BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Sistem Kearsipan 2.1.1 Pengertian Sistem Kearsipan Sistem merupakan suatu kesatuan yang terorganisir yang mengatur hubungan dalam suatu kerangka tertentu untuk mencapai tujuan tertentu, atau menurut Betty R. Ricks, sistem adalah sekelompok kegiatan yang saling berkaitan yang secara bersama-sama berusaha mencapai tujuan (Ricks, 1992: 12) Sistem kearsipan di Indonesia memiliki akar sejarah yang cukup panjang, paling tidak bisa dilacak dari masa administrasi Hindia Belanda. Sistem-sistem yang pernah dikembangkan diharapkan menjadi bahan kajian untuk menciptakan sistem kearsipan yang komprehensif, yaitu suatu sistem kearsipan yang mampu mendukung seluruh aspek manajemen kearsipan, mulai dari penciptaan, penggunaan dan pemeliharaan sampai dengan penyusutan. Kesadaran akan pemahaman bahwa sistem kearsipan yang baik adalah sistem yang mampu mendukung implementasi seluruh siklus hidup arsip merupakan aspek penting yang harus dimiliki oleh pengelola kearsipan dan semua pihak yang berkepentingan terhadap arsip, terlebih lagi bagi para pengambil kebijakan. Sistem kearsipan harus bisa mencakup semua subsistem dalam manajemen kearsipan. Manajemen kearsipan dimaknai sebagai pelaksanaan fungsi-fungsi manajeman di dalam rangka mengelola keseluruhan daur hidup arsip. Daur hidup arsip mencakup proses penciptaan, pendistribusian, penggunaan, penyimpanan arsip aktif, pemindahan arsip, penyimpanan arsip inaktif, pemusnahan, dan penyimpanan arsip permanen (Wallace, 1992:28).
Sistem Kearsipan adalah rangkaian subsistem dalam manajemen kearsipan yang bekerja sama untuk mencapai tujuan agar arsip tertata dalam unit-unit informasi siap pakai untuk kepentingan operasional dengan azas bahwa hanya informasi yang tepat digunakan oleh orang yang tepat untuk kepentingan tepat pada waktu yang tepat dengan biaya serendah mungkin. Subsistem dalam sistem kearsipan mencakup tata naskah dinas (form management), pengurusan surat (correspondence management), penataan berkas (files management), tata kearsipan dinamis (records management), dan tata kearsipan statis (archives management). 2.1.2 Definisi Arsip Secara etimologi istilah arsip berasal dari bahasa yunani “Arche” yang berarti “pemulaan” menjadi “Ta Archia” selanjutnya menjadi “Archeon” yang berarti “Gedung Pemerintahan”, dan kemudian dalam bahasa latinnya yang berbunyi “Archivium” (Pengantar Kearsipan sebagai Sistem, Arsip Nasional RI, hal 2). Gie (2000 : 118) mendefinisikan Arsip sebagai suatu kumpulan warkat yang disimpan secara sistematis karena mempunyai suatu kegunaan agar setiap kali diperlukan secara cepat ditemukan kembali. Menurut Barthos, Arsip (record) adalah setiap catatan tertulis baik dalam bentuk gambar atau bagan yang memuat keterangan-keterangan suatu subyek atau peristiwa yang dibuat orang untuk membantu daya ingat orang tersebut. Atas dasar pengertian-pengertian diatas, maka yang termasuk dalam pengertian arsip itu misalnya : Surat-Surat, Kwitansi, Faktur, Pembukuan, Daftar Gaji, Daftar Harga, Kartu Penduduk, Bagan Organisasi, Foto-Foto, Data Pegawai, Data Keuangan, dan lain sebagainya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1971 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kearsipan, pasal 1 ayat a dan ayat b, menetapkan bahwa yang dimaksud dengan arsip adalah : a) Naskah-naskah yang dibuat dan diterima oleh Lembaga-Lemabaga Negara dan Badan-Badan Pemerintahan dalam bentuk corak apapun, baik dalam keadaan tunggal maupun berkelompok, dalam rangka pelaksanaan kegiatan pemerintahan. b) Naskah-naskah yang dibuat dan diterima oleh Badan-Badan Swasta dan atau perorangan, dalam bentuk corak apa pun, baik dalam keadaan tunggal maupun berkelompok, dalam rangka pelaksanaan kehidupan kebangsaan. Berdasarkan beberapa definisi arsip di atas dapat disimpulkan bahwa arsip adalah dokumen yang berisi rekaman kegiatan perusahaan/instansi yang dibuat maupun diterima yang kemudian disimpan agar apabila diperlukan dapat diambil dan ditentukan dengan mudah dan cepat. 2.1.3 Sistem Kearsipan
Kearsipan memiliki fungsi untuk menjaga keseimbangan arsip dalam segi penciptaan, lalu lintas dokumen, pencatatan, penerusan, pendistribusian, pemakaian, penyimpanan, pemeliharaan, pemindahan dan pemusnahan arsip. Tujuan akhir sistem kearsipan ialah untuk menyederhanakan jenis dan volume arsip serta mendayagunakan penggunaan arsip bagi peningkatan kinerja dan profesionalitas institusi atau lembaga dengan biaya yang efektif dan efisien. (Zulkifli Amsyah, “Manajemen Kearsipan”).
Meskipun manajemen kearsipan cenderung diterapkan dalam pengurusan arsip secara manual, namun aplikasi manajemen kearsipan yang baik dan tepat terhadap arsip manual menjadi langkah awal dan tahapan utama yang harus dijalani dalam mewujudkan sistem kearsipan yang ideal bagi organisasi. Jika manajemen kearsipan secara manual sudah berjalan
baik dan tepat, maka jika di masa mendatang institusi atau lembaga memiliki rencana untuk melakukan integrasi antara manajemen kearsipan dengan teknologi informasi, kesulitankesulitan dan kendala yang muncul selama masa transisi penerapan teknologi informasi dalam manajemen kearsipan akan dapat diminimalisir.
2.1.4 Sistem pemberkasan (filing system) dan skema klasifikasi Pemberkasan adalah satu tugas pekerjaan penting di setiap kantor. Bila rekod yang benar tidak disimpan dan diberkaskan maka mereka dapat diketemukan ketika dibituhkan, kemudian dia melayani fungsi yang tidak berguna. Pemberkasan dapat secara ekstrim tugas yang kompleks dengan system intrik. Sistem pemberkasan dapat langsung dan tidak langsung dan membutuhkan campurtangan indeks untuk pengaksesan. Apapun sistem pemberkasan yang anda pilih atau sistem yang diadopsi dari intitusi anda, ada dua hal penting yang perlu diingat, yaitu : Pertama, sitem pemberkasan sederhana adalah yang mudah digunakan dan dipahami, yang penting sistem tersebut dapat memenuhi jangka panjang. Kesederhanaan
sistem
pemberkasan mengorbankan kekhususan atau ketepatan, tetapi lebih meningkatkan kemudahan dan kecepatan penggunaan. Prinsip kedua, adalah rekod yang diberkaskan dalam skema yaitu yang membantu anda kemudahan untuk mencarinya. Bentuk pernyataan sederhana adalah ’berkas untuk penelusuran’. Sebagai contoh, jangan memberkaskan invoice berdasarkan nomor invoice bila mencarinya berdasarkan nama vendor. Tidak ada skema pemberkasan tunggal yang terbaik untuk setiap kantor. Bahkan mungkin tidak ada sistem yang satu ntuk setiap series rekod dalam satu kantor. Sebagai contoh : unit kerja keuangan akan menggunakan sistem berbeda dengan unit kerja kepegawaian.
Jadi satu yang penting dan diingat, bahwa sistem pemberkasan sederhana dan yang mudah diingat dan digunakan, banyak orang yang akan menggunakannya dan lebih mudah untuk menjelaskan kepada petugasnya. Lebih penting lagi bahwa, satu yang harus diingat sistem pemberkasan yang diadopsi atau dibuat memungkinkan untuk memberkaskan rekod secara efisien dan efektif dalam penemuan kembali rekod. Dengan kata lain, agar persyaratan rekod yang lengkap dan akurat terpenuhi maka organisasi harus membangun sistem pemberkasan agar rekod dapat dicari dan diketemukan kembali sesuai dengan kebutuhan pengguna. 2.1.5 Unsur-unsur yang mempengaruhi system penataan kearsipan. 1. Sumber Daya Manusia (Human Resources) Untuk menjamin efisiensi dan efektivitas pengaturan arsip statis diperlukan unsur pendukung kerja, yakni SDM kearsipan yang professional. Dalam hal ini dapat dimanfaatkan Arsiparis – Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwewenang untuk melaksanakan kegiatan kearsipan (SK Menpan No. 09/KEP/M.PAN/2/2002) - yang memang telah dipersiapkan sebagai tenaga professional untuk mengolah arsip sebagaimana
diatur
dalam
Surat
Keputusan
Menteri
Negara
Nomor
09/KEP/M.PAN/2/2002 tentang Jabatan Fungsional Arsiparis dan Angka Kreditnya. Arsiparis sebagai tenaga professional berhak untuk mengolah/mengatur arsip statis di Lembaga Kearsipan tanpa harus ada kekhawatiran kesalahan pengaturan fisik dan informasi, maupun pembocoran informasi. Dengan adanya pengaturan arsip secara professional oleh Arsiparis yang memiliki kemampuan dalam manajemen kearsipan, ilmu pengetahuan, dan menyukai kegiatan layanan jasa, serta memiliki kemampuan pendukung (bahasa asing, teknologi informasi dan komunikasi) pada setiap
Lembaga
Kearsipan,
maka
pada
gilirannya
akan
dimungkinkan
terselenggaranya
suatu
sistem
kearsipan
nasional
secara
terpadu
dengan
memanfaatkan perangkat teknologi informasi dan komunikasi, baik dalam kerangka jaringan informasi intern, Lemabaga Kearsipan (local area network) maupun jaringan informasi antar Lembaga Kearsipan (wide area network) atau sejenis JIKN (Jaringan Informasi Kearsipan Nasional). Dalam hal ini bukan saja dimungkinkan untuk mengetahui khasanah penataan arsip baik dinamis maupun statis pada satu Lembaga Kearsipan atau instansi pemerintahan, melainkan informasi khasanah arsip antar Lembaga Kearsipan (ANRI, BKD, KAD). 2. Fasilitas Penataan arsip adalah tindakan dan prosedur yang dilalui dalam pengaturan arsip berupa penempatan arsip dalam sarana kearsipan, misalnya boks, amplop, can, rak, atau lemari arsip sesuai dengan jenis arsip dan perencanaan tata letak yang ditetapkan. Selain fasilitas ruang pengolahan, pengaturan arsip membutuhkan unsure pendukung kerja, yakni peralatan (equipments) dan sarana kearsipan (supplies). Hal ini diperlukan untuk menyimpan arsip mulai dari level naskah (item), berkas (file), seri arsip (record series) dan grup arsip (fonds). Umumnya pengaturan arsip memerlukan peralatan kearsipan, seperti lemari atau rak arsip (stacks), boks, map/folder, amplop, can, dan pembungkus lainnya. Peralatan maupun sarana kearsipan secara umum harus memperhitungkan dua hal, yakni bebas asam (acid free) dan sesuai dengan kebutuhan karakteristik fisik arsipnya. Untuk sarana kearsipan diharapkan menggunakan bahan dengan tingkat kesaman (pH) 7-8. Secara umum ada empat jenis peralatan kearsipan, yakni peralatan untuk arsip berbasis kertas(paper based), berbasis audio-visual (film, video, foto, rekaman
suara), berbasis elektronik (magnetik, optik), dan arsip tanpa ukuran (nonstandard size). Peralatan arsip yang digunakan dalam pengaturan arsip harus memenuhi kebutuhan untuk perlindungan karakter fisik masing-masing jenis arsip, sehingga pengolahan atau pengaturan arsip menjamin pelestarian arsip yang memiliki nilai guna permanen. Penataan arsip yang pada dasarnya adalah penegelolaan aspek fisik, hanya dapat dilakukan setelah arsip dideskripsikan sesuai dengan ketentuan yang teknis yang berlaku sehingga mencerminkan kelanjutan dari pengaturan aspek intelektualnya. Ketepatan identifikasi arsip yang dibuat dalam rangka penataan informasinya menjadi amat penting dalam penetaan arsip karena berkaitan langsung pada kemudahan temu baliknya (Terminologi Kearsipan Indonesia, 2002:89). Selain peralatan operasional yang melekat pada aktivitas teknis pengolahan informasi arsip, perlu jiga dipersiapkan juga peralatan pendukung kerja untuk melindungi kenyamanan dan kesehatan kerja Arsiparis, seperti masker, sarung tangan, jas/jaket, sabun anti kuman. 3. Anggaran Dana Sebelum melakukan penataan kearsipan terlebih dahulu direncanakan seberapa banyak fasilitas yang akan digunakan disesuaikan dengan persentase arsip yang masuk . Maka perlu direncanakan pula berapa dana yang dibutuhkan. Penentuan jenis peralatan yanag akan digunakan untuk menyimpan arsip sangat tergantung pada besarnya dana yang dialokasikan oleh instansi/kantor yang bersangkutan. Jika dana sudah mencukupi maka pelaksanaan penataan kearsipan dapat langsung dilakukan. 2.1.6 Pemusnahan Arsip Pemusnahan arsip adalah suatu tindakan/kegiatan menghancurkan secara fisik arsip yang sudah berakhir fungsinya serta tidak memiliki nilai guna. Penghancuran tersebut harus
dilaksanakan secara total yaitu dengan cara membakar habis, dicacah atau dengan cara lainnya, sehingga arsip tersebut tidak dapat lagi dikenal, baik isi maupun bentuknya. Pemusnahan arsip dapat diartikan sebagai suatu kegiatan manajemen arsip yang dimaksudkan untuk : 1. Memindahkan arsip tersimpan ke tempat lainnya yang biayanya lebih rendah karena arsip tersebut tidak bermanfaat lagi. 2. Memusnahkan arsip yang tidak dibutuhkan lagi. Agar proses pemusnahan arsip teratur, maka kegiatan itu sebaiknya melalui prosedur pengiventarisan arsip yang terdiri dari kegiatan pencatatan, penelitian, perawatan, dan manfaat arsip yang dimiliki. Cara ini bukan saja akan memudahkan penempatan waktu pemusnahan, hal yang terkahir ini sebaiknya dilakukan melalui pengawasan disposisi arsip. Disposisi arsip merupakan kegiatan manajemen arsip yang mencakup pemusnahan secara sistematis terhadap arsip-arsip yang tidak penting dan tidak berfungsi lagi, identifikasi dan perlindungan arsip yang esensial yang bermanfaat serta penyimpanan berkas dengan biaya rendah bagi arsip-arsip yang tidak berlaku lagi. Tetapi sangat penting pula pengawetan bahan-bahan dokumentasi yang penting dari sudut hukum dan sejarah. Prosedur pemusnahan arsip umumnya terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut : 1. Seleksi 2. Pembuatan daftar jenis arsip yang dimusnahkan 3. Pelaksanaan pemusnahan dengan dihadiri saksi-saksi