BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
2.1 Landasan Teori 2.1.1
Hakikat Atletik Atletik merupakan ibu dari seluruh cabang olahraga. Karena dalam cabang
olahraga apapun, mengandung unsur-unsur atletik. Adapun unsur-unsur atletik yaitu lari, lompat serta lempar. Hal ini di dukung oleh beberapa pendapat ahli yaitu Menurut Mitranto dan Slamet (2010:21), atletik dapat dikatakan sebagai induk dari semua cabang olahraga. Dalam atletik terdapat berbagai gerak dasar yang terdiri atas lari, lompat, dan lempar. Gerakan lari, lompat, dan lempar merupakan gerak dasar yang terdapat dalam berbagai cabang olahraga Lebih lanjut Kurniadi, Deni dan Prapanca, Suro (2010:51), menjelaskan atletik merupakan salah satu olahraga dengan berbagai cabang, antara lain nomor lempar, lompat, dan lari. Lempar lembing, lompat jauh, lari jarak pendek, dan lari sambung merupakan sebagian kecil dari nomor olahraga atletik tersebut. Nomor olahraga atletik sangat menarik untuk dilakukan karena di dalamnya terdapat berbagai macam jenis olahraga yang dapat bermanfaat bagi kesehatan. 2.1.2
Hakikat Lari Estafet Lari sambung atau lari estafet adalah salah satu nomor lomba lari beregu
pada perlombaan atletik yang dilaksanakan secara berantai atau sambungmenyambung. Hal ini di dukung oleh pendapat para ahli sebagai berikut: Menurut Trianggoro (01/10/2013), lari sambung atau lari estafet adalah salah satu nomor lomba lari pada perlombaan atletik yang dilaksanakan secara 8
bergantian atau berantai. Dalam satu regu lari sambung ada empat orang pelari, yaitu pelari pertama, kedua, ketiga, dan keempat. Pada nomor lari sambung ada kekhususan yang tidak akan dijumpai pada nomor lari yang lain, yaitu memindahkan tongkat sambil berlari cepat dari pelari kesatu kepada pelari berikutnya. Nomor lari sambung yang sering diperlombakan adalah nomor 4x100 meter dan nomor 4x400 meter. Dalam melakukan lari sambung bukan teknik lari saja yang perlu diperhatikan, tetapi pemberian dan menerima tongkat di zona (daerah) pergantian seperti penyesuaian jarak dan kecepatan dari setiap pelari. Menurut Kurniadi dan Prapanca (2010:11) mengemukakan bahwa, lari estafet atau lari sambung termasuk salah satu lari cepat yang dilakukan oleh setiap regu dengan jumlah 4 orang. Caranya, yaitu lari secara berurutan dan menyambung dengan cara memberikan tongkat estafet dari pelari kesatu, kedua, dan seterusnya. Lebih lanjut Mitranto dan Slamet (2010:23) mengemukakan, lari sambung atau lari estafet merupakan lari dalam cabang atletik. Lari ini adalah lari beregu di mana pelari secara bersambung bergantian membawa tongkat estafet dari garis start menuju garis finish. Dalam catatan sejarah olimpiade modern, perlombaan lari estafet pertama kali diselenggarakan pada Olimpiade V di Stockholm tahun 1912. Jarak yang dilombakan lari ini adalah 4 x 100 m dan 4 x 400 m. Keberhasilan suatu regu estafet sangat ditentukan oleh kelancaran pergantian tongkat. Regu dengan pelari cepat dipastikan dapat memenangkan permainan. Hal tersebut diperkuat oleh Widyastuti dan Suci (2010:79), Lari sambung adalah lari yang dilakukan oleh beberapa orang pelari (biasanya 4 orang) secara
sambung-menyambung. Lari sambung atau lari estafet termasuk dalam nomor lari jarak pendek. Lari ini dilakukan secara bersambung dan bergantian oleh empat pelari dengan membawa tongkat dari garis start sampai garis finish. Lebih lanjut, Isnaini dan Suranto (2010:21) mengemukakan, lari sambung disebut juga dengan lari estafet. Pelaksanaan dalam lari sambung dilakukan oleh empat pelari dalam satu tim. Pelari pertama melakukan start jongkok sambil membawa tongkat estafet. Hal ini yang paling utama dan ikut menentukan kecepatan satu tim, dalam pelaksanaan lari sambung yaitu pada saat penyerahan tongkat dari pelari yang satu ke pelari berikutnya, pada dasarnya sama dengan teknik lari jarak pendek 100 meter. Secara umum, nomor lari jarak pendek ini miliki karakteristik sebagai berikut : a) sikap badan condong ke depan, b) angkah kaki harus lebih panjang, c) ujung telapak kaki selalu terkena tanah, d) jari-jari tangan dikepalkan atau dibuka rapat dan rileks serta ayunan tangan harus terkoordinasi dengan gerak kaki. Hal tersebut didukung oleh Sutrisno dan Khafadi (2010:32), Lari sambung/lari estafet merupakan nomor lari dalam cabang olahraga atletik. Lari sambung/lari estafet adalah lari beregu yang pelarinya secara bersambung (estafet) bergantian membawa tongkat estafet dari garis start sampai dengan finish. Pada nomor ini tiap regu terdiri atas empat atlet. Sebagai nomor beregu diperlukan kerja sama yang baik terutama dalam pemberian dan penerimaan tongkat. Selain kekompakan regu, strategi penempatan pelari dan teknik-teknik lari jarak pendek pada lari sambung juga sangat mempengaruhi kecepatan.
Lebih lanjut Hadfiq dan Nurfitri (2010:33), lari sambung pada dasarnya adalah melakukan gerak lari secepat mungkin dengan membawa tongkat. Pada lari sambung terjadi perpindahan tongkat dalam regu. Satu regu lari sambung beranggotakan empat pelari, yaitu pelari pertama, pelari kedua, pelari ketiga, dan pelari keempat. Jarak nomor lari sambung yang diperlombakan adalah 4 × 100 m dan 4 × 400 m. Hal ini menunjukkan bahwa lari sambung termasuk lari jarak pendek atau lari cepat. Hal yang perlu diperhatikan dalam lari sambung adalah cara perpindahan tongkat antarpelari. Setiap pelari harus dapat melakukan teknik ini dengan benar sehingga tidak menghambat kecepatan berlari. 2.1.3
Teknik Lari Estafet Dalam pelaksanaan lari estafet atau lari sambung ada beberapa teknik
dasar yang harus dikuasai antara lain: Menurut Sutrisno dan Khafadi (2010:32), hal yang harus dikuasai oleh pelari Estafet yaitu teknik memegang tongkat estafet. Ujung tongkat dipegang dengan tangan kiri atau kanan menurut kebutuhan atau pegangan yang dirasakan enak oleh pelari, sedangkan ujung yang lain dipegang oleh penerima berikutnya. Teknik memegang tongkat estafet dibedakan menjadi berikut ini. 1) Teknik Memegang Tongkat ketika Akan Start a) Tongkat dipegang dengan pangkal ibu jari, jari kelingking, dan jari manis sehingga ketika start, ibu jari dan jari telunjuk menjadi tumpuan berat badan di atas garis start.
b) Memegang tongkat dengan pangkal ibu jari dan jari tengah sehingga ketika start ibu jari dan telunjuk menjaditumpuan berat badan di atas garis start. 2) Teknik Memegang Tongkat ketika Akan Memberikan Tongkat Teknik ini adalah tongkat dipegang agak ke ujung belakang. Hal ini dilakukan untuk memudahkan pelari memberikan tongkat pada pelari berikutnya. Menurut Wahyuni dkk (2010:137-139) mengemukakan yaitu Ada beberapa hal yang harus dikuasai dalam perlombaan lari sambung yaitu : 1) Teknik memberikan tongkat (a) Memberikan tongkat dari bawah. Cara melakukannya, yaitu tangan yang memegang tongkat diayunkan dari belakang ke arah depan melalui bawah ke tangan penerima tongkat. (b) Memberikan tongkat dari atas. Cara melakukannya, yaitu tangan kanan yang memegang tongkat diayunkan dari belakang ke depan atas, kemudian tongkat diletakkan di telapak tangan kiri penerima tongkat. 2) Teknik menerima tongkat sebagai berikut. (a) Menerima tongkat dengan cara melihat (visual/sightpass). (b) Menerima tongkat dengan cara tidak melihat (nonvisual/blind pass). 3) Teknik Pemberian dan Penerimaan Tongkat. Ada dua cara teknik pemberian dan penerimaan tongkat lari sambung, yaitu sebagai berikut :
a) Pemberian dan penerimaan tongkat dari bawah, yaitu sebagai berikut. Pelari I dari start memegang tongkat dengan tangan kiri, pelari II sambil lari secepatnya mengayunkan tangan kanan ke belakang dengan telapak tangan ibu jari terpisah dengan jari-jari lain yang rapat. Setelah itu, pelari I mengayunkan tangan kirinya melalui bawah ke depan dan memberikan tongkatnya kepada pelari II. Setelah tongkat diterima tangan kanan pelari II, sambil berlari tongkat dipindah ke tangan kiri, kemudian pelari III pada waktu menerima tongkat, tangan kanan diayunkan ke belakang dengan jari-jari rapat ibu jari dibuka, pelari ke-II memberikan tongkat dari arah bawah. Setelah tongkat diterima, tongkat dipindah ke tangan kiri sambil lari secepatnya. Selanjutnya, pelari IV menerima tongkat dari pelari III dengan tangan kanan, lalu tongkat dipindah ke tangan kiri tetapi langsung dibawa lari sampai garis finish. b) Pemberian dan penerimaan tongkat dari atas sebagai berikut. Pelari I melakukan start jongkok sambil memegang tongkat dengan tangan kanan, setelah ada aba-aba, ”yak”. Kemudian lari secepatnya dengan memegang tongkat. Pelari II setelah ada tanda dari pelari I langsung lari sambil tangan kiri diayunkan ke belakang dengan telapak tangan menghadap ke atas. Jari-jari rapat ibu jari dibuka. Pelari I memberikan tongkatnya melalui atas di telapak tangan kiri pelari II, untuk dibawa lari kemudian diberikan pelari III diterima dengan tangan kanan, selanjutnya pelari III memberikan kepada pelari IV diterima dengan tangan kiri. Selanjutnya, dibawa lari sampai melewati garis finish.
2.1.4
Pengoperan Tongkat Non Visual Pengoperan tongkat secara non visual adalah cara pengoperan tongkat
yang dilakukan dengan cara penerima tongkat tidak melihat ke arah pemberi tongkat. Cara ini membutuhkan komunikasi yang baik dari pemberi dan penerima tongkat. Pengoperan tongkat secara visual biasanya digunakan pada nomor lari 4 x 100 meter. Hal ini didukung oleh pendapat para ahli sebagai berikut: Menurut Hafiq dan Nurfitri (2010:33) menjelaskan bahwa, pengoperan tongkat non visual yaitu sebuah cara yang sering digunakan oleh pelari yang sudah mengenal satu sama lain karena membutuhkan kerja sama dan saling pemahaman antarpelari. Cara ini biasa digunakan dalam lari sambung 4 × 100 meter. Dalam teknik ini, pelari menerima tongkat dengan berlari tanpa melihat tongkat yang akan diterimanya. Menurut Wahyuni, dkk (2010:63), Dengan cara ini pada saat tongkat diberikan, si penerima tidak melihat ke arah pemberi. Ada beberapa cara melakukannya, tetapi sampai saat ini hanya ada dua macam yang bisa digunakan, yaitu sebagai berikut. 1) Seperti cara visual nomor (3), tetapi tidak melihat ke arah pemberi. 2) Hampir sama dengan di atas, hanya saja cara meluruskan tangan kanan benarbenar menghadap ke atas. Tongkat diberikan dari atas ke bawah. Kedua cara pada non visual di atas banyak dipakai pada lari estafet 4 × 100 meter.
Menurut Sutrisno dan Khafadi (2010:32), cara nonvisual adalah teknik menerima tongkat dengan cara tidak menoleh/ melihat ke belakang ketika tongkat berpindah tangan. Cara melakukannya adalah sebagai berikut: 1) Tangan yang menerima tongkat diayun ke belakang atas, telapak tangan menghadap atas, keempat jari rapat, dan ibu jari terbuka. 2) Tangan yang menerima tongkat diayun ke belakang dengan telapak tangan menghadap ke bawah, keempat jari rapat, dan ibu jari terbuka. 3) Tangan yang menerima tongkat dijulurkan ke belakang pinggul dengan telapak tangan menghadap ke dalam dan jari-jari agak ditekuk, sedangkan ibu jari dibuka. Menurut Mitranto dan Slamet (2010:93) menjelaskan bahwa cara ini adalah penerima tidak melihat pemberi tongkat estafet. Cara ini digunakan pada lari 4 x 100 m. Cara terbaik pemberian tongkat adalah bila pergantian tongkat saat keadaan pelari sudah mencapai kecepatan tinggi. Ini terjadi pada 16 m setelah melewati garis permulaan penggantian Menurut Widyastuti dan Suci (2010:81) menerangkan bahwa cara ini dilakukan oleh pelari penerima pada saat menerima tongkat dengan cara tidak melihat ke belakang (pandangan ke depan) dan tangan penerima dijulurkan ke belakang. Penerima tongkat dapat menerima tongkat setelah menerima tanda atau aba-aba dari pemberi tongkat.
Gambar 2.1
Pengoperan tongkat secara non visual Widyastuti dan Suci (2010:81) 2.1.5
Hakikat Metode Kooperatif Pembelajaran kooperatif adalah salah satu pembelajaran kostruktivitas
dimana siswa mengerjakan tugas secara berkelompok. Hal ini di dukung oleh pendapat para ahli sebagai berikut: Menurut Slavin dan Abruscato dalam Ridho (2011) di akses tanggal 1 Oktober 2013 mengemukakan, pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang didasarkan faham konstruktivis yang berpandangan bahwa anak-anak diberi kesempatan agar menggunakan secara sadar strateginya sendiri dalam belajar, sedangkan guru membimbing siswa ke tingkat pengetahuan yang lebih tinggi. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang melibatkan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan
belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran. Menurut Yusuf (2009:1), pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pengajaran dimana siswa belajar dalam kelompok memiliki tingkat kemampuan berbeda. Dalam menyelasaikan tugas kelom bekerjasama dan membantu untuk memahami suatu bahan salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif bergantung pada kelompok-kelompok kecil. Meskipun isi dan petunjuk yang diberikan oleh pengajar mencirikan bagian dari pengajaran, namun pembelajaran kooperatif secara berhati-hati menggabungkan kelompok-kelompok kecil sehingga anggota-anggotanya dapat bekerja bersamasama untuk memaksimalkan pembelajaran dirinya dan pembelajaran satu sama lainnya. Masing-masing anggota kelompok bertanggungjawab untuk mempelajari apa yang disajikan dan membantu teman anggotanya untuk belajar. Ketika kerjasama ini berlangsung, tim menciptakan atmosfir pencapaian, dan selanjutnya pembelajaran ditingkatkan (Medsker and Holdsworth dalam Fatirul (2012:8). Lebih lanjut Fatirul (2012:20), mengungkap tentang langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif adalah: Tabel 2.1 Langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif No
1
Langkah-Langkah` Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Tingkah Laku Guru Pengajar menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai dan memotivasi siswa belajar
Pengajar menyajikan informasi pada siswa 2
Menyajikan informasi
dengan jalan pembelajaran kooperatif atau lewat bahan bacaan
3
Mengorganisasikan
Pengajar menjelaskan pada siswa
siswa kedalam
bagaimana caranya membentuk kelompok
kelompok-kelompok
belajar dan membantu setiap kelompok agar
belajar
melakukan transisi secara efisien
Membimbing 4
kelompok bekerja dan belajar
Pengajar membimbingkelompok belajar pada saat siswa mengerjakan tugas Pengajar mengevaluasi hasil belajar tentang
5
Evaluasi
materi yang telah dipelajari atau masingmasing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
6
Memberikan penghargaan
Pengajar mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok
Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja, namun siswa juga harus mempelajari ketrampilan-ketrampilan khusus yang disebut ketrampilan kooperatif. Ketrampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan mengambangkan komunikasi antar anggota kelompok. Sedangkan peranan tugas dilakukan dengan membagi tugas antar anggota kelompok selama kegiatan. Ketrampilan-ketrampilan kooperatif tersebut antara lain sebagai berikut : 1) Ketrampilan kooperatif tingkat awal, meliputi; a) menggunakan kesepakatan, b) menghargai kontribusi, c) mengambil giliran dan berbagi tugas, d) berada dalam kelompok, barada dalam tugas, mendorong partisipasi, mengundang
orang lain untuk berbicara menyalesaikan tugas pada waktunya dan menghormati perbedaan individu 2) Ketrampilan kooperatif tingkat menengah, meliputi a) menunjukkan penghargaan dan simpati, b) mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara yang dapat diterima, c) mendengarkan dengan aktif, bertanya, d) membuat ringkasan, menafsirkan, mengatur dan mengorganisir, menerima tanggung jawab, mengurangi ketegangan 3) Ketrampilan kooperatif tingkat mahir, meliputi : a) mengolaborasi, memeriksa dengan cermat, menetapkan tujuan dan berkompromi 2.1.6
Beberapa Variasi dalam Model Kooperatif Walaupun prinsip dasar pembelajaran kooperatif tidak berubah, namun
terdapat beberapa variasi dari model tersebut. Menurut Yusuf (2009:5), beberapa variasi dalam model kooperatif tersebut diuraikan seperti berikut: 1) Student teams-achievement Division (STAD) STAD atau team siswa kelompok prestasi merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang sederhana, yang terdiri dari 4 – 5 orang perkelompok yang harus heterogen. Guru menyajikan pelajaran, dan siswa dalam tim bekerja didalam tim dan memastikan seluruh anggotanya telah menguasai pelajaran. 2) Team-games-Tournaments (TGT) Dalam TGT siswa memainkan permainan dengan anggota tim lain untuk memperoleh tambahan poin pada skor mereka. Permainan ini berupa pertanyaanpertanyaan yang relevan dengan pelajaran yang diberikan dengan membuatnya diatas kartu-kartu.
3) Jigsaw Model Jigsaw terdiri dari 5 atau 6 orang yang heterogen dalam satu kelompok.
Tiap-tiap
kelompok
diberi
materi
yang
berbeda-beda,
dan
menyampaikan materi tersebut kepada team lain hingga sejelas-jelasnya. Dan demikian pula dengan kelompok lain, hingga keseluruhan materi selesai, dan diakhir siswa diberi kuis per individu, dengan diberikan penambahan kepada kelompoknya. Ditambahkan oleh Fatirul (2012:52), variasi dalam model kooperatif tersebut diuraikan seperti berikut: 4) Investigasi Kelompok ( IK ) Model ini merupakan model Cooperative Learning yang paling kompleks dan sulit diterapkan. Adapun hal yang harus di perhatihan dalam model ini meliputi: a) Pendekatan ini memerlukan norma dan struktur kelas yang rumit yaitu mengajar siswa ketrampilan komunikasi dan proses kelompok yang baik. b) Pengajar membagi kelompok dengan anggota 5 atau 6 yang heterogen. c) Untuk beberapa kasus, kelompok dibentuk dengan mem-pertimbangkan keakraban atau minat yang sama dalam topik tertentu. d) Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki. e) Kemudian menyiapkan dan mempresentasikan laporannya pada seluruh kelas.
Dilebih Lanjut oleh Fatirul (2012:52) menetapkan 6 tahap IK yaitu: 1) Pemilihan Topik : Siswa memilih topik yang biasanya sudah ditetapkan oleh pengajar, selanjutnya siswa diorganisasi menjadi 2 s/d 6 anggota tiap kelompok menjadi kelompok yang berorientasi tugas dimana dalam kelompok hendaknya heterogen secara akademis maupun etnis. 2) Perencanaan Kooperatif : Siswa dan pengajar merencanakan prosedur pembelajaran dan tujuan khusu yang konsisten dengan topik yang dipilih. 3) Implementasi : Siswa menerapkan rencana yang telah dikembangkan. Kegiatan hendaknya melibatkan ragam aktivitas dan ketrampilan yang luas dan juga mengarahkan siswa pada jenis sumber belajar yang berbeda baik didalam maupun diluar kelas. Pengajar secara ketat mengikuti kemajuan tiap kelompok dan menawarkan bantuan bila diperlukan. 4) Analisis dan Sistesis : siswa menganalisi dan mengevaluasi informasi dan merencanakan bagaimana informasi tersebut diringkat dan disajikan dengan menarik untuk dipresentasikan pada seluruh kelas. 5) Presentasi Hasil Final : semua kelompok mempresentasikan dengan menarik agar siswa lain saling terlibat sehingga memperoleh perspektif yang lebih luas dan presentasi ini dikoordinasi oleh pengajar. 6) Evaluasi : Kelompok-kelompok menangi aspek yang berbeda dari topik yang sama, siswa dan pengajar mengevaluasi tiap kontribusi kelompom terhadap kerja kelas. Evaluasi dalam bentuk individual dan kelompok.
2.1.7
Metode Kooperatif STAD Pada Pembelajaran Estafet Ada beberapa macam metode kooperatif, salah satunya yaitu Student
Teams Achievement Division (STAD). STAD merupakan pembelajaran kelompok yang paling mudah di terapkan pada siswa. Kerena siswa dapat lebih memahami materi yang diajarkan oleh guru. Menurut Sudrajat dalam Anjarsari (di unduh tanggal 16 November 2013), Pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, sehingga tipe ini dapat digunakan oleh guruguru yang baru mulai menggunakan pendekatan pembelajaran kooperatif. Siswa ditempatkan dalam kelompok belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerja, jenis kelamin, dan suku. Guru menyajikan pelajaran lari estafet, kemudian siswa bekerja di kelompok mereka untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah menguasai materi pelajaran tersebut. Siswa yang berpengetahuan lebih menjadi tutor untuk teman satu kelompoknya. Ahirnya kepada seluruh siswa diberikan tes tentang materi tersebut dengan catatan, saat tes mereka tidak boleh saling membantu. Point setiap anggota tim ini selanjutnya dijumlahkan untuk mendapat skor kelompok. Tim yang mencapai kriteria tertentu diberikan penghargaan. Dalam STAD, diskusi kelompok merupakan komponen kegiatan penting karena sangat berperan dalam aktualisasi kelompok secara sinergis untuk mencapai hasil yang terbaik dan dalam pembimbingan antara anggota kelompok sehingga seluruh anggota sebagai satu kesatuan dapat mencapai yang terbaik.
Widyantini dan Pujiati (2008:6-7) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Selain itu, dapat digunakan untuk memberikan pemahaman konsep materi yang sulit kepada siswa dimana materi tersebut telah dipersiapkan oleh guru melalui lembar kerja atau perangkat pembelajaran yang lain. Pembelajaran kooperatif tipe STAD dikembangkan oleh Slavin dkk. Lebih lanjut, Widyantini dan Pujiati (2008:6-7) mengemukakan bahwa adapun langkah-langkah penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebagai berikut: 1. Guru menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai. Guru dapat menggunakan berbagai pilihan dalam menyampaikan materi pembelajaran ini kepada siswa. Misal, antara lain dengan metode penemuan terbimbing atau metode ceramah. Langkah ini tidak harus dilakukan dalam satu kali pertemuan, tetapi dapat lebih dari satu. 2. Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individu sehingga akan diperoleh nilai awal kemampuan siswa. 3. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 – 5 anggota, dimana anggota kelompok mempunyai kemampuan akademik yang berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah). Jika mungkin, anggota kelompok berasal dari budaya atau suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender. 4. Guru memberikan tugas kepada kelompok berkaitan dengan materi yang telah diberikan, mendiskusikannya
secara
bersama-sama, saling membantu
antaranggota lain, serta membahas jawaban tugas yang diberikan guru. Tujuan utamanya adalah memastikan bahwa setiap kelompok dapat menguasai konsep dan materi. Bahan tugas untuk kelompok dipersiapkan oleh guru agar kompetensi dasar yang diharapkan dapat dicapai. 5. Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individu 6. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari. 7. Guru memberi penghargaan kepada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari nilai awal ke nilai kuis berikutnya. 2.1.8
Komponen-Komponen Penting Dari Pembelajaran Kooperatif Dalam hal ini, pembelajaran kooperatif nampak merupakan pendekatan
filosofis, apa yang dinyatakan secara kuat oleh pembelajaran kooperatif adalah bahwa para pengajar memahami komponen-komponen yang membuat kerjasama itu berjalan. Menurut Johnson, Johnson & Sharan dalam Fatirul (2012:11), komponen-komponen penting dari pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: 1) Ketergantungan positif Ketergantungan positif berlangsung ketika anggota-anggota kelompok merasakan bahwa mereka berhubungan dengan satu sama lainnya dalam suatu cara dimana seseorang tidak dapat mengerjakannya kecuali bekerja bersama. Anggota kelompok-kelompok kecil berada dalam perahu yang sama. Pada saat berlayar, kru perahu perlu menyadari bahwa mereka akan tenggelam dan berenang bersama-sama. Pengajar harus merancang dan mengkomunikasikan
tujuan-tujuan dan tugas-tugas kelompok dalam cara-cara yang membantu anggota-anggota kelompok untuk mencapai pemahaman tersebut. Selanjutnya masing-masing anggota kelompok memiliki kontribusi yang unik untuk melakukan usaha bersama. Pengajar seharusnya mendefinisikan secara jelas peranan kelompok dan tanggung jawab tugas dan mengacu pada kekuatankekuatan individu anggota. 2) Interaksi promotif langsung Para pebelajar perlu melakukan kerjasama nyata dalam waktu nyata, baik pada ruang pelatihan maupun pada pertemuan-pertemuan di luar ruangan. Selanjutnya, pemrosesan informasi dalam pekerjaan terhadap pencapaian sebuah tujuan, anggota-anggota kelompok harus meningkatkan keberhasilan satu sama lainnya dengan menyediakan sumbedaya dan bantuan bersama, mendukung, menganjurkan, dan menghargai usaha-usaha anggota-anggota kelompok
lainnya.
Pengajar
seharusnya
memberikan
contoh-contoh
bagaimana kelompok-kelompok seharusnya berfungsi, seperti menjelaskan secara
lisan
bagaimana
memecahkan
masalah-masalah,
mengajarkan
pengetahuan kepada anggota lainnya, memeriksa pemahaman, membahas konsep-konsep yang dipelajari, dan menghubungkan pembelajaran saat ini dengan pembelajaran masa lalu. Dengan melakukan hal tersebut, dinamikadinamika
antar
pribadi
akan
memudahkan
pembelajaran.
Melalui
peningkatkan pembelajaran langsung satu sama lainnya, anggota-anggota kelompok memberikan komitmen secara personal kepada anggota-anggota kelompok lainnya dan juga tujuan-tujuan bersamanya.
3) Akuntabilitas individual dan kelompok Para pendukung pembelajaran kooperatif menyatakan bahwa dua tingkatan akuntabilitas disusun menjadi pelajaran-pelajaran pembelajaran kooperatif. Kelompok harus bertanggung jawab atas pencapaian tujuantujuannya, dan masing-masing anggota harus bertanggungjawab dalam memberikan kontribusi pekerjaannya. Fasilitator meningkatkan akuntabilitas individual dengan menilai prestasi dari masing-masing individual agar dapat memastikan siapa yang membutuhkan lebih banyak bantuan, dukungan, dan anjuran dalam pembelajaran. Pengajar harus mengakui bahwa salah satu tujuan dari kelompok-kelompok pembelajaran kooperatif adalah memberikan hak individual yang lebih kuat bagi para siswa belajar bersama sehingga mereka dapat mencapai kompetensi individual yang lebih besar. 4) Keterampilan-keterampilan antar pribadi dan kelompok kecil Pembelajaran kooperatif adalah lebih kompleks dibandingkan dengan interaksi
kelompok
tidak
terstruktur,
yang
biasanya
menimbulkan
pembelajaran kompetitif atau individual karena para siswa harus ikut serta secara simultan dalam pekerjaan tugas (mempelajari mata pelajaran) dan kerjasama (fungsional secara efektif sebagai sebuah kelompok). Selanjutnya, para fasilitator dari pembelajaran kooperatif harus fokus pada keterampilanketerampilan sosial yang harus diajarkan dengan tujuan dan tepat. Kepemimpinan, pembuatan keputusan, membangun kepercayaan, komunikasi, dan keterampilan manajemen konflik memungkinkan bagaimana bekerjasama dan mengerjakan tugas dengan baik, dan ini perlu disampaikan
selama pengajaran. Karena kerjasama dan konflik adalah penting secara konstruktif
untuk
keberhasilan
jangka
panjang
kelompok-kelompok
pembelajaran (Johnson & Johnson, dalam Fatirul, 2012:13) 5) Pemrosesan kelompok Sebagian besar proses-proses pengajaran menekankan pentingnya penyampaian kandungan pengajaran secara efisien. Tujuan-tujuan yang ditentukan secara jelas, urutan logis, dan kondisi-kondisi pembelajaran yang semuanya menentukan seberapa baik bahan ajar akan dipelajari. Artinya, kemampuan-kemampuan kepemimpinan, membangun kepercayaan, dan komunikasi dapat diajarkan secara langsung (pekerjaan tugas): yaitu, keterampilan-keterampilan tersebut dapat dialami dalam sebuah kelompok kecil (pekerjaan tugas). Kelompok-kelompok perlu menjelaskan apakah tindakan-tindakan anggota kelompok yang membantu dan tidak membantu dan membuat keputusankeputusan tentang perilaku-perilaku apa yang diteruskan atau dirubah. Proses pembelajaran adalah peningkatan yang berkelanjutan ketika anggota-anggota kelompok menganalisis seberapa baik mereka bekerjasama, dan bagi kelompok-kelompok kecil untuk mencapai sebuah tujuan pengajaran dengan baik, dimana mereka harus menempatkan prosesnya secara sadar.
2.2 Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teoritis yang telah diajukan sebelumnya, maka dapat di ajukan hipotesis tindakan sebagai berikut: jika menggunakan metode kooperatif STAD dalam proses pembelajaran maka hasil belajar materi pengoperan tongkat non visual pada siswa SD Negeri 2 Suwawa Tengah, Kecamatan Suwawa Tengah Kabupaten Bone Bolango akan meningkat. 2.3 Indikator Kinerja Ukuran keberhasilan penelitan tindakan kelas ini dilihat melalui indikator kinerja yang ditetapkan sebagai berikut : apabila 75% dari siswa yang menjadi subjek penelitian menunjukkan hasil belajar materi pengoperan tongkat dengan cara non visual hingga mencapai kategori baik dan rentang nilai 75 - 84, maka penelitian ini dinyatakan sesuai dengan apa yang diharapkan.