BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kepercayaan Diri 2.1.1. Pengertian Kepercayaan Diri Kepercayaan diri merupakan satu aspek kepribadian yang berfungsi untuk mendorong individu dalam meraih kesuksesan yang terbentuk melalui proses belajar individu dalam interaksinya dengan lingkungan. Dalam interaksinya, individu mendapat umpan yang dapat berupa reward dan punishment. Individu yang mempunyai rasa kepercayaan diri adalah individu yang mampu bekerja secara efektif, dapat melaksanakan tugas dengan baik dan bertanggungjawab. Kepercayaan diri menurut Bandura (dalam Martani dan Adiyanti,1991) merupakan suatu keyakinan yang dimiliki seseorang bahwa dirinya mampu berperilaku sesuai dengan yang diharapkan. Kepercayaan diri menurut Branden (Walgito, 1993) adalah kepercayaan seseorang pada kemampuan yang ada di dalam dirinya. Hambly (1989) menambahkan bahwa kepercayaan diri adalah keyakinan diri yang dimiliki individu dalam menangani segala situasi. Frieda, (Jatman,2000) menerangkan kepercayaan diri adalah seseorang yang tidak meyakini bahwa ia mempunyai kelebihan disemua hal, akan tetapi ia juga tau mengenai kekurangan yang ada tetapi tidak terganggu, sehingga ia dapat menerima kelebihan dan kekurangan tersebut sebagai bagian dari dirinya yang utuh. Breneche dan Amich (1991)menjelaskan kepercayaan diri merupakan suatu perasaan cukup dan aman dan tahu apa yang dibutuhkan dalam hidupnya sehingga tidak perlu membandingkan dirinya dengan orang lain. Angelis (2003) menjelaskan bahwa
10
kepercayaan diri adalah suatu keyakinan dalam hati bahwa tantangan hidup apapun harus dihadapi dengan berbuat sesuatu. Hakim (2002) menambahkan bahwa kepercayaan diri adalah suatu keyakinan seseorang tentang segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut mampu mencapai berbagi tujuan di dalam hidupnya. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kepercayaan diri adalah keyakinan seseorang pada kemampuan yang dimilikinya, dalam mencapai berbagai tujuan di dalam hidupnya, sehingga ia tidak perlu membandingkan dirinya dengan orang lain. 2.1.2 Ciri-ciri Individu yang Memiliki Kepe rcayaan Diri Sobur (1985) menyatakan individu yang mempunyai kepercayaan diri adalah yang berani menghadapi resiko dan bertanggungjawab yang harus diterima dari tindakan yang dilakukan yaitu kemungkinan mengalami kegagalan.Anthony (Irawati, 2002) mengemukakan ciri-ciri orang yang memiliki kepercayaan diri meliputi: a. Bertanggungjawab berarti mau menerima dan menanggung resiko dari perbuatannya. b. Rasa aman berarti tidak memiliki ketakutan dan kecemasan yang menghambat kepercayaan dirinya. c. Harga diri berarti mampu menyadari kekurangan dan kelebihan sehingga tidak memiliki perasaan rendah diri. d. Mandiri berarti tidak tergantung pada orang lain dan selalu dapat mengembangkan atau mengerjakan sesuatu tanpa menunggu bantuan orang lain. e. Optimis berarti menyadari kemampuan yang dimiliki dan berusaha untuk memperoleh yang terbaik dalam kehidupannya. f. Tidak mudah putus asa berarti memiliki mental yang kuat untuk dapat menghadapi hal- hal yang terburuk dan berani mencoba lagi setelah mengalami kegagalan. Guilford (1959) mengemukakan ciri-ciri orang yang mempunyai rasa percaya diri adalah:
11
a. Merasa yakin terhadap apa yang individu lakukan b. Merasa dapat menerima oleh kelompoknya c. Percaya pada diri sendiri serta memilki ketenangan sikap ( tidak merasa gugup bila melakukan sesuatu ) Lauster ( dalam Afiatin dan Martinah 1998) mengemukakan ciri-ciri individu yang memiliki kepercayaan diri adalah optimis, bertanggungjawab atas keputusan dan perbuatannya, Menurut Lauster (1978) rasa percaya diri merupakan sikap atau perasaan yakin terhadap kemampuan diri sehingga individu yang bersangkutan tidak akan berhenti- hentis secara berlebihan, yakin terhadap
kebebasan/kemandiriannya,
tidak
mementingkan
diri
secara
berlebihan, cenderung menjadi toleren dan ambisinya normal. Aspek kepercayaan diri menurut Lauster (1978) adalah: a. Memiliki rasa aman: perasaan aman adalah terbebas dari perasaan takut dan ragu-ragu terhadap situasi atau orang-orang disekelilingnya b. Yakin pada kemampuan diri sendiri: yakin pada kemampuan diri sendiri adalah merasa tidak perlu membandingkan dirinya dengan orang lain dan tidak mudah untuk terpengaruh dengan orang lain c. Tidak mementingkan diri sendiri dan toleransi: tidak mementingkan diri sendiri dan toleransi adalah mengerti kekurangan yang ada pada dirinya dan dapat menerima pandangan dari orang lain d. Ambisi normal: ambisi yang normal adalah ambisi yang disesuaikan dengan kemampuan, tidak ada kompensasi dan ambisi yang berlebihan, dapat menyelesaikan tugas dengan baik dan bertanggungjawab e. Mandiri: mandiri adalah tidak bergantung pada orang lain dalam melakukan sesuatu.
12
f. Optimis: optimis adalah memiliki pandangan dan harapan yang positif mengenai diri dan masa depannya. Suryanto (2000) mengatakan bahwa remaja atau orang dewasa yang memiliki rasa percaya diri yang kuat biasanya populer dalam lingkungan keluarga maupun pergaulannya. Individu tersebut sering diminta menjadi pemimpin kelompok yang bersikap mawas diri. Proyeksi ambisinya ke arah keberhasilan, sehingga masa depannya akan penuh dengan keberhasilan. Rasa percaya diri dapat berpengaruh pada hasil prestasi belajar, penerimaan oleh lingkungan, penampilan dan budi pekerti. Sebaliknya pada individu yang gagal, rasa percaya dirinya rendah, individu kurang populer dalam pergaulan, lebih sering mengucilkan diri atau jadi pembuat keributan. Individu tersebut mengalami kesulitan untuk berperan dalam lingkungan, bahkan mungkin seolah-olah dikucilkan di lingkungannya. Individu dengan kepercayaan diri yang rendah sering bersikap menyalahkan orang lain atas kegagalannya, prestasi akademiknya menurun dan akhirnya menjadi individu yang mudah mengalami frustasi, agresif, murung dan bingung. Aziz (1988) mengemukakan ciri-ciri orang yang kurang percaya diri diantaranya adalah merasa tidak aman, ada rasa takut, tidak bebas, raguragu, dihadapan orang lain lidah seperti terkunci, murung, pemalu dan kurang berani, pengecut, cenderung menyalahkan suasana luar sebagai penyebab masalah yang dihadapi. Individu yang memiliki rasa percaya diri akan percaya pada kemampuan yang dimiliki, sanggup bekerja sendiri, bersikap optimis dan dinamis.
13
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti memberikan penekanan pada keenam ciri-ciri individu yang memiliki kepercayaan diri yang dikemukakan oleh Anthony (2002) yaitu bertanggungjawab, rasa aman, harga diri, mandiri, optimis, dan tidak mudah putus asa 2.1.3. Faktor- faktor yang me mbentuk Kepe rcayaan Diri Faktor-faktor yang membentuk kepercayaan diri adalah: a. Keadaan Fisik Suryabrata (1984) berpendapat bahwa keadaan fisik individu akan berpengaruh terhadap kepercayaan diri. Individu yang me miliki fisik yang kurang sempurna akan menimbulkan perasaan tidak enak terhadap diri sendiri, karena marasa ada yang kurang dalam dirinya dibandingkan yang lainnya. Keadaan ini membuat individu merasa kurang percaya diri dan kurang berharga. b. Konsep diri Ada perbedaan sumber konsep diri antara laki- laki dan perempuan. Konsep diri laki- laki bersumber dari keberhasilan kerja, persaingan dan kekuasaan, yang mana laki- laki pada dasarnya dituntut untuk berperan di luar rumah sejak kanak-kanak, sehingga laki- laki menjadi lebih berani dalam menghadapi tantangan dan hal- hal baru. Sedangkan pada perempuan lebih banyak menghabiskan waktu di dalam rumah, sehingga perhatia n di luar dirinya kurang dominan dibandingkan perhatian terhadap diri dan lingkungan sekitar rumah saja. Hal tersebut mempengaruhi pola pikir dan keinginankeinginan perempuan. Perempuan cenderung menjadi seseorang yang perasa
14
dan kurang berani menunjukkan kemampuan serta kurang yakin dalam menghadapi hal- hal baru (Pudjijogyanti,1988). Hal ini didukung pendapat Dagun (1992) yang menyatakan ada beberapa karakteristik yang dapat membedakan antara laki- laki dan perempuan. Perempuan memiliki sifat feminine seperti cenderung pasif, tidak terus terang, tidak percaya diri dan cenderung lemah lembut. Sedangkan laki- laki memiliki sifat maskulin seperti sangat agresif, sangat bebas, sangat dominan, sering menggunakan logika dan sangat percaya diri. c. Usia Kepercayaan diri terbentuk dan berkembang sejalan dengan tumbuh kembang individu. Pada waktu masih muda kepercayaan diri begitu rapuh, karena pada masih muda suatu penolakan atau kegagalan dirasakan sebagai sesuatu yang sangat menyakitkan (Hambly, 1989). d. Pendidikan (Monks, 1984). menyatakan bahwa tingkat pendidikan mempunyai pengaruh dalam menentukan kepercayaan diri. Semakin tinggi pendidikan semakin banyak yang telah dipelajari dan ini berarti semakin individu dapat menentukan standar sendiri keberhasilannya. Individu yang dapat demikian ini mempunyai kepercayaan dalam menagani sesuatu tanpa perasaan takut dan khawatir mengalami kegagalan, semakin tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi pula kepercayaan dirinya.
15
Sebuah artikel di surat kabar Pikiran Rakyat tertanggal 16 Agustus 1998 oleh Evie Lirpandhari (dalam Nurul, 2005) menyatakan faktor penyebab timbulnya rendah diri yang mengakibatkan rasa tidak percaya diri antar lain: 1. Perlakuan keluarga yang keras, yang lebih banyak mencela daripada memuji 2. Kurangnya pergaulan, sejak kecil tidak pernah bergaul dengan orang lain. Misalnya karena lingkungan rumah terpencil 3. Sejak kecil sudah salah teman yang tidak sebaya , sehingga menyerap nilai- nilai sosial yang tidak sesuai dengan usia 4. Selalu mempunyai rasa ingin menyaingi ( mengungguli ) orang lain ( iri, dengki ) terutama dari segi materi dan penampilan, padahal kemampuan dirinya tidak memungkinkan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya ada faktorfaktor yang membentuk kepercayaan diri, yaitu keadaan fisik. Konsep diri,usia dan tingkat pendidikan. 2.1.4. Kepercayaan Diri Pada Remaja Putra di Panti Asuhan Bandura (1991) menyatakan kepercayaan diri merupakan sua tu keyakinan yang dimiliki seseorang bahwa dirinya mampu berperilaku sesuai dengan yang diharapkan. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, yang mana dalam masa remaja terjadi perubahan-perubahan seperti fisik, emosi dan sosial (Hurlock, 1991). Menurut Irwanto (1990) masa remaja dibagi me njadi 2 golongan yaitu remaja awal yang berlangsung dari usia 13-17 tahun dan remaja akhir yaitu usia 17-18. Erickson (dalam Gunarso, 1991) mendefinisikan remaja sebagai masa timbulnya perasaan baru tentang identitas. Pada fase ini terbentuk gaya hidup yang khas sehubungan dengan penempatan dirinya. Calon (dalam Monks, 1995)
16
menyatakan bahwa remaja sebagai masa yang menunjukkan dengan jelas sifatsifat masa transisi/ peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa tetapi tidak lagi memperoleh status kanak-kanak. Pada masa remaja perubahan fisik merupakan gejala primer dalam pertumbuhan remaja, (Sarwono dalam Pudjianto,2000). Pada masa transisi ini remaja mempunyai mempunyai tugas-tugas perkembangan antra lain: 1. 2. 3. 4. 5.
Memiliki kemampuan mengontrol diri sendiri seperti orang dewasa Memperoleh kebebasan Bergaul dengan teman lawan jenis Mengembangkan ketrampilan-ketrampilan baru Memiliki citra diri yang realitas.
Bagi remaja yang tinggal di rumah dengan keluarga mereka, tugas perkembangan ini dapat mereka lalui tanpa ada hambatan yang berarti. Namun untuk remaja yang tinggal di Panti Asuhan, khususnya remaja putra, tugas-tugas perkembangan tersebut tidak dapat dengan mudah dilakukan kerena mereka terikat dengan peraturan-peraturan yang diterapkan di Panti Asuhan. Masa transisi ini harus dilalui oleh remaja putra termasuk remaja putra di panti asuhan. Panti asuhan adalah suatu lembaga usaha kesejahtraan sosial yang mempunyai tanggungjawab untuk memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada anak terlantar, memberikan pelayanan pengganti orang tua/wali anak dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental, dan sosial pada anak as uh sehingga memperoleh kesempatan yang luas, tepat dan memadai tapi perkembangan kepribadiannya sesuai dengan yang diharapkan sebagai bagian dari generasi penerus cita-cita bangsa dan sebagai insan yang akan turut serta aktif di dalam bidang pembangunan nasional ( Dinas Kesejahtraan Sosial, 2002 ).
17
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kepercayaan diri pada remaja putra di panti asuhan adalah keyakinan yang dimiliki remaja putra yang berusia 13-18 tahun yang berada dalam suatu lembaga yang berfungsi memberikan pelayanan pengganti orang tua/wali dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental, sosial sehingga individu tersebut mampu berperilaku sesuai yang diharapkan. 2.2. Dukungan Sosial 2.2.1 Pengertian Dukungan sosial Manusia merupakan makhluk sosial; dua kebutuhan sosial dasar manusia adalah kebersamaan atau marasa memiliki dan dimiliki, dan kebutuhan untuk memperoleh dukungan satu sama lainnya. Walgito (1985) menyatakan bahwa hubungan antara individu dengan lingkungan sosial bersifat timbal balik. Lingkungan mempengaruhi individu dan individu mempengaruhi perkembangan lingkungan. Selain mengadakan kontak-kontak sosial, manusia membutuhkan dukungan dari orang lain dalam mengantisipasi dan menghadapi suatu masalah. Yusuf dan Nurihsan (2006) menyatakan dukungan sosial dpat diartiakan sebagai pemberian bantuan atau pertolongan terhadap seseorang yang mengalami stress dari orang lain yang memiliki hubungan dekat (saudara atau teman.) Menurut Chaplin (1999) dalam kamus psikologi, support atau dukungan adalah memberikan dorongan atau pemberian semangat dan nasehat kepada orang lain dalam suatu situasi pembuatan keputusan atau mengadakan atau menyediakan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan orang lain.
18
Sorenson dkk ( dalam Rohman dan Prihartanti, 1991 ) mengemukakan bahwa dukungan sosial sebagai suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya. Norris dan Kaniasty (1996) menyatakan dukungan sosial adalah transaksi interpersonal yang ditunjukkan dengan memberikan bantuan kepada orang lain seperti kasih sayang dan perhatian kepada orang lain, yang diperoleh dari orang lain yang dipercaya. House ( Rohman dan Prihartanti, 1991 ) menyatakan dukungan sosial sebagai suatu bentuk transaksi antar pribadi yang meliba tkan perhatian emosional, bantuan instrumental, pemberian informasi dan adanya penelitian. Sarafino (2001) mendefinisikan dukungan sosial sebagai faktor sosial yang berada di luar individu yang dapat meningkatkan kemampuan menghadapi stress akibat konflik. Dukungan sosial adalah adanya orang yang memperhatiakan, menghargai, dan mencintai. Gibson dkk (1989) mendefinisikan dukungan sosial sebagai kesenagan, bantuan, atau ketenangan yang diterima seseorang melalui hubungan formal maupun nonformal dengan yang lain atau kelompok. Kreither dan Kinirki (1995) mendefinisikan dukungan sosial sebagai suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya. Menurut Effendi dan Tjahjono (1991) dukungan sosial adalah transaksi interpersonal yang ditunjukan dengan memberikan bantuan kepada orang lain dan bantuan itu diperoleh dari orang yang berarti bagi individu yang bersangkutan. Berdasarkan berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang berasal dari
19
orang-orang di sekitarnya yang dipercayai, menghargai, dan menyayanginya dalam bentuk perhatian emosional, bantuan instrumental, pemberian informasi, dan adanya penilaian. Pada remaja Panti Asuhan, dukungan sosial terutama diperoleh dari pengasuh panti asuhan, teman sebaya di Panti Asuhan, teman sekolah dan keluarga. 2.2.2. Jenis-jenis Dukungan Sosial Menurut Effendi dan Thahjono (1999) dukungan sosial dapat berupa perhatian emosional, dukungan instrument (peyediaan sarana), dukungan informasi, dan penilaian positif ( penghargaan ). House (dalam Smet, 1994) membedakan dukungan sosial menjadi empat jenis antara lain: a. Dukungan Emosional ( Emotional Support ) Mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan. b.Dukungan Pengharapan ( Reward Support ) Terjadi lewat ungkapan hormat ( pengharapan positif ) untuk orang itu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaaan individu dan perbandingan positif orang itu dengan orang-orang lain, seperti misalnya orang-orang yang mampu atau lebih buruk keadaanya. c. Dukungan Instrumental (Tangible Support) Mencakup bantuan secara langsung seperti kalau orang-orang memberi pinjaman uang kepada orang lain atau menolong dengan pekerjaan pada mengalami stress.
20
d.Dukungan Informatif ( Infornational Support ) Mencakup memberi nasehat, petunjuk-petunjuk, saran-saran atau umpan balik. sejalan dengan pendapat tersebut, Sarafino (1998) mengatakan ada beberapa aspek yang dilibatkan dalam dukungan sosial dan setiap aspek mempunyai ciriciri tertentu seperti: a. Emosional:
individu
membutuhkan
empati,
cinta,
kepercayaan,
kebutuhan untuk didengarkan dari orang-orang disekelilingnya. individu juga ingin dihargai sebagai pribadi dan membutuhkan orang lain untuk berdiskusi mengenai perencanaan hidupnya. b. Penilaian: Hal ini dapat berupa pemberian penghargaan, memberikan timbal balik terhadap apa saja yang telah dilakukan dan dapat pula berwujud perbandingan sosial. c. Informasi: dapat berupa dukungan sosial secara tidak langsung terhadap perilaku individu, memberikan informasi yang dibutuhkannya ataupun nasehat-nasehat yang berguna bagi individu- individu tersebut. d. Instrumental: memberikan sarana unruk mempermudah individu dalam berperilaku yang bertujuan positif, dapat berupa uang, benda ataupun pekerjaan. Menurut Curtrona dan Orford (dalam Utaminingsih, 2002) ada lima jenis dukungan sosial, yaitu: a. Dukungan materi: adalah dukungan yang disebut juga bantuan nyata atau bantuan alat.
21
b. Dukungan emosi: jenis dukungan ini berhubungan dengan hal yang bersifat emosional atau menjaga keadaan emosi, ekspresi atau eksperi. c. Dukungan penghargaan: terjadi apabila ada eksperi penilaian yang positif terhadap individu. d. Dukungan informasi: berupa pengetahuan untuk me ngatasi masalah e. Integritas sosial: dapat diartikan sebagai perasaan individu sebagai bagian dari suatu kelompok yang memiliki minat dan pemikiran yang sama. Barrera,
Sandler
dan
Ramsay
(dalam
Watson,
1984)
mengemukakan setidaknya ada enam tipe dukungan sosial yaitu: a. Material Aid: yaitu dukungan berupa bantuan dalam bentuk materi seperti meminjamkan uang. b. Physical Assistance: yaitu bantuan yang diberikan secara fisik. c. Intimate Interactions: yaitu keintiman interaksi yang timbal balik seperti memberikan kasih sayang dan mendengarkan masalah. d. Guidance: yaitu memberikan bimbingan seperti memberikan nasehat. e. Fedback: yaitu umpan balik seperti menolong seseorang untuk mengerti masalahnya dan memberikan reaksi terhadap masalah yang dihadapi. f.
Social Participation: yaitu partisipasi sosial seperti membuat seseorang merasa gembira dan saling bercanda.
22
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis dari dukungan sosial antara lain dukungan emosional, dukungan pengharapan, dukungan instrumental, serta dukungan informatif. 2.2.3. Sumber-sumber Dukungan Sosial Dukungan yang diperoleh individu dari sumber individu yang mempunyai kedekatan emosi akan lebih berarti dibandingkan dengan mendapatkan dukungan sosial dari individu yang tidak memiliki ikatan emosi (Martani dan Adiyanti, 1991). Thoits (dalam Utamingsih, 2002) mengatakan bahwa dukunga n sosial yang bersumber dari orang-orang yang yang memiliki hubungan berarti dengan individu, misalnya keluarga, teman dekat, pasangan hidup, rekan kerja, saudara dan tetangga akan sangat membantu. Significant others menurut House ( dalam Smet, 1994 ) adalah pasangan teman, teman dekat, kerabat, teman kerja, tetangga dan supervesior, serta profesioanal (dokter, psikolog, dan pekerja sosial ). Pentingnya sumber dukungan sosial ini dikemukakan oleh Cohen dan Syme (1985) yang menyatakan bahwa ada tiga sumber dukungan sosial yang merupakan pendukung dalam lingkungan tumbuh kembangnya remaja, yaitu: a. Dukungan dari orangtua Schtter, Folkman dan Lazarus ( dalam Lazarus, 1987 ) mengatakan bahwa keluarga merupakan sumber dukungan sosial. Karena dalam keluarga keluarga tercipta hubungann yang saling mempercayai. Hubungan dan dorongan keluarga memegang peranan penting dalam kesuksesan akademis (Conger dalam
23
Utaminingsih, 2002). Di Panti Asuhan, pengasuh sebagai pengganti orangtua juga berperan penting di dalam memberikan dukungan sosial kepada anak asuhnya. b. Dukungan dari teman Pada masa remaja kehidupan bersama dalam kelompok teman sebaya akan mempunyai arti tersendiri. Bila ia mendapat dukungan dari teman kelompoknya ia akan merasa bahwa dirinya diterima denga baik, akan tetapi ia tidak mendapat dukungan maka perasaan tertolaklah yang ada dalam dirinya. Peranan teman dekat juga sangat penting dalam memberikan dukungan karena ketika seorang anak mulai memasuki masa remaja, ia biasanya akan mencari teman dekat sebagai tempat ia berbagi dan saling percaya. Dikatakan lebih lanjut teman sebaya adalah sumber dukungan karena teman memberikan rasa senang dan dukungan sewak tu stres ( Kail dan Nelson dalam Utaminingsih, 2002 ). c.
Dukungan dari guru Dukungan yang diperoleh dari guru membantu mengarahkan tujuan siswa,
mendengarkan masalah yang dihadapai, baik masalah pribadi, maupun masalah akademik dengan demikian dapat dikatakan bahwa sumber dukungan sosial yang mempunyai peran sangat penting bagi seorang remaja dalam menjalani kehidupan dan sebagai pendukung dalam lingkungan belajarnya ada tiga hal, yaitu orangtua, guru dan teman. 2.3 Pengertian Panti Asuhan Tanggungjawab pemerintah dan Negara terhadap anak-anak terlantar secara yuridis formal telah tertuang dalam UUD 19945. Sebagai perwujudan dan tanggungjawab pemerintah tersebut untuk anak-anak terlantar, maka didirikan panti
24
asuhan. Panti Asuhan menurut pedoman Panti Asuhan, adalah lembaga sosial yang bertanggungjawab memberikan pelayanan pengganti alam pemenuhan kebutuhan fisik, mental, dan sosial pada anak asuhnya, sehingga mereka memperoleh kesempatan yang luas, tepat dan memadai bagi perkembangan kepribadian sesuai dengan harapan ( Hartini , 2002 ). Menurut Purwadarminta (1983) Panti Asuhan adalah tempat memelihara anak yatim (piatu). Bandura dan Zain (1994) mendefinisikan Panti Asuhan sebagai rumah bagus tempat memelihara anak-anak yatim piatu. Sedangkan kamus Besar Indonesia (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , 1999 ) mengartikan Panti Asuhan sebagai rumah tempat memelihara dan merawat anak yatim atau yatim piatu, dan sebagainya. Menurut Depsos RI (2004:4) mengemukakan Panti Asuhan adalah suatu lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan kesejahteraan sosial pada anak terlantar yang melaksanakan penyantunan dan pengentasan pada anak terlantar, memberikan pelayanan pengganti orang tua/wali anak dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental, dan sosial kepada anak asuh sehingga memperoleh
kesempatan
yang
luas,
tepat
dan
memadahi
pengembangan
kepribadiannya sesuai dengan yang diharapkan sebagai bagian dari generasi penerus cita-cita bangsa, dan sebagai insan yang akan turut serta dalam bidang pembangunan nasional. Dari pengertian Panti Asuhan merupakan sebuah lembaga pengganti fungsi orang tua bagi anak-anak terlantar dan memiliki tanggung jawab dan memberikan pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak-anak terlantar terutama kebutuhan fisik,
25
mental, dan sosial pada anak asuh supaya mereka memiliki kesempatan untuk mengembangkan dirinya dan menjadi generasi penerus cita-cita bangsa dan sebagai insan yang akan turut serta dalam bidang pembangunan nasional. Sedangkan menurut Gospor Nabor (Bardawi Barzan 1995:5) menjelaskan bahwa Panti Asuhan adalah suatu lembaga pelayanan sosial yang didirikan oleh pemerintah maupun masyarakat, yang bertujuan membantu atau memberikan bantuan terhadap individu, kelo mpok, masyarakat dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup. Berdasakan pengetian di atas panti asuhan sebagai lembaga sosial yang didirikan secara sengaja oleh pemerintah ataupun masyarakat guna membantu individu atau kelompok dalam memenuhi kebutuhan hidup sebagai wujud upaya terwujudnya kesejahteraan sosial. Dari pengertian di atas disimpulkan bahwa Panti Asuhan adalah suatu lembaga kesejahteraan sosial yang didirikan secara sengaja oleh pemerintah atau masyarakat yang bertanggung jawab dalam melakukan pelayanan, penyantunan, dan pengentasan anak terlantar dan memiliki fungsi sebagai pengganti peran orang tua dalam memenuhi kebutuhan mental dan sosial pada anak asuh agar mereka memiliki kesempatan yang luas untuk mengalami pertumbuhan fisik dan mengembangkan pemikiran hingga ia mencapai tingkat kedewasaan yang matang dan mampu melaksanakan peran-perannya sebagai individu dan warga Negara didalam bermasyarakat. panti asuhan merupakan sebuah lembaga yang menampung anak-anak yatim, dan anak-anak terlantar baik itu dikelola secara mandiri (swasta) maupun pemerintah, dimana anak-anak tersebut dididik dan dikembangkan potensi yang mereka miliki untuk bekal mereka mengarungi bekal hidup.
26
Sebenarnya untuk masalah anak-anak terlantar Negara mempunyai tanggung jawab dalam mengurusnya seperti yang tertuang dalam UUD 1945, pasal 34 disebutkan bahwa “Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara” namun buruk kinerja pemerintah sekarang ini seolah-olah Negara tidak cuci tangan dalam mengurusi masalah panti asuhan tersebut, yang kini masalah panti asuhan lebih didominasi oleh pihak yayasan yang berdikari dalam mencari dana. Untuk kriteria dan katagori umur yang berhak untuk masuk kedalam pengertian panti asuhan itu sendiri sebernarnya tergantung kebijakan dari pengelola panti asuhan itu sendiri ada yang menghuni panti semenjak dilahirkan ada pula sudah besar baru masuk panti asuhan, namun rata-rata yang masuk dalam pengertian panti asuhan ini adalah mereka anak-anak yatim dan anak terlantar dengan kisaran umur 5-16 tahun Mereka Anak-anak yatim dan anak terlantar yang hidupnya di jalanan, yakni anak yang telah putus hubungan dengan orang tuanya dan tidak sekolahterlebih bagi mereka
yang
anak
yatim
yang
keluarganya
tidak
mampu.
(http://kerockan.blogspot.com/2012/04/lebih- mengenal- makna-dari-pantiasuhan.html) 2.4. Hubungan Dukungan Sosial dengan Kepercayaan Diri Pada Remaja Putra di Panti Asuhan Kepercayaan diri adalah suatu keyakiaan seorang terhadaap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut mampu mencapai berbagai tujuan dalam hidupnya (Hakim, 2002). Kepercayaan diri sangat diperlukan bagi remaja putra di panti asuhan untuk berinteraksi dengan orang lain. Hal ini didukung pendapat Hurlock (1999) bahwa remaja yang memiliki kepercayaan diri tidak akan mengalami
27
hambatan dalam berinterkasi, karena mampu menilai teman-temannya dengan lebih baik dan mampu menyesuaikan diri dengan situasi sosial. Namun untuk memiliki kepercayaan diri bagi remaja putra di Panti Asuhan tidaklah mudah jika dibandingkan dengan remaja putra yang tinggal dengan keluarganya. Remaja putra yang tinggal di Panti Asuhan seringkali kurang mendapat kasih saya ng dan perhatian dari pengasuh secara maksimal, karena pengasuh dalam memberikan kasih sayang dan perhatian harus terbagi dengan remaja putri lainnya. Keadaan ini dapat mempengaruhi kepercayaan dirinya, karena remaja putra tersebut merasa tidak diterima oleh orangtuanya yang seharusnya memberikan kasih sayang dan perhatian terhadap anaknya. Hal ini didukung oleh pendapat Walgito (1993) mengatakan bahwa orang tua sebagai peletak dasar bagi pembentukan pribadi anak, termasuk kepercayaan diri. Salah satu faktor yang membentuk kepercayaan dirinya adalah dukungan sosial. dukungan sosial adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dipercaya ( Sarason dalam rohman dan Prihatant i, 1997). Menurut Natawidjaja (dalam Martinah dan Afiatin, 1998 ) bahwa untuk meningkatkan kepercayaan diri, remaja membutuhkan pihak lain yang dipercayainya untuk mendorong keberaniannya dalam mengambil keputusan. Hal ini didukung pendapat Loekmono (1983) bahwa rasa percaya diri
pada individu dipengaruhi dalam
hubungan dengan orang-orang yang dianggap penting, lingkuangan dan kehidupannya sehari- hari. Dukungan sosial pada remaja putra di Panti Asuhan didapat dari orang-orang yang dekat dengan remaja putra tersebut seperti pengasuh, teman-teman di panti
28
asuhan, teman-teman di sekolah, atau guru di sekolah. Dukungan sosial yang diberikan pada remaja putra dipanti asuhan misalnya menghibur jika sedih, menghargai pendapat yang dikemukakannya, memberikan dorongan agar selalu rajin belajar sehingga mendapat prestasi yang baik, meminjamkan buku catatan apabila mereka tidak masuk sekolah karena sakit atau memberikan saran ketika mengambil keputusan. Dengan adanya dukungan sosial, remaja putra yang tinggal di panti asuhan akan memiliki pandangan yang positif tentang dirinya, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan dirinya. Hal ini didukung pendapat Sarason ( dalam Effendi dan Tjahjono, 1999 ) bahwa dukungan sosial bermanfaat bagi individu, karena individu menjadi tahu bahwa orang lain memperhatiakan, menghargai, dan mencintai dirinya. 2.5. Kajian yang relevan Berbagai penelitan dilakukan untuk megetahui ada atau tidaknya hubungan dukungan sosial yang diperoleh dari pengasuh Panti Asuhan dengan kepercayaan diri pada anak asuh. Pratiwi (2000) mengadakan penelitian mengenai dukngan sosial dengan kepercayaan diri di Panti Asuhan SOS Semarang dan diketemukan hasil tidak ada hbungan yang signifikan. Dukungan sosial yang diperoleh dari pengasuh dikategorikan tinggi. Akan tetapi hasil data kepercayaan diri menunjkkan tingkat kepercayaan diri anak asuh di Panti Asuhan SOS Semarang tergolong rendah. Hal tersebut dikarenakan kurangnya dukungan sosial yang diperoleh dari pihak luar khususnya lingkngan sekolah yang menyebabkan kepercayaan diri mereka rendah walapun sudah mendapat dukngan sosial dari pengasuh mereka.
29
Soethiono (2002) juga mengadakan penelitian dengan variabel yang sama di Panti Asuhan Suko Mulyo Tegal. Hasilnya didapatkan hubungan yang signifikan antara dukungan sosial dengan kepercayaan diri.
2.6. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini: “ Ada hubungan yang signifikan antara dukungan sosial yang diperoleh dari pengasuh panti asuhan dengan kepercayaan diri pada remaja putra di Panti Asuhan Salib Putih”
30