BAB II LANDASAN TEORI A. Pendidikan Karakter 1. Pengertian Pendidikan Karakter Karakter dimaknai sebagai cara berfikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang dapat membuat keputusan dan siap mempertangung jawabkan setiap akibat dari keputusannya. Karakter dapat dianggap sebagai nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, adat istiadat, dan etika. Karakter adalah perilaku yang tampak dalam kehidupan sehari-hari baik dalam bersikap maupun dalam bertindak.1 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah „karakter‟ berarti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain; tabiat; watak.2 Karakter, secara lebih jelas, mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviours), motivasi (motivations), dan ketrampilan (skills). Karakter meliputi sikap seperti keinginan untuk melakukan hal 1
Muchlas Sam‟ani, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2013), hlm.41-42 2 Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat,(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008) , hlm.623
20
21
yang terbaik, kapasitas intelektual, seperti berpikir kritis dan alasan moral, perilaku seperti jujur dan bertanggungjawab, mempertahankan prinsipprinsip moral dalam situasi penuh ketidakadilan, kecakapan interpersonal dan emosional yang memungkinkan seseorang berinteraksi secara efektif dalam berbagai keadaan, komitmen untuk berkontribusi dengan komunitas dan masyarakatnya.3 Wynne menjelaskan bahwa karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark”(menandai) dan menfokuskan pada bagaimana menerapkan nilai-nilai kebaikan dalam tindakan nyata atau perilaku sehari-hari. Sejalan dengan pendapat tersebut, Dirjen Pendidikan Agama Islam, Kementrian Agama Republik Indonesia mengemukakan bahwa karakter (character) dapat diartikan sebagai totalitas ciri-ciri pribadi yang melekat dan dapat diidentifikasi pada perilaku individu yang bersifat unik, dalam arti yang secara khusus ciri-ciri ini membedakan antara satu individu dengan yang lainnya. Dengan demikian, istilah karakter berkaitan erat dengan personality (kepribadian) seseorang, sehingga ia bisa disebut orang yang berkarakter (a person of character) jika perilakunya sesuai etika atau kaidah moral.4 Menurut Scerenko karakter didefinisikan sebagai atribut atau ciriciri yang membentuk dan membedakan ciri pribadi, ciri etis, dan kompleksitas mental dari seseorang, suatu kelompok atau bangsa. 3
Ngainun Naim, Character Building (Optimalisasi Peran Pendidikan dalam Pengembangan Ilmu 7 Pembentukan Karakter Bangsa), (Jogjakarta : Arruz Media, 2012), hlm.55 4 E. Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter, (Jakarta : Bumi Aksara, 2003), hlm.3
22
Sementara itu The Free Dictionary dalam situs onlinenya yang dapat dituduh secara bebas mendefinisikan karakter sebagai suatu kombinasi kualitas atau ciri-ciri yang membedakan seseorang atau kelompok atau suatu benda dengan yang lain. Karakter, juga didefinisikan sebagai suatu deskripsi dari atribut, ciri-ciri atau kemampuan seseorang.5 Pendidikan karakter adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja untuk mengembangkan karakter yang baik (good character) berlandaskan kebajikan-kebajikan inti (core virtues) yang secara objektif baik bagi individu maupun masyarakat.6 Williams & Schnaps mendefinisikan pendidikan karakter sebagai “Any deliberate approach by which school personnel, often in conjunction with parents and community members, help children and youth become caring, principled and responsible”. Maknanya kurang lebih pendidikan karakter merupakan berbagai usaha yang dilakukan oleh para personel sekolah, bahkan yang dilakukan bersama-sama dengan orang tua dan anggota masyarakat, untuk membantu anak-anak dan remaja agar menjadi atau memiliki sifat peduli, berpendirian dan bertanggung jawab.7 Pendidikan karakter, menurut Ratna Megawangi merupakan “sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikkannya dalam kehidupan seharihari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada
5
Muchlas Sam‟ani, Op.cit, hlm.42 Saptono, Dimensi Pendidikan Karakter, (Esensi, Erlangga Group, 2011), hlm. 23 7 Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter, Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan, (Jakarta : Kencana, Premada Media Group 2011), hlm.15 6
23
lingkungannya.”
Sedangkan
Fakry
Gaffar
mengemukakan
bahwa
pendidikan karakter adalah “Sebuah proses transformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuhkembangkan dalam kepribadian seseorag sehingga menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang itu.” Dalam definisi tersebut, ada tiga ide pikiran penting, yaitu : 1) Proses Transformasi, 2) Ditumbuhkembangkan dalam kepribadian, dan 3) menjadi satu dalam perilaku.8 2. Tujuan Pendidikan Karakter Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan yang mengarah pada pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu dan seimbang sesuai dengan standar kompetensi lulusan pada setiap satuan pendidikan.9 Melalui pendidikan karakter peserta didik diharapkan mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasikan serta mempersonalisasikan nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari. Pendidikan karakter secara perinci memiliki lima tujuan. Pertama, mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai karakter bangsa. Kedua, mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius. Ketiga, menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung 8
Dharma Kesuma, dkk. Pendidikan Karakter, Kajian Teori dan Praktik di Sekolah, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2011), Hlm. 5 9 Ibid., hlm.9
24
jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa. Keempat, mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, dan berwawasan kebangsaan. Kelima, mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, dan dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (diginity).10 Dalam hubungannya dengan pendidikan, pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan siswa untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara kebaikan, mewujudkan dan menebarkan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Adapun tujuan dari pendidikan karakter yang sesungguhnya jika dihubungkan dengan falsafah Negara Republik Indonesia adalah mengembangkan karakter peserta didik agar mampu mewujudkan nilainilai luhur Pancasila. 11 Pendidikan karakter merupakan upaya pembimbingan perilaku siswa agar mengetahui, mencintai, dan melakukan kebaikan. Jadi, fokusnya pada tujuan-tujuan etika melalui proses pendalaman apresiasi dan pembiasaan. Secara teoretis, karakter seseorang dapat diamati dari tiga aspek, yaitu : mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (loving the good), dan melakukan kebaikan (doing the good). 10
Zubaedi, Op.cit, hlm. 18 Anas Salahudin dan Irwanto Alkrienciechie, Pendidikan Karakter, Pendidikan Berbasis Agama & Budaya Bangsa, (Bandung : CV Pustaka setia, 2013), hlm.43 11
25
Pendidikan karakter sesungguhnya bukan sekedar mendidik benar dan salah, tetapi mencakup proses pembiasaan tentang perilaku yang baik sehingga terbentuklah tabiat yang baik.12 3. Nilai-nilai Pendidikan Karakter Menurut Kementrian Pendidikan Nasional yang dikutip oleh Anas Sholehuddin, nilai karakter bangsa terdiri atas sebagai berikut:
a. Religius, yaitu sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain. b. Jujur, yaitu perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkatan, tindakan, dan pekerjaan. c. Toleransi, yaitu sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. d. Disiplin, yaitu tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. e. Kerja keras, yaitu perilaku yang menunjukkan upaya sungguhsungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. f. Kreatif, yaitu berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki. 12
Retno Lisrtyarti, Pendidikan Karakter dalam Metode Akrtif, Inovatif dan Kreatif, (Jakarta : Erlangga, 2012), hlm.3-4
26
g. Mandiri, yaitu sikap dan perilaku yang tidak mudah bergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. h. Demokratis, yaitu cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. i. Rasa ingin tahu, yaitu sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. j. Semangat kebangsaan, yaitu cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. k. Cinta tanah air, yaitu cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa. l. Menghargai prestasi, yaitu tindakan yang memperlihat rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain. m. Bersahabat/komunikatif, yaitu tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain. n. Cinta damai, yaitu sikap, perkataa, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya. o. Gemar membaca, yaitu kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan manfaat bagi dirinya.
27
p. Peduli lingkungan, yaitu sikap dan tindakan yang berupaya mencegah kerusakan lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi. q. Peduli sosial, yaitu sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. r. Tanggung jawab, yaitu sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, karakter dimulai dari dalam sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.13
4. Metode pendidikan karakter Metode berasal dari bahasa Yunani “metha” yang berarti melalui atau melewati dan “hodos” yang berarti jalan atau cara. Dari asal makna tersebut dapat diambil pengertian bahwa metode adalah jalan atau cara yang ditempuh seorang guru dalam menyampaikan ilmu pengetahuan pada anak didiknya sehingga dapat mencapai tujuan tertentu.14 Metode pendidikan karakter adalah jalan atau cara yang dapat ditempuh untuk menyampaikan bahan atau materi pendidikan karakter kepada anak didik agar terwujud kepribadian berkarakter (akhlak mulia). Metode atau alat pendidikan karakter mempunyai peranan penting sebab merupakan jembatan yang menghubungkan pendidik dengan
13
Anas Sholehuddin, Op.cit, hlm.54 Zaenal Mustakim, Strategi dan Metode Pembelajaran, (Pekalongan : STAIN Pekalongan Press, 2011), hlm.118 14
28
peserta didik menuju tujuan pendidikan karakter, yaitu terbentuknya kepribadian berkarakter (akhlak mulia).15 Beberapa metode itu antara lain adalah : a. Metode bercerita, Mendongeng (Telling Story) Cerita adalah suatu cara untuk menarik perhatian anak. Metode bercerita ialah suatu cara menyampaikan materi pembelajaran melalui kisah-kisah atau cerita yang dapat menarik perhatian peserta didik.16 b. Metode Karyawisata Melalui karyawisata dapat ditumbuhkan minat dan rasa ingin tahu anak terhadap sesuatu, hal itu dimungkinkan karena anak melihat langsung dalam bentuk nyata dan asli.17 c. Metode Diskusi Dalam pembelajaran umumnya terdiri dari dua macam, diskusi kelas (whole group) dan diskusi kelompok. Diskusi kelas umumnya dipimpin oleh guru, bentuk diskusi ini tepat bagi siswa sekolah dasar kelas IV sampai VI. Sementara itu, diskusi kelompok dapat berupa kelompok kecil yang anggotanya 2-6 orang, arau kelompok yang lebih besar, anggotanya dapat mencapai 20 orang. Biasanya dilakukan bagi anak-anak SMP dan SMA/SMK.
15
Anas Sholehuddin, Op.cit, hlm.218 Muhammad Fadlillah dan Lilif Mualifatu Khorida, Pendidikan Karakter Anak Usia Dini, (Yogyakarta : PUSTAKA PELAJAR, 2012), hlm.179 17 Ibid, hlm.183 16
29
d. Metode Simulasi (Bermain Peran/Role Playing dan Sosiodrama) Simulasi artinya peniruan terhadap sesuatu, jadi bukan sesuatu yang terjadi
sesungguhnya.
Simulasi
ditujukan
untuk
memperoleh
pemahaman tentang suatu konsep atau prinsip, serta bertujuan untuk memecahkan suatu masalah yang relevan dengan pendidikan karakter. e. Metode atau Model Pembelajaran Kooperatif Berdasarkan pendapat sejumlah ahli, metode ini dianggap paling umum dan paling efektif bagi implementasi pendidikan. Baru pada implementasi
metodenya
saja
sejumlah
nilai
karakter
dapat
dikembangkan. Jadi, mata pelajaran apa saja jika menerapkan metode ini sudah mengimplementasikan pendidikan karakter. Namun, pemilihan materi terkait dengan pengembangan karakter akan lebih memperkuat efektivitas metode ini dalam implementasi pendidikan karakter.18
B. Kedisiplinan 1. Pengertian Kedisiplinan Kedisiplinan secara etimologi berasal dari kata dasar disiplin yang mendapat awalan ke- dan akhiran –an, sehingga mempunyai arti membentuk kata benda. Sedangkan dalam kamus umum bahasa Indonesia
18
Muchlas Sam‟ani, Op.cit, hlm.157
30
disebutkan bahwa “disiplin adalah latihan batin atau watak dengan maksud segala perbuatannya selalu menaati tata tertib.”19 Disiplin merupakan sesuatu yang berkenaan dengan pengendalian diri seseorang terhadap bentuk-bentuk aturan. Pengertian disiplin menunjuk pada kepatuhan seseorang dalam mengikuti peraturan atau tata tertib karena didorong oleh adanya kesadaran yang ada pada kata hatinya.20 Self dicipline atau disiplin terhadap diri sendiri merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan di dalam belajar. Self dicipline ini harus ditanamkan dan dimiliki oleh tiap-tiap individu, karena sekalipun mempunyai rencana belajar yang baik, akan tetapi tinggal rencana kalau tidak adanya disiplin diri.21 Menurut Oteng Sutisna dalam bukunya yang berjudul Administrasi Pendidikan, menyebutkan bahwa pada dasarnya istilah disiplin ini mengandung
banyak arti yang di antaranya yaitu : a. Proses atau hasil pengarahan atau pengendalian keinginan, dorongan atau kepentingan demi suatu cita-cita atau untuk mencapai tindakan yang lebih efektif dan dapat diandalkan. b. Pencarian cara-cara bertindak yang terpilih dengan gigih, aktif dan diarahkan sendiri, sekalipun menghadapi rintangan atau gangguan.
19
WJS Purwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, tt),
hlm.254 20
Suharsimi Arikunto, Manajemen Pengajaran secara Manusiawi, (Yogyakarta : Rineka Cipta, 1980), hlm.114 21 Bimo Walgito, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Yogyakarta : Andi offset, 1995), hlm.123
31
c. Pengendalian perilaku murid dengan langsung dan otoriter melalui hukuman dan atau hadiah. d. Latihan yang mengembangkan pengendalian diri, karakter atau keadaan serba teratur dan efisiensi. e. Pengendalian diri, perilaku yang tertib. f. Penerimaan atau ketundukan kepada kekuasaan dan kontrol.22 Disiplin adalah kepatuhan untuk menghormati dan melaksanakan suatu sistem yang mengharuskan orang tunduk kepada keputusan, perintah, dan peraturan yang berlaku. Dengan kata lain disiplin adalah sikap menaati peraturan dan ketentuan yang telah ditetapkan tanpa pamrih. Disamping mengandung arti taat dan patuh pada peraturan, disiplin juga mengandung arti kepatuhan terhadap perintah pemimpin, perhatian dan kontrol yang kuat terhadap penggunaaan waktu, tanggung jawab atas tugas yang diamanahkan, serta kesungguhan terhadap bidang keahlian yang ditekuni.23 Disiplin dimengerti sebagai cara untuk membantu anak agar dapat mengembangkan pengendalian diri. Dengan disiplin, anak dapat memperoleh batasan untuk memperbaiki tingkah lakunya yang salah. Disiplin mendorong, membimbing dan membantu anak agar memperoleh perasaan puas karena kesetiaan dan kepatuhannya dan mengajarkan kepada anak bagaimana berpikir secara teratur.
22
Oteng Sutisna, Administrasi Pendidikan (Dasar Teoritis Untuk Praktek Profesional), (Bandung : Angkasa, 1989), hlm.109 23 Ngainun Naim, Character Building (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hlm. 142-143.
32
Bahkan selanjutnya dijelaskan bahwa disiplin dapat memenuhi kebutuhan anak dalam banyak hal. Karena, dengan disiplin, anak dapat berpikir dan menentukan sendiri tingkah laku sosialnya sesuai dengan lingkungan sosialnya.24 2. Tujuan Kedisiplinan Menanamkan disiplin pada anak bertujuan untuk menolong anak memperoleh keseimbangan antara kebutuhannya untuk berdikari dan penghargaan terhadap hak-hak orang lain. Disiplin di sekolah bukan suatu usaha untuk membuat anak menahaan tingkah laku yang tidak diterima oleh sekolah, melainkan suatu usaha untuk memperkenalkan cata atau memberi pengalaman, yang akhirnya membawa anak kepada pemilikan suatu disiplin dari dalam. Penanaman sikap disiplin juga tidak cukup satu atau dua kali dilakukan, melainkan disiplin dilakukan secara kontinyu atau terus menerus. Latihan dan latihan adalah kunci sukses untuk memiliki sikap disiplin.25 Untuk mendisiplinkan peserta didik perlu dimulai dengan prinsip yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, yakni sikap demokratis, sehingga peraturan disiplin perlu berpedoman pada hal tersebut, yakni dari, oleh dan untuk peserta didik.26
24
Dian Ibung, Mengembangkan Nilai Moral pada Anak, (Jakarta : Gramedia, 2009), hlm.
82-83 25
Amiroedin, Disiplin Militer dan Pembinaannya,(Jakarta : Rineka Cipta, 2001), hlm.21 E. Mulyasa, op., cit., hlm. 172.
26
33
3. Fungsi Disiplin Mendisiplinkan anak berarti membantu mereka mengembangkan tanggung jawab dan kendali diri. Kendali diri disebut juga dengan kesadaran diri, atau menjadi sadar pada akibat logis perilaku yang diinginkan dan tidak diinginkan, kemudian membuat pilihan yang benar.27 Dengan pemahaman tentang disiplin, dapatlah dimengerti bahwa disiplin akan membantu anak dalam beberapa aspek kepribadiannya. Menurut Singgih D Gunarsa dalam bukunya yang berjudul Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Disiplin dalam porsi yang tepat akan berguna untuk : a.
Membantu penyesuaian diri anak dengan lingkungan sosialnya. Dengan disiplin, anak belajar untuk berperilaku sesuai dengan harapan lingkungan, yang selanjutnya akan menentukan posisi mereka dalam lingkungan tersebut, diterima atau ditolak.
b.
Memberi rasa aman. Anak masih terbatas dalam pengalaman dan pemahaman mengenai segala sesuatunya di dunia ini. Jadi, anak akan lebih mudah bagi mereka jika, untuk beberapa hal, memiliki patokan yang jelas mengenai apa yang boleh dan apa yang tidak, apa yang diterima lingkungan apa yang dihindari lingkungannya.
c.
Dengan memiliki rasa aman karena arahan yang jelas, berarti anak juga terhindar dari rasa salah dan rasa malu yang mungkin ia alami jika ia melakukan “kesalahan” dalam berperilaku di lingkungannya.
27
Sirinam S. Khalsa, Pengajaran Disiplin dan Harga Diri : Strategi, Anekdot, dan Pelajaran Efektif untuk Keberhasilan Manajemen Kelas (Jakarta: PT. Indeks, 2008), hlm. Xxi.
34
d.
Dengan arahan yang jelas, berarti anak juga dapat mengembangkan keinginan untuk berbuat baik, benar, dan yang terutama adalah perbuatan yang sesuai dengan harapan lingkungannya, dan akan lebih baik lagi jika menghasilkan respons positif dari lingkungan (pujian, penghargaan).
e.
Disiplin dalam porsi yang sesuai dengan perkembangan anak akan membantu anak mengembangkan kepribadiannya dan menjadi pendorong bagi anak untuk peka terhadap keinginan lingkungan dan menyesuaikan diri dengan kondisi tersebut.
f.
Hati nurani, atau “polisi” internal seorang anak juga dapat berkembang dengan adanya disiplin.28
4. Bentuk-bentuk disiplin Kedisiplinan dapat dilakukan dan diajarkan kepada anak di sekolah maupun di rumah dengan cara membuat semacam peraturan atau tata tertib yang wajib dipatuhi oleh setiap anak. Peraturan dibuat secara fleksibel, tetapi tegas. Dengan kata lain peraturan menyesuaikan dengan kondisi perkembangan anak, serta dilaksanakan dengan penuh ketegasan. Apabila ada anak yang melanggar, harus menerima konsekuensi yang telah disepakati.29 Ada tiga bentuk disiplin. Pertama, disiplin Otoriter yang mengutamakan peraturan yang ketat agar tujuan yang ditetapkan tercapai.
28
Singgih D Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta : Gunung Mulia, 2008), hlm.94-95 29
Muhammad Fadlillah dan Lilif Mualifatu Khorida, op. cit., hlm. 192.
35
Menurut konsep ini anak harus melaksanakan aturan tanpa hak berkomentar tentang aturan tersebut. Bahkan sering kali anak tidak mengerti alasan aturan diterapkan. Akibatnya, disiplin ini kehilangan maknanya untuk memberikan kesempatan pada anak agar ia dapat memiliki kendali atas benar dan salah dalam dirinya sendiri. Kedua, disiplin Permisif yang merupakan jenis bentuk disiplin yang tidak atau hanya sedikit menerapkan disiplin. Anak dibiarkan bebas melakukan apa yang ingin lakukan, tanpa pengarahan akan tingkah laku yang diharapkan dari lingkungan sosialnya, dan tanpa konsekuensi negatif dari tindakannya tersebut. Ketiga, disiplin Demokratis yang mensyaratkan penjelasan mengenai peraturan yang diterapkan, adanya diskusi antara penentu peraturan dengan perilaku peraturan, serta adanya pemahaman dari perilaku peraturan akan yang berlaku. Inti dari disiplin ini adalah unsur pendidikan yang terkandung di dalamnya, bukan pada hubungan aturan dengan hukuman. Tujuan dari disiplin jenis ini adalah untuk melatih anak mengembangkan kontrol atas tingkah laku mereka sendiri sehingga mereka dapat melakukan kata lain, menjadi anak yang mau bekerja sama.30 5. Strategi Mendisiplinkan Siswa Dalam rangka menyukseskan pendidikan karakter, guru harus mampu menumbuhkan disiplin peseta didik, terutama disiplin diri (selfdicipline). Soelaeman mengemukakan bahwa guru berfungsi sebagai
30
Singgih D Gunarsa, Op.cit, hlm.103
36
pengemban ketertiban, yang patut digugu dan ditiru, tapi tidak diharapkan sikap yang otoriter. Memperhatikan pendapat Reiman and Payne yang dikutip oleh E. Mulyasa bahwa strategi untuk mendisiplinkan peserta didik, sebagai berikut : a. Konsep diri (self-concept), strategi ini menekankan bahwa konsepkonsep diri masing-masing individu merupakan faktor penting dari setiap perilaku. Untuk menumbuhkan konsep diri, guru disarankan bersikap empatik, menerima, hangat, dan terbuka, sehingga peseta didik dapat mengeksplorasikan pikiran dan perasaannya dalam memecahkan masalah. b. Keterampilan dan komunikasi (communication skills), guru harus memiliki keterampilan komunikasi yang efektif agar mampu menerima semua perasaan, dan mendorong timbulnya kepatuhan peserta didik. c. Konsekuensi-konsekuensi logis dan alami (natural and logical consequences), perilaku-perilaku yang salah terjadi karena peserta didik telah mengembangkan kepercayaan yang salah terhadap dirinya. Hal ini mendorong munculnya perilaku-perilaku yang salah. Untuk itu, guru disarankan : a) menunjukkan secara tepat tujuan perilaku yang salah, sehingga membantu peserta didik dalam mengatasi perilakunya, dan b) memanfaatkan akibat-akibat logis dan alami dari perilaku yang salah.
37
d. Klarifikasi nilai (values clarification), strategi ini dilakukan untu membantu peserta didik dalam menjawab pertanyaannya sendiri tentang nilai-nilai dan membentuk sistem nilainya sendiri. e. Analisis transaksional (transactional analysis), disarankan agar guru belajar sebagai orang dewasa, terutama apabila berhadapan dengan peserta didik yang menghadapi masalah. f. Terapi realitas (reality therapy), sekolah harus berupaya mengurangi kegagalan dan meningkatkan keterlibatan. Dalam hal ini guru harus bersikap positif dan bertanggung jawab. g. Disiplin
yang
terintegrasi
(assertive
discipline),
metode
ini
menekankan pengendalian penuh oleh guru untuk mengembangkan dan mempertahankan peraturan. Prinsip-prinsip modifikasi perilaku yang sistematik diimplementasikan di kelas, termasuk pemanfaatan papan tulis untuk menuliskan nama-nama peserta didik yang berperilaku menyimpang. h. Modifikasi
perilaku
(behaviour
modification),
perilaku
salah
disebabkan oleh lingkungan, sebagai tindakan remidiasi. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam pembelajaran perlu diciptakan lingkungan yang kondusif. i. Tantangan bagi disiplin (dare to discipline), guru diharapkan cekatan, sangat terorganisasi, dan dalam pengendalian yang tegas. Pendekatan ini mengansumsikan bahwa peserta didik akan menghadapi berbagai keterbatasan pada hari-hari pertama di sekolah, dan guru perlu
38
membiarkan mereka untuk mengetahui siapa yang berada dalam posisi sebagai pemimpin.31 Mendisiplinkan anak berarti membantu mereka mengembangkan tanggung jawab dan kendali diri. Kendali diri disebut juga dengan kesadaran diri, atau menjadi sadar pada akibat logis perilaku yang diinginkan dan tidak diinginkan, kemudian membuat pilihan yang benar.32 Sofchah Sulistyowati mengemukakan bahwa agar seorang pelajar dapat belajar dengan baik ia harus bersikap disiplin, terutama disiplin dalam hal-hal sebagai berikut: a.
Disiplin dalam menepati jadwal.
b.
Disiplin dalam mengatasi semua godaan yang akan menunda-nunda waktu belajar.
c.
Disiplin terhadap diri-sendiri untuk dapat menumbuhkan kemauan dan semangat baik di sekolah seperti menaati tata tertib, maupun disiplin di rumah seperti teratur dalam belajar.
d.
Disiplin dalam menjaga kondisi fisik agar selalu sehat dan fit dengan cara makan yang teratur dan bergizi serta berolahraga secara teratur.33
31
E. Mulyasa, Op.cit, hlm.26-28 Sirinam S. Khalsa, Pengajaran Disiplin dan Harga Diri : Strategi, Anekdot, dan Pelajaran Efektif untuk Keberhasilan Manajemen Kelas (Jakarta: PT. Indeks, 2008), hlm. Xxi. 33 Sofchah Sulistyowati, Cara Belajar yang Efektif dan Efisien (Pekalongan: Cinta Ilmu Pekalongan, 2001), hlm. 3. 32
39
Menurut Sri Pustaka dalam bukunya yang berjudul Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan II, di bawah ini adalah langkah-langkah untuk mengembangkan sikap disiplin antara lain sebagai berikut. a.
Mengenal dan memahami peraturan yang ada
b.
Mempunyai kesadaran akan pentingnya peraturan-peraturan yang ada, serta kesadaran akan tujuan dari peraturan-peraturan tersebut.
c.
Dengan kesadaran, akan mengarahkan sikap dan perbuatan untuk menjunjung tinggi dan taat pada peraturan yang ada.
d.
Membiasakan sikap dan perbuatan disiplin.34
6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kedisiplinan Dari hasil penelitian J. M Lonan dan Lioew yang dikutip dari Novan Ardy Waryani dapat diketahui bahwa setidaknya ada faktor yang mempengaruhi kedisiplinan pada: a. Banyak sedikitnya anggota keluarga b. Pendidikan orang tua c. Pendapatan orang tua35 Sifat disiplin yang dimiliki oleh siswa merupakan hasil interaksi berbagai unsur di sekelilingnya. Disiplin juga merupakan sikap yang bersifat lahir dan batin yang pembentukannya memerlukan latihan-latihan yang disertai oleh rasa kesadaran dan pengabdian, dimana perbuatan setiap perilaku merupakan pilihan yang paling tepat bagi dirinya. Hal ini tidak terlepas karena sikap disiplin seseorang sangat relatif tergantung pada 34
Sri Pustaka, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan II, (Yogyakarta : Cempaka Putih, 2005), hlm.114 35 Novan Ardy Wiyani, op. cit., hlm. 49.
40
dorongan yang ada di sekelilingnya, dimana dorongan tersebut sangat mudah mengalami perubahan, bisa meningkat, menurun bahkan bisa hilang. Artinya sikap disiplin yang ada pada diri siswa tergantung dengan keadaan lingkungan sekitarnya. Ada
beberapa
faktor
yang
mempengaruhi
kedisiplinan,
diantaranya adalah sebagai berikut. a. Diri sendiri b. Keluarga c. Pergaulan di lingkungan Disiplin yang dimaksud adalah membiasakan anak dengan tradisi baik, seperti mengetahui kewajibannya, tepat dan teliti dalam melaksanakan tugasnya, memiliki motivasi dari dalam
dirinya, dan
bertanggung jawab.36
36
Makmum Mubayidh, Kecerdasan dan Kesehatan Emosional Anak (Jakarta: Pustaka Al-Kausar, 2007), hlm. 113.