BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengantar Ciri prosodi merupakan tanda yang menjadi bagian dari sistem lambang bahasa. Lambang bahasa yang memiliki fungsi, bahwa ciri prosodi merupakan satu aspek tuturan yang harus dilihat dari dua sudut pandang yaitu, bagaimana prosodi dihasilkan oleh penutur (produksi suara) dan bagaimana ciri prosodi dapat dipahami atau dipersepsi (peseptual) oleh pendengar. Bab ini akan membahas konsep kendala prosodi pembelajar bahasa Prancis di Medan, membahas beberapa teori dan pendekatan yang menyangkut fonetik dan fonologi, prosodi, sistem bunyi bahasa, modus dan metode pengajaran bahasa Prancis aerta tinjauan pustaka dari penelitian-peneitian yang terdahulu.
2.2 Konsep Konsep penelitian yang digunakan dalam kajian ini memfokuskan pada kendala prosodi pembelajar bahasa Prancis di Medan berdasarkan variabel jenis kelamin (perempuan dan laki-laki), lama belajar (3 tahun dan lebih dari 3 tahun) dan asal daerah (Medan, Karo, Tobasa, Langkat dan Asahan). Prosodi memperlihatkan adanya frekuensi dan durasi serta adanya uji persepsi. Frekuensi memperlihatkan kontur tuturan dalam modus deklaratif, interogatif absolut, interogatif parsial dan imperatif. Durasi memperlihatkan nada tinggi, nada rendah, nada dasar, nada final dan julat nada. Uji persepsi memperlihatkan kemampuan pembelajar dalam mempersepsikan tuturan bahasa Prancis. Dapat dilihat pada 19
Universitas Sumatera Utara
diagram 2.1 berikut ini adalah bagan konsep berisi tentang konsep-konsep yang dilakukan pada penelitian.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
2.3 Landasan Teori 2.3.1 Fonetik dan Fonologi Ferdinand De Saussure dalam bukunya “Cours de Linguistique Generale” ‘Kuliah Linguistik umum’, Saussure dalam (Bally dan Sechehaye: 1916) mendefinisikan fonologi sebagai studi tentang bunyi – bunyi bahasa manusia. Dari definisi tersebut tercermin bahwa bunyi bahasa yang dimaksud olehnya hanyalah unsur – unsur yang terdengar berbeda oleh telinga dan yang mampu menghasilkan satuan – satuan akustik yang tidak terbatas dalam rangkaian ujaran. Jadi dapat dikatakan bahwa Saussure menggunakkan kriteria yang semata – mata fonetis untuk menggambarkan fonem dan memempatkannya hanya pada poros sintagmatik. Lalu Saussure mengoreksinya dan mengatakan bahwa pada sebuah kata yang penting bukanlah bunyi melainkan perbedaan fonisnya yang mampu membedakan kata itu dengan yang lain. Istilah fonetik secara umum didefinisikan sebagai suatu kajian ilmiah tentang bunyi-bunyi suatu bahasa. Dengan demikian kajian ini merupakan cabang dari kajian linguistik seperti halnya morfologi, sintaksis, dan semantik. Secara khusus, fonetik mengkaji komponen-komponen bunyi (phonique) suatu bahasa lebih khusus lagi kajian dari aspek fisik (pengujaran, penyampaian ujaran, dan penerimaan bunyi) dan dari aspek fungsional yaitu peran yang dimainkan oleh bunyi-bunyi ujaran pada suatu bahasa tertentu (fonologi). Kajian fonetik itu sendiri dapat ditelaah tanpa mengikutsertakan kajian semantik. Atau dengan kata lain, kajian fonetik merupakan kajian bebas makna. Oleh karena itu, kita dapat melakukan kajian karakteristik fonetik suatu bahasa meskipun kita tidak mengerti maknanya. Fonetik merupakan kajian ilmiah tentang bunyi-bunyi ujaran manusia.
Universitas Sumatera Utara
Hanya bunyi-bunyi ujaran yang dipakai dalam tindak komunikasilah yang dikaji dalam fonetik, sementara bunyi di luar itu seperti bunyi batuk, berdahak, helaan nafas, termasuk pula bunyi-bunyi non insani, seperti kicauan burung, suara guntur, guruh, dan lain-lain bukan merupakan kajian fonetik. Sebaliknya, kajian fonologi tidak dapat dilepaskan dari kajian tentang makna karena kajian ini berkaitan dengan fungsi-fungsi ujaran dalam menyampaikan pesan (message). Oleh karena itu, dalam mengkaji fonologi, kita harus memahami aspek semantik bahasa tersebut. Pada saat mendengarkan bunyi-bunyi bahasa dan dianalisis secara akustik memerlukan telinga yang berfungsi sebagai panca indra pendengaran untuk menganalisis bnyi-bunyi tersebut. Melalui telinga dapat diketahui pembicara tersebut muda, tua, berpendidikan, tidak berpendidikan maupun asal daerah. Tindakan tersebut merupakan analisis fonetik. Tetapi pada saat otak menganalisi secara akustik bunyi-bunyi bahasa yang diterima oleh telinga maka otak mengetahui bunyi bahasa apakah yang sedang didengarkan. Misalnya contoh modus bahasa Prancis: C’est long [selõ] atau C’est bon [sebõ] atau C’est rond [serõ] Ini panjang
Ini enak
Ini bulat
(Leon et Bhatt:2005) Bunyi bahasa tersebut merupakan tuturan yang memiliki ciri khas dari bahasa tertentu.(Verhaar:1999) berpendapat bahwa bunyi bahasa diselidiki oleh fonetik dan fonologi. Fonetik meneliti bunyi bahasa menurut pelafalannya, dan menurut sifat akustiknya. Sedangkan fonologi meneliti bunyi bahasa tertentu menurut fungsinya. Misalnya saja bunyi [p] pada bahasa Prancis. Bunyi [p] menurut sifat fonetisnya terletak dalam kurung persegi. Dalam bahasa Prancis [p]
Universitas Sumatera Utara
merupakan konsonan occlusive misalnya épais [ɛpɛ], [p] juga merupakan konsonan sourdes tidak bergetar misalnya pâte [pɑt], [p] juga merupakan konsonan dengan yang forte misalnya pas [pa] (Léon:1966). Oleh karena itu fonetik mengkaji komponen-komponn bunyi (phonique) suatu bahasa lebih khusus lagi kajian dari aspek fisik (pengujaran, penyampaian ujaran, dan penerimaan bunyi) dan dari aspek fungsional yaitu peran yang dimainkan oleh bunyi-bunyi ujaran pada suatu bahasa tertentu (fonologi). La phonétique est l’étude de la production, de la transmission et de la perception des sons de la parole (Léon:2005). Fonetik mempelajari tetang bagaimana memproduksi bunyi, mentransmisikan bunyi dan mempersepsikan bunyi. Tiga cabang fonetik yaitu fonetik artikulatoris, fonetik akustik dan fonetik auditive. Fonetik artikulatoris meneliti alat-alat ucap manusia melalui organ bicara seperti lidah, langit-langit, dan gigi yang digunakan untuk menghasilkan bunyi ujaran. Misalnya [p] dalam bahasa Prancis, kedua bibir harus dikatupkan bersamasama, dihembuskan udara dari paru-paru, dan bibir dibuka sehingga membuat letupan.
Universitas Sumatera Utara
http://id.wikipedia.org/wiki/berkas.places_of_articulation.svg
Daerah artikulasi (pasif & aktif): 1. Bibir luar, 2. Bibir dalam, 3. Gigi, 4. Rongga-gigi, 5. Pascarongga-gigi, 6. Pralangit-langit, 7. Langit-langit, 8. Langit-langit belakang, 9. Tekak, 10. Hulu kerongkongan, 11. Celah suara, 12. Katup napas, 13. Akar lidah, 14. Lidah belakang, 15. Punggung lidah, 16. Lidah depan, 17. Ujung lidah, 18. Bawah ujung lidah. Komponen-komponen yang sangat penting dalam mendeskripsikan aspek fisik bunyi suatu bahasa adalah gerakan larynk dan juga corde vocal (rongga mulut), posisi organes mobiles (artikulator) pada cavite bucale (rongga mulut) seperti lidah, dan fungsi des cavités nasales (rongga hidung) yang berfungsi sebagai resonator. Fonetik akustik mempelajari bunyi menurut sifat-sifatnya sebagai bunyi bahasa. Sebagai contoh, buni konsonan [s] dalam bahasa Prancis memiliki
Universitas Sumatera Utara
frekuensi lebih tinggi dibanding konsonan lain seperti bunyi [ʃ]. Seperti pada kata sou [su] dan chou [ʃu]. Fonetik auditive mempelajari bunyi yang didengar dan dianalisis oleh otak dan dialirkan ke indra pengucap untuk menghasilkan bunyi bahasa. Sebagai contoh, apa yang membuat kita mendengar bunyi-bunyi silabel bertekanan (une syllabe acccentuée) apakah panjang pendeknya suara, kekuatan suara, atau frekuensi, ataukah kombinasi ketiganya. Seperti diketahui kepekaan telinga manusia dalam mendengar bunyi memiliki batas minimal dan batas maksimal, dan variasi batas kepekaan setiap orang berbeda-beda. Selain itu, hasil pendengaran bunyi oleh telinga pada masing-masing orang sangat bergantung pada orang yang mendengar dan pada pengalaman orang tersebut dalam mendengar suatu bunyi. Kajian tentang bidang fonetik auditif ini biasa disebut dengan la psychologie expérimentale. Dengan fonetik dapat dipelajari tentang gaya bahasa seseorang yang dilihat dari jenis suara, secara emosional, sikap, aksen individu yang menjelaskan asal daerah dan status sosial. La phonologie suprasegmentale touche à tout ce qui au-delà de ces segments individuels. Elle traite surtout de deux facteurs qui portent sur le group rythmique ou la phrase entière et qi influence notre compréhension: l’accentuation et intonation (Antes:2007). Fonologi suprasegmental menandai ciri-ciri segmen dari individu. Bunyi suprasegmental mencakup pada dua faktor yaitu grup ritme pada modus yang mempengaruhi tekanan (accent) dan intonasi (intonation) pada pemahaman pendengar (Antes:2007)
Universitas Sumatera Utara
2.3.2 Prosodi Pada sebuah tuturan memiliki unsur lain yang mengkarakterisasi struktur leksikal sesuai dengan struktur yang harus dituturkan. Dari sudut pandang fonetik, unsur yang pertama disebut unsur segmental, dan unsur yang mengkarakterisasi unsur segmental itu disebut unsur suprasegmental atau prosodi. Setiap prosodi memiliki frekuensi dan durasi. Collier dalam Sugiyono (2003) mengatakan bahwa ciri prosodi mempnyai fungsi demarkasi yaitu sebagai pewatas dalam tuturan. Sebagai pewatas antarmodus, prosodi menandai kohesi leksikal dalam satuan informasi yang ditonjolkan di antara satuan-satuan lain. Dalam hal ini prosodi sebagai pembatas yang berfungsi sebagai penekanan sehingga makna tuturan menjadi lebih transparan bagi pendengar. Pembatas inilah yang disebut Perseptual Boundary Strenght (PBS). Prosodi juga dapat di gunakan untuk memarkahi batas antar satuan informasi, seperti pewatas antar kata atau antar frasa yang dapat dipahami oleh pendengar. Pada tataran wacana, pewatas itu memiliki ekuivalensi dengan pewatas lain dan pada tataran yang lebih tinggi dari pada struktur wacana, prosodi menjadi pewatas, misalnya, untuk pergantian topik dalam monolog dan pemarkah turn-taking dalam percakapan. Heuven dalam sugiyono (2003) merinsi fungsi prosodi atas tiga macam, yaitu memberi pembatas domain atau bagian tuturan (misalnya paragraf, modus, atau frasa), memberi sifat tertentu pada informasi yang ditampilkan dalam domain (misalnya pernyataan atau pertanyaan), dan menonjolkan konstituen tertentu. Menurut Cruttenden (1997) ciri-ciri prosodik meluas pada domain yang bervariasi, yaitu dapat terjadi pada ucapan yang pendek, seperti satu suku kata
Universitas Sumatera Utara
atau satu morfem (disebut nada berhubungan dengan domain lebih pendek), dan dapat terjadi pada ucapan yang panjang, satu frasa, satu klausa, atau satu modus (disebut intonasi umumnya berhubungan dengan domain lebih panjang). Kajian prosodi (la prosodie) adalah fonem-fonem suprasegmental (les phonèmes suprasegmentaux), yaitu elemen-elemen fonik yang bersifat supra (taille supérieur) pada proses penyampaian pesan wicara seperti aksentuasi (l’accentuation), dan intonasi (l’intonation). Gardes-Tamine (1991) memaparkan bahwa La Prosodie regroupe sous ce terme des phénomènes comme l’accent, les tons, le rythme, la quantité et l’intonation. Ils font intervenir l’intensité, la quantité, la durée et la hauter du son. Prosodi gabungan dari tekanan, nada, ritme, kuantitas dan intonasi. Dari semua itu dikenal dengan intensitas, kuantitas, durasi, dan tinggi nada. La Prosodie comprend: l’accentuation, le rythme, l’intonation et la syllabation (Abry:2007). Prosodi bahasa Prancis yang mencakupi accent atau tekanan, irama, intonasi, dan suku kata. Bahasa Prancis merupakan bahasa yang memiliki tekanan yang pasti. Penggunaan tekanan pada bahasa Prancis ditempatkan pada vokal terakhir pada pengucapan suku kata atau kumpulan kata. Kumpulan kata tersebut di sebut iama. Contoh pada: Un café!
[œ̃ kafe
]
Secangkir kopi!
Un café allongé!
[œ̃ kafealõƷe
]
Terjadi tekanan “é” pada kata café pada modus imperatif. Dalam pengajaran bahasa Prancis harus ditekankan bahwa tekanan diletakkan tergantung dari penempatan kata pada satu modus. Hal tersebut
Universitas Sumatera Utara
disebabkan banyak bahasa yang memiliki tekanan pada kata dan pembelajar dapat mengucapkan satu kata tanpa tekanan. Realisasi tekanan suku kata pada huruf vokal yang memiiki accent bahasa Prancis lebih panjang dibandingkan dengan semua vokal yang tidak memiliki tekanan. Direalisasikan dengan suara lebih keras atau lebih tinggi dari pada vokalvokal yang lain. Tekanan (accent) dan ritme dalam bahasa Prancis memiliki variasi bunyi. Dalam satu modus, bahasa Prancis memiliki jumlah tekanan yang bervariasi dan ritme yang berbeda. Contoh: 1. Ce matin très tôt, il a télèphoné.
[sematɛ̃trɛto
ilatelɛpone]
Pagi-pagi buta tadi, dia telah menelepon saya
2. Ce matin, très tôt, il a télèphoné.
[sematɛ̃
trɛto
ilatelɛpone]
Pagi-pagi buta tadi, dia telah menelepon saya
3. Si tu as le temps, demain, viens avec moi chez le docteur. Jika kamu ada waktu, besok, pergi ke dokter dengan saya
[si ty a lǝ tɑ̃
dǝmɛ̃
vjɛ̃ avek mwa ʃe lǝ doktœ]
4. Si tu as le temps demain, viens avec moi chez le docteur. Jika kamu ada waktu, besok, pergi ke dokter dengan saya
[si ty a lǝ tɑ̃ dǝmɛ̃
vjɛ̃ avek mwa ʃe lǝdoktœ]
Dari keempat contoh tersebut memilki ritme dan tekanan yang berbeda-beda. Pada contoh no.1 memiliki 2 grup ritme dan 2 tekanan, no.2 memiliki 3 grup ritme dan 3 tekanan, no.3 memiliki 4 grup ritme dan 4 tekanan, no.4 memiliki 3 grp ritme dan 3 tekanan. Tekanan (accent) memiliki fungsi demarkatif yang berarti tidak terbatas dari grup nomina, grup verba, keterangan tempat, keterangan waktu dan sebagaianya.
Universitas Sumatera Utara
Accent atau tekanan dapat dibedakan sesuai dengan jenisnya. Ada accent fixe yaitu tekanan yang terlihat dan ada juga accent libre yaitu accent yang tidak terlihat. Bahasa prancis berkiblat pada jenis accent fixe dimana tekanan selalu terjadi pada suku kata terakhir pada kata atau kelompok kata, maupun modus. Contoh pada: Tableau
[tablø]
Papan tulis
Un tableau noir
[œ̃ tablønwar]
Sebuah papan tulis hitam
Irama dalam bahasa Prancis biasa terjadi pada semua suku kata. Pada pengucapan kata, bahasa Prancis memiliki durasi dan intonasi yng tidak sama. Satu suku kata memiliki tekanan yang lebih panjang. irama dalam linguistik berhubungan erat dengan tekanan. Persamaan antara pajang irama ditunjukkan nada. Seperti pada grup kata yang memiliki tiga atau empat suku kata, memiliki
suara naik. Irama digunakan pada saat
membacakan puisi. Contoh pada puisi: Je déteste ce texte inepte.
[Ʒdetɛstǝstɛkstinɛpt]
Voici une affreuse nouvelle!
[vwasiynafrøznuvɛl]
C’est la triste vérité.
[sɛlatristǝverite]
Que me dites-vous là?
[kǝmditvula]
La terre est ronde
[latɛrɛrõd]
Il marche lentement
[ilmarʃǝlɑ̃ tmɑ̃]
Il marche prestement
[ilmarʃǝprɛstǝmɑ̃]
Il voit le petit chat.
[ilvwalpǝtiʃa]
Universitas Sumatera Utara
Je me désole
[Ʒǝmdezɔl] (Gardes-Tamine:1991)
Intonasi dalam fungsi linguistik terdapat pada modus deklaratif, modus interogatif atau imperatif. Sedangkan intonasi dalam fungsi ekspresif menyatakan adanya perbedaan pada pembicara pada saat menyatakan keragu-raguan, konfirmasi, marah dan kejutan. Pada modus deklaratif bisa memiliki banyak grup ritme tergantung dari panjangnya modus. Ada intonasi naik dari suku kata terakhir dari grup yang dijadikan sbagai pelanjut modus, dan intonasi turun pada akhir modus. La phrase déclarative, elle descend en fin de phrase (Abry:2007). Modus deklarative memiliki intonasi turun pada akhir modus. Contoh: [Ʒpɛ̃ spartisǝswar]
Je pense partir ce soir Saya berpikir pergi sore ini
Modus deklaratif memiliki banyak grup ritme sesuai dengan panjang modusnya. Ada intonasi naik pada suku kata terakhir menandakan bahwa modus tersebut berlanjut, dan intonasi turun pada suku kata terakhir. Contoh: Il a dit
qu’il viendrait
si on l’invitait
très solennellement
Dia bicara bahwa dia akan datang jika kita mengundangnya suatu kebanggaan.
[iladikilvɛ̃ drɛsiõlɛ̃ vitɛtrɛsolenelemɛ̃] La phrase interrogative, sans mot interrogatif, l’intonation montante en fin de phrase et avec un mot interogatif, l’intonation dépendra place du mot interogatif: en début ou fin de phrase (Abry:2007). Pada modus interogatif, intonasi naik pada akhir modus jika tidak adanya kata tanya. Tetapi dengan
Universitas Sumatera Utara
menggunakan kata tanya, intonasi akan naik sesuai letak dari kata tanya tersebut, bisa di depan atau di akhir modus. Contoh: Tu pars?
[typar?
]
Anda pergi?
Tu ne pars pas?
]
[tynǝparpa?
Anda tidak pergi?
[kɑ̃ party?
Quand pars-tu?
]
Anda kamu pergi?
Quand est-ce que tu pars?
[kɑ̃ tesketypar?
]
Anda kamu pergi?
Tu pars quand?
[typarkɑ̃
]
Anda pergi kapan?
La phrase impérative secaractérise par la forte descente de la voix sur la dernière syllabe. Il y a un grand écart avec la syllabe précédente (Abry:2007). Modus imperatif memiliki karakteristik dari tingginya suara dengan nada tinggi pada suku kata terakhir. Hal tersebut mempengaruhi suku kata selanjutnya. Contoh: Sortez immédiatement!
[soteimɛdiǝtǝmɛ̃]
Keluar cepat!
Pada bahasa Prancis intonasi juga merupakan satu ekspresi, walaupun tidak merupakan bagian linguistik, intonasi menunjukkan sikap seorang pembicara,
apakah
ragu-ragu,
marah,
senang,
terkejut
maupun
hanya
mengabarkan saja. Intonasi memiliki fungsi yang sangat mempengaruhi suatu modus dalam linguistik. Intonasi dapat membedakan jenis modus dan menunjukkan suatu kata yang penting dalam satu modus. L’intonation, c’est la structuration de l’énoncé (Leon et Bhatt:2005). Intonasi adalah truktur terpenting pada satu modus.
Universitas Sumatera Utara
Secara fisik, bunyi berasal dari suara yang dihasilkan oleh pergerak pita suara. Frekuensi perpindahan tergantung dari kecepatan dan aliran udara dan tekanan kuat atau lemah dari pita suara. Tingginya suara bervariasi sesuai dengan fungsi dan faktor pergerakan. Dalam akustik, melodi menghasilkan variasi bunyi yang sangat mendasar dimana harmoni suara normal lebih sering terjadi. Intonasi dapat menggambarkan kontur melodi ada atau tidaknya jumlah tekanan yang jelas. Beberapa pendapat tentang continuitas, final, pertanyaan. 4
Question
3
Continuité
2
Niveau du fondamental (niveau moyen)
1
Finalité
4 3 2 1 (Leon et Bhatt:2005)
Dengan skema melodi diatas dapat diketahui jenis-jenis modus secara mudah. Contoh: Modus deklaratif dengan melodi netral 4 3 2 1
tis ils sont par-
ce ma tin
Universitas Sumatera Utara
Modus deklaratif dengan penjelasan 4 3 2
pas, j’en mange
sauf si j’ai
1
dit-il,
faim.
Modus imperatif 4 3
descen-
2
dez
1
vite !
Modus interogatif 4
ça?
3 2
mez vous ai-
1
Modus interogatif dengan kata interogasi 4 3 2 est-ce
vous vous venez?
1
Universitas Sumatera Utara
Modus interogatif dengan inversi 4 3
gez man-
vous?
2 en 1
Intonasi merupakan bagian dari prosodi, tekanan dan intonasi yang dijelaskan melalui phonematik yaitu fonem, vokal dan konsonan. Seperti tekanan, intonasi berfungsi sebagai fungsi demarkatif yang berfungsi sebagai pemberi makna suatu modus. Pengertian tentang ritme dan melodi kelompok gerakan tidak dapat dipisahkan dalam bahasa Prancis. Terlihat, kontur melodis yang turun dibawa dengan menekankan jumlah suku kata akhir memungkinkan pendengar untuk struktur modus unit untuk merekonstruksi makna secara keseluruhan ucapan. Gerakan-gerakan melodi ini sangat bervariasi dan mencerminkan emosi dan karakteristik individu dalam situasi komunikatif. Konsep melodi dalam bermain peran penting dalam menggambarkan gerakan frase melodi. Dalam kontur melodis mungkin bergerak naik( ) atau gerakan ke bawah ( ). Sebuah modus yang terdiri dari satu kata atau satu grup rytme dapat dikatakan sebagai jatuh nada (deklinasi) atau nada naik (inklinasi). Jika pengucapan suara mendatar, ungkapan akan ditafsirkan sebagai modus deklaratif. Jika pengucapan suara naik, akan ditafsirkan sebagai modus interogatif. inklinasi atau deklinasi tidak menekankan intonasi pada suku kata, yang ditandai dalam tulisan ini. Anne. (Anne.)
Anne?
(Anne?)
Universitas Sumatera Utara
[an]
[an]
Ma gentille voisine. (tetangga baik saya) [maƷɛ̃tivwazin] Ma gentille voisine? (tetangga baik saya?) [maƷɛ̃tivwazin]
Untuk modus yang lebih panjang dapat diindikasikan oleh jeda, tetapi paling sering akan ditandai dengan intonasi. Dengan demikian "Ma gentille voisine m'a invitée" (tetangga baik saya mengundang saya) dapat dibagi menjadi "Ma gentille voisine" (tetangga baik saya) dan "m'a invitée" (mengundang saya). Suku kata dari kedua kelompok berirama masing-masing, dan perbatasan antara dua kelompok yang ditandai oleh gerak melodis tertentu, atas atau bawah sesuai dengan aturan dua prosodi tertentu. Intonasi Prancis dapat diringkas dalam dua mekanisme yang sederhana. Gambaran tentang pola melodi dasar dari frase Prancis, dan aturan-aturan yang ada, dipahami untuk memodulasi fungsi ganda yang dapat mengisi intonasi. " L'intonation: organise l'ensemble de l'énonciation; structure la pensée du locuteur à travers la syntaxe de la phrase; exprime l'état d'esprit et, éventuellement, l'état émotionel de celui qui parle; traduit l'intention de communication du locuteur; trahit des distorsions entre les mots et le sens que le locuteur veut donner; dévoile à l'auditeur des ambiguïtés cachées, des intentions qui ne sont pas exprimées clairement (seulement à qui sait entendre!); oriente le choix et l'interprétation de l'auditeur; suggère des pistes multiples de
Universitas Sumatera Utara
compréhension, des choix préférentiels à faire dans l'interprétation, en particulier dans le non-dit" (E. Lhote: 1995) "Intonasi: Interpretasi dari pendengar menunjukkan beberapa pemahaman dengan menunjukkan adanya sesuatu yang tidak bisa dikatakan. Dengan menyusun semua lafal yang terstruktur pembicara dapat memahami pembicaraan melalui sintaks modus untuk mengungkapkan suasana hati dan mungkin keadaan emosional pembicara. Situasi tersebut menerjemahkan maksud dari pembicara dengan bahasa komunikatif bermaksud menuturkan kata dan makna bahwa pembicara ingin mengungkapkan kepada pendengar bahwa maksud yang tidak jelas dapat diungkapkan. "(E. Lhote:1995) Disebutkan di sini bahwa fungsi yang paling relevan dengan situasi pembelajaran bahasa kedua dan didefinisikan oleh Lhote untuk penjelasan rinci tentang berbagai fungsi intonasi. Di Cristo mendefinisikan bahwa: Fungsi distingtif atau Fungsi pembeda, dengan tidak adanya tanda untuk membedakan sintaksis seperti modus deklaratif, sebuah modus interogatif atau modus imperatif. Di Cristo berpendapat bahwa fungsi modal yang beroperasi pada dua tingkat: tingkat primer modalitas atau tidak ekspresif, dan tingkat sekunder atau ekspresif modalitas. Mendengarkan dan melihat pernyataan berikut masing-masing memiliki tiga modalitas utama yang berbeda: a.
Tu manges avec lui demain.
[tymɑ̃aveklwidemɑ̃
]
[tymɑ̃ aveklwidemɑ̃
]
[tymɑ̃ aveklwidemɑ̃
]
Anda makan bersamanya besok.
b.
Tu manges avec lui demain? Anda makan bersamanya besok?
c.
Tu manges avec lui demain! Anda makan bersamanya besok!
Universitas Sumatera Utara
Fungsi demarkatif (disebut "fungsi disambiguasi" oleh Di Cristo) mengambil organisasi semantik suatu ucapan, dan dengan demikian menghapus beberapa ambiguitas. Fungsi sintaksis, dengan intonasi saja, untuk membangun hubungan koordinasi dan subordinasi antara 2 modus atau 2 segmen disandingkan pernyataan. Écoutez et visualisez les 2 exemples suivants: Dengar dan melihat contoh 2 berikut: a.
Laporan sebab dan akibat. "Il s'est acharné. Il a terminé son projet." "Dia kesulitan. Dia sudah menyelesaikan proyeknya."
b.
Laporan keadaan "Tu franchis cette porte. C'est fini." "Anda melintasi pintu. Sudah selesai."
Fungsi ekspresif termasuk dalam subjektif dan mencerminkan emosi, niat, sikap pembicara, dan diwujudkan dalam berbagai cara tergantung pada tingkat ekspresi, kepribadian dan maksud dari setiap komunikasi. “ Au sein d'un groupe donné se construisent des habitudes de communication qui permettent aux participants de se comprendre facilement, de se comprendre à mimot, voire de se deviner." ( Lhote , 1995) "Dalam kelompok tertentu komunikasi biasanya dapat dimengerti dengan mudah untuk memahami pertengahan kata maupun memilih penggunaan kata. " (Lhote, 1995). Sistem bahasa Prancis memiliki banyak mekanisme untuk menunjukkan kohesi atau pembagian unit berturut-turut dalam rantai yang diucapkan. Mekanisme dijelaskan paling baik sampai saat ini adalah l'élision (penghilangan bunyi dlm percakapan), l'enchaînement (penyeretan) et la liaison. (penghubung).
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian, dalam kelompok "petits amis" (kawan dekat), la liaison (penghubung) antara "petits" dan "amis” suatu kelompok menandai kohesi dalam rantai yang diucapkan. Sebaliknya dalam modus "les petits aiment le chocolat" (anak-anak suka coklat), tidak ada link dalam kelompok "les petits" (anak-anak) dan "aiment le chocolat" (suka coklat). menunjukkan pembagian urutan ke dua unit: "les petits" (anak-anak) dan "aiment le chocolat" (suka coklat) (http://coursweb.edteched.ottawa.cn/phonetique/pages/phonetique/liaisons). La prononciation de ces consonnes-dites de liaison ou d’enchaînementdépend de leur position à l’intérieur d’un même groupe rythmique ou à la jointure de deux groupes (Leon et Bhatt:2005). Pelafalan konsonan dapat dihubungkan atau penyeretan tergantung dari letaknya pada grup ritme yang sama atau penggabungan. Penggabungan konsonan merupakan konsonan yang diucapkan yaitu pada posisi di belakang kata. Élision (Leon:1961) terdapat pada penulisan dan pengucapan, pada vokal [a], [e], atau [i], berada di depan kata yang dimulai dengan huruf vokal atau h muet: La [la]
+
Amie [ami]
>
L’amie [lami]
Le [lǝ]
+
Ami [ami]
>
L’ami [lami]
Si [si]
+
Il [il]
>
S’il [sil]
La [la]
+
Hirondelle [irõdel]
>
L’hirrondelle [lirõdel]
Le [lǝ]
+
Homme [ɔm]
>
L’homme [lɔm]
Que [kǝ]
+
Elle [el]
>
Qu’elle [kel]
Enchainement (Leon:1961) satu kata dibelakang apabila dalam pengucapan diucapkan dengan konsonan dan bertemu dengan huruf vokal pada kata
Universitas Sumatera Utara
selanjutnya, maka meiliki irama yang sama, misalnya: une amie [ynami]. Terjadi pengecualian pada konsonan [f] pada kata neuf berubah menjadi v apabila berada di depan kata neuf heures [nœvœ:r] dan neuf ans [nœvɑ̃ ]. Liaison atau penyeretan irama dari satu kata ke kata yang lain (Leon:1961) huruf konsonan yang berada pada akhir kata pada tulisan, tetapi tidak pada pengucapan, didepan konsonan atau h aspiré. Diucapkan jika terletak didepan vokal atau h muet. Seperti pada kata petit [peti] yang diucapkan dengan dua variasi bunyi sesuai dengan distribusinya.
En finale Il est petit [pti] Ils sont petits [pti]
Sans Liaison + Consonne Petit garçon [ptigarsõ] Petit garçons [ptigarsõ]
+ h aspiré Petit héros [ptiero] Petit héros [ptiero]
Avec Liaison + voyelle + h muet Petit enfant Petit homme [ptitɑ̃ fɑ̃] [ptitɔm] Petits enfant Petits homme [ptitzɑ̃ fɑ̃] [ptitzɔm]
2.3.2.1 Frekuensi Frekuensi merupakan bunyi yang berpengaruh terhadap tinggi rendahnya nada sebuah bunyi. Frekuensi bunyi menentukan tinggi atau rendahnya nada sebuah bunyi. Dengan kata lain, frekuensi bunyi menurut Lehiste (1970) adalah jumlah getaran dalam waktu satu detik (Lehiste, 1970; Johnson, 2003). Frekwensi menentukan titi nada atau nada. Adalah satu hal yang sangat sulit untuk mendeskripsikan secara konkrit tentang bunyi, sebab bunyi dapat diujarkan tetapi tidak dapat diamati secara akurat. Akan tetapi, dari sudut pandang ilmu fisika bunyi dapat diukur dan digambarkan dalam bentuk grafik yang menggambarkan gelombang sinusiodal, yaitu gelombang yang berulang-ulang (Hayward, 2000) sehingga bunyi dapat dijelaskan sebagai suatu rangkaian siklus (cycle).
Universitas Sumatera Utara
2.3.2.2 Durasi Durasi menurut Sugiyono (2003) merupakan rentang waktu yang diperlukan untuk realisasi sebuah segmen yang diukur dalam satuan milidetik. Jika segmen itu berupa modus, rentang waktu itu biasanya disebut tempo. Durasi dapat diartikan sebagai penentuan waktu rangkaian artikulatori dan dimensi waktu terhadap sinyal akustik. Lehiste (1970) berpendapat bahwa durasi juga bisa diasosiasikan dengan istilah kuantitas jika berfungsi sebagai suatu variabel bebas di dalam sistem fonologi bahasa. Oleh sebab itu , istilah durasi instriksi bisa digunakan terkait dengan durasi suatu segmen yang ditentukan oleh kualitas fonetiknya.
2.3.2.3 Nada Dasar Halim dalam Sugiyono (2003) memaparkan bahwa nada dasar digunakan untuk menyebut frekuensi fundamental nada awal yang relevan dalam sebuah alir nada atau sebuah kontur. Halim menganggap bahwa nada 2 sebagai nada netral dan nada ini mengawali kelompok jeda, kajian ini menetapkan nada awal itu sebagai dasar acuan pendeskripsian, baik alirnada maupun kontur secara lengkap. Artinya, pola perubahan nada di dalam alir nada dan kontur intonasi sebuah intonasi akan dideskripsikan dengan cara melihat ukuran perbedaan atau ekskursi nada-nada relevan dalam alir nada dan kontur itu dari nada dasarnya.
Universitas Sumatera Utara
2.3.2.4 Nada Final Yang disebut nada final adalah nada relevan yang berposisi di akhir kontur intonasi secara keseluruhan. Karena memisahkan satu kontur dengan kontur lain, nada final juga disebut batas final. Oleh karena itu pembedaan struktur melodik tuturan dari modus deklaratif, interogatif dan imperatif didasarkan pada tinggi nada final.
2.3.2.5 Puncak Nada Puncak nada (peak) digunakan untuk menyebut prominensi tertinggi dalam sebuah alir nada. Lawan dar nada puncak adalah lembah (valley). Dalam kaitannya dengan F0, puncak nada adalah F0 tertinggi dalam sebuah alirnada yang dalam bahasa Prancis, umumnya berposisi pada pertengahan alir nada.
2.3.2.6 Julat Nada Julat Nada (pitch range) adalah rentang F0 dalam sebuah tuturan. Nada dasar ditentukan dengan menghitung selisih F0 tertinggi dan F0 terendah. Dengan demikian julat nada dalam kajian ini sama dengan istilah tonal space.
2.3.2.7 Alir Nada Alir nada (pitch movement) adalah komposisi nada-nada relevan dalam domain konstituen pembentuk tuturan. Atas dasar perbandingan atau perubahan tinggi F0 relevan itulah sebuah alirnada digambarkan. Dalam kajian Halim (dalam Sugiyono: 2003), konsep alirnada ini kurang lebih sama dengan konsep pola nada
Universitas Sumatera Utara
(pitch movement) kombinasi nada dalam domain kelompok jeda atau kelompok tona.
2.3.2.8 Kontur Intonasi Kontur intonasi (intonation contour) adalah kombinasi nada yang memberi ciri melodik sebuah tuturan dalam domain modus atau yang membentuk struktur melodik sebuah tuturan. Dalam beberapa pendekatan, intonasi dianalisis sebagai kontur yang di dalamnya berisi variasi tingkat tinggi nada.
2.3.2.9 Jeda Jeda (pause) adalah hentian sesaat antara satu konstituen dengan konstituen berikutnya dalam sebuah tuturan. Jeda digunakan sebagai pembatas konstituen-konstituen pokok ujaran, seperti batas antara klausa yang satu dengan klausa yang lain atau antara konstituen subjek dengan konstituen predikatnya.
2.3.2.10
Ambang Atas
Ambang atas adalah nilai unik stimulus yang jika dilampaui batas atas akan memicu respon positif dan sebalimnya jika tidak melampaui batas atas akan memicu respon negatif. Karena nilai unik itu seringkali berubah-ubah meski stimulus dan subjek yang mempersepsi sama, ambang tidak benar-benar bisa berada pada satu titik nilai unik mutlak seperti yang dikonsepkan.
2.3.2.11
Ambang Bawah
Universitas Sumatera Utara
Ambang atas adalah nilai unik stimulus yang jika dilampaui batas bawah akan memicu respon positif dan sebalimnya jika tidak melampaui batas bawah akan memicu respon negatif. Karena nilai unik itu seringkali berubah-ubah meski stimulus dan subjek yang mempersepsi sama, ambang tidak benar-benar bisa berada pada satu titik nilai unik mutlak seperti yang dikonsepkan.
2.3.2.12
Deklinasi
Dekinasi adalah modifikasi nada dengan membuat nada turun pada satu nada. Deklinasi pada suatu nada membuat perubahan nada tuturan asli.
2.3.2.13
Inklinasi
Dekinasi adalah modifikasi nada dengan membuat nada naik pada satu nada. Deklinasi pada suatu nada membuat perubahan nada tuturan asli.
2.3.2.14
Persepsi
Persepsi adalah mempersepsikan tuturan, baik tuturan asli maupun tuturan yang dimodifikasi. Persepsi nada dari nada yang dinaikan atau diturunkan dengan tujuan responden dapat mempersepsikan secara betul.
2.3.3 Sistem Bunyi Bahasa Bunyi bahasa adalah bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bunyi bahasa dapat pula diartikan sebagai bunyi yang diartikulasikan yang menghasilkan gelombang bunyi sehingga dapat diterima oleh telinga manusia.
Universitas Sumatera Utara
1. Udara keluar dari paru-paru melalui glotis (celah sempit) yang dibentuk oleh pita suara. Ukuran celah yang terbentuk oleh pita suara berperan menentukan jenis bunyi yg diha silkan. Bunyi2 yang dihasilkan dengan cara mempersempit glotis disebut bunyi bersuara. Jika glotis terbuka lebar, aliran udara leluasa melewati pita suara. Dalam keadaan demikian pita suara tidak bergetar dan tidak menimbulkan suara. Bunyi yang dihasilkan disebut bunyi tak bersuara. 2. Getaran udara yg dihasilkan oleh celah dan getaran pita suara itu menuju ke rongga mulut atau hidung sesuai dengan posisi langit-langit lunak (velum) yang berfungsi sebagai pengatur jalur aliran udara. 3. Jika langit-langit lunak membuka jalan aliran udara menuju ke hidung, artikulator yang berada di rongga mulut berfungsi menutup aliran udara. Sehinggaa udara sepenuhnya melewati rongga hidung, menghasilkan jenis bunyi yang berbeda. 4. Saat aliran udara ke rongga hidung tertutup, udara yang menuju ke mulut dapat bergerak bebas. Proses artikulasi merupakan proses produksi bahasa yang paling penting dalam pebelajaran berbicara. 5. Bunyi yang dihasilkan dengan cara mengalirkan udara melalui rongga mulut disebut bunyi oral. Bunyi yg dihasilkan dengan cara mengalirkan udara lewat rongga hidung disebut bunyi nasal/ sengau.
Universitas Sumatera Utara
Alat Ucap - Alat bicara merupakan anggota tubuh yang berfungsi sebagai sumber bunyi, yang dapat dipilah dalam 3 bagian, yaitu rongga mulut, tenggorokan dan rongga badan. - Alat bicara yang ada di rongga mulut disebut artikulator (alat ucap). Dlm rongga hidung tidak terdapat artikulator, tapi dia berfungsi untuk mengalirkan udara. - Di antara rongga mulut dan rongga hidung terdapat langit langit lunak (velum) yang berfungsi membuka dan menutup aliran udara yang melalui rongga hidung. - Paru-paru yang ada dlm rongga badan berfungsi untuk memompakan udara dalam proses produksi bunyi. - Artikulator dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu: artikulator aktif dan artikulator pasif. - Artikulator aktif adalah alat ucap yg aktif bergerak membentuk hambatan aliran udara, terdiri dari bibir bawah dan lidah. - Artikulator pasif adalah alat ucap yg diam dan berfungsi sbgai daerah artikulasi, yaitu lokasi tempat artikulator aktif menghambat aliran udara.
2.3.3.1 Sistem Bunyi Bahasa Prancis Semua manusia mempunyai alat ucap dan hampir semua gerakan alat-alat ucap dapat dipelajari. Léon Monique dalam Muntarsih (2009) mengemukakan sebagai berikut: Chaque langue en effet utilise un matériel sonore qu’il est relativement facile d’apprendre mais les difficultés commencement avec l’utilisation de ce matèriel selon des haitudes articulatoires, rytmiques, mélodiques et linguistiques particulères.
Universitas Sumatera Utara
Pernyataan Léon Monique di atas dapat dikemukakan kembali bahwa setiap bahasa menggunakan alat ucap yang relatif mudah untuk dipelajari, kesulitnkesulitan berawal dari penggunaan alat ucap karena kebiasaan pada pelafalan, ritme dan irama yang tidak sesuai dengan bahasa ibunya. Hal tersebut menjadi faktor kesulitan bahasa yang dialami pembelajar. Oleh karena itu Lyons John dalam Muntarsih (2009) juga berpendapat: ‘inability’ to produce certain sounds is generally a result of environemental factors in childhood, the main factor being that of learning one’s native language as one hears is pronounced. Yang berarti bahwa “ketidak mampuan” mengcapkan bunyi-bunyi tertentu pada umumnya merupakan faktor-faktor lingkungan pada masa kanak-kanak, dan faktor utamanya adalah faktor mempelahjari bahasa ibu seseorang seperti yang didengar dari cara pengucapannya. Dalam bahasa Prancis, terdapat tiga kelas bunyi yaitu vokal, konsonan, dan semi vokal atau konsonan (Gardes-Tamine:1990). Pada prinsipnya dalam bahasa Prancis penulisan satu tanda fonetik tidak pada satu suara saja. Hal tersebut yang membedakan bahasa Prancis dengan bahasa Indonesia, karena dalam bahasa tulisan dan bahasa lisan memiliki perbedaan. Kemungkinan dalam penulisan terdiri dari beberapa graphie pada satu phonie. Dibawah ini pembagian vokal oral, nasal dan konsonan sesuai dengan alphabet A.P.I (Association Phonétique Internationale) dalam Leon (1961):
Universitas Sumatera Utara
I. Sons qui ont toujours un seul timbre 1.
Voyelle orales
2. Semi-Voyelles correspondantes
I [i]
YOD [j]
Comme dans si, île, style.. [si] [il] [stil] U [y]
Comme dans scier, nier, aille.. [sje] [nje] [aj] UÉ [ɥ]
Comme dans su, sûr, eu.. [sy] [sy:r] [y] OU [u]
Comme dans suer, nuée, lui.. [sɥe] [nɥe] [lɥi] OUÉ [w]
Comme dans sous, coûte, oû [su] [kut] [u] 3.
Comme dans souhait, nouer, Louis.. [swɛ] [nwe] [lwi] Voylles nasales
IN [ɛ̃]
AN [ɑ̃ ]
Comme dans vin, faim, pain.. [vɛ̃] [fɛ̃] [pɛ̃] UN [œ̃ ]
Comme dans an, en, chambre.. [ɑ̃ ] [ɑ̃ ] [ʃ ɑ̃:br] ON [õ]
Comme dans un parfum.. [œ̃ parfœ̃ ]
Comme dans bon, compris.. [b õ] [k õpri]
(Leon:1961)
Universitas Sumatera Utara
II. Voyelles orales qui peuvent avoir plus d’un seul timbre Ouvert [ɛ]
Ouvert [ɔ]
Comme dans sel, père, tête, aîme.. [sɛ] [pɛ:r] [tɛt] [ɛm] E Fermé [e]
O
Comme dans sol, por, corps [sɔl] [pɔr] [kɔ:r] Fermé [o]
Comme dans ces, thé, chez.. [se] [te] [ʃe] Ouvert [œ]
Comme dans seau, pot, ôte.. [so] [po] [o:t] Antérieur [a]
Comme dans seul, peur, cœur [sœl] [pœr] [kœ:r] Fermé [ø]
Comme dans patte , à.. [pat] [a]
EU Comme dans ceux, peu, nœud.. [sø] [pø] [nø]
A Postérieur [ɑ] Comme dans pâte, pas.. [pɑ:t] [pɑ]
E caduc [ǝ] Comme dans ce, petit.. [sǝ] [pǝti]
(Leon:1961)
Universitas Sumatera Utara
III. Tableau des consonnes [p] Comme dans pont [põ]
[z]
Comme dans zèbre [zɛ:br]
[b] Comme dans bon [bõ]
[ʃ]
Comme dans chou [ʃu]
[t]
[Ʒ]
Comme dans joue [Ʒu]
[d] Comme dans dont [dõ]
[l]
Comme dans la [la]
[k]
[r]
Comme dans rat [ra]
Comme dans ton [tõ]
Comme dans cou [ku]
[g] Comme dans goût [gu]
[m] Comme dans mes [me]
[f]
Comme dans fou [fu]
[n]
Comme dans nez [ne]
[v]
Comme dans vous [vu]
[ɲ]
Comme dans gnôl [ɲo:l]
[s]
Comme dans ses [se]
[ɳ]
Comme dans camping [kɑ̃ piɳ]
Pada bahasa Prancis la voyelle accentuée la denière voyelle prononcée (Leon:1961). Maksudnya vokal dengan aksen yang berada di belakang kata harus diucapkan. Hal tersebut terdapat pada penekanan fonie dan bukan pada aksen ortographie. Pada kata été [etɛ] terdiri dari dua vokal yang memiliki aksen pada penulisan, dapa vokal ke dua terjadi penekanan pada pengucapan. Penekanan pada vokal secara pengucapan sedikit lebih tekan dan lebih panjang dari pada yang lain. Secara umum bunyi vokal lebih tinggi dapa modus tanya dan pada saat jeda atau lebih rendah pada saat mengakiri suatu modus. Selain itu ada juga vokal yang tidak mengalami penekanan pada pengucapan. Contohnya pada kata cinéma [sinema].
Universitas Sumatera Utara
2.3.3.2 Sistem Bunyi Bahasa Karo Bahasa Karo adalah salah satu diantara bahasa-bahasa daerah yang ada di Indonesia. Bahasa Karo mencerminkan adat-istiadat dari budaya Bahasa Karo. Bahasa Karo adalah bahasa yang digunakan di Kabupaten Karo. Dalam pergaulan sehari-hari peranan bahasa Karo sangat fungsional. Pemakaiannya tidak saja terbatas pada suku Karo, tetapi juga pada suku-suku pendatang yang ada di Medan. Dalam bahasa Karo pada umumnya terdapat kata-kata yang di dominasi oleh vokal oleh karena itu mudah dicapkan, jelas di dengar, dan mudah ditengkap. Tuturan bahasa Karo memiliki variasi bunyi vokal dan konsonan. Pada bunyi vokal [ǝ] di awal dan di tengah kata dalam bahasa Indonesia, sering dihilangkan oleh penutur bahasa Batak Karo. Contoh: mereka
[mre:ka]
keluar
[klu:ar]
sekali
[ska:li]
berapa
[bra:pa]
semua
[smu:wa]
selasa
[sla:sa]
Pada bunyi konsonan bahasa Karo memiliki variasi bunyi pada Bunyi [m] bervariasai dengan bunyi [n] Contoh: Belum
[be:lun]
Bunyi [k] yang seharusnya diucapkan di tengah kata bervariasi dengan bunyi glottal [?]. contoh:
Universitas Sumatera Utara
Terpaksa
[terpa?sa]
Saksi
[sa:?si]
Maklum
[ma:?lum]
Maksiat
[ma?si:at]
Di samping itu penutur bahasa Batak Karo selalu memanjangkan bunyi vokal di antara suku-suku kata. Hal ini sudah menjadi ciri khas penutur bahasa Karo, cirikhas tesebut merupakan variasi pada irama yang juga merupakan variasi prosodi. Contoh: Mari
[ma:ri]
Jangan
[ja:nan]
Susah
[su:sah]
Marah
[ma:rah]
Lepas
[lǝ:pas]
Bunyi [j] bervariasi dengan bunyi [z] bahasa Indonesia penutur Batak Karo contoh: Jangan
[za:n,an]
Jari
[za:ri]
Majal
[ma:zal]
Jeruk
[zǝ:ru?]
Jerami
[zra:mi]
Universitas Sumatera Utara
2.3.3.3 Sistem Bunyi Bahasa Toba Bahasa batak Toba (BT) termasuk rumpun bahasa Austronesia. Bahasa BT merupakan salah satu dari lima sub bahasa Batak yaitu bahasa batak Karo, batak Simalungun, Batak Pakpak-Dairi, dan Batak Angkola-mandailing. Marice (2010) memaparkan bahwa berdasarkan kelima bahasa tersebut, terdapat tiga kelompok pembagian bahasa Batak yaitu kelompok I adalah batak Toba dan bahasa Batak Angkola Mandailng, kelompok II adalah hanya bahasa batak Sialungun dan kelompok III adalah bahasa Batak Karo dan Pakpak-Dairi. Sibarani dalam Marice (2010) mengungkapkan dua alasan mengapa masing-masing subsuku tersebut memiliki bahasanya sendiri, pertama, diantara subsuku pemakai bahasa itu sudah terdapat hambatan komunikasi atau hampir tidak terdapat lagi saling pemahaman (mutual intelligibility). Kedua, tiap-tiap suku itu mendukung dan menyatakan bahwa bahasa yang mereka pergunakan adalah bahasanya sendiri. Sistem bunyi bahasa BT menurut Sibarani (1997) memiliki 19 buah fonem yaitu /a/, /b/, /c/, /d/, /e/, /g/, /h/, /i/, /j/, /k/, /l/, /m/, /n/, /o/, /p/, /r/, /s/, /t/, /u/, dan /ɳ/. Huruf vokal BT dalam Marice (2010) terdiri dari fonem /a/, /o/, /i/, /u/ dn /e/. Semua fonem vokal tersebut dapat menempati semua posisi pada kata. Bahasa batak Toba memiliki variasi fonologis pada vokal dan konsonan. Pada vokal penutur batak Toba tidak mengenal bunyi [ǝ] Contoh: Terik
[t ri?]
Sebab
[s bab]
Teman
[tɛman]
Universitas Sumatera Utara
Sedih
[sɛdih]
Sepi
[sɛpi]
Bunyi [ǝ] bervariasi dengan bunyi [ɛ] pada penutur bahasa batak Toba. Dalam bahasa batak Toba vokal rangkap ai bervariasi dengan bunyi [ɛ]. Contoh: Gulai
[gulɛ]
Sampai
[sampɛ]
Pantai
[pantɛ]
Balai
[balɛ]
Petai
[petɛ]
Vokal rangkap au bervariasi dengan bunyi [ǝ] Contoh: Pulau
[pulǝ]
Gurau
[gurǝ]
Rantau
[rattǝ]
Lampau
[lappǝ]
kemarau
[kemarǝ]
pada konsonan bahasa batak Toba tidak mengenal bunyi [c]. Karena itu pada waktu mengucapkan bunyi tersebut maka terjadilah variasi bunyi. Bunyi [c] divariasikan dengan [s]. Contoh: Cabe
[sabɛ]
Calo
[salø]
Cangkul
[sakkul]
Universitas Sumatera Utara
Cabang
[sabag]
Cari
[sari]
Bahasa batak Toba tidak mengenal bunyi [k] diawal kata. Karena itu pada waktu mengucapkan bunyi tersebt diawal kata maka terjadilah variasi bunyi. Bunyi [k] divariasikan dengan bunyi [h] Contoh: Kambing
[habbing]
Kapal
[hapal]
Kartu
[hartu]
Karangan
[harangan]
Bunyi [h] pada akhir kata tidak diucapkan. Contoh: Sekolah
[si?kola]
Perintah
[pɛritta]
Menengah
[mɛnɛga]
Lebih
[lɛbi]
Kata-kata yang mempunyai bunyi sengau bagi penutur bahasa batak Toba selalu dihilangkan dan duganti dengan konsonan yang sama dengan konsonan yang mengikuti sengau itu. Contoh: Simanjuntak
[simajjuttak]
Mungkin
[mukkin]
Antar
[attar]
Sombong
[sobboɳ]
Universitas Sumatera Utara
Sandar
[saddar]
Pada studi eksperinmental Chen dalam Rooseman (20060 terdapat bahwa bahasa batak Toba adalah bahasa yanga memiliki tekanan (stress). Tekanan tersebut terlihat pada frekuensi fundamental. Perbedaan frekuensi fundamental antara silabel bertekanan dan silabel tidak bertekanan menjadikan tekanan pada tuturan kata kurang jelas. Ketika perbedaan durasi antara silabel bertekanan dan tidak bertekanan pada kata akan memiliki tekanan. Jika kata yang menjadi terget pada puncak nada, tekanan akan memiliki durasi yang lebih panjang.
2.3.3.4 Sistem Bahasa Melayu Bahasa Melayu di Medan memeiliki catatan sejarah sesuai dengan pendapat Syarfina (2008) bahwa Kerajaan Deli mempunyai beberapa wilayaha, yang tiap daerah dikepalai oleh kepala daerah yang bergelar Datuk. Datuk tersebut diberi gelar nama Datuk 4 suku. Vokal-vokal dalam bahasa Melayu vokal-vokal itu adalah [a], [e], [ȇ], [i], [o], [u]. Pada bahasa Melayu memiliki variasi bunyi vokal dan konsonan. Pada bunyi vokal bunyi [a] diakhir kata bervariasi dengan bunyi [ǝ]. Contoh: Buka
[bukǝ]
Lupa
[lupǝ]
Bawa
[bawǝ]
Baca
[bacǝ]
Puja
[pujǝ]
Bunyi [u] pada suku akhir bervariadi dengan bunyi [ǝ]
Universitas Sumatera Utara
Contoh: Duduk
[dudǝ?]
Tidur
[tidǝ?]
Musuh
[musǝ?]
Kampung
[kampǝɳ]
Jatuh
[jatǝh]
Diftong [au] bervariasi dengan bunyi [ǝ] Contoh: Kalau
[kalǝ]
Pulau
[pulǝ]
Himbau
[himbǝ]
Ranjau
[ranjǝ]
Panau
[panǝ]
Diftong [ai] bervariasi dengan bunyi [e] Contoh: Pantai
[pantɛ]
Gulai
[gule]
Balai
[bale]
Inai
[ine]
Petai
[pǝte]
Pada variasi bunyi konsonan bunyi [r] (dental) divariasikan dengan bunyi [R] (velar) Contoh: Cari
[caRi]
Universitas Sumatera Utara
Beri
[bǝRi]
Ramai
[Rame]
Dari
[daRi]
Rubuh
[Rubuh]
2.3.4 Modus Modus menurut (Tata Bahasa Baku Indonesia:1998) adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Dalam wujud lisan, modus diucapkan dengan suara naik turun dan keras lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir yang diikuti oleh kesenyapan. Dalam wujud ulisan berhuruf latin, modus dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik (.), tanda tanya (?), atau tanda seru (!). tanda titik, tanda tanya dan tanda seru sepadan dengan intonasi akhir. Spasi yang mengikuti tanda titik, tanda tanya dan tanda seru melambangkan kesenyapan. Modus menurut Chaer (1994) adalah pengungkapan atau penggambaran suasana psokologis perbuatan menurut tafsiran si pembicara tentang apa yang diucapkannya. Berdasarkan bentuk atau kategori sintaksisnya, modus lazim dibagi atas modus deklaratif atau modus berita, modus imperatif atau modus perintah, modus interogatif atau modus tanya dan modus eksklamatif atau modus seruan. Modus deklaratif juga dikenal dengan nama modus berita dalam buku tata bahasa Indonesia, secara formal, jika dibandingkan dengan ketiga jenis modus yang lainnya, tidak bermarkah khusus. Modus deklaratif adalah modus yang digunakan untuk membuat pernyataan sehingga isinya merupakan berita bagi pendengar atau pembacanya. Modus berita dapat berupa bentuk apa saja, asalkan
Universitas Sumatera Utara
isinya merupakan pemberitaan. Modus imperatif adalah modus perintah atau suruhan dan permintaan. Modus interogatif atau modus tanya, secara formal ditandai oleh kehadiran kata seperti siapa, berapa, kapan, dan bagaimana dengan atau tanpa partikel kah sebagai penegas.
2.3.4.1 Modus Bahasa Indonesia Modus dilihat dari bentuk sintaksis dibagi menjadi empat modus, yaitu modus deklaratif, modus interogati, modus imperatif, dan modus ekslamatif. Modus deklaratif yang juga dikenal sebagai modus beritaa. Modus ini digunakan oleh pembicara untuk membuat pernyataan sehingga isinya merupakan berita bagi pendengar. Modus deklaratif merupakan pemberitaan dalam bentuk tulisnya modus ini diakhiri dengan tanda titik, dan dalam bentuk lisan, suara berakhir dengan nada turun. Modus interogatif yang juga dikenal sebagai modus tanya, secara formal ditandai oleh kehadiran kata tanya seperti apa, siapa, berapa, kapan, dan bagaimana dengan atau tanpa partikel-kah sebagai penegas. Modus interogatif diakhiri dengan tanda tanga (?) pada bahasa tulis dan pada bahasa lisa dengan suara naik, terutama jika ada kata tanya atau suara turun. Bentuk modus interogatif biasanya untuk meminta jawaban ya atau tidak atau infoemasi mengenai sesuaitu atau seseorang dari lawan bicara atau pembaca. Modus ekslamatif, yang juga dikenal dengan nama modus seru, secara formal ditandai oleh kata alangkah, betapa, bukan main pada modus berpredikat adjektival. Modus eksamatif juga dinamakan modus interjeksi yang digunakan untk enyatakan perasaan kagum atau heran.
Universitas Sumatera Utara
Modus imperatif yang juga dikenal sebagai modus perintah. Modus ini digunakan oleh pembicara untuk memerintah, menyuruh dan meminta. Ciri modus imperatif memiliki intonasi nada rendah di akhir tuturan, pemakaian parrrtikel penegas, penghalus, dan kata tugas ajakan, harapan, permohonan dan larangan, pelaku tindakan tidak selalu terungkap.
2.3.4.2 Modus Bahasa Prancis Menurut Bescherelle (2006) Bahasa Prancis memiliki empat jenis modus. Modus tersebut yaitu modus deklaratif, modus interogatif, modus imperatif dan modus ekslamatif. Dalam sebuah komunikasi, terdapat beberapa cara seseorang mengutarakan pendapatnya kepada orang lain. Misalnya, seseorang ingin menginformasikan sesuatu. Dalam konteks tersebut digunakan modus berita. Ketika kita menanyakan tentang sesuatu, maka digunakan modus tanya. Pada saat seseorang meminta orang lain untuk melakukan sesuatu maka digunakan modus perintah. Dan jenis yang terakhir adalah ketika seseorang ingin mengutarakan perasaan seperti dukungan, rasa kagum, hinaan, amarah, dan sebagainya terhadap orang lain. Dalam konteks tersebut digunakan modus seru.
2.3.4.2.1 Modus Berita Modus berita (afirmatif) pada dasarnya merupakan jenis modus yang berisi berita atau informasi. Dalam bahasa lisan modus tersebut dapat ditandai dengan nada suara tinggi pada awal modus dan diakhiri dengan suara rendah pada akhir modus. Dalam bahasa tulisan modus tersebut diakhiri tanda titik ‘.’
Universitas Sumatera Utara
Contoh:
La baisse de la fécondité est désormais quasiment universelle. Penurunan angka kesuburan pasti akan terjadi pada siapa saja.
Ketika penutur ingin mengutarakan sebuah informasi ata berita secara positif atau negatif, maka hal tersebut akan menentukan jenis modus berita yang akan digunakan, yakni modus positif atau modus negatif. Contoh:
Nous sommes iquiets. Kami khawatir.
Nous ne sommes pas très inquiets. Kami tidak begitu khawatir.
2.3.4.2.2 Modus Tanya Modus tanya biasanya berisi pertanyaan. Dalam bahasa lisan modus tersebut dapat ditandai dengan nada tinggi pada akhir modusnya. Dalam bahasa tulisan modus tersebut diakhiri tanda tanya. Modus tanya dapat dibedakan menjadi dua bagian : 1.
Modus tanya total yang membutuhkan jawaban ‘ya’ atau ‘tidak’, yang tentu saja dengan menggunakan kembali seluruh kata yang sebelumnya terdapat pada modus tanyanya.
Contoh : As-tu fini ton travail ? oui, (j’ai fini) Apakah kamu sudah menyelesaikan pekerjaan kamu ? Ya (saya sudah menyelesaikan pekerjaan saya)
Modus tanya total dapat diucapkan secara langsung atau tidak langsung. Contoh: Arriveront-ils à temps? Apakah mereka akan tiba tepat waktu ?
Je me demande s’ils arriveront à temps Aku bertanya dalam hati apakah mereka akan tiba tepat waktu.
Universitas Sumatera Utara
2.
Modus tanya parsial adalah Modus tanya yang hanya menanyakan sebagian unsur dari kata penyusun modusnya, membutuhkan jawaban dimana jawaban tersebut memang tidak terdapat sama sekali pada modus tanyanya.
Contoh: Comment es-tu arrivé? En train. Naik apa kamu dating ke sini? Naik kereta.
Sama halnya dengan modus tanya total, modus tanya parsial juga dapat diucapkan secara langsung maupun tidak langsung. Contoh: Que s’est-il passé Apa yang telah terjadi?
Je ne sais pas ce qu’il s’est passé. Aku tidak tahu apa yang telah terjadi?
Modus Tanya parsial dapat digunakan untuk menanyakan tentang semua kata-kata penyusun modusnya, berdasarkan fungsi fungsi dari kata tersebut di dalam modus. Contoh: Pour son anniversaire, Pierre a offert à sa femme une décapotable. Untuk perayaan ulang tahunnya, Pierre telah memberikan sebuah mobil pada istrinya.
Maka modus Tanya yang dapat muncul adalah: Quand Pierre-a-t-il offert…? Kapan Pierre memberikan …… ?
Qu’est-ce que Pierre a offert…? Apa yang telah diberikan Pierre ……. ?
Qui a offert…? Siapa yang memberi ….. ?
Universitas Sumatera Utara
À qui Pierre a-t-il offert….? Kepada siapa Pierre telah memberi….. ?
Kata-kata Tanya yang dapat digunakan dalam modus Tanya parsial antara lain: Adverbia penanda modus tanya: kapan, dimana, bagaimana ….. Kata ganti penanda modus tanya: siapa, yang manakah, tentang apa …. Pewatas penanda modus tanya : yang mana (yang harus disesuaikan dengan jenis dan jumlah dari benda yang ditanyakan quel untuk kata benda maskula tunggal, quelle femina tunggal, quels maskula jamak, quelles femina jamak). Pembentukan Modus Tanya dapat dibentuk melalui 3 cara. Cara yang pertama, cara ini digunakan dalam bahasa lisan, yakni tetap dengan menggunakan susunan kata yang sama dengan modus beritanya. Penanda modus tanya dari modus tersebut hanyalah penggunaan tanda tanya diakhir modusnya. Contoh : Tu as réussi ? Kamu telah berhasil ?
Tu veux quoi ? kamu mau apa ?
Penggunaan kata tanya ‘est-ce que’ merupakan cara pembentukan yang kedua. Contoh: Est-ce que tu as réussi? Apakah kamu telah berhasil ?
Qu’est-ce que tu veux? Apa yang kamu mau?
Cara yang ketiga yakni, cara yang kerap kali digunakan dalam bahasa tulisan, yang ditandai dengan adanya pemindahan kata kerja dan subjek (pembalikan
Universitas Sumatera Utara
posisi). Cara ini merupakan ragam variasi bahasa sangan resmi jikan dibandingkan dengan kedua cara yang tersebut di atas. Avez-vous réussi? Apakah kamu berhasil?
Que voulez-vous? Apa yang anda inginkan?
Pembalikan kata ganti subjek dalam modus tanya. Terdapat dua buah cara yang dapat digunakan dalam proses pembalikan subjek pada modus Tanya total, hal tersebut disesuaikan dengan kelas katannya. Jika subjek modus merupakan kata ganti orang : maka subjek pada modus tersebut diletakkan setelah verba, ini disebut juga pembalikan sederhana. Contoh : Sont-elles heureuses au moins ? Kurang bahagiakah dia?
Jika subjek modus merupakan kata benda: maka subjek tersebut harus tetap diletakkan sebelum kata kerja dan harus dicari kata gantinya yang harus diletakkan setelah verbanya, kata ganti yang dimaksd adalah, il, ils, elle, elles dsb. Cara ini disebut pembalikan kompleks. Contoh : Tes sœurs sont – elles heureuses au moins ? Merupakan kata ganti dari kata benda ‘tes sœurs’. Dalam hal pembentukan modus tanya parsial, kita dapat memilih dua cara pembalikan berikut ini. Quand arrive votre oncle ? Quand votre oncle arrive-t-il ? Kapankah pamannya sampai? Kapankah pamannya sampai?
Universitas Sumatera Utara
Namun pembalikan sederhana harus digunakan jika menggunakan kata tanya ‘que’. Contoh : Que veut ce monsieur ? Apa yang diinginkan bapak itu?
Pembalikan kompleks harus digunakan dengan kata tanya ‘Pourquoi’ Contoh : Pourquoi Pierre part-il ? Mengapa Pierre pergi?
Pembalikan kompleks harus digunakan dengan kata tanya ‘A qui’. A qui Pierre a-t-il parlé ? Dengan siapa Pierre berbicara?
Modus tanya nagatif dibentuk melalui kombinasi modus tanya dan modus negatif. Contoh : Avez-vous déjà mangé ? Apakah kamu sudah makan?
N’avez-vous pas déjà mangé ? Tidakkah kamu sudah makan?
Pada modus pertama dapat dilihat bahwa orang yang bertanya tidak punya jawaban sama sekali atas pertanyaannya. Jawabannya bisa ‘oui’ atau ‘non’. Pada modus yang kedua, orang yang bertanya itu pasti sudah makan. Dan jawaban atas pertanyaanya adalah ‘si’.
Universitas Sumatera Utara
2.3.4.2.3 Modus Perintah Modus tanya digunakan untuk menyatakan perintah, dan larangan. Namun kadang kala modus tersebut juga digunakan untuk memberikan nasehat dari pada untuk menyatakan perintah. Contoh: Ménage- toi! Bebenah-kamu!
Modus perintah dibentuk melalui konjugasi kata kerja pada kata ganti orang kedua tunggal (tu), orang pertama jamak (nous), dan orang kedua jamak (vous). Contoh: Cours le rejoinder! Belajar bersama!
Fuyons! Lihat!
Taisez-vous! Diam kamu!
Makna larangan dalam modus perintah dibentuk dalam modus negatif, yang harus dibuat dalam modus impératif ditambah dengan penggunaan kata ingkar. Contoh : Ne me tutoyez pas! Jangan berkamu!
Penggunaan modus subjonctif dalam modus perintah dapat terjadi ketika modus perintah yang akan diutarakan tidak langsung pada orang yang diperintah namun kita sampaikan pada orang yang bukan ingin kita tuju. Contoh: Qu’il aille au diable! Penggunaan modus infinitif juga bermakna perintah jika, perintah yang akan diutarakan tidak tertuju ke pada orang tertentu.
Universitas Sumatera Utara
Laisser le passage!
2.3.4.2.4 Modus Seru Dalam bahasa lisan modus seru ditandai dengan intonasi tertentu: volume suara yang keras, nada yang terputus, nada tinggi. Dalam bahasa tulisan ditandai dengan penggunaan tanda seru pada akhir modusnya. Contoh : C’est injustice ! Ini tidak adil!
Modus seru dapat ditandai dengan: Kata seru : Hélas, elle est partie ! Ya sudah, dia sudah pergi!
Kata keterangan : Comme elle est laide ! Pewatas kata benda : Quel gâchis tu as fait ! Jenis ini kadang kala memiliki bentuk modus impersonalia (subjek modusnya bukan orang) Quel temps magnifique! Cuacanya bagus!
Subjek pada modus seru dapat juga dibalikkan seperti dalam modus Tanya sederhana Est-il bête! Emosi dia!
Universitas Sumatera Utara
Modus indikatif menyatakan aksi yang benar terjadi pada saat diutarakan atau aksi yang nyata. Contoh : Comme tu cours vite ! Modus kondisional menyatakan aksi yang akan dilakukan. Et je devrais en plus lui offrir un cadeau ! Modus infinitif atau subjantif menyatakan aksi yang mungkin dilakukan. Moi, lui offrir un cadeau ! Moi, que je lui offre un cadeau !
2.3.5 Metode Pengajaran Bahasa Prancis Sejarah pengajaran fonetik pada bahasa prancis memiliki perkembangan teknik pengajaran bahasa. Rousselot dan Passy dalam (Guimbretier:1994) telah berhasil mengajarkan tentang fonetik. La prononciation deviendra une priorité dans la mesure où il est désormais indispensable d’enseigner la langue parlée. Pengucapan mnjadi hal yang utama dalam mengajar bahasa lisan. Saat ini dapat diklasifikasikan penekanan pada pengajaran berbicara, yang pada jaman tradisional disebut sebagai metode koreksi fonetik. La méthode articulatoire atau metode artikulasi (Guimbretier:1994) digunakan sampai tahun1970, metode tersebut sering digunakan. Karakteristik metode tersebut yaitu émission des sons (emisi suatu bunyi) diimplikasikan dengan pengetahuan tentang fungsi organ alat ucap. Dipraktekan pada saat yang bersamaan dengan menggunakan skema organ alat ucap dan diucapkan bunyibunyi yang di produksi sesuai dengan organ alat ucap tersebut.
Universitas Sumatera Utara
L’audition
de
modèles
atau
model
auditive
(Guimbretier:1994)
berdasarkan model tersebut dengan menggunakan mesin. Pertama digunakan le phonographe atau mesin untuk mengetahui bunyi. Metode ini diajarkan didalam laboratorium bahasa dan menggunakan tape. Pengajaran bahasa dengan metode ini mengintegrasikan dari semua fasilitas yang ada di laboratorium. Latuhan yang dilakukan pada pengucapan menggunakan metode audio-orale. Kelebihan dari metode ini pembelajar dapat mengetahui buyi tekanan dari audio dan diucapkan sesering mungkin. Sebaliknya metode ini murdi dilakukan dengan mesin dan pembelajar menjadi lelah terutama untuk pembelajar pemula yang belum dapat mendengarkan dan mengkoreksi. La méthode des oppositions phonologiques (Guimbretier:1994), morode ini diaplikasikan dari prinsip klasifikasi fonem. Sesuai pndapat Bloomfield, Jakobson dan Halle dalam (Guimbretier:1994) yang mengklasifikasikan bunyi fonem dari unsur pembeda. Metode ini bertujuan untuk memudahkan pembelajar mengingat bunyi fonem dari unsur pembeda dan mengulangi bentuk pair minimal. Prioritas dilakukan tanpa adanya audio. Metode ini digunakan metode artikulasi agar mengetahui kelebihan bunyi dan mengurangi kemungkinan adanya kombinasi fonem.
2.4
Tinjauan Pustaka Beberapa penelitian yang pernah dilakukan yaitu Halim (1969), membahas
tentang intonasi dalam bahasa Indonesia. Kajian ini adalah kajian yang pertama dengan cara yang akurat dengan menggunakan alat ukur Mingograph milik laboratorium fonetik University of Michigan. Alat itu bisa melakukan pengukuran
Universitas Sumatera Utara
yang akurat baik dalam intensitas, durasi dan frekuensi. Halim mengkaji intonasi bahasa Indonesia yang dikaitkan dengan sintaksis. Kajiannya pertama, memerikan intonasi bahasa Indonesia ke dalam ciri-ciri akustik seperti kontur, tingkat tinggi nada, jeda, kelompok jeda, dan penempatan tekana atau aksen. Kedua memerikan penjelasan tentang letak intonasi dalam modus yang meliputi pola-pola intonasi, satuan-satuan fonologis yang menandai ciri-ciri intonasi, fungsi intonasi, dan hubungan antara intonasi dengan tata modus. Ia memfokuskan pada intonasi bahasa Indonesia lisan informal dan menjadikan dirinya dan isterinya sebagai informan utama dan beberapa orang dewasa lainnya sebagai informan tambahan. Kajian yang dilakukan terkait dengan hubungan struktural antara modus dengan wacana melalui pola intonasi. Pola-pola intonasi yang diperolehnya dipaparkan dengan menggunakan notasi angka Arab 1,2,3 dan 4 yang berfungsi sebagai pelambang ketinggian nada. T. Syarfina (2008) membicarakan tentang ciri akuistik yang menandakan tingkatan sosial pada masyarakat Melayu Deli. Dalam kajiannya memaparkan bahwa tuturan kelompok sosial Bahasa Melayu Deli disesuaikan dengan golongannya begitu juga dalam berinteraksi satu sama lain dibedakan atas cara mereka memberi perintah, bertanya dan memberi tahu. Dari penilitiannya tersebut ditemukan bagaimana nada suara golongan kelompok sosial bawah bertutur dengan kelompok sosial atas, begitu juga sebaliknya bagaimana nada, tempo, dan intensitas golongan kelompok sosial asas bertutur dengan kelompok sosial menengah atau kelompok sosial bawah. Syarfina (2008) menemukan juga ada tiga variasi kelas sosial (kelas sosial atas, tengah dan bawah), yaitu pada intensitas dasar, intensitas final, dan tidak pada julat intensitas tertinggi. Intensitas suara
Universitas Sumatera Utara
hanya berbeda pada intensitas dasar kelas sosial. Makin tinggi kelas sosial seseorang makin rendah kenyaringan suara ketika bertutur. Sugiyono (2003), membicarakan tentang prosodik kontras deklaratif dan interogatif dalam bahasa Melayu Kutai dan mencari toleransi modifikasi setiap ciri akustik yang signifikan dalam kedua modus tersebut. Kajiannya mampu dijadikan bahan acuan bagi peneliti-peneliti prosodi yang mengkaji bahasa-bahasa daerah maupun bahasa asing yang digunakan di Indonesia. Usaha Sugiyono untuk mencari ambang atas dan ambang bawah serta ambang kontras setiap parameter yang menjadi pemarkah kontur deklaratif dan kontur interogatif yang membedakan penelitiannya berbeda dengan peneliti yang lain. Dia juga membuktikan adanya eksperimen produksi dan eksperimen persepsi dalam kajiannya merupakan keunggulan tersendiri. Eksperimen produksi mengkaji bagaimana struktur melodik dan struktur temporal tuturan deklaratif dan tuturan interogatif bahasa Melayu Kutai. Kemampuannya mendeskripsikan pengukuran puncak komponen-komponen melodik seperti tinggi nada awal, nada final, puncak nada dan julat nada. Serta ditemukannya juga nilai terendah dan nilai tertinggi pada setiap melodik. Adanya pengukuran lain seperti nilai rata-rata dan ambang atas dan ambang bawah Fo pada setiap komponen. Sugiyono juga menemukan pola-pola frekwensi fundamental dan pola durasi sebagai hasil analisis akustis, temuannya menunjukkan bahasa baik tuturan deklaratif maupun tuturan interogatif rentang julat nada tuturan bahasa Melayu Kutai adalah 50,21 Hz sampai 366,73 Hz dengan rerata 133,39 Hz. Julat nada yang besar yang ditemukan pada bahasa Melayu Kutai terdapat pada tuturan deklaratif-kontras yang memfokuskan pada konstituen predikat, dan julat nada ini dapat menjadi
Universitas Sumatera Utara
signifikan. Dari tuturan tersebut ditemukan adanya perbedaan yang sangat signifikan antara penutur laki-laki dan penutur perempuan yaitu dengan nada dasar tuturan perempuan p<0,0001. sedangkan pada tuturan laki-laki yang terdapat pada modus deklaratif maupun interogatif lebih rendah dibandingkan dengan nada dasar tuturan perempuan yakni 181,86 Hz berbanding 283,01 Hz. Dengan kata lain, nada dasar tuturan laki-laki berkisar 5,25 st di atas nada C atau sama dengan nada F, sedangkan nada dasar tuturan perempuan bisa mencapai 13,11 st di atas nada C atau sama dengan nada #C dalam piano. Julat nada di buktikan oleh Sugiyono dengan ukuran parameter akustik tuturan pada nada satu oktaf, dengan rata-rata 10,28 st. Selain itu ditemukannya rerata nada final deklaratif berekskursi negatif, sedangkan nada final interogatif berekskursi positif, maka nada final menjadi pembeda yang sangat signifikan. Ekskursi puncak nada deklaratif juga lebih kecil dibandingkan dengan ekskursi puncak nada interogatif. Puncak nada menjadi pemarkah signifikan jika yang diukur ekskursinya. Terkait dengan durasi, ditemukan juga durasi deklaratif berkisar 2,16 detik dan durasi interogatif berkisar 1,19 detik. Ebing (1997), membicarakan bahasa Indonesia. Kajian ini mengkonstruksi model intonasi bahasa Indonesia yang diverifikasi secara eksperimental, yaitu membandingkan model ujaran dan kontur yang telah disederhanakan oleh komputer. Ebing mengkaji intonasi bahasa Indonesia secara eksperimental dan menggunakan fasilitas komputer sehingga akurasi yang dicapai lebih tinggi. Ia memfokuskan penelitiannya hanya pada ciri pokok intonasi bahasa Indonesia dengan merekonstruksi model intonasi bahasa Indonesia. Cita-citanya menjawab pertanyaan bagaimana konfigurasi alir nada yang secara perseptual membentuk
Universitas Sumatera Utara
model melodis intonasi dalam bahasa Indonesia dan elemen apakah yang diperlukan untuk membentuk model tersebut. Ebing menganut konsep bahwa prosodi dipelajari bukan semata-mata sebagai fenomena fisik (frekwensi dasar, durasi, intensitas) melainkan berada pada ranah linguistik. Ebing berpendapat bahwa intonasi merupakan bagian dasar dari melodi ujaran yang ditentukan oleh sistem linguistik di atas tingkat leksikal. Sehingga dapat dipahami bahwa intinasi membentuk melodi ujaran. Pengolahan data dilakukan dengan pendekatan IPO dan menganalisisnya dengan program PRAAT. Dengan program tersebut dia dapat menjadikan penelitiannya memiliki temuan yang lebih akurat dari penelitipeneliti sebelumnya. Program tersenut juga mampu memanipulasi dan memodifikasi parameter intonasi. Stoel (2000) mengkaji tentang intonasi bahasa Melayu Menado. Dia membedakan dua pola intonasi dasar dan pola intonasi khusus. Pada pola intonasi dasar, ia menganalisis dua jenis nada yaitu aksen (accent) yang menandai fokus modus dan nada akhir (edhe tones) yang menandai ikatan prosodik (prosodic boundaries). Semua informan yang ia gunakan adalah penutur asli bahasa Melayu Menado yang berdomisili di Menado. Stoel berpendapat intonasi bahasa tidak dapat dijelaskan tanpa menggunakan suatu mode strutur melodik. Pada bahasa Melayu Menado memiliki dua konstituen prosodik yang paling penting yaitu frasa intonasi (intonational phrase) dan frasa fonologi (phonological phrase). Frasa intonasi merupakan konstituen prosodik tingkat tinggi yang bisa diikuti oleh jeda. Setiap frasa intonasi (IP) berisikan sekurang-kurangnya satu frasa fonologi. Sedangkan, frasa fonologi (PhP) tidak bisa diikuti oleh jeda bila akhir frasa fonologi tidak sejalan dengan akhir frasa intonasi. Pada tingkat sintaksis, frasa
Universitas Sumatera Utara
intonasi secara khusus berkaitan dengan klausa, dan frasa fonologis berkaitan dengan frasa nomina atau frasa verba. Pada prosodi bahasa Melayu Menado, Stoel menemukan karakteristik yang berbeda dengan frasa intonasi dan frasa fonologi. Frasa intonasi (IP) berisikan satu atau lebih frasa fonologi, tetapi hanya satu dari frasa-frasa fonologi tersebut yng bisa memiliki aksen penanda fokus (focusmarking accent). Frasa fonologi memiliki nada ujung pada awal dan akhir yang juga bisa memiliki aksen. Temuan Stoel menunjukkan pada pernyataan, pola intonasi aksen-aksen yang dihasilkan frasa fonologi adalah suatu nada-ujung yang rendah pada permulaan, diikuti oleh aksen nada-tinggi, dan nada ujung yang rendah pada akhir. Nada-nada ujung diasosiasikan dengan ujung-ujung frasa fonologi, dan aksen diasosiasikan dengan suku kata yang bertekanan pada akhir kata. Pada intonasi modus ekslamasi, Stoel menemukan adanya dua pola intonasi dalam bahasa Melayu Menado. Pola pertama yaitu identik dengan intonasi modus pernyataan yang dicirikan oleh aksen nada-tinggi pada suku kata yang bertekanan yang diikuti oleh nada ujung yang rendah. Pola intonasi kedua berisikan nada naik pada suku kata pertama, dimana titi nada (pitch) tetap tinggi hingga akhir ujaran. Secara keseluruhan Stoel menemukan intonasi bahasa Melayu Menado dibedakan oleh dua jenis nada yaitu aksen yang diasosiasikan dengan suku kata yang bertekanan pada suatu kata, dan nada ujung yang diasosisikan dengan ujung suatu dominan prosodik yang disebut frasa fonologi (PhP). Ia juga menemukan bahwa terdapat beberapa persamaan intonasi bahasa Melayu Manado dan bahasa Indonesia. Matthew Gordon dan Alya Applebaum dalam makalahnya yang berjudul hubungan –hubungan penekanan akustik dalam bahasa kabardian Turki (Jurnal
Universitas Sumatera Utara
Internasional Phonetic Association, Volume 40 No.1 April 2010, halaman 35). Makalah ini melaporkan hasil studi penekanan akustik dalam dialek bahasa Turki dari bahasa barat laut kaukasia, Kabardian. Suku kata yang mengalami penekanan ditemukan secara konsisten memiliki frekuensi dasar yang lebih tinggi dan durasi khas dan intensitas yang lebih besar daripada suku kata yang tidak mengalami penekanan. Tidak ada bukti yang ditemukan untuk penekanan sekunder. Schwa dan, pada tingkat lebih rendah, / / yang ditampilkan mengalami sedikit peningkatan karena durasi dalam suku kata tanpa tekanan menurun. Peningkatan gradien ini mungkin dikarenakan koartikulatoris yang tumpang tindih dengan konsonan yang berdekatan bukan pergeseran kategoris dalam kualitas vokal. Pertimbangan upaya artikulatoris bukan dispersi persepsi memprediksi pergantian kategoris antara /a:/ dengan penekanan dan tanpa tekanan / / dalam bahasa Kabardian dan peningkatan schwa tanpa kategori dan / / pada suku kata yang tidak mengalami penekanan. Yuliarti Muntarsih dalam makalahnya yang berjudul pengembangan model artikulatoris untuk meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Prancis siswa SMA dan SMK di Kota dan Kabupaten Bandung (Jurnal Penelitian Vol.9 No.1 Tahun 2009, halaman: 1) Memaparkan bahwa
dalam sistem bunyi bahasa
Perancis dengan jelas dibedakan secara fonemik antara [v] - [f], [z] - [s], [u] - [y], [o] - [ ], [s] - [ z], [oe] -[ø], dan lain-lain. Misalnya, untuk melafalkan kata-kata base [baz], basse [bas], bache, terdapat tiga fonem konsonan berbeda yaitu /z/, /s/, /_ / , kemudian kata rue [Ry] dan roue [Ru] , but [byt] dan bout [bu] memiliki dua fonem yang berbeda yaitu /y/ dan /u/. Sedangkan dalam bahasa Indonesia sistem bunyi tidak terlalu banyak variasinya. Misalnya, untuk mengucapkan kata baju,
Universitas Sumatera Utara
saku, buku, dan surat, hanya ada satu fonem yaitu /u/. Berdasarkan kenyataan yang ada perlu suatu model pelafalan bahasa Perancis agar dapat memudahkan siswa berbicara bahasa Perancis dengan benar. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengembangkan model pengajaran pelafalan bahasa Perancis dalam rangka meningkatkan kemampuan berbicara siswa SMA dan SMK di Kota dan Kabupaten Bandung. Secara khusus penelitian ini memiliki tujuan :1) melakukan analisis teoritis tentang pelafalan bahasa Perancis yang benar; 2) mengidentifikasi permasalahan pelafalan bahasa Perancis yang dihadapi siswa SMK dan SMK di Kota dan Kabupaten Bandung. Data yang diperlukan dalam penelitian ini akan dikumpulkan melalui studi dokumentasi dan observasi pembelajaran. Analisis data dilakukan sesuai dengan kebutuhan penelitian ini yaitu melalui analisis kualitatif maupun analisis kuantitaif. Hasil temuan dari penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi guru terutama siswa untuk meningkatkan kemampuan berbicara dalam bahasa Perancis. Chad Vicenik dalam makalahnya yang berjudul kajian akustik pada konsonan letusan bahasa Georgia (Jurnal Internasional Phonetic Association, Volume 40 No.1 April 2010, halaman 59) Studi ini mengkaji sifat-sifat ejektif, letusan-letusan bersuara dan tanpa suara dalam bahasa Georgia. suatu bahasa Kaukasia. dan mencari jawaban atas dua pertanyaan: (i) Ciri akustik mana yang membedakan ketiga tipe letusan? dan (ii) Apakah letusan dalam bahasa Georgia mengalami penguatan awal, dan jika begitu, apakah penguatan tersebut secara sintakmatik atau paradikmatik? Lima pembicara perempuan dicatat membaca kata-kata yang melekat pada frase pembawa dan cerita. Pengukuran akustik meliputi durasi penutupan, penyuaraan selama penutupan, penyuaraan yang
Universitas Sumatera Utara
tertinggal, intensitas ledakan relatif, saat-saat spektral dari letusan, fonasi (H1-H2) dan F0. dari hal-hal ini, penyuaraan selama penutupan, penyuaraan yang tertinggal, frekuensi pertengahan letusan, H1-H2 dan F0 dapat digunakan untuk membedakan tipe-tipe letusan, tapi tipe-tipe letusan ini tidak dapat dibedakan pada durasi penutupan atau intensitas ledakan relatif. Letusan-letusan dalam bahasa Georgia menunjukkan penguatan awal dan menunjukkan durasi penutupan, peninggalan suara yang lebih panjang, dan nilai H1-H2 yang lebih tinggi pada posisi prosodik yang lebih tinggi. Scott Myers dalam makalahnya yang berjudul asimilasi penyuaraan regresif: kajian produksi dan persepsi (Jurnal Internasional Phonetic Association, Volume 40 No.2 April 2010, halaman 163)Banyak bahasa memiliki pola fonologi pada asimilasi penyuaraan regresif, dimana hambatan dibutuhkan untuk mencocokkan hambatan berikut dalam penyuaraan (contoh: bahasa Rusia dan Sansekerta). Pembatasan pada distribusi kategori memiliki kesejajaran dalam fakta fonetik bahwa hambatan memiliki interval gelombang glotal yang lebih panjang ketika muncul sebelum bunyi yang disuarakan (voiced sound) daripada saat muncul sebelum bunyi yang tidak bersuara (voiceless sound). Hal ini menunjukkan bahwa pola fonologi muncul secara diakronis melalui reanalisis dari pola fonetik, dimulai dengan kecendrungan pendengar untuk mengidentifikasi suatu hambatan sebelum hambatan lain sebagai pencocokan hambatan yang sebelumnya dalam penyuaraaan. Makalah ini melaporkan dua percobaan yang dibuat untuk menguji premis pada laporan ini. Kajian produksi menjelaskan bagaimana penyuaraan hambatan dalam bahasa Inggris dipengaruhi oleh penyuaraan pada segmen berikut. Kajian persepsi menjelaskan bagaimana
Universitas Sumatera Utara
pengidentifikasian kategori penyuaraan dipengaruhi oleh efek-efek akustik pada konteks
segmen
berikut.
Ditemukan
bahwa
pendengar
cenderung
mengidentifikasi sebuah frikatif sebagai bunyi yang tidak disuarakan jika tergambardari posisi sebelum hambatan tanpa suara, tapi segmen bunyi yang disuarakan seperti yang disebutkan tidak memiliki efek signifikan pada identifikasi kelas suara. Pengimplikasian laporan diakronis asimilasi penyuaraan regresif telah dibahas. Marisa Lousada dan Andreia Hall dalam makalah mereka yang berjudul korelasi akustik temporal Voicing Contrast
dalam letusan bahasa Portugis
Eropa.(Jurnal Internasional Phonetic Association, Volume 40 No.3 April 2010, halaman 261) Kajian ini berpusat pada analisa temporal dari letusan-letusan /p b t d k g/ dan analisa penyuaraan dari letusan-letusan yang bersuara /b d g/ yang diproduksi pada posisi kata yang berbeda pada enam pembicara asli Portugis Eropa. Kajian ini menjelaskan peralatan akustik yang berhubungan dengan penyuaraan (voicing). Peralatan akustik tersebut mengukur: Voice Onset Time (VOT), durasi letusan, durasi penutupan, durasi pelepasan, durasi penyuaraan hingga penutupan, durasi vokal sebelumnya dan durasi vokal lanjutan. Hasilnya menunjukkan bahwa ketika [b d g] disuarakan, alat-alat akustik – durasi letusan, durasi penutupan, durasi pelepasan, durasi penyuaraan hingga penutupan, durasi vokal sebelumnya dan durasi vokal lanjutan – relevan untuk perbedaan penyuaraan. Implikasi untuk penelitian dan latihan dalam ujaran dan terapi bahasa telah dibahas. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mencari tahu bagaimana produksi dianalisa dalam kajian masa sekarang dapat diterima oleh pendengar, terutama produksi letusan-letusan yang tidak disuarakan (devoiced).
Universitas Sumatera Utara
Yi-Fen Liu dalam makalahnya yang berjudul pola linguistik terdeteksi melalui segmentasi prosodik dalam ujaran spontan Mandarin Taiwan (Jurnal Linguistic Patterns in Spontaneous Speech, Tahun 2009, halaman 147) Makalah ini menyatakan bahwa ujaran spontan, terbagi dalam unsur prosodik yang secara persepsi mudah dimengerti, dapat menyediakan banyak informasi linguistik dan dapat diamati dalam pola yang jelas. Kami memberikan kajian perintis dengan bukti empiris dan kuantitatif, mendukung gagasan bahwa unit prosodik dapat berguna untuk memperoses ujaran spontan secara otomatis. Konsistensi antarpelabel yang tinggi membuktikan penerapan segmentasi prosodik manusia. Serangkaian hasil kajian tentang ujaran spontan bahasa Mandarin Taiwan menunjukkan bahwa pola linguistik yang ditemukan dalam berbagai aspek linguistik , dalam teori dapat digunakan untuk pemrosesan dan pemahaman ujaran spontan. Dalam percobaan penandaian POS otomatis, ditunjukkan bahwa transkrip yang dibubuhi keterangan dengan batasan prosodik menerima hasil yang sedikit lebih baik daripada transkrip original yang hanya dibubuhi dengan penggiliran pembicara. Dengan mempergunakan batasan prosodik, kita dapat menangani masalah ketidaklancaran secara langsung. Kami juga menemukan bahwa isyarat frase leksikal dan wacana sering diproduksi secara teratur pada batasan prosodik. Chao-Yang Lee dalam makalahnya yang berjudul identifikasi pengubahan tekanan suara Mandarin secara skustik oleh pendengar non-pribumi (Jurnal Language and Speech, Volume 53, Part 2, 2010, halaman 217). Kajian ini meneliti pengidentifikasian penggalan tekanan suara bahasa Mandarin oleh pendengar non-pribumi. Kata-kata dalam bahasa Mandarin yang bersuku kata
Universitas Sumatera Utara
tunggal diproses secara digital untuk menghasilkan suku kata yang utuh, berpusat pada diam (silent-center), hanya berpusat ditengah (center-only), dan hanya dipermulaan (onset-only). Suku-suka kata tersebut direkam dengan dua frasa pembawa sehingga mengimbangi tekanan suara pembawa dan permulaan dari tekanan suara target yang secara terus menerus atau terhenti pada frekuensi dasar (F0). Suku-suku kata tersebut disajikan dengan frasa pembawa original, dipotong dari frasa pembawa atau dipotong dan disilangkan dengan frasa pembawa yang lain. Keakuratan respon dan waktu reaksi diukur, dan pola paduan tekanan suara telah dianalisa. Secara keseluruhan, identifikasi tekanan suara bervariasi sebagai kegunaan modifikasi dan tekanan suara. Suku kata yang utuh dan berpusat ditengah teridentifikasi dengan lebih akurat daripada
suku kata yang hanya
berpusat ditengah (center-only), dan hanya dipermulaan (onset-only). Tekanan suara 2 secara konsisten lebih menantang untuk diidentifikasi. Walaupun level hasil dari siswa kelas tiga mendekati hasil pendengar pribumi seperti yang dilaporkan oleh Lee, Tao, dan Bond (2008), pendengar non-pribumi tidak menunjukkan bukti penggunaan informasi co-artikukatoris. Meskipun demikian, keberlanjutan atau pemberhentian pada F0 antara pembawa dan tekanan target telah mempengaruhi identifikasi tekanan suara, menunjukkan pengaruh konteks dalam pengidentifikasian tekanan suara non-pribumi.
2.5
Kerangka Berfikir Penelitian ini akan mengukur prosodi mahasiswa bahasa Prancis di Medan
semester enam. Kerangka pikir teoretis yang digunakan sebagai pijakan analisis dalam penelitian ini berangkat dari kenyataan bahwa prosodi mahasiswa bahasa
Universitas Sumatera Utara
Prancis memiliki rentangan yang jauh dengan penutur asli. Prosodi ini mencakup frekuensi dan durasi. Setelah diukur prosodi dari mahasiswa semester enam tersebut maka dijumpai perbedaan yang jauh dengan prosodi penutur asli. Diduga bahwa kendala prosodi yang jauh dengan penutur aslinya disebabkan latarbelakang pembelajar bahasa Prancis memiliki dialek yang sesuai dengan sukunya masing-masing. Tujuan penelitian ini akan mengetahui kendala prosodi mahasiswa bahasa Prancis di Medan dengan melihat tolak ukur prosodi bahasa Prancis yang didapat dari prosodi penutur asli bahasa Prancis. Setelah didapatkan prosodi dari penutur asli bahasa prancis dan prosodi mahasiswa bahasa Prancis di Medan maka akan dibandingkan. Setelah itu akan terlihat seberapa jauhkah prosodi penutur asli bahasa Prancis dengan mahasiswa bahasa Prancis semester enam. Setelah diketahui prosodi perbandingan tersebut maka dapat diketahui kendala apa yang membuat mahasiswa bahasa Prancis semester enam masih banyak yang memiliki rentang prosodi yang jauh dengan penutur asli Bahasa Prancis. Maka akan diberikan solusi untuk memperbaiki prosodi mahasiswa bahasa Prancis agar mahasiswa memiliki rentangan prosodi yang tidak terlalu jauh dengan penutur asli bahasa Prancis.
Universitas Sumatera Utara