BAB II KONSEP DASAR DENGUE HEMORRHAGIC FEVER ( DHF )
A. Pengertian Beberapa pengertian Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) menurut beberapa ahli : 1. Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot, dan sendi yang disertai leucopenia, dengan/tanpa ruam (rash) dan limfadenopati. Trombositopenia ringan dan bintik-bintik perdarahan (petekie) spontan (Sjaefullah Noer, 2000 : 20). 2. Demam berdarah dengue adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus (Arthropodhornvirus) dan ditularkan melalui nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes albopictus (Ngastiyah, 2005 : 368). 3. Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut dengan ciri-ciri demam manifestasi perdarahan dan bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Mansjoer Arief, 2000 : 428). Bertolak dari babarapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa demam berdarah dengue adalah satu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam disertai gejala perdarahan, dan bila timbul renjatan dapat menyebabkan kematian.
B. Etiologi Penyakit DHF disebabkan oleh virus dengue yang dikenal ada 4 serotipe, yaitu tipe 1, 2, 3, dan 4. vector utama dengue di Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Vektor ini bersarang di tempat-tempat yang berisi air bersih. Faktor ini memiliki jarak terbang 40-400 meter. Adapun karakteristik dari nyamuk aedes aegepty adalah sebagai berikut: Badannya kecil, warna hitam dan berbelalang, menggigit pada waktu siang hari, badan mendatar pada saat menggigit, gemar hidup ditempat gelap, hidupnya atau berkembang biak ditempat penyimpanan air bersih, seperti misalnya; gentong air minum, bak kamar mandi dan lain sebagainya. (Syaefullah Noer, 1996 : 417)
C. Anatomi dan Fisiologi Menurut Syaifuddin (1997), Sistem sirkulasi adalah sarana untuk menyalurkan makanan dan oksigen dari traktus digestivus dan dari paru-paru ke sel-sel tubuh. Selain itu, sistem sirkulasi merupakan sarana untuk membuang sisa-sisa metabolisme dari sel-sel ke ginjal, paru-paru, dan kulit yang merupakan tempat ekskreasi sisa-sisa metabolisme. Organ-organ sistem sirkulasi mencakup jantung, pembuluh darah dan darah. 1. Jantung Merupakan organ yang berbentuk kerucut, terletak di dalam thorax, diantara paruparu, agak lebih ke arah kiri. Gambar 1 Sistem Peredaran Darah
(Syaifudin, 1995) Struktur Jantung
Gambar 2 Struktur Eksterior Jantung
Gambar 3 Struktur Interior Jantung (Syaifudin, 1995)
Struktur jantung : Struktur jantung mempunyai beberapa lapisan, diantaranya lapisan endokardium, mikokardium dan pericardium. Jantung juga mempunyai beberapa ruang yang terdiri dari atrium kanan, atrium kiri, ventrikel kanan dan ventrikel kiri. Jantung juga memiliki dua katub yaitu katub bikuspidalis dan katub trikuspidalis. Sirkulasi pada jantung merupakan kejadian yang terjadi dalam jantung selama peredaran darah. Gerakan jantung terdiri dari 2 jenis yaitu kontriksi (sistol) dan pengendoran (diastol). Kontriksi dari ke-2 atrium terjadi secara serentak yang disebut sistol atrial dan pengendorannya disebut diastol atrial. Lama kontriksi ventrikel kurang lebih 0,3 detik dan tahap pengendorannya selama 0,5 detik. Kontriksi kedua atrium pendek, sedangkan kontriksi ventrikel lebih lama dan lebih kuat. Daya dorong ventrikel kiri harus lebih kuat karena harus mendorong darah keseluruh tubuh untuk mempertahankan tekanan darah sistemik. Meskipun ventrikel kanan juga memompakan darah yang sama tapi tugasnya hanya mengalirkan darah kesekitar paru-paru dimana tekanannya lebih rendah. 2. Pembuluh darah Pembuluh darah ada tiga, yaitu : a. Arteri (Pembuluh nadi) Merupakan pembuluh darah yang keluar dari jantung yang membawa darah ke seluruh bagian dan alat tubuh. Pembuluh darah arteri yang paling besar yang keluar dari ventrikel sinistro disebut aorta. Arteri ini mempunyai dinding yang kuat dan tebal tetapi sifatnya elastis.
Arteri yang paling besar didalam tubuh yaitu aorta dan arteri pulmonal garis tengahnya kira-kira 1-3 cm, arteri ini mempunyai cabang – cabang ke seluruh tubuh yang disebut arteriola yang akhirya akan menjadi pembuluh darah rambut (vaskuler) Arteri mendapat darah dari darah yang mengalir didalamnya tetapi hanya untuk tunika intima, sedangkan untuk lapisan lainnya mendapat darah dari pembuluh darah yang disebut masa vasorumi. Disamping itu arteri dapat mengecil dan melebar (konstriksi dan dilatasi) disebabkan oleh karena pengaruh saraf dari susunan saraf otonom yang disebut vasomotor (vasodilator dan vaso konstruktor) b. Vena (Pembuluh Darah Balik) Merupakan pembuluh darah yang membentuk darah dari bagian / alatalat tubuh untuk kedalam jantung. Tentang batuk susunan dan juga pernafasan pembuluh darah yang menguasai vena sama dengan pada arteri. Katup-katup pada vena kebanyakan terdiri dari dua kelompok yang gunanya untuk mencegah darah agar tidak kembali lagi. Vena-vena yang ukurannya besar diantaranya vena tuba dan vena pulmonalis, vena-vena ini juga mempunyai cabang – cabang yang lebih kecil yang disebut venolus yang selanjutnya menjadi kapiler.
c. Kapiler (pembuluh rambut) Merupakan pembuluh darah yang sangat halus, diameternya kira-kira 0,008 mm. dindingnya terdiri dari suatu lapisan endotel pada bagian tubuh yang tidak terdapat kapiler yaitu rambut, kuku, dan tulang rawan. Fungsi kapiler : 1) Alat penghubung antara pembuluh darah arteri dan vena 2) Tempat terjadinya pertukaran zat-zat antara darah dan cairan jaringan 3) Mengambil hasil-hasil dari kelenjar 4) Menyerap zat makanan yang terdapat di usus 5) Menyaring darah yang terdapat di ginjal Pembuluh darah rambut / kapiler pada umumnya meliputi sel-sel jaringan. Oleh karenanya secara langsung berhubungan dengan sel karena dindingnya sangat tipis maka plasmaya dan zat makanan mudah merembes ke cairan jaringan antar sel. 3. Darah Darah adalah suatu jaringan tubuh yang terdapat didalam pembuluh darah yang warnanya merah. Darah selamanya beredar didalam tubuh oleh karena adanya kerja atau pompa jantung dan selama darah berada dalam pembuluh maka akan tetap encer, tetapi kalau darah keluar dari pembulunya maka darah akan menjadi beku. Apabila dilihat dibawah mikroskop maka nyatalah bahwa dalam darah tradapat benda-benda kecil bundar yang disebut sel-sel darah. Darah mempunyai beberapa fungsi yaitu sebagai alat pengangkut, sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan bibit penyakit dan racun yang akan
membinasakan tubuh dengan perantara leukosit, antibody atau zat-zat anti racun. Adapun komponen yang terdapat dalamdarah yaitu air, protein, mineral dan bahan organik (Syaifuddin, 1997 :58). Proses pembentukan sel darah (Hemopoesis) terdapat tiga tempat , yaitu : sumsum, hepar dan limpa. a. Sumsum tulang Sumsum tulang yang aktif dalam proses hemopoesis adalah : 1) Tulang vertebrae Vertebrae merupakan serangkaian tulang-tulang kecil yang tidak teratur bentuknya dan saling berhubungan, sehingga tulang belakang mampu melaksanakan fungsinya sebagai pendukung dan penopang tubuh. Tubuh manusia mempunyai 33 vertebrae, tiap vertebrae mempunyai korpus (badan ruas tulang belakang) berbentuk kotak dan terletak di depan dan menyangga berat badan. Bagian yang menjorok dari korpuas ke belakang disebut Arkus neoralis (lengkung neoral) yang dilewati medulla spinalis, yang membawa serabut-serabut dari otak ke semua bagian tubuh. Pada Arkus terdapat bagian yang menonjol pada vertebrae dan dilekati otot-otot yang menggerakkan tulang belakang, yang dinamakan Processus Spinalis. 2) Sternum (tulang dada) Sternum adalah tulang dada. Tulang ini sebagai pelekatan tulang kosta dan klavikula. Sternum terdiri dari manubrium sterni, Corpus Sterni, dan Processus Spinosis. 3) Costae (tulang iga)
Costae terdapat 12 pasang, 7 pasang costa vertebro sternalis, 3 pasang costa vertebro condralis dan 2 pasang costa fluktuantes. Costa di bagian posterior tubuh melekat pada tulang vertebrae dan di bagian anterior melekat pada tulang sternum, baik secara langsung maupun tidak langsung, bahkan ada yang sama sekali tidak melekat. b. Hepar Hepar merupakan kelenjar terbesar dari beberapa kelenjar pada tubuh manusia.
Organ ini terletak di bagian kanan atas abdomen di bawah
diafragma. Kelenjar ini terdiri dari 2 lobus yaitu lobus dextra dan lobus sinistra.
Dari kedua lobus tampak adanya ductus hepaticus dextra dan
ductuas hepaticus sinistra, keduanya bertemu membentuk ductus hepaticus komunis.
Ductus hepaticus comunis menyaut dengan ductus sistikus
membentuk ductus coledakus. c. Limpa Limpa terletak di bagian kiri atas abdomen limpa berbentuk setengah bulan berwarna kemerahan. Limfa adalah organ berkapsula dengan berat normal 100 – 150 gr. Limpa mempunyai 2 fungsi sebagai organ limfoid dan memfagosit material tertentu dalam sirkulasi darah. Limpa juga berfungsi menghancurkan sel darah merah yang rusak. Volume darah pada tubuh yang sehat atau orang dewasa terdapat darah kira-kira 1/13 dari berat badan atau kira-kira 4-5 liter.
Keadaan jumlah
tersebut pada tiap-tiap orang tidak sama tergantung pada umur, pekerjaan, keadaan jantung atau pembuluh darah.
Tekanan viskositas atau kekentalan dari pada darah lebih kental dari pada air yaitu mempunyai berat jenis 1,041 – 1,067 dengan temperatur 380C dan PH 7,37 – 7,45 (Syaifudin,1997).
D. FISIOLOGI 1. Pengertian Darah adalah suatu cairan kental yamg terdiri dari sel-sel dan plasma (Guyton, 1992 ). Darah adalah suatu jaringan tubuh yang terdapat didalam pembuluh darah yang warnanya merah (Syaifudin, 1997). Darah adalah suatu cairan kental yang terdiri dari sel-sel dan plasma yang mengandung elektrolit (Elizabet, 2000). 2. Proses pembentukan darah Pembentukan sel darah baik itu sel darah merah, sel darh putih dan trombosit dibentuk dihati dan limpa pada janin dan sum sum tulang setelah lahir. Hemopoesis berawal disum sum tulang yang masih aktif (vertebrae, sternum, dan costa) dari sel sel bakal pluripotensial (berarti memiliki banyak potensi / kemungkinan). Sel sel bakal adalah sumber dari semua sel darah. Sel sel darah ini mengalami reproduksi sel melalui proses replikasi DNA dan mitosis, serta diferensiasi sel waktu mereka mulai berpisah dan berkembang menjadi sel darah merah, sel darah putih dan trombosit. Proses hemopoesis juga berlangsung dilimpa. Limpa adalah tempat hemopoesis pada janin, setelah lahir limpa mengandung makrofag jaringan dan agregat
limfosit. Limpa berfungsi sebagai tempat penyimpanan besi yang dihasilkan katabolisme Hb. Besi disimpan dalam makrofag limpa sampai diperlukan lagi untuk membentuk sel darah merah baru tanpa adanya limpa dapat terjadi defisiensi besi ( Elizabet, 2000). Hati berperan membentuk darah dan heparin dihati dan juga berfungsi mengalirkan darah ke jantung. Dalam hati, sel darah merah akan rusak karena terdapat sel sel retikulo endotilium (RES). Perusakan ini juga terjadi dalam limpa dan sum sum tulang. Selama 6 bulan kehidupan janin, hati memproduksi sel sel darah merah dan setelah itu fungsi tersebut diambil alih olrh sum sum tulang. Sepanjang masa kehidupannya, sel sel darah merah dihancurkan dalam sel sel sistem reyikulo endotilium, termasuk yang melapisi sinosoid hati (Syaifudin, 1997). 3. Fungsi darah Fungsi darah secara umum terdiri atas : a. Sebagai alat pengangkut 1) Mengambil O2 atau zat makanan dari paru-paru untuk diedarkan ke seluruh jaringan tubuh 2) Mengangkut CO2 dari jaringan untuk dikeluarkan melalui paru-paru 3) Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan dibagikan ke seluruh jaringan atau alat tubuh. 4) Mengangkat atau mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh untuk dikeluarkan melalui kulit dan ginjal.
b. Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan bibit penyakit dan racun yang akan membinasakan tubuh dengan perantaraan leokusit, antibodi atau zat-zat anti racun. c. Menyebarkan panas ke seluruh tubuh Fungsi khususnya diterangkan lebih banyak di struktur/bagian-bagian dari masing-masing sel-sel darah dan plasma darah (Syaifudin, 1997). 4. Bagian-bagian darah Darah terdiri dari dua bagian, yaitu : a. Sel-sel darah, ada tiga macam yaitu : 1) Eritrosit (sel darah merah) Eritrosit merupakan cakram bikonkaf yang tidak berinti, ukurannya kira-kira 8 m, tidak dapat bergerak. Banyaknya kira-kira 5 juta dalam mm3. Eritrosit berwarna kuning kemerah-merahan karena di dalamnya mengandung suatu zat yang disebut hemoglobin.
Warna ini akan
bertambah merah jika di dalamnya banyak mengandung O2. Fungsi dari eritrosit adalah mengikat O2 dari paru-paru untuk diedarkan ke seluruh jaringan tubuh dan mengikat CO2 dari jaringan tubuh untuk dikeluarkan melalui paru-paru-paru. Pengikatan O2 dan CO2 ini dilakukan oleh hemoglobin yang telah bersenyawa dengan O2 disebut oksi hemoglobin (Hb+ O2 → HbO2). Jadi O2 diangkut dari seluruh tubuh sebagai oksihemoglobin dan kemudian dilepaskan dalam jaringan HbO2 → Hb + O2 dan seterusnya Hb akan mengikat dan bersenyawa
dengan CO2 yang disebut karbodioksisa
hemoglobin (Hb + CO2 → HbCO2) yang mana CO2 akan dilepaskan di paru-paru. Eritrosit dibuat dalam
sumsum tulang, limpa, dan hari, yang
kemudian akan beredar ke seluruh tubuh selama 14 -15 hari, setelah itu akan mati. Hemoglobin yang keluar dari eritrosit yang mati akan terurai menjadi dua zat yaitu hematin yang mengandung Fe yang berguna untuk pembuatan eritrosit baru dan berguna untuk mengikat O2 dan CO2. jumlah Hb dalam orang dewasa kira-kira 11,5-15 mg%. Normal Hb wanita 11,5-15,5 mg% dan Hb laki-laki 13,0 – 17,0 mg%. Di dalam tubuh banyaknya sel darah merah ini bisa berkurang, demikian juga banyaknya hemoglobin dalam sel darah merah. Apabila keduanya berkurang maka keadaan in disebut anemia. Biasanya hal ini disebabkan karena perdarahan yang hebat
dan gangguan dalam
pembuatan eritrosit. 2) Leukosit (sel darah putih) Sel darah yang bentuknya dapat berubah-ubah d an dapat bergerak dengan perantara kaki palsu (pseudopodia) mempunyai bermacam-macam inti sel sehingga dapat dibedakan berdasarkan inti sel. Leukosit berwarna bening (tidak berwarna), banyaknya kira-kira 4000 – 11000/mm3. Leukosit berfungsi sebagai serdadu tubuh, yaitu membunuh dan memakan bibit penyakit atau bakteri yang masuk ke dalam tubuh jaringan RES (retikulo endotel System).
Fungsi yang lain yaitu sebagai
pengangkut, dimana leukosit mengangkut dan membawa zat lemak dari dinding usus melalui limpa ke pembuluh darah. Sel leukosit selain di dalam pembuluh darah juga terdapat di seluruh jaringan tubuh manusia. Pada kebanyakan penyakit disebabkan karena kemasukan kuman atau infeksi maka jumlah leokosit yang ada dalam darah akan meningkat. Hal ini disebabkan sel leokosit yang biasanya tinggal di dalam kelenjar limfe sekarang beredar dalam darah untuk mempertahankan tubuh terhadap serangan bibit penyakit tersebut. macam-macam leokosit meliputi :
a) Agranulosit Sela yangn tidak mempunyai granula, terdiri dari : 1) Limfosit Leokosit yang dihasilkan dari jaringan RES (Retikulo Endotel System) dan kelenjar limfe di dalam sitoplasmanya tidak terdapat granula
dan Intinya besar, banyaknya 20-25%.
Fungsinya
membunuh dan memakan bakteari yang masuk ke dalam jaringan tubuh. 2) Monosit Fungsinya sebagai fagosit dan banyaknya 34%. b) Granulosit 1) Neotrofil Mempunyai inti, protoplasma banyaknya bintik-bintik, banyaknya 60-70%. 2) Eosinofil Granula lebih besar, banyaknya kira-kira 24%. 3) Basofil Inti teratur dalam protoplasma terdapat granula besar, banyaknya ½ %. 3). Trombosit (sel pembeku) Merupakan benda-benda kecil yang bentuknya dan ukurannya bermacam-macam, ada yang bulat dan ada yang lonjong. Warnanya putih dengan jumlah normal 150.000-450.000/mm3. Trombosit memegang
peran penting dalam pembekuan darah, jika kurang dari normal. Apabila timbul luka, darah tidak lekas membeku sehingga timbul perdarahan terus menerus. Proses pembekuan darah dibantu oleh zat Ca2+ dan fibrinogen. Fibrinogen mulai bekerja apabila tubuh mendapat luka. Jika tubuh terluka, darah akan keluar, tombosit pecah dan akan mengeluarkan zat yang disebut trombokinase.
Trombokinase akan bertemu dengan
protombin dengan bantuan Ca2+ akan menjadi trombin. Trombin akan bertemu dengan fibrin yang merupakan benang-benang halus, bentuk jaringan yang tidak teratur letaknya, yang akan menahan sel darah, dengan demikian terjadi pembekuan. b. Plasma darah Bagian darah yang encer tanpa sel-sel darah warna bening kekuningan hampir 90% plasma darah terdiri dari : 1) Fibrinogen yang berguna dalam proses pembekuan darah 2) Garam-garam mineral (garam kalsium, kalium, natrium, dan lain-lain yang berguna dalam metabolisme dan juga mengadakan osmotik.) 3) Protein darah (albumin dan globulin) meningkatkan viskositas darah dan juga menimbulkan tekanan osmotic untuk memelihara keseimbangan cairan dalam tubuh. 4) Zat makanan (zat amino, glukosa lemak, mineral, dan vitamin) 5) Hormon yaitu suatu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh. 6) Antibodi atau anti toksin
Hematokrit adalah presentase darah yang berupa sel. Harga normal hematokrit adalah 40,0-54,0%. Efek hematokrit terhadap viskositas darah makin besar presentase sel darah merah yaitu makin besar hematokrit (Price, Sylvia 1996 dan Syaifudin 1997).
E. Patofisiologi Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk aedes aegepty terjadi viremia, yang ditandai dengan demam mendadak tanpa penyebab yang jelas disertai gejala lain seperti sakit kepala, mual, muntah, nyeri otot, pegal di seluruh tubuh, nafsu makan berkurang dan sakit perut, bintik-bintik merah pada kulit. Selain itu kelainan dapat terjadi pada sistem retikulo endotel atau seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati, dan limpa. Pelepasan zat anafilatoksin, histimin dan serotin serta aktivitas dari sistem kalikrein menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding kapiler/vaskuler ehingga cairan dari intravascular keluar ke ekstravakular atau terjadi pembesaran plasma akibat terjadi pengurangan volume plasma yang terjadi hipovolemia, penurunan tekanan darah hemokosentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan. Selain itu, sistem retikulo endotel bisa terganggu sehingga menyebabkan reaksi antigen antibodi yang akhirnya bisa menyebabkan anaphylaxia. Akibat lain dari virus dengue dalam peredaran darah akan menyebabkan depresi sumsum tulang sehingga akan terjadi trombositopenia yang berlanjut akan menyebabkan perdarahan karena gangguan trombosit dan kelainan koagulasi dan akhirnya sampai pada perdarahan kelenjar adrenalin.
Plasma merembes sejak permulaan demam dan mencapai puncaknya saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat berkurang sampai 30% atau lebih. Bila renjatan hipovolemik yang terjadi akibat kehilangan plasma yang tidak dengan segera di atasi maka akan terjadi anoksia jaringa, asidosis metabolik dan kematian. Terjadinya renjatan ini biasanya pada hari ke-3 dan ke-7. Reaksi lainnya yaitu terjadi perdarahan yang diakibatkan adanya gangguan pada hemostasis yang mencakup perubahan vascular, trombositopenia (trmbosit < 100.000/mm3), menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protrombin, faktor V, IX, X dan fibrinogen).
Pembekuan yang meluas pada
intravascular (DIC) juga bisa terjadi saat renjatan. Perdarahan yang terjadi seperti ptekiae, ekimosis, pupura, epistaksis, perdarahan gusi, sampai perdarahan hebat pada traktus gastrointestinal (Effendy 1995 & Syaifullah Noer, 2000).
F. Manifestasi Klinik Tanda dan gejala yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF dengan usia inkubasi antara 13 – 15 hari. Adapun tanda dan gejala menurut WHO (1975) : 1. Demam mendadak dan terus menerus 2-7 hari 2. Manifestasi perdarahan, paling tidak terdapat uji tornikuet positif, seperti perdarahan pada kulit, (petekie, ekimosis, epistaksis, hematemesis, hematuri, dan melena. 3. Pembesaran hati (sudah dapat diraba sejak permulaan sakit) 4. Syok yang ditandai dengan nadi lemah, cepat disertai tekanan darah menurun (tekanan sitolik menjadi 80 mmHg atau kurang dan diastolic 20 mmHg atau
kurang), disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, penderita gelisah, timbul sianosis di sekitar mulut. Selain timbul demam, perdarahan yang merupakan ciri khas DHF gambaran klinis lain yang tidak khas dan biasa dijumpai pada penderita DHF adalah : a. Keluhan pada saluran pernafasan seperti batuk, pilek, sakit waktu menelan. b. Keluhan pada saluran pencernaan, mual, muntah, anoreksia, diare, konstipasi. c. Keluhan sistem tubuh yang lain : nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot, tulang dan sendi, nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal-pegal pada seluruh tubuh dan lain-lain. d. Temuan-temuan laboratorium yang mendukung adalah trombositopenia (kurang atau sama dengan 100.000/mm3) dan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit lebih atau sama dengan 20%) (Effendy,1995). G. Klasifikasi DHF Berdasarkan patokan dari WHO (1999) DBD dibagi menjadi 4 derajat : 1. Derajat I Demam disertai gejala klinis lain, tanpa pendarahan spontan Uji tourhiguet (+) trombosit dan hemokonsentrasi 2. Derajat II Derajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain 3. Derajat III Ditemukan kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah (hipotensi), gelisah sianesis, sekitar mulut, hidung dan ujung jari 4. Derajat IV
Syok hebat dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur. ( Effendy, 1995) Uji turniket Uji turnikrt dilakukan untuk mengetahui adanya perdarahan dibawah kulit. Hasilnya dikatakan positif jika tampak adanya petekie atau bintik-bintik merah dibawah kulit. Sebagian orang dewasa mungkin menunjukkan hasil positif tergantung dari tekstur, ketipisan dan suhu kulit mereka, sehingga uji turniket bukan satu satunya pemeriksaan untuk menentukan diagnosa demam berdarah. (Penderita yang menunjukkan hasil positif belum tentu menderita DHF). Akan tetapi penderita DHF biasanya menunjukkan hasil yang positif pada uji turniket. Pemeriksaan ini bisa memberikan hasil negatif atau positif lemah selama masa renjatan besar, apabila diulangi pada umumnya akan dapat hasil positif. Uji turniket dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan tekanan darah, selanjutnya tekanan ditetapkan antara sistolik dan diastolik pada alat pengukur yang dipasang dilengan atas. Tekanan ini diusahakan menetap selama percobaan. Setelah dilakukan tekanan selama 5 menit perhatikan adanya bintik bintik merah pada kulit dilengan bawah bagian media pada sepertiga bagian proksimaL. Uji turniket ini dinyatakan positif bila pada 7,84 cm2 didapat lebih dari 20 bintik bintik (WHO, 1975). Gambaran hasil uji turniket positif dengan skala 1+ sampai 4+ 1+
: Sedikit bintik bintik merah pada daerah lengan anterior
2+
: Banyak bintik bintik merah pada daerah lengan anterior
3+
: Banyak bintik bintik merah pada daerah lengan dan tangan
4+
: Penuh dengan bintik bintik merah pada seluruh lengan dan tangan
( Grant, 1998 :86)
H. Komplikasi Komplikasi yang tidak segera ditangani adalah perdarahan, kegagalan sirkulasi, hepatomegali dan efusi pleura. Perdarahan pada DHF disebabkan adanya perubahan vaskuler, penurunan jumlah trombosit / trombositopenie (< 100.000/mm3) dan koagulopati. Trimbositopenia dihubungkan dengan meningkatnya megakoriosit muda dalam sum sum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit. Tendensi perdarahan terlihat pada uji turniket positif, petekie, purpura, ekimosis dan perdarahan saluran cerna; hematemesis dan melena. Kegagalan sirkulasi atau DSS (Dengue Syok Syndrome) pada DHF biasanya terjadi sesudah hari ke 3-7, disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi kebocoran plasma, efusi cairan serosa kerongga pleura dan peritonium, hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan hipovolemi yang mengakibatkan berkurangnya aliran balik vena (Venous Return), preload miokardium, volume sekuncup dan curah jantung sehingga terjadi disfungsi atau kegagalan sirkulasi dan penurunan perfusi organ. DSS yang disertai dengan kegagalan homeostasis mengakibatka aktivitas dan integritas sistem kardiovaskuler terganggu, perfusi miokard dan curah jantung menurun, sirkul;asi darah terganggu dan terjadi iskemia jaringan dan kerusakan fungsi sel secara progresif dan irreversibel, terjadi kerusakan sel dan organ sehingga pasien akan meninggal dalam 12-24 jam. Hepatomegali terjadi karena viremia yang terjadi yang menstimulasi RES dan merangsang sel sel kupfer untuk menghancurkan virus tersebut (makrofag). Sel kupfer juga melepaskan imunoglubulin (IgG) sehingga terjadi komplek antivirus
antibody. Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang berhubungan dengan nekrosis karena perdarahan, yang terjadi pada lobulus hati dan sel sel kapiler. Terkadang tampak sel metrofil dan limfosit yang lebih banyak dikarenakan adanya reaksi atau komplek virus antibody. Efusi pleura adalah terjadi karena adanya kebocoran plasma yang mengakibatkan ekstravasasi cairan intra vaskuler. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya cairan dalam rongga pleura. Dengan adanya efusi pleura akan terjadi dispnea,sesak napas dikarenakan proses pertukaran gas yang terganggu (Syaifullah, 2000 & Hadinegoro, 1999).
I. Penatalaksanaan Pada dasarnya pasien DBD bersifat simtomatis dan suportif.
Pengobatan
terhadap virus ini sampai sekarang bersifat menunjang agar pasien dapat bertahan hidup. Pasien yang diduga kuat menderita demam berdarah dengue harus dirawat di rumah sakit karena memerlukan pengawasan terhadap kemungkinan terjadi syok atau perdarahan yang dapat mengancam keselamatan jiwa pasien. 1. DBD tanpa renjatan Adapun tindakan yang harus dilakukan keperawatan dan tindakan non perawatan a. Tindakan keperawatan Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah dapat menyebabkan pasien dehidrasi dan haus. 1). Pasien harus diberi banyak minum yaitu 1 ½ - 2 liter dalam waktu 24 jam 2). Dapat juga diberikan teh manis, susu, sirup dan bila perlu oralit
3). Memberikan obat anti piretik (arti penurun panas) 4). Berikan kompres 5). Tirah baring 6). Diet makan lunak 7). Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan). Jika kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam 8). Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut 9). Pemberian antibiotika bila terdapat kekhawatiran infeksi sekunder (kolabnorasi dengan dokter) b. Tindakan non keperawatan 1) Pada pasien diduga menderita DBD harus diperiksa Ht, Hb dan trombosit atau pemeriksaan laboratorium 2) Pemeriksaan foto roentgen Infus diberikan pada pasien DHF tanpa renjatan apabila pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam terjadinya dehidrasi atau hematokrit yang cenderung meningkat. 2. DBD disertai renjatan (DSS) Pasien yang mengalami renjatan atau syok harus segera dipasang infuse karena sebagai pengganti cairan akibat kebocoran plasma. Cairan yang biasanya diberikan adalah ringer laktat, jika pemberi cairan itu tidak dapat mengatasi maka harus diberikan plasma banyaknya pemberian adalah 20-30 ml/kg BB. Pada pemberian pada pasien yang mengalami renjatan berat maka pemberian cairan harus diguyur, dengan cara membuka klem infuse.
Pada pasien dengan renjatan yang berulang-ulang maka harus dipasang CVP (central venous pressure), yaitu pengaturan vena sentral untuk mengukur tekanan vena sentral melalui safena magna atau vena jugularis, dan biasanya pasien dirawat di ICU. Tranfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointesnial yang hebat kadang-kadang perdarahan gastrointestinal dapat digunakan apabila nilai hemoglobin dan hematokrit menurun sedangkan perdarahannya sendiri tidak kelihatan. Adapun tindakan yang harus dilakukan antara tindakan keperawatan dan non keperawatan : a. Tindakan keperawatan 1) Memasang cairan infuse karena sebagai pengganti cairan akibat kebocoran plasma, cairan yang biasanya diberikan adalah ringer laktat 2) Memberikan tranfusi darah pada pasien dengan perdarahan b. Tindakan non keperawatan Pada pasien dengan renjatan yang berulang-ulang maka harus dipasang CVP (Central Venous Pressure), yaitu pengaturan vena sentral untuk mengukur tekanan vena sentral melalui savena magna. Kebutuhan cairan pada dehidrasi sedang (deficit cairan 5 – 8%) Berat Badan (kg)
Jumlah cairan (ml/kg BB/hari)
<7
220
7 – 11
165
12 – 18
132
> 18
88
Kebutuhan cairan rumatan Berat Badan (kg)
Jumlah cairan (ml)
10
100 / kg BB
10 – 20
1000 + 50 x kg BB (diatas 10)
> 20
1500 + 20 x kg BB (diatas 20) (Effendy, 1995 & Ngastiyah, 2005)
J. Pengkajian Fokus Dalam melakukan asuhan keperawatan pengkajian merupakan dasar utama dan hal yang penting dilakukan, baik di saat penderita pertama kali masuk rumah sakit maupun selama penderita dalam masa perawatan. Data yang diperoleh dalam digolongkan menjadi 2 yaitu data dasar dan data khusus. 1. Data dasar Data yang perlu dikaji meliputi : a. Pola nutrisi dan antibody Gejala
: penurunan nafsu makan Mual muntah Haus Sakit saat menelan, nyeri ulu hati
Tanda
: mukosa mulut kering Perdarahan gusi, lidah kotor (kadang-kadang) Hiperoiremia pada tenggorokan
Nyeri tekan pada ulu hati b. Pola eliminasi Tanda
: konstipasi Penurunan berkemih Melena, hermaturia (tahap lanjut)
c. Pola aktivitas dan latihan Tanda
: dispne, pola nafas tidak efektif, karena efusi pleura
d. Pola istirahat dan tidur Gejala
: kelemahan, kesulitan tidur, karena demam/ panas/ menggigil
Tanda
: nadi cepat dan lemah Dispne, sesak karena efusi pleura Nyeri epigastrik, nyeri otot/sendi
e. Pola persepsi sensori dan kognitif Gejala
: Nyeri ulu hati, nyeri otot/sendi Pegal-pegal seluruh tubuh
Tanda
: Cemas, gelisah
f. Persepsi diri dan konsep diri Tanda
: ansietas, ketakutan, gelisah
g. Sirkulasi Gejala
: Sakit kepala/pusing, gelisah
Tanda
: Nadi cepat dan lemah Hipotensi Ekstrimitas dingin
Dispnea Perdarahan nyata (kulit epistaksis, Melena hematuria) Peningkatan hematokrit 20% atau lebih Trombosit kurang dari 100.000/mikroliter h. Keamanan Gejala
: adanya penurunan imunitas tubuh, karena hipoproteinema Gatal-gatal pada kulit
Tanda
: mudah terjadi infeksi Suhu tubuh tinggi, demam Pembesaran hati/ limpa ( Effendy, 1995 & Syaifullah, 1999)
i. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik meliputi : 1) Keadaan umum pasien : lemah 2) Kesadaran : kompomentis, apatis, somnolen, soporokoma, koma, reflek, sensibilitas, nilai gasglow coma Scale (GCS). 3) Tanda-tanda vital : tekanan darah (hipotensi), suhu (meningkat), nadi (tachikardi), pernafasan (cepat) 4) Keadaan : kepala (pusing), mata, telinga, hidung (epitaksis), mulut (mukosa kering, lidah kotor, perdarahan gusi), leher, rectum, alat kelamin, anggota gerak (dingin), kulit (petekie). 5) Sirkulasi : turgor (jelek) 6) Keadaan abdomen :
Inspeksi
: datar
Palpasi
: teraba pembesaran pada hati
Perkusi
: bunyi timfani
Auskultasi
: peristaltic usus
2. Data khusus Data khusus digolongkan menjadi dua, yaitu data subyektif dan data obyektif. a. Data subyektif Pada pasien DHF data subyektif yang sering ditemukan adalah : 1) Lemah 2) Panas atau demam 3) Sakit kepala 4) Anoreksia (tidak nafsu makan, mual, sakit saat makan) 5) Nyeri ulu hati 6) Nyeri pada otot dan sendi 7) Pegal-pegal pada seluruh tubuh 8) Konstipasi b. Data obyektif Data obyektif yang dijumpai pada penderita DHF adalah : 1) Suhu tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan 2) Mukosa kering, perdarahan pada gusi, lidah kotor 3) Tampak bintik merah pada kulit (ptikeae) uji tournikuet posifitf, epistaksis, (perdarahan pada hidung), ekimosis, hematoma, hematemesis, melena.
4) Hiperemia pada tenggorokan 5) Nyeri tekan pada epigastrik 6) Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limfa 7) Pada renjatan nadi cepat dan lemah, hiotensi, ekstrimitas dingin, gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal. 3. Pemeriksaan penunjang Untuk
menegakkan
ntibody c
DHF
perlu
dilakukan
berbagai
pemeriksaan penunjang, diantaranya adalah pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiology (Effendy, 1995). a. Pemeriksaan laboratorium 1) Pemeriksaan darah Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai : a) IgG dengue positif b) Trombositopenia (Penurunan kadar trombosit < 150.000) c) Hemoglobin meningkat >20% d) Hemokonsentrasi ( hematokrit meningkat > 37.0 ) e) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan : hipoproteinemia, hiponatremia, hipokalmia f) SGOT dan SGPT mungkin meningkat g) Ureum dan pH darah mungkin meningkat h) Waktu perdarahan memanjang i) Pada analisa gas darah arteri menunjukkan asidois metabolik PCO2 < 35-40 mmHg, HCO3 rendah.
2) Pemeriksaan urine Pada pemeriksaan urine dijumpai albumin ringan 3) Pemeriksaan serologi Melakukan
pengukuran
ntibody
pasien
dengan
cara
HI
test
(Hemoglobination Inhibiton test) atau dengan uji pengikatan komplemen (komplemen fixation test) pada pemeriksaan serologi di butuhkan dua bahan pemeriksaan yaitu pada masa akut dan pada masa penyembuhan. Untuk pemeriksaan serologi diambil darah vena 2-5 ml. b. Pemeriksaan radiology 1) Foto thorax Pada foto thorax mungkin dijumpai pleura effusion 2) Pemeriksaan USG Pada USG didapatkan hematomegali dan splenomegali. (Effendy, 1995) c. Pengkajian Tumbuh Kembang Dari 4 sampai 5 tahun -
Melompat dan menari
-
Menggambar orang terdiri dari kepala, lengan, badan
-
Memggambar segi empat dan segitiga
-
Pandai bicara
-
Dapat menghitung jari-jarinya
-
Dapat menyebut hari-hari dalam seminggu
-
Mendengar dan mengulang hal-hal penting dan cerita
-
Minat kepada kata baru dan artinya
-
Memprotes bila dilarang apa yang diingininya
-
Mengenal 4 warna
-
Memperkirakan bentuk dan besarnya benda, membedakan besar dan kecil
-
Menaruh minat kepada aktivitas orang dewasa
1) Tahap Praoperasional (2-7 tahun) Tahap ini dibedakan menjadi dua tahap yaitu prakonseptual (2-4 tahun) dan intuitif (4-7 tahun). Pola berfikir yang egosentris yaitu aktivitas yang ia lakukan dan rangsangan yang ia terima daripadanya. Dalam masa intuitif pola berfikirnya masih didasarkan atas intuisi penalaran terpusat pada bagian-bagian tertentu objek berdasarkan atas penampakan tertentu (Soetjiningsih,1995)
K. Pathways Virus Dengue Masuk tubuh manusia melalui gigitan nyamuk aedes aigepty Viremia
Permeabilitas vaskuler meK
Nyeri otot tulang dan sendi iskositas
Stimulasi RES (Reticulo endotelium sistem)
Kebocoran plasma
Gg. rasa nyaman nyeri
Hepatomegali
-
Ht meningkat Hipoproteinemia Efusi serosa Hiponatremi
Hipovolemi Syok hipovolemi Syok - Ht meningkat - Hipoproteinemia - Efusi serosa - Hiponatremi Defisit vol cairan & elektrolit
Mendesak rongga abdomen
Penumpukan ekstravaskuler + rongga seorsa
Nafsu makan L
Pleura
Intake nutrisi kurang dari kebutuhan
Efusi
Ht meK viskositas K
Dipsnea
Aliran darah lambat
Pola nafas tidak efektif
Suplai O2 perfusi jar Gg. perfusi jaringan
(Arief, Mansjoer, 2000)
L. Diagnosa Keperawatan 1. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan berpindahnya cairan intraseluler ke ekstraseluler (kebocoran plasma dari endotel) 2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penampakan cairan di rongga paru (effusi pleura) 3. Gangguan perfusi jaringan tubuh berhubungan dengan suplai oksigen dalam jaringan menurun. 4. Hipertemia berhubungan dengan viremia 5. Nyeri abdomen: berhubungan dengan proses patologis (viremia) 6. Intake nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia ( Carpenito, 2000).
M. Fokus Intervensi 1. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan berpindahnya cairan intraseluler ke ekstraseluler (kebocoran plasma dari endotel) Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan defisit volume cairan dapat terpenuhi
Kriteria hasi : a.
Menyatakan pemahaman faktor penyebab dan perilaku yang perlu untuk memperbaiki defisit cairan
b.
Menunjukkan perubahan keseimbangan cairan, dibuktikan oleh haluaran urine adekuat, tanda-tanda vita stabil, membaran mukosa lembab, turgor kulit baik
Rencana tindakan :
a. Mengobservasi adanya tanda-tanda syok Rasional : agar dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani syok yang dialami pasien. b. Mengkaji keadaan umum pasien (lemah, pucat, tachikardi) serta tanda-tanda vital Rasional : menetapkan data dasar pasien, untuk mengetahui dengan cepat penyimpangan dari keadaan normalnya. c. Mengkaji tanda dan gejala dehidrasi atau hipovolumik (riwayat muntah, diare, kehausan, turgor jelek) Rasional : untuk mengetahui penyebab defisit volume cairan, jika haluaran urine < 25 ml/jam, maka pasien mengalami syok. d. Mengkaji perubahan haluaran urine dan monitor asupan haluaran Rasional : untuk mengetahui keseimbangan cairan e. Mengkaji perubahan haluaran urine dan monitor asupan haluaran Rasional : untuk mengetahui keseimbangan cairan f. Menganjurkan pasien untuk banyak minum Rasional : Asupan cairan sangat diperlukan untuk menambah volume cairan tubuh g. Memberikan cairan intravascular sesuai program dokter Rasional : pemberian cairan IV sangat penting bagai pasien yang mengalami defisit volume cairan dengan keadaan umum yang buruk karena cairan langsung masuk ke dalam pembuluh darah.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penampakan cairan di rongga paru (effuse pleura) Tujuan : setelah dilakukan keperawatan pada nafas menjadi efektif atau normal Kriteria hasil : a. Menunjukkan pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam rentang normal dan paru jelas dan bersih b. Berpartisipasi dalam aktivitas atau perilaku peningkatan fungsi paru Rencana tindakan : a. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada Rasional : kecepatan biasanya meningkat, dispnea dan terjadi peningkatan kerja nafas b. Auskultasi bunyi dan catat adanya bunyi nafas mengi, rochi. Rasional : rochi dan mengi menyertai obstruksi jalan nafas atau kegagalan pernafasan c. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan, pengubahan posisi meningkatkan pengisian udara segmen paru.
d. Bantu pasien mengatasi takut atau ansietas Rasional : Perasaan
takut
dan
ansietas
berat
berhubungan
dengan
ketidakmampuan bernafas atau terjadinya hipoksemia. e. Berikan oksigen tambahan Rasional : memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas. 3. Gangguan perfusi jaringan tubuh berhubungan dengan suplai oksigen dalam jaringan menurun. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan suplai oksigen ke jaringan adekuat Kriteria hasil : Menunjukkan peningkatan perfusi secara individual misalnya status mental biasa atau normal, irama jantung atau frekuensi dan nadi perifer dalam batas normal, tidak ada sianosis dan kulit hangat Rencana tindakan : a. Observasi warna dan suhu kulit atau membrane mukosa Rasional : kulit pucat atau sianosis, kuku, membran bibir, atau lidah dingin menunjukkan vasokontruksi perifer (syok) atau gangguan aliran darah perifer. b. Observasi perubahan status mental Rasional : gelisah, bingung, disorientasi dapat menunjukkan gangguan aliran darah serta hipoksia. c. Auskultasi frekuensi dan irama jantung, catat adanya bunyi jantung ekstra
Rasional : tachikardi
sebagai
akibat
hipoksemia
kompensasi
upaya
peningkatan aliran darah dan perfusi jaringan, gangguan irama berhubungan dengan hipoksemia, ketidakseimbangan elektrolit. Adanya bunyi jantung tambahan terlihat sebagai peningkatan kerja jantung d. Ukur haluaran urine dan catat berat jenis urine Rasional : syok lanjut atau penurunan curah jantung menimbulkan penurunan perfusi ginjal. Dimanifestasikan oleh penurunan haluaran urine dengan berat jenis normal atau meningkat. e. Berikan cairan intra vena atau peroral sesuai indikasi Rasional : Peningkatan cairan diperlukan untuk menurunkan hiperviskositas darah (potensial pembentukan thrombus) atau mendukung volume sirkulasi atau perfusi jaringan. 4. Hipertemia berhubungan dengan viremia Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan temperatur suhu tubuh dalam batas normal (36-370C) Kriteria hasil : a. Klien tidak menunjukkan kenaikan suhu tubuh b. Suhu tubuh dalam batas normal (36-370C) Rencana tindakan : a. Ukur tanda-tanda vital terutama suhu b. Anjurkan keluarga dalam pengaturan suhu c. Tingkatkan intake cairan
d. Berikan terapi untuk menurunkan suhu 5. Nyeri abdomen: berhubungan dengan proses patologis (viremia) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang atau hilang Kriteria hasil : a. Rasa nyaman pasien terpenuhi b. Nyeri berkurang atau hilang Rencana tindakan : a. Mengkaji tingkat nyeri yang dialami pasien dengan skala nyeri (0-10), tetapkan tipe nyeri yang dialami pasien, respon pasien terhadap nyeri. Rasional : untuk mengetahui berat nyeri yang dialami pasien b. Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi pasien terhadap nyeri Rasional : dengan mengetahui faktor-faktor tersebut maka perawat dapat melakukan intervensi yang sesuai dengan masalah klien. c. Memberikan posisi yang nyaman, usahakan situasi ruangan yang terang Rasional : untuk mengurangi rasa nyeri d. Memberikan suasana gembira bagi pasien, alihkan perhatian pasien dari rasa nyeri Rasional : dengan melakukan aktivitas lain, pasien dapat sedikit melupakan perhatiannya terhadap nyeri yang dialami e. Memberikan kesempatan pada pasien untuk berkomunikasi dengan temanteman atau orang terdekat
Rasional : tetap berhubungan dengan orang-orang terdekat atau teman membuat pasien bahagia dan dapat mengalihkan perhatiannya terhadap nyeri. f. Memberikan obat analgetik (kolaborasi dengan dokter) Rasional : obat analgetik dapat menekan atau mengurangi nyeri pasien 6. Intake nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi Kriteria hasil : pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang dibutuhkan atau diberikan Rencana tindakan : a. Mengkaji keluhan mual dan muntah yang dialami pasien Rasional : untuk menetapkan cara mengatasinya b. Memberikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering Rasional : untuk menghindari mual dan muntah c. Menjelaskan manfaat nutrisi bagi pasien terutama saat pasien sakit Rasional : meningkatkan pengetahuan pasien tentang nutrisi sehingga motivasi pasien untuk makan meningkat d. Mencatat jumlah atau porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien setiap hari Rasional : untuk mengetahui pemenuhan nutrisi pasien e. Memberikan nutrisi parenteral (kolaborasi dengan dokter)
Rasional : nutrisi parenteral sangat bermanfaat atau dibutuhkan pasien terutama jika intake peroral sangat kurang f. Mengukur berat badan pasien setiap hari Rasional : untuk mengetahui status gizi pasien g. Memberikan obat-obat antasida (antiemetik) sesuai program dokter Rasional : obat antasida (antiemetik) membantu pasien mengurangi rasa mual dan muntah, dengan pemberian tersebut diharapkan intake nutrisi pasien meningkat. (Carpenito, 2000)