum dan ketertiban Tindakan yang benar adalah tindakan yang sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan dan pasti dengan berusaha memelihara ketertiban sosial. Perilaku yang benar adalah semata-mata melakukan kewajiban dan menunjukkan rasa hormat kepada otoritas, serta memelihara ketertiban sosial yang ada, demi ketertiban itu sendiri. c. Tingkat Pasca konvesional atau otonom Pada tahap ini terdapat usaha jelas untuk menentukan nilainilai dan prinsip moral lepas dari wibawa kelompok atau orang yang memegang prinsip-prinsip itu dan lepas pula dari identifikasi individu itu dengan kelompoknya. Pada tahap ini dibagi menjadi 2 tingkat: 1. Orientasi kontrak sosial Tindakan yang benar pada tahap ini cenderung ditafsirkan sebagai tindakan yang sesuai dengan kesempatan umum. Dengan demikian orang ini menyadari relativitas nilai-nilai pribadi dan pendapat-pendapat pribadi. Ada kesadaran yang jelas untuk mencapai Disamping
konsensus
lewat
menekankan
peraturan-peraturan persetujuan
prosedural.
demokratis
dan
konstitusional, tindakan benar juga merupakan nilai-nilai atau pendapat pribadi. Akibatnya, orang pada tahapan ini menekankan pandangan legal tapi juga menekankan kemungkinan mengubah
49
hukum lewat pertimbangan rasional. Ia menyadari adanya yang mengatasi hukum, yaitu persetujuan bebas antar pribadi. Jika hukum menghalangi kemanusiaan, maka hukum dapat diubah. 2. Orientasi prinsip etis universal. Pada tahap ini orang tidak hanya memandang dirinya sebagai subyek hukum, tetapi juga sebagai pribadi yang harus dihormati.
Tindakan
yang
benar
adalah
tindakan
yang
berdasarkan keputusan yang sesuai dengan suara hati dan prinsip moral universal. 4. Hubungan Pola Asuh Orang tua dengan Moral Anak Keluarga pada hakekatnya merupakan wadah pembentukan sifat masing-masing dari anggotanya, terutama pada anak-anak yang masih berada dalam bimbingan dan tanggung jawab orang tuanya. Sehingga orang tua merupakan dasar pertama dalam pembentukan pribadi anak. Mendidik
anak
dengan
baik
dan
benar
berarti
menumbuhkembangkan moral pada anak secara wajar. Potensi jasmaniah anak diupayakan pertumbuhannya secara wajar melalui pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmani, seperti pemenuhan kebutuhan sandang, pangan dan papan. Sedangkan potensi moral anak diupayakan pengembangannya secara wajar melalui usaha pembinaan intelektual, perasaan dan budi pekerti. Upaya- upaya
50
tersebut dapat terwujud apabila di dukung dengan pola pengasuhan orang tua yang tepat. Penerapan
pendidikan
moral
pada
anak
sebaiknya
dilakukan sedini mungkin agar kualitas anak yang berakhlak mulia sebagai bekal khusus bagi dirinya, umumnya bagi keluarga, masyarakat, bangsa dan agama. Betapa banyak faktor penyebab terjadinya kenakalan pada anak-anak yang dapat menyeret mereka pada dekadensi moral dan pendidikan yang buruk dalam masyarakat, dan kenyataan kehidupan yang pahit penuh dengan “kegilaan”, betapa banyak sumber kejahatan dan kerusakan yang menyeret mereka dari berbagai sudut dan tempat berpijak. Menurut Stewart dan Koch mengatakan bahwa pola asuh pada orang tua ada tiga macam yaitu pola asuh Otoriter, pola asuh demokratis dan pola asuh permisif. Pola asuh yang diberikan orang tua kepada anakanaknya tidak hanya berpengaruh pada perilaku si anak melainkan akan berpengaruh pula pada moral anak untuk hidup kedepannya. Untuk mendidik moral maka faktor model atau suri tauladan dari orang tua sangat menentukan , orang tua harus terlebih dahulu memiliki moral dan akhlak terpuji. Selain itu pembinaan moral juga dapat dilakukan
melalui pengalaman-
pengalaman dan kebiasaan yang ditanamkan sejak kecil oleh orang tua kepada anak.kebiasaan itu tertanam dengan berangsur-angsur
51
sesuai dengan pertumbuhan kecerdasanya, dari itu barulah anak diberi pengertian-pengertian tentang moral. 36 Bobroknya moral seorang anak dapat pula diakibatkan oleh kesalahan orang tua dalam mendidik anak yang terlalu keras, keluarga yang sedang bermasalah , atau karena adanya miskonsepsi tentang peran mendidik. Kesalahan orang tua dalam hal mendidik dapat membuat anak menjadi orang yang temperamental. Akan tetapi kebanyakan dari orang tua tidak memikirkan hal ini. Mereka berasumsi jika mereka menjalani hidup sebagaimana yang sedang mereka jalani, maka peran pengasuhan akan terus berjalan dengan sendirinya. Disinilah peran orang tua sebagai pendidik pertama dan utama sangat dibutuhkan dalam mengontol dan mengawasi anak.
36
Zakiah Daradjat, Loc.cit., hlm. 60.