BAB II KAJIAN TEORI
2.1 Hakikat Perilaku Sosial Anak 2.1.1) Pengertian Perilaku Sosial Anak Hakikat manusia adalah mahluk sosial yang selalu berhubungan dan membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Sebagai manusia individu dalam bertingkah laku selalu berhubungan dengan lingkungan sosial dimana ia tinggal, jalinan hubungan dengan orang lain adalah bagian yang tidak pernah lepas dalam kehidupan sehari-hari. Perilaku sosial mempengaruhi penyesuaian sosial individu. Individu yang mempunyai perilaku sosial yang tinggi cenderung mendapat penerimaan sosial yang lebih baik, sedangkan individu yang memiliki perilaku sosial yang rendah cenderung mendapat penerimaan sosial kurang baik.(Hurlock,2011: 1) Pergaulan yang alamiah dengan orang lain diperlukan agar mereka memiliki perilaku sosial yang baik”. Melalui pergaulan anak-anak bisa belajar berempati kepada penderitaan orang-orang yang dijumpai, selain itu kesempatan untuk bergaul dengan orang lain, selain lingkungan yang kondusif mereka juga memerlukan lingkungan yang suportif. Kondusif berarti lingkungan merangsang anak untuk bergaul dengan orang lain. Sementara suportif berarti ada dorongan secara langsung dari lingkungan terhadap anak. Manusia dilahirkan sebagai mahluk sosial dimana perilaku sosial adalah perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial, nilai atau harapan sosial. Perilaku sosial juga merupakan kemampuan individu untuk merespon secara positif terhadap lingkungannya, baik dalam membangun, memelihara, dan meningkatkan dampak-dampak positif dari relasi dengan individu lainnya.(Nugraha,2004:18-19) Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Perilaku sosial merupakan suatu kemampuan mengatur pikiran, emosi, dan perilaku untuk memulai dan memelihara
hubungan
interaksi
dengan
lingkungan
sosial
secara
efektif
mempertimbangkan norma dan kepentingan sosial serta tujuan yang ingin dicapai. 2.1.2) Fungsi Sosial Hurlock( 1993:251) menjelaskan bahwa fungsi dari sosial sebagai berikut : Pertama , memberikan kesempatan untuk bergaul dengan orang-orang dari berbagai usia serta latarbelakang yang berbeda. Anak tidak mungkin bisa belajar bergaul,
bila lebih banyak hal-hal yang bisa dipelajari anak sebagai bekal dalam mengembangkan perilaku sosialnya. Kedua, anak tidak hanya berkomunikasi dengan kata-kata yang dapat dipahami, tetapi juga dapat membicarakan suatu topik yang dimengerti dan menarik bagi orang lain. Ketiga, anak mempunyai motivasi untuk bergaul, motivasi ini tergantung kepada seberapa besar perolehan kepuasan anak melalui aktivitas sosialnya. Apabila anak mendapat cukup banyak kesenangan, pengalaman dan penerimaan yang mengasyikan dari lingkungannya. Maka motivasi atau keinginannya untuk meluaskan wawasan dan jaringan pergaulannya semakin luas.
2.1.3) Tujuan Dari Perilaku Sosial Perilaku sosial terhadap hubungan perilaku manusia dalam menyesuaikan lingkungan sosialnya, maka perilaku sosial juga mencakup pencapaian kematangan sosial seseorang dalam hubungan sosial. seperti pendapat Nugraha(2004:89)
menguraikan
tujuan Perilaku sosial yaitu : (1) Membantu pencapaian kematangan perilaku sosial, (2) Membantu kemampuan menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok, tradisi, dan norma agama, (3) Membantu kemampuan dalam memperluas hubungan anak dengan masyarakat. 2.1.4) Sasaran Pengembangan Perilaku Sosial Nugraha(2004:93) menjelaskan bahwa sasaran pengembangan sosial anak difokuskan pada perilaku sosial yang diharapkan dapat dimiliki oleh anak. Perilaku sosial yang dimaksud antara lain sebagai berikut : a) Bercakap-cakap/komunikasi merupakan pertukaran pikiran dan perasaan. pertukaran ini dapat dilakukan dalam bentuk bahasa, yaitu gerakan tubuh, ekspresi wajah secara lisan atau tulisan. b) Menumbuhkan Sense of humor, pengembangan sense of humor bagi anak perlu diperhatikan, karena anak yang memiliki rasa humor biasanya lebih disukai oleh teman-temannya.
Selain
itu
sense
of
humor
akan
membantu
anak
mengembangkan kreativitas, berfikir divergen, imajinatif, menumbuhkan rasa percaya diri, memperluas pertemanan, serta terhindar dari stress.
c) Menjalin persahabatan ; kita mengenal bahwa manusia adalah mahluk sosial dan kebersamaan dalam melakukan aktivitas sangat diperlukan dalam pergaulan. Tolong menolong antar sesama akan membuat seseorang merasa nyaman. d) Berperan serta dalam satu kelompok; adaptasi seorang anak tidak semudah adaptasi orang dewasa, biasanya seorang anak akan melihat situasi kegiatan yang sedang berlangsung. Bila kegiatan ini menarik hatinya maka tanpa rasa malu anak itu akan larut pada kegiatan tersebut tanpa melihat teman atau bukan, kenal atau tidak. e) Memiliki tata krama; anak akan melihat dan meniru kebiasaan orang dewasa atau bahkan mungkin akan menuruti perintah orang dewasa. disini kita harus bisa memanfaatkan
sikap
tersebut,
orang tua,
lingkungan,
keluarga
sangat
mempengaruhi sosialisasi anak dalam berperilaku. Sifat positif yang dimiliki orang dewasa khususnya tata krama sangat membantu anak untuk berperilaku sopan, baik, dan hormat pada sesama. 2.1.5) Pengembangan Sosial Melalui Tahapan Bermain Sosial Nugraha(2004:15) mengatakan bahwa aktifitas bermain bagi seorang anak memiliki peranan yang cukup besar dalam mengembangkan keterampilan sosialnya sebelum anak mulai berteman. Aktivitas bermain menyiapkan anak dalam menghadapi pengalaman sosialnya. Sikap yang dapat dikembangkan melalui kegiatan bermain antara lain :
a. Sikap sosial Bermain mendorong anak untuk meninggalkan pola berpikir egosentrisnya. dalam situasi bermain anak dipaksa untuk mempertinmbangkan sudut pandang teman bermain sehingga ia menjadi kurang egosentris. b. Belajar berkomunikasi Untuk dapat bermain dengan baik bersama orang lain, anak harus bisa mengerti dan dimengerti oleh teman-temannya. Hal ini mendorong anak untuk belajar bagaimana berkomunikasi dengan baik, bagaimana membentuk hubungan sosial, bagaimana menghadapi dan memecahkan masalah-masalah yang timbul dalam hubungan tersebut.
c. Belajar mengorganisasi Saat bermain dengan orang lain, anak juga berkesempatan belajar berorganisasi. Bagaimana ia harus melakukan pembagian peran di antara mereka yang turut serta dalam permainan tersebut. d. Lebih menghargai orang lain dari perbedaan-perbedaan Bermain memungkinkan anak mengembangkan kemampuan empatinya. Saat bermain dalam sebuah peran. Permainan bermain
peran membantu anak
membangun pemahaman yang lebih baik atas orang lain, lebih toleran, serta mampu berlapang dada terhadap perbedaan-perbedaan yang dijumpai.
e. Menghargai Harmoni dan Kompromi Saat dunianya semakin luas dan kesempatan berinteraksi semakin sering dan bervariasi maka akan tumbuh kesadarannya akan makna peran sosial, persahabatann, perlunya menjalin hubungan serta perlunya strategi dan diplomasi dalam berhubungan dengan orang lain. Anak tidak akan begitu saja merebut mainan teman, misalnya karena ia tahu akan kosekuensi ditinggalkan atau dimusuhi oleh teman. 2.1.6) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Sosial Menurut (Djamarah,2004 : 14) sebagai sebuah kemampuan yang diperoleh melalui proses belajar, maka perkembangan perilaku sosial anak tergantung pada beberapa faktor yaitu kondisi anak sendiri serta pengalaman interaksi dengan lingkungan sebagai sarana dan media pembelajaran. Secara terperinci faktor-faktor tersebut dapat diuraikan sebagai berikut. a. Kondisi anak Ada beberapa kondisi anak yang mempengaruhi perilaku sosialnya antara lain: Temperament anak. Penelittian memperlihatkan anak-anak yang memiliki temperament sulit dan cenderung mudah terluka secara psikis biasanya akan takut atau malu-malu dalam menghadapi stimulus sosial yang baru, sedangkan anak-anak yang ramah dan terbuka lebih responsive terhadap lingkungan sosial. Selain itu agresif dan impulsive sehingga sering ditolak oleh teman sebaya.
Regulasi emosi. Kemampuan mengatur emosi juga mempengaruhi perilaku sosial anak. Anak yang mampu bersosialisasi dan mengatur emosi akan memiliki perilaku sosial yang baik sehingga kompotensi sosialnya juga tinggi. Anak yang kurang mampu bersosialisasi namun mampu mengatur emosi, walau jaringan sosialnya tidak luas tetapi ia tetap mampu bermain secara konstruktif dan berani bereksplorasi saat bermain sendiri. Sedangkan anak– anak yang mampu bersosialisasi namun kurang dapat menggontrol emosi cenderung akan berperilaku agresif dan merusak. Adapun anak yang tidak mampu bersosialisasi dan mengontrol
emosi cenderung lebih pencemas dan kurang berani
bereksplorasi. Kemampuan sosial kognitif. Perkembangan perilaku sosial anak juga dipengaruhi oleh kemampuan sosial kognitifnya, yaitu memproses semua informasi yang ada dalam proses sosial. Semakin baik
memproses informasi sosial anak, maka akan semakin
mudah baginya untuk membentuk hubungan suportif dengan orang lain, yang berarti akan menambah luas jaringan sosial sebagai media pengembangan perilaku sosial. b. Interaksi Anak dengan Lingkungan Secara umum pola interaksi anak dan orang tua serta kualitas hubungan pertemanan dan penerimaan anak dalam kelompok merupakan dua faktor eksternal atau lingkungan yang cukup berpengaruh bagi perilaku sosial anak. Anak banyak belajar mengembangkan perilaku sosial baik dengan proses modeling terhadap perilaku orang tua, teman sebaya, dan lingkungan sekitar.
2.2 Hakikat Pola Asuh Demokratis Orang Tua 2.2.1) Pengertian Pola Asuh Demokratis Orang Tua Pola asuh secara demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersifat rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran yang positif. Pola asuh orang tua demokratis ini akan membuat anak merasa disayang, dilindungi, dianggap berharga dan diberi dukungan yang positif (Wibowo. 2012:120). Pola asuh demokrratis menjadikan adanya komunikasi yang dialogis antara anak dan orang tua dan adanya kehangatan yang membuat anak merasa diterima oleh orang tua. Komunikasi yang baik dan hangat antara anak dan orang tua dapat mendorong sikap
positif pada anak, juga mendorong
anak berani untuk melakukan sesuatu yang ia
yakini.(Shochib, 2010:6). Menurut(Wibowo,2012:118) menyatakan bahwa sosok orang tua demokratis berkorelasi positif dengan perkembangan krakter anak. Demokratis dan keterbukaan dalam suasana kehidupan keluarga adalah syarat esensial terjadinya pengakuan dunia keorangtuaan orang tua oleh anak dan dunia keanakan anak oleh orang tua, dan situasi kehidupan yang dihayati bersama. Jika anak merasa diterima dalam keluarga, mereka mudah untuk membangun konsep diri dan berpikir positif(Shochib,2010:130). Dengan demikian dapat disimpulakan pola asuh orang tua demokratis mampu menghasilkan seorang anak yang akan tumbuh berkembang dengan perilaku positif dalam hal ini mempunyai sosial yang baik. 2.2.2) Hal-Hal yang Diperhatikan Pada Pola Asuh Demokratis Mendidik anak adalah tugas utama orang tua yang secara kodrati diberikan Allah SWT kepada manusia. Dalam kegiatan mendidik dan mengasuh anak khususnya dalam pola asuh demokratis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh orang tua agar pengasuhan anak pun tercipta dengan berkualitas. Menurut(Asmani,2009:75-79) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengasuh dan mendidik anak,antara lain : a) Memberikan Keteladanan Usia dini sangat sensitive terhadap rangsangan dari luar, maka perilaku dan aspek terjang orang tua sangat berpengaruh pada anak. Cara orang tua dalam berbicara, berperilaku, dan bergaul dengan orang lain menjadi cermin bagi anak. Disinilah orang tua memberikan teladan sempurna kepada anak dalam bertutur sapa, berperilaku dan bergaul. Oleh karena itu, orang tua harus memantapkan diri dalam hal agama dan menanamkan nilai-nilai agama yang suci dan luhur kepada anak. Dari cahaya keimanan dan ketakwaan yang suci inilah lahir ketinggian budi dan sikap positif dalam kehidupan sehari-hari.
b) Menjadikan Rumah Sebagai Taman Ilmu
Menjadikan rumah sebagai taman ilmu berarti merancang dan melaksanakan kegiatan yang sarat ilmu dirumah, misalnya menyediakan perpustakaan dirumah. c) Menyediakan Wahana Kreatifitas Anak diberi ruang penuh untuk menampakkan jati diri dan identitasnya, anak dibiarkan main computer, membacca buku, menulis, melukis, main catur dan apa pun, anak harus dibimbing
untuk menemukan bakat dan minatnya yang
dapat mendorongnya memiliki perilaku sosial. d) Hindari Emosi Negatif Dalam mendidik dan mengasuh anak menjaga stabilitas emosi adalah sangat penting. Emosi dalam arti marah, kecewa dan tersinggung sebaiiknya bisa dikendalikan. Orang tua harus berhati-hati dan jangan menyelesaikan masalah dengan emosi. Jika emosi dikedepankan, anak akan mengalami trauma psikologis yang berkepanjangan dan bisa menganggu pertumbuhan dan perkembangannya. e) Rajin Berdoa Sehebat dan sesempurna apapun manusia, pasti banyak kekurangan. manusia tidak boleh menggantungkan hasilnya pada kerja kerasnya saja. semua persoalan sebaiknya diserahkan kepada kekuasaan Allah SWT. Berdoalah agar Allah menjadikan anak menjadi kader masa depan bangsa
yang
bermoral,
mempunyai kapabilitas intelektual tinggi dan mempunyai dedikasi sosial yang memadai. Sehubungan dengan pendapat diatas,
(Shochib,2010:131) juga berpendapat
bahwa : Pertama, Usahakan untuk selalu menanamkan ajaran agama pada anak-anak sejak dini. Pola asuh keluarga berbasis agama dinilai sebagai pendidikan paling baik sampai saat ini. Kedua, Anak akan meniru orang tua, jadi sebaiknya orang tua pun harus menjadi teladan yang baik. Jika ingin memiliki anak yang berperilaku positif, orang tua pun harus menjauhi segala hal yang negatif. Ketiga, Menjalin komunikasi antara orang tua dan anak adalah hal yang sangat penting. Hal ini agar terjadi saling pengertian dan tidak menimbulkan salah paham. Keempat, Orang tua wajib memberikan aturan-aturan tertentu agar anak tidak terlalu dibebaskan, namun aturan-aturan tersebut harus disesuaikan
dengan kemampuan atau kebutuhan anak, sehingga anak pun tidak merasa berat dan terbebani. Kelima, Hukuman memang boleh diberikan, bahkan dianjurkan agar si anak menjadi jera. Tapi hukuman yang dimaksud bukanlah kemarahan yang menjadi-jadi atau kekerasan fisik yang membuat anak kesakitan. Anak yang masih labil bisa salah paham dan berpikiran buruk pada orang tua yang suka memberikan hukuman fisik. Hukuman orang tua terhadap anak adalah bentuk kasih sayang, jadi anda pun orang tua pun harus pintar-pintar memberikan hukuman apa yang cocok bagi anak anda.
2.4 Kajian Penelitian yang Relevan Adapun beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan ini antara lain. Penelitian yang dilakukan oleh Pautina ( 2010 ), yang berupa penelitian kuatitatif desain korelasi dengan judul “ Hubungan antara pola asuh orang tua dengan kecerdasan emosional”. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa pola asuh demokratis adalah pola asuh yang cocok untuk diterapkan pada anak. Dimana orang tua memberikan kebebasan pada anak untuk bereksplorsi sesuai kemampuannya hingga ia berkreasi dan menumbuhkan rasa percaya diri dan mampu bersikap sosial. Penelitian yang dilakukan oleh Lahmudin ( 2010 ),yang berupa penelitian kuantitatif desain korelasi dengan judul “ Hubungan pola asuh orang tua dengan motifasi belajar siswa. Hasil Penelitiannya menunjukan krakteristik anak yang dididik dengan pola asuh demokratis akan menghasilkan anak-anak yang mandiri dan mempunyai hubungan baik dengan teman. Penelitian yang dilakukan oleh Latengo ( 2011 ),yang berupa penelitian kualitatif deskriptif dengan judul “Peranan orang tua dalam mengembangkan konsep diri”. Dengan mempunyai konsep diri yang positif anak akan merasa percaya diri dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Penelitian yang dilakukan Oleh kualitatif
Deskriptif
Najma ( 2012 ), Yang Berupa penelitian
dengan judul “ Pola Asuh Orang Tua Demokratis Dalam
pembentukan Rasa Percaya Diri Anak”. Dengan pola asuh orang tua
demokratis
mampu membentuk sikap positif anak utamanya . Penelitian yang dilakukan oleh Musa ( 2011 ),yang berupa penelitian kuantitatif Desain Korelasi dengan judul “ Hubungan
antara kepedulian orang tua dengan perilaku sosial ”. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa kepedulian orang tua akan berpengaruh pada sikap sosial anak. Penelitian ini mengangkat kembali penelitian tersebut dengan menggunakan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan bagaimana pola asuh demokratis itu sendiri dalam membentuk perilaku sosial pada anak. Utamanya yang berada pada rentang Usia 5-6 Tahun khususnya di TK PGRI Kota Tengah Kota Gorontalo.