BAB II LANDASAN TEORI
II.1
Biaya
II.1.1 Definisi Biaya Sebelum membahas activity based costing, ada baiknya kita mengerti pengertian dari biaya. Carter dan Usry yang diterjemahkan oleh Krista (2006:29) mendefinisikan biaya sebagai berikut: Biaya sebagai nilai tukar, pengeluaran, pengorbanan untuk memperoleh manfaat. Dalam akuntansi keuangan, pengeluaran atau pengorbanan pada saat akuisisi diwakili oleh penyusutan saat ini atau di masa yang akan datang dalam bentuk kas atau aktiva lain. Sedangkan Hansen dan Mowen yang diterjemahkan Fitriasari, D. (2006:40) mendefinisikan biaya sebagai berikut: Biaya adalah kas atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberi manfaat saat ini atau dimasa mendatang bagi organisasi. Dikatakan sebagai ekuivalen kas karena sumber nonkas dapat ditukar dengan barang atau jasa yang diinginkan. Jadi menurut dua pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa biaya adalah suatu pengorbanan perusahaan yang berbentuk kas atau ekuivalen kas yang
8
dikeluarkan perusahaan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan untuk memberikan suatu manfaat dan tujuan bagi perusahaan, yaitu untuk meningkatkan laba.
II.1.2 Klasifikasi Biaya Mengacu kepada pendapat Witjaksono (2006) yang menggolongkan dan mengklasifikasikan konsep informasi berkenaan dengan biaya adalah sebagai berikut: 1) Konsep biaya untuk perencanaan dan pengendalian. A. Konsep Harga Pokok (cost). Harga Pokok adalah sejumlah nilai aktiva (asset), tetapi jika selama tahun aktiva tersebut dimanfaatkan untuk membantu memperoleh penghasilan, aktiva tersebut harus dikonversikan menjadi beban (expense). Contohnya adalah pengorbanan sumber daya berupa bahan baku, tenaga kerja, dan operasi mesin pabrik yang bertujuan untuk menghasilkan suatu produk, sehingga terjadi konversi dari sumber daya tersebut menjadi suatu bentuk barang jadi (finished good). B. Konsep Beban (expense). Beban adalah arus keluar aktiva (aset) terhadap penghasilan karena perusahaan menggunakan sumber daya ekonomi yang ada. Beban terjadi berasal dari aktiva atau tanpa melalui aktiva. Contohnya adalah beban yang berasal langsung dari aktiva seperti beban penyusutan. Sedangkan beban langsung tanpa melalui aktiva adalah beban reklame.
9
C. Konsep Biaya Pabrikasi atau Biaya Produk. Terdapat biaya yang disebut prime cost atau disebut juga biaya utama. Mengacu pada pendapat Horngren, Datar, dan Foster, prime cost adalah seluruh biaya manufaktur langsung. Biaya manufaktur langsung adalah direct materials dan direct labour. Biaya yang termasuk konsep biaya pabrikasi atau biaya produk adalah sebagai berikut: 1. Bahan Langsung (Direct Materials). Adalah semua bahan yang membentuk bagian integral dari barang jadi. Contohnya adalah tepung terigu sebagai bahan baku dari pembuatan roti. 2. Tenaga Kerja Langsung (Direct Labour). Adalah tenaga kerja yang digunakan untuk membuat bahan langsung untuk menjadi barang jadi. Contohnya adalah upah pekerja pabrik bagi pengolahan tepung terigu menjadi roti, dimulai dari mengolah campuran bahan baku hingga pengemasan. 3. Biaya Overhead Pabrik (BOP). Adalah biaya-biaya produk selain biaya bahan langsung dan biaya tenaga kerja. BOP sendiri dibagi menjadi: a. Bahan tidak langsung, adalah bahan yang dibutuhkan guna menyelesaikan suatu produk, tetapi pemakaiannya sedemikian kecil dan sulit untuk diukur per unit produk.
10
b. Tenaga kerja tidak langsung, adalah tenaga kerja yang dikerahkan
dan
secara
tidak
langsung
mempengaruhi
pembuatan barang jadi. Contohnya adalah supervisor produksi yang mengawasi mutu proses pembuatan suatu produk dan melakukan pengujian atas kualitas apabila produk tersebut jadi. c. Biaya tidak langsung lainnya, adalah BOP selain BOP bahan tidak langsung dan BOP tenaga kerja tidak langsung. Contohnya adalah pemakaian air tanah dan kebersihan. D. Konsep Biaya Komersial. Secara umum biaya komersial dibagi menjadi: 1. Beban pemasaran, adalah beban pada saat barang jadi yang telah siap untuk dijual. Contohnya adalah seperti biaya ekspedisi atau biaya pengiriman. 2. Beban administrasi, adalah beban yang dikeluarkan dalam mengatur dan mengendalikan organisasi. Contohnya adalah gaji pegawai bagian keuangan atau akuntansi. E. Perilaku Biaya (cost behaviour). Perilaku biaya dibagi menjadi empat macam biaya, yaitu: 1. Biaya Variabel (Variable Cost). Biaya variabel merupakan biaya yang berubah-ubah sebanding dengan perubahan volume produksi atau penjualan. Contohnya 11
adalah biaya pemakaian bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung. Semakin banyak unit yang diproduksi, maka kebutuhan terhadap bahan baku akan semakin banyak pula. 2. Biaya Tetap (Fixed Cost). Biaya tetap merupakan biaya yang jumlah totalnya tetap walaupun jumlah yang diproduksi atau dijual berubah-ubah dalam kapasitas normal. Contohnya adalah biaya penyusutan mesin dan peralatan serta gaji pokok karyawan. 3. Biaya Semi Variabel (Mixed Cost). Biaya semi variabel merupakan biaya yang jumlahnya berubah-ubah dalam hubungannya dengan perubahan kuantitas yang diproduksi tetapi perubahan yang terjadi tidak proposional. Contohnya adalah pada departemen pengiriman yang biaya operasinya terdiri atas biaya tetap (fixed cost) seperti penyusutan kendaraan, pajak kendaraan dan sebagainya, serta biaya operasi seperti bensin, tol, dan sebagainya. Semakin banyak produksi, maka aktivitas pengiriman akan semakin meningkat, dan akan meningkatkan biaya operasional, tetapi pada biaya tetap (fixed cost) tidak mengalami perubahan. 4. Biaya Bertingkat (Step Cost) Biaya bertingkat merupakan biaya tetap dalam suatu rentang produksi. Terdapat dua macam biaya bertingkat, yaitu biaya
12
bertingkat tetap (fixed step cost) dan biaya bertingkat variabel (variabel step cost). F. Konsep Biaya berdasarkan pertanggung jawaban. Konsep biaya ini digunakan dalam sistem pengendalian manajemen (SPM) yang terdiri atas: 1. Biaya Terkendali (Controllable Cost). Biaya terkendali merupakan biaya yang dikeluarkan oleh suatu tempat biaya dan atas pengeluaran biaya tersebut seseorang harus bertanggung jawab. Contohnya adalah untuk pusat biaya seperti departemen produksi, seorang manajer produksi bertanggung jawab atas biaya produksi yang masih dalam kendali kekuasaannya, misalnya saja total pemakaian bahan baku dalam unit, total jam kerja karyawan dan sebagainya. 2. Biaya Tak Terkendali (Uncontrollable Cost). Biaya tak terkendali merupakan biaya yang tidak bisa dibebankan tanggung jawab pengeluarannya pada seorang manajer atau pimpinan pusat biaya. Contohnya adalah seorang manajer produksi tidak dapat diminta pertanggung jawabannya apabila terjadi kelebihan upah karyawan dari yang direncanakan karena keputusan pemerintah.
13
G. Berdasarkan Pengambilan Keputusan. Manajer membutuhkan informasi yang relevan dalam mengambil keputusan. Informasi yang baik adalah informasi yang mengurangi ketidakpastian dalam pengambilan keputusan. Dalam kaitannya dengan informasi akuntansi biaya, dikenal dua tipe informasi biaya pengambilan keputusan, yaitu: 1. Biaya Relevan. Merupakan biaya yang diperkirakan akan muncul, yang berbeda di antara berbagai alternatif. Contohnya adalah untuk memutuskan apakah yang menerima atau menolak suatu pesanan khusus, maka informasi biaya yang relevan antara lain adalah biaya set up mesin untuk pengerjaan pesanan. 2. Biaya Tidak Relevan. Misalnya adalah untuk memutuskan apakah yang menerima atau menolak suatu pesanan khusus, maka informasi biaya yang tidak relevan adalah biaya penyusutan, karena baik keputusan menolak atau menerima pesanan tersebut tidak akan berpengaruh pada biaya penyusutan.
14
2) Konsep biaya kesempatan (opportunity cost) Didefinisikan sebagai: “Benefit forgone as a result of choosing one course of action rather than another”. Contohnya pada pesanan khusus, apabila pengerjaan pesanan khusus harus mengorbankan pengerjaan produk lain, maka ada biaya kesempatan berupa hilangnya kesempatan menjual produk yang dikorbankan tersebut.
Carter dan Usry (2006) menyatakan bahwa biaya tetap dan variabel harus dipisahkan dalam hal merencanakan, menganalisis, dan mengendalikan. Biaya-biaya yang seluruhnya tetap atau variabel dalam rentang aktivitas yang diantisipasi harus diidentifikasi, dan komponen tetap dan variabel dari biaya semivariabel harus diestimasikan. Pemisahan biaya tetap dan biaya variabel diperlukan untuk tujuan perhitungan tarif biaya overhead predeterminasi dan analisis varians, persiapan anggaran fleksibel dan analisis varians, perhitungan biaya langsung dan analisis varians, analisis titik impas dan analisis biaya-volume-laba, analisis biaya diferensial dan komparatif, analisis maksimisasi laba dan minimisasi biaya jangka pendek, analisis anggaran modal, dan analisis profitabilitas pemasaran berdasarkan daerah, produk, dan pelanggan.
15
II.2
Sistem Akuntansi Biaya Tradisional (Traditional Costing) Sebelum masa modernisasi seperti pada saat ini, komponen terbesar dari biaya
produk adalah tenaga kerja langsung (TKL). Para Manajer perusahaan pada saat itu percaya bahwa adanya hubungan yang positif antara biaya tenaga kerja langsung dengan biaya overhead. Sehingga TKL digunakan sebagai basis alokasi overhead. Hansen dan Mowen yang diterjemahkan oleh Fitriasari, D. (2006:142) mendefinisikan sistem akuntansi biaya tradisional atau metode konvensional sebagai berikut: Sistem akuntansi biaya tradisional adalah perhitungan biaya produk berdasarkan fungsi membebankan biaya dari bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung ke produk dengan menggunakan penelusuran langsung. Biaya overhead di lain pihak dibebankan dengan menggunakan penelusuran gerak dan alokasi. Perhitungan biaya dalam sistem biaya tradisional menggunakan penggerak aktivitas tingkat unit (unit activity cost drivers). Penggerak aktivitas tingkat unit adalah faktor yang menyebabkan perubahan dalam biaya seiring dengan perubahan jumlah unit yang diproduksi. Contoh penggerak aktivitas tingkat unit yang pada umumnya digunakan untuk membebankan overhead meliputi unit yang diproduksi, jam tenaga kerja langsung, biaya tenaga kerja langsung, jam mesin, dan biaya bahan baku langsung. Tujuan dari sistem akuntansi biaya tradisional adalah untuk menilai secara tepat persediaan serta harga pokok penjualan (HPP) pada pelaporan keuangan eksternal.
16
Tetapi pada saat ini, tarif overhead tunggal berdasarkan tenaga kerja langsung tidak lagi memuaskan. Mengacu pada pendapat Islahuzzaman (2011) yang menyatakan bahwa alasan mengapa tarif overhead tunggal berdasarkan tenaga kerja langsung tidak lagi memuaskan, karena: a.
Tenaga kerja langsung tidak lagi memiliki hubungan yang tinggi dengan biaya overhead.
b.
Overhead memiliki aktivitas yang sangat bervariasi, tarif tunggal berdasarkan tenaga kerja langsung tidak mampu lagi mencerminkan kondisi sebenarnya.
c.
Pekerjaan manual yang telah tergantikan oleh mesin.
d.
Produk dan jasa pada saat ini memiliki volume, batch size, serta kompleksitas yang berbeda-beda.
Namun, sistem tradisional pada saat ini tetaplah masih dibutuhkan karena masih digunakannya tenaga kerja sebagai dasar untuk membebankan biaya overhead ke produk terutama untuk pelaporan eksternal. Selain itu, masih tingginya hubungan antara biaya overhead dengan tenaga kerja langsung pada beberapa perusahaan. Dan masih banyak perusahaan yang menggunakan tenaga kerja langsung dan jam mesin sebagai dasar untuk mengalokasikan biaya overhead pada perusahaan mereka.
17
II.3
Metode Activity Based Costing (ABC)
II.3.1 Definisi Activity Based Costing Activity Based Costing (ABC) merupakan suatu metode yang menerapkan akuntansi berdasarkan aktivitas untuk menghasilkan perhitungan harga pokok produk yang lebih akurat. Namun dari perspektif manajerial, sistem ABC bukan hanya menyediakan tentang informasi biaya produk yang akurat, tetapi juga menyediakan informasi tentang biaya dan kinerja dari aktivitas dan sumber daya serta dapat menelusuri biaya-biaya secara akurat ke objek biaya selain produk. Garrison dan Norren yang diterjemahkan oleh Budisantoso, A, T. (2000:292) mendefinisikan activity based costing sebagai berikut: Metode costing yang dirancang untuk menyediakan informasi biaya untuk keputusan strategis yang akan mempengaruhi kapasitas dan juga biaya tetap. Pengambilan keputusan yang berpengalaman pasti mempertimbangkan ketidak akuratannya. Data yang tidak akurat dapat menghasilkan kesalahan yang berpotensi mengasilkan pengambilan keputusan strategis yang kurang optimal. Dengan activity based costing dapat dihitung harga pokok suatu produk atau jasa yang dapat digunakan oleh manajemen sebagai salah satu alternatif menentukan harga jual. Sedangkan Witjaksono, A. (2006:209), mendefinisikan activity based costing sebagai berikut: Activity based costing adalah suatu metode pengukuran biaya produk atau jasa yang didasarkan atas penjumlahan biaya (cost accumulation) dari pada kegiatan atau aktivitas yang timbul berkaitan dengan produksi atau jasa tersebut. Aktivitas atau transaksi yang menyebabkan terjadinya biaya produksi barang atau jasa disebut cost driver. 18
Sementara itu Burton dan Macarthur (2003:5-3) dalam jurnalnya memberikan pandangannya mengenai activity based costing sebagai berikut: “Activity based costing was originally developed by companies to deal with the problem of product cost subsidization in traditional costing system. ABC has been found useful for several other purposes, such as costing non value added activities, long term pricing, and capacity management”.
II.3.2 Bagian-bagian dari Activity Based Costing Activity based costing terdiri dari beberapa macam aktivitas, elemen biaya, serta driver. Mengacu kepada Islahuzzaman (2011), beberapa bagian dari ABC yang perlu kita pahami artinya adalah: 1.
Aktivitas, adalah pekerjaan yang dilakukan berupa tindakan, gerakan, serta rangkaian pekerjaan. Kumpulan tindakan yang dilakukan dalam organisasi yang berguna untuk tujuan penentuan biaya berdasarkan aktivitas. Contohnya adalah pemindahan bahan merupakan aktivitas pergudangan.
2.
Activity center. Aktivitas yang berkaitan biasanya digabung ke dalam suatu pusat aktivitas (activity center), bertujuan melaporkan informasi yang berkaitan dengan aktivitas dalam suatu fungsi dan proses.
3.
Sumber daya (resourcers). Sumber daya merupakan unsur ekonomis yang dibebankan atau digunakan untuk melakukan aktivitas. Sumber daya inilah yang dapat menimbulkan biaya. Contohnya adalah gaji dan bahan baku, SDM, teknologi, dan modal. 19
4.
Obyek biaya (cost objects). Merupakan bentuk akhir dimana pengukuran biaya diperlukan. Contohnya adalah pelanggan, produk, jasa, kontrak, proyek, atau unit kerja.
5.
Activity cost pool. Merupakan pengelompokkan dari semua elemen biaya yang berkaitan dengan suatu aktivitas.
6.
Elemen biaya (cost element). Merupakan jumlah yang dibayarkan untuk sumber daya yang dikonsumsi oleh aktivitas dan terkandung di dalam cost pool. Contohnya adalah biaya tenaga kerja listrik, biaya perekayasaan, dan penyusutan dapat merupakan elemen biaya dalam activity cost pool untuk suatu aktivitas mesin.
7.
Resource driver (pemicu sumber daya) adalah dasar yang digunakan untuk mengalokasikan biaya dari suatu sumber daya ke berbagai aktivitas berbeda yang menggunakan sumber daya tersebut.
8.
Cost driver (pemicu biaya) adalah faktor-faktor yang menyebabkan perubahan biaya aktivitas. Cost driver merupakan faktor yang dapat diukur yang digunakan untuk membebankan biaya ke aktivitas dan dari aktivitas ke aktivitas lainnya. Terdapat dua jenis cost driver, yaitu: a.
Pemicu sumber daya (resources driver). Merupakan ukuran kuantitas sumber daya yang dikonsumsi oleh aktivitas. Cost driver ini digunakan untuk membebankan biaya sumber daya yang dikonsumsi oleh aktivitas ke cost pool tertentu. Contoh resources driver adalah persentase dari total yang digunakan oleh suatu aktivitas. 20
b.
Pemicu aktivitas (activity driver). Merupakan ukuran frekuensi dan intensitas permintaan terhadap suatu aktivitas berdasarkan obyek biaya. Pemicu aktivitas digunakan untuk membebankan biaya dari cost pool ke obyek biaya. Contoh activity driver adalah jumlah suku cadang yang digunakan dalam produk akhir untuk mengukur konsumsi aktivitas penanganan bahan untuk setiap produk.
Untuk dapat lebih memahami tentang elemen dan bagian dari activity based costing, mari kita lihat ilustrasi gambar berikut ini: Gambar 2.1
Sumber: Stout, D. E. dan Bedenis G. P.
21
II.3.3 Tahap-tahap Penerapan Activity Based Costing Dalam penerapan activity based costing, terdapat beberapa tahapan dan langkahlangkah yang perlu dilakukan untuk mendesain sistem ABC. Mengacu pada Bustami dan Nurlela (2009) yang menerapkan langkah-langkah dalam mendesain sistem ABC, yaitu sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi, mendefinisikan, dan pool aktivitas. Tahapan yang utama dan pertama dalam menerapkan activity based costing adalah mengidentifikasi aktivitas yang menjadi dasar dari sistem tersebut.. Prosedur yang biasanya dilakukan pada tahap ini adalah dengan melakukan wawancara terhadap semua orang yang terlibat yang menimbulkan overhead dan meminta mereka menggambarkan aktivitas utama yang mereka lakukan. Biasanya akan diperoleh catatan aktivitas yang cukup beragam. Adapun aktivitas yang cukup beragam tersebut dapat digabungkan menjadi lima tingkat aktivitas, yaitu sebagai berikut: a.
Aktivitas tingkat unit (unit level activity). Aktivitas unit level dilakukan untuk setiap unit produksi. Biaya aktivitas unit level bersifat proposional dengan jumlah unit produksi. Sebagai contoh, menyediakan tenaga untuk menjalankan peralatan menjadi aktivitas unit level karena tenaga tersebut cenderung dikonsumsi secara proposional dengan jumlah unit produksi. Selain itu aktivititas lainnya dalam unit level adalah seperti pemakaian bahan, pemakaian jam kerja langsung, serta inspeksi setiap unit. 22
Contoh cost driver dari aktivitas unit level adalah jam dan biaya tenaga kerja langsung, jam mesin, bahan baku langsung, biaya bahan baku langsung, jumlah komponen bahan baku, total biaya utama, total biaya langsung, dan unit diproduksi. Sedangkan contoh biaya dari aktivitas unit level adalah biaya bahan baku, biaya TKL, biaya energi. Contoh biaya aktivitas berlevel unit pada rumah sakit adalah seperti biaya listrik dan air, biaya bahan medis habis pakai, obat-obatan, konsumsi pasien, dan biaya honor dokter. b.
Aktivitas tingkat batch (batch level activity). Aktivitas batch level dilakukan setiap kali batch diproses, tanpa memperhatikan berapa unit yang ada di dalam batch tersebut. Contoh aktivitas pada aktivitas batch level adalah membuat order produksi, set up peralatan, penjadwalan produksi, inspeksi untuk setiap batch, memproses suatu pesanan, dan pengaturan pengiriman kepada konsumen. Contoh cost driver pada tingkat batch ini adalah seperti persiapan, jam persiapan, pesanan produksi, serta permintaan bahan baku. Sedangkan biaya pada batch level lebih tergantung pada batch yang diproses dan bukannya pada jumlah unit produksi, jumlah unit dijual, atau ukuran volume yang lain.
23
Contoh biaya dalam batch level activity seperti biaya untuk set up mesin, biaya persiapan, dan biaya penanganan bahan baku untuk memproses batch tanpa memperhatikan apakah batch terdiri dari satu ataupun banyak item. Contoh biaya dalam rumah sakit seperti biaya kebersihan, alat makan pasien, biaya laundry, sterilisasi instrumen, pengolahan limbah cair, dan pembakaran sampah medik. c.
Aktivitas tingkat produk (product level activity). Aktivitas product level berkaitan dengan produk spesifik dan biasanya dikerjakan tanpa memperhatikan berapa batch atau berapa unit yang diproduksi atau dijual. Aktivitas yang dilakukan untuk mendukung produksi produk yang berbeda. Contoh aktivitas dari product level adalah aktivitas untuk merancang produk, mengiklankan produk, memelihara spesifikasi produk, pengujian khusus, penelitian dan pengembangan produk tertentu, dan biaya untuk manajer dan staf produksi. Pemicu tingkat produk (product level driver) adalah ukuran aktivitas yang bervariasi dengan bermacam-macam jumlah produk yang diproduksi dan dijual. Contohnya adalah jumlah perubahan mesin, jam desain, dan jumlah komponen berbeda yang diperlukan. Biaya tingkat produk (product level cost) adalah biaya yang terjadi untuk mendukung sejumlah produk berbeda yang dihasilkan. Biaya ini tidak dipengaruhi oleh jumlah unit dan batch produk. Biaya
24
ini dibebankan kepada produk bedasarkan taksiran jumlah unit produksi tertentu yang akan dihasilkan selama umur produk tersebut (product life cycle). Contoh biaya tingkat produk adalah biaya desain produk, biaya pengembangan produk, biaya pembuatan prototipe, biaya teknik produksi, serta biaya-biaya untuk mempertahankan suatu produk atau jasa. Contoh aktivitas product level dalam rumah sakit adalah seperti biaya desain produk, desain proses pengelolaan produk, pengujian produk, dan biaya jumlah dokter spesialis. d.
Aktivitas tingkat pelanggan (customer level activity). Aktivitas customer level berkaitan dengan konsumen khusus dan meliputi aktivitas seperti telepon untuk penjualan, pengiriman katalog, dukungan teknis yang tidak terpaku pada produk tertentu.
e.
Aktivitas pemeliharaan organisasi (organization sustaining activity). Aktivitas
organization
sustaining
yang
dilakukan
tanpa
memperhatikan konsumen mana yang dilayani, barang apa yang diproduksi, berapa batch yang dijalankan, atau berapa unit yang dibuat, tetapi lebih memfokuskan kepada berjalannya dan masa depan dari perusahaan tersebut agar tetap bertahan. Contoh
aktivitasnya
adalah
kebersihan
kantor
eksekutif,
penyediaan jaringan komputer, pengaturan pinjaman, penyusunan
25
laporan tahunan untuk pemegang saham, keamanan, depresiasi pabrik, dan pembayaran pajak properti. Contoh pemicu tingkat pabrik (plant level driver) adalah luas lantai yang ditempati. Sedangkan contoh biaya tingkat pabrik (plant level cost) adalah biaya memelihara kapasitas di lokasi produksi, biaya sewa, pajak properti, asuransi untuk bangunan pabrik, biaya depresiasi, amortisasi, biaya asuransi, biaya gaji karyawan kunci, dan keamanan. Biaya ini dibebankan kepada produk atas dasar taksiran unit produk yang dihasilkan pada kapasitas normal divisi penjual. Dalam rumah sakit, biaya ini berhubungan dengan kegiatan untuk mempertahankan kapasitas yang dimiliki oleh rumah sakit.
Penggabungan aktivitas dalam activity based costing, setiap aktivitas harus dikelompokkan dalam tingkatan yang sesuai, dengan memperhatikan aktivitasaktivitas yang mempunyai korelasi yang tinggi dalam satu tingkat. Gabungan dari biaya overhead yang berhubungan dengan aktivitas yang sama dikenal dengan nama cost pool, yang akan digunakan untuk menghitung tarif pembebanan pada setiap aktivitas.
2. Menelusuri biaya overhead secara langsung ke aktivitas dan objek biaya. Tahap kedua dalam menerapkan activity based costing adalah sejauh mungkin menelusuri biaya overhead secara langsung ke objek biaya, yang 26
menyebabkan timbulnya biaya, kemudian menentukan pemicu biayanya (cost driver) seperti produk, pesanan pelanggan, dan pelanggan.
3. Membebankan biaya ke pool biaya aktivitas. Pada umumnya biaya overhead diklasifikasikan dalam sistem akuntansi perusahaan berdasarkan departemen atau divisi, dimana biaya tersebut terjadi. Tetapi pada beberapa kasus ada beberapa atau semua biaya ditelusuri langsung ke pool biaya aktivitas, seperti pemrosesan pesanan, dimana semua departemen pembelian dapat ditelusuri ke aktivitas ini. Dalam activity based costing sangat umum overhead terkait dengan beberapa aktivitas. Untuk kondisi seperti tersebut, biaya departemen dapat dibagi ke beberapa kelompok atau pool aktivitas, dengan menggunakan proses alokasi tahap pertama, yaitu membebankan biaya overhead ke pool biaya aktivitas.
4. Menghitung tarif aktivitas. Tarif aktivitas yang akan digunakan untuk pembebanan biaya overhead ke produk dihitung dengan menentukan total aktivitas sesungguhnya yang diperlukan untuk memproduksi bauran produk dan untuk melayani pelanggan saat ini. Kemudian menentukan tarif aktivitas dengan membagi total biaya pool aktivitas masing-masing aktivitas dengan total pemicu aktivitas. 27
Berikut ini adalah rumus tarif pembebanan dalam pengelompokkan aktivitas: Tarif pembebanan/pool rate =
5.
Total biaya pool aktivitas Total pemicu biaya
Membebankan biaya ke obyek biaya dengan menggunakan tarif aktivitas dan ukuran aktivitas. Langkah berikut dalam penerapan activity based costing disebut alokasi tahap kedua, dimana tarif aktivitas digunakan untuk membebankan biaya ke produk atau pelanggan dengan cara mengalikan tarif pool aktivitas dengan ukuran aktivitas yang dikonsumsi masing-masing produk atau layanan jasa. Berikut ini adalah rumus untuk menghitung tarif pembebanan unit cost: Pembebanan
=
Pool rate x Jumlah aktivitas yang dikonsumsi
6. Menyiapkan laporan untuk manajemen. Tahap ini adalah tahap pelaporan yang disusun, dengan menggabungkan bahan baku langsung, tenaga kerja langsung dan overhead ke produk atau jasa layanan berdasarkan aktivitas. Kemudian menghitung marjin produk atau jasa, melalui laporan hasil penjualan dikurangi dengan biaya-biaya yang dibutuhkan manajemen sebagai dasar pengambilan keputusan. Tujuan dibuatnya laporan manajemen menurut Ellyana, Permana, Agusman, et al
28
adalah untuk mendapatkan informasi dalam laporan yang dapat membantu para pengguna laporan keuangan untuk: a.
Mengevaluasi kinerja dalam kurun waktu tertentu (satu periode).
b.
Menilai upaya, kemampuan, dan kesinambungan entitas dalam memberikan jasa pelayanan kesehatan.
c.
Menilai pelaksanaan tanggung jawab dan kinerja manajemen entitas rumah sakit.
. II.3.4
Penerapan Activity Based Costing Pada Perusahaan Jasa Activity based costing selain dapat digunakan pada perusahaan manufaktur,
dapat juga digunakan pada perusahaan jasa. Tetapi tentunya penerapan activity based costing pada perusahaan jasa memiliki beberapa perbedaan dibandingkan dengan perusahaan manufaktur. Karena perusahaan jasa memiliki beberapa sifat yang berbeda dibandingkan dengan perusahaan manufaktur, mengacu pada pendapat Yulianti (2011) perbedaan perusahaan jasa dengan perusahaan manufaktur adalah: 1. Output yang sering kali susah untuk didefinisikan. 2. Pengendalian aktivitas yang terjadi pada perusahaan jasa kurang dapat didefinisikan. 3. Cost memiliki proporsi yang lebih tinggi dibandingkan dengan total cost dari seluruh kapasitas yang ada dan sulit untuk menghubungkan antara output dengan aktivitasnya. Output dari perusahaan jasa adalah manfaat dari 29
jasa itu sendiri yang kebanyakan tidak berwujud, contohnya adalah kecepatan suatu jasa, kualitas suatu informasi, pemuasan konsumen. Output pada perusahaan jasa tidak berwujud membuat perhitungan menjadi sulit. Sekalipun sulit, dewasa ini bisnis pada perusahaan jasa mulai menggunakan metode activity based costing. Untuk menerapkan metode activity based costing, perusahaan memerlukan berbagai hal yang perlu diperhatikan sebelum menerapkan metode activity based costing tersebut. Kembali mengacu kepada pendapat Yulianti (2011), berikut ini adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan activity based costing pada perusahaan jasa, yaitu: 1. Identifying and Costing Activities. Mengidentifikasi dan memberikan harga aktivitas dapat memberikan kesempatan untuk pengoperasian yang efisien. 2. Special Challenger. Perbedaan antara perusahaan jasa dan perusahaan manufaktur dapat menjadikan beberapa permasalahan. Permasalahan itu seperti sulitnya mengalokasikan biaya ke aktivitas. Selain itu jasa tidak dapat menjadi suatu persediaan, karena kapasitas yang ada namun tidak dapat digunakan menimbulkan biaya yang tidak dapat dihindari. 3. Output Diversity. Perusahaan jasa juga memiliki kesulitan-kesulitan dalam mengidentifikasi output yang ada. Pada perusahaan jasa, diversity yang menggambarkan aktivitas-aktivitas pendukung pada hal-hal yang berbeda mungkin sulit untuk dijelaskan atau ditentukan
30
II.3.5
Manfaat dan Keterbatasan Activity Based Costing
II.3.5.1 Manfaat Activity Based Costing Activity based costing membantu mengurangi distorsi yang disebabkan oleh alokasi biaya tradisional. ABC juga memberikan pandangan yang jelas tentang bagaimana komposisi perbedaan produk, jasa, dan aktivitas perusahaan yang memberi kontribusi sampai lini yang paling besar dalam jangka panjang. Mengacu pada pendapat Widjaja, A. (2011), manfaat utama ABC adalah: 1. ABC menyajikan biaya produk yang lebih akurat dan informatif, yang mengarahkan kepada pengukuran profitabilitas produk yang lebih akurat dan kepada keputusan strategis yang diinformasikan dengan lebih baik tentang penentuan harga jual, lini produk, pasar, dan pengeluaran modal. 2. ABC menyajikan pengukuran yang lebih akurat tentang biaya yang dipicu oleh adanya aktivitas, hal ini dapat membantu manajemen untuk meningkatkan product value dan process value dengan membuat keputusan yang lebih baik tentang desain produk, mengendalikan biaya secara lebih baik dan membantu perkembangan proyek peningkatan value. 3. ABC memudahkan manajer memberikan informasi tentang biaya-biaya yang relevan untuk pengambilan keputusan.
31
II.3.5.2 Keterbatasan Activity Based Costing Mengacu pada pendapat Witjaksono, A. (2006) mengenai kelemahan dari activity based costing yaitu dalam penerapannya memerlukan lebih banyak waktu, tenaga dan juga peralatan sehingga biaya yang dibutuhkan untuk menerapkan ABC menjadi relatif lebih mahal dibandingkan dengan sistem akuntansi biaya konvensional. Oleh karena itu para manajer dan akuntan perusahaan sangat berharap pada manfaat yang dapat diperoleh jika menerapkan metode activity based costing. Namun sangat dimungkinkan bahwa penerapan activity based costing adalah hanya untuk sebagian aktivitas produksi atau hanya untuk departemen tertentu. Activity based costing memang memberikan alternatif penelusuran biaya ke produk individual secara lebih baik, namun metode ABC juga mempunyai keterbatasan yang harus diperhatikan oleh manajer sebelum menerapkan ABC untuk menghitung biaya produk. Mengacu kepada pendapat Widjaja, A. (2011) mengenai keterbatasan dari metode ABC yaitu sebagai berikut: 1.
Alokasi. Sekalipun data aktivitas tersedia, beberapa biaya mungkin membutuhkan alokasi ke departemen atau produk berdasarkan ukuran volume yang berubah-ubah sebab secara praktis tidak dapat ditemukan aktivitas yang dapat menyebabkan biaya tersebut. Contoh beberapa biaya untuk mempertahankan fasilitas, seperti aktivitas membersihkan pabrik dan pengelolaan proses produksi.
2.
Mengabaikan biaya (Omission of costs). Keterbatasan lain ABC adalah beberapa biaya yang diidentifikasi pada produk tertentu diabaikan dari
32
analisis. Aktivitas yang biayanya sering diabaikan adalah pemasaran, advertensi, riset dan pengembangan, rekayasa produk, dan klaim garansi. Tambahan biaya secara sederhana ditambahkan ke biaya produk untuk menentukan biaya produk total. Secara tradisional biaya pemasaran dan administrasi tidak dimasukkan ke dalam biaya produk karena persyaratan pelaporan
keuangan
yang dikeluarkan
oleh
GAAP
mengharuskan
memasukkan ke dalam biaya periode. 3.
Pengeluaran dan waktu yang dikonsumsi. Sistem ABC mengkonsumsi biaya yang sangat mahal untuk dikembangkan dan diimplementasikan. Disamping itu juga membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Seperti sebagian besar sistem akuntansi dan manajemen yang inovatif, biasanya diperlukan waktu lebih dari satu tahun untuk mengembangkan dan mengimplementasikan ABC dengan sukses.
Metode ABC dapat menghapuskan produk yang bervolume rendah dan menggantinya dengan produk yang memiliki tingkat keuntungan yang lebih tinggi. Tetapi startegi ini tidaklah selalu berjalan mulus, tidak semua perlanggan menerima hal tersebut. Selain itu, metode ABC tidak terlalu terkait dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum (PABU). ABC tidak mengalokasikan biaya produk yang terikat seperti penyusutan ke dalam alokasi produk. Karenanya, beberapa perusahaan menggunakan metode ABC untuk analisis internal dan menggunakan sistem biaya tradisional untuk pelaporan eksternal.
33
Terdapat beberapa alasan mengapa ABC lebih banyak digunakan untuk laporan internal perusahaan. Garrison dan Noreen (2000) mengatakan adanya beberapa alasan mengapa metode ABC lebih banyak digunakan untuk laporan internal, beberapa alasan tersebut yaitu: 1.
Laporan eksternal kurang rinci dibandingkan dengan laporan internal yang disiapkan untuk pembuat keputusan.
2.
Sangat sulit untuk melakukan perubahan sistem akuntansi pada perusahaan.
3.
Metode ABC tidak sesuai dengan PABU (Prinsip Akuntansi Berlaku Umum).
4.
Auditor biasanya tidak menyukai alokasi yang didasarkan pada wawancara dengan karyawan perusahaan.
II.4
Perbedaan antara Activity Based Costing dengan Traditional Costing Garrison dan Norren (2000) menyatakan perbedaan yang paling berbeda dari
kedua metode tersebut adalah biaya produknya. Terdapat dua alasan utama yang menyebabkan terjadinya perbedaan. Pertama, berdasarkan sistem costing yang lama, biaya desain disebar ke seluruh produk tanpa memperhatikan apakah produk tersebut membutuhkan desain atau tidak. Dengan sistem ABC, biaya ini dibebankan hanya ke produk yang membutuhkan pekerjaan desain. Konsekuensinya, berdasarkan sistem ABC, biaya desain digeser dari produk standar berupa tiang penyangga yang tidak membutuhkan biaya desain ke produk khusus. 34
Kedua, adalah biaya order konsumen yang merupakan batch level dibebankan dengan dasar jam mesin dalam metode konvensional. Jam mesin adalah basis alokasi untuk basis unit level dan bukannya batch level. Oleh karena itu, produk dengan volume tinggi menyerap sebagian besar biaya batch level meskipun produk tersebut tidak mempengaruhi biaya dibandingkan dengan produk yang diorder dalam jumlah sedikit. Perbedaan yang utama dari penghitungan harga pokok produk antara kedua metode tersebut adalah jumlah pendorong biaya (cost driver) yang digunakan. Metode activity based costing menggunakan cost driver lebih banyak dibandingkan dengan metode konvensional. Penghitungan suatu biaya yang benar didasarkan dari berapa banyak faktor pendorong biaya (cost driver) yang terpakai oleh biaya itu sendiri (cost object). Semakin sesuai cost driver yang dijadikan satuan dalam menghitung biaya dari suatu cost object, maka penghitungan biaya tersebut akan menjadi semakin akurat. Berikut ini adalah tabel perbedaan metode ABC dengan traditional costing: Tabel 2.1 Perbedaan Activity Based Costing dengan Traditional Costing
Perbedaan Tujuan Lingkup
Fokus
Activity Based Costing Product costing Tahap desain Tahap produksi Tahap dukungan Logistik Biaya overhead pabrik
Periode Daur hidup produk Teknologi informasi yang Komputerisasi digunakan Komunikasi
Traditional Costing Inventory evaluatiom Tahap produksi
Biaya bahan baku Biaya TKL Periode akuntansi Manual
Sumber: Islahuzzaman 2011:31 35