BAB II KAJIAN TEORI 1.1 Kajian Yuridis Perceraian menurut bahasa berasal dari kata dasar cerai yang berart pisah. Percerain dalam istilah fiqih disebut talaq atau furqah. Talak berarti pembuka ikatan atau membatalkan perjanjian. Furqah berarti bercerai lawan dari berkumpul kemudian perkataan ini dijadikan istilah oleh ahli fiqih yang berarti perceraian antara suami isteri. Sedangkan menurut syara ialah melepasakan ikatan perkawinan dengan lafadz talak atau yang semakana dengan itu.7 Perceraian menurut Undang-Undang perkawinan adalah perpisahan berdasarkan fakta legal menurut undang-undang yang berlaku. Definisi perceraian di pengadilan agama, dilihat dari putusnya perkawinan, adalah karena kematian, karena perceraian dan karena putusnya pengadilan. Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan tidak memberikan definisi yang tegas mengenai perceraian secara khusus.8 Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan pengertian perceraian adalah sebagai putusnya hubungan perkawinan secara hukum yang disebabkan pada hubungan pernikahan yang tidak berjalan dengan baik yang biasanya didahukuioleh konflik antar pasangan suami isteri yang pada akhirnya mengawali
7). www.aninovianablogspotcom.blogspot.com/2012/12/perceraian-menurut-hukum-islam.html di akses pada tanggal 18 desember 2012 8). www.psychologymania.com/2008/08/perceraian-menurut-undang-undang.html di unggah pada tanggal 8 desember 2012
berbagai perubahan emosi, psikologis, lingkungan dan anggota keluarga serta dapat menimbulkan perasaan yang mendalam. Perceraian secara bahasa berarti cerai atau pisah. Perceraian merupakan putusnya ikatan perkawinan dari masing-masing pihak. Perceraian dalam fikh disebut talaq atau talak. Adapun arti talak adalah membuka ikatan atau membatalkan perjanjian. Dalam fikh,
perkataan talak punya dua arti, yaitu arti umum dan khusus. Talak menurut pengertian umum adalah segala macam bentuk perceraian baik yang dijatuhkan terhadap suami-istri yang ditetapkan oleh hakim maupun perceraian yang jatuh dengan sendirinya atau perceraian karena salah satu pihak meninggal dunia. Sedangkan talak secara khusus adalah perceraian yang dijatuhkan pihak suami. Sebagaimana diketahui, dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan tidak dijelaskan mengenai pengertian perceraian secara terperinci. Mengenai perceraian diatur dalam Pasal 28 sampai 41 UU No. 1 Tahun 1974. Soebakti memberikan pengertian perceraian sebagai penghapusan perkawinan dengan putusan hakim atas tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan. Islah menurut bahasa berasal dari kata sulhu, berasal dari kata dasar aslaha, yuslihu, islah, artinya baik, tidak rusak, tidak binasa, saleh, bermanfaat. Sedangkan al-sulh berarti perdamaian.
Sulaiman
al-Nujairimi
menyebut
arti
islah
adalah
menyelesaikan
persengketaaan. Ada juga yang memberikan pengertian islah adalah memperbaiki, mendamaikan, dan menghilangkan sengketa atau kerusakan. Arti lain adalah berusaha menciptakan perdamaian, membawa keharmonisan, menganjurkan orang untuk berdamai antara satu dengan lainnya, melakukan perbuatan baik, dan berperilaku sebagai orang suci (baik). Pengertian yang beragam dari makna islah terdapat dalam Alquran, yaitu dalam surat al-Baqarah: 220 dan 228, an-Nisa: 35 dan 113, al-A’raf: 55 dan 142, al-Anfal: 1, al- Hujurat: 9 dan 10. 1). Upaya Islah Dalam Perkara Perceraian Para pribadi dalam kelompok, sementara ketenteraman atau ketenangan menunjuk kepada keadaan batiniah, jadi melihat pada kehidupan batiniah masing-masing pribadi dalam kelompok. Dua hal ini menyadarkan kita bahwa kaidah hukum terus memberikan arah jalan
lahiriah dan jaminan batiniah. Jaminan batiniah itu perlu karena selain memberikan ketenteraman atau ketenangan, juga menciptakanharmoni antara kehendak berperilaku atau bersikap dengan perilaku atau sikap itu sendiri. Dalam KUH Perdata Pasal 1851 dinyatakan bahwa perdamaian adalah suatu persetujuan di mana kedua belah pihak menyerahkan, menjanjikan, atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung, atau mencegah timbulnya suatu perkara. Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa islah adalah sebuah metode untuk menyelesaikan persengketaan bagi kedua belah pihak agar mendapatkan keputusan yang tidak merugikan antara satu pihak dan yang lain. Surat al-Hujurat: 9 menyatakan, “Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan aniaya, sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu kembali, maka damaikanlah di antara keduanya dengan dalil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” Islah merupakan kewajiban umat Islam baik secara personal maupun sosial. Penekanan islah ini lebih fokus pada hubungan antarumat manusia dalam rangka pemenuhan kewajiban kepada Allah. Ruang lingkup islah ini sangat luas, mencakup aspek kehidupan manusia baik pribadi maupun sosial. Di antara islah yang diperintahkan Allah adalah dalam masalah rumah tangga. Untuk mengatasi kemelut dan sengketa, dalam surat an-Nisa: 35 Allah memerintahkan mengutus pihak ketiga baik dari suami dan istri untuk mendamaikan mereka. Lahirnya UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1989 tentang Pengadilan Agama telah membawa perubahan besar terhadap kedudukan dan eksistensi peradilan agama di Indonesia. Di samping kewenangan yang telah diberikan dalam bidang hukum keluarga Islam. Peradilan Agama juga diberi wewenang untuk menyelesaikan perkara dalam bidang ekonomi syariah yang meliputi perbankan syariah, lembaga keuangan mikro syariah, asuransi syariah, reasuransi syariah, reksadana syariah, dan surat berjangka menengah syariah, pembiayaan
syariah, pegadaian syariah, dana pensiunan lembaga syariah, dan bisnis syariah. Khusus Pengadilan Agama, berdasarkan perintah UU No. 3 Tahun 2006, Pasal 49 menyatakan Pengadilan bertugas dan berwenang dan memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan, warisan, wasiat, hibah, zakat, infak, sedekah, dan ekonomi syariah, dan menurut pasal 52 (a) Pengadilan Agama memberikan kesaksian rukyat hilal dalam menentukan awal bulan hijriah. 2). Perkawinan Menurut Mahmud Yunus perkawinan adalah aqad antara calaon laki-laki dan isteri untuk memenuhi hajat jenisnya menurut yang diatur oleh syariat. Menurut Sayuti Thalib perkawinan itu adalah perjanjian suci membentuk keluarga antara seorang laki-laki dan seorang peremuan. Maksud perkawinan adalah membentuk keluarga yang kekal dan bahagia, artinya pikiran mereka suatu angan-angan untuk hidup bersama selama-lamanya. Keinginan untuk membentuk keluarga yang kekal itu adalah idealisme tiap keluarga. Namun, idealisme lantas luntur, ada saja penyebabnya. Mungkin tidak terdapat lagi kesepakatan atau kerukunan antara suami dan isteri, malah mungkin terjadi perselisihan yang berkepanjangan, walaupun telah diusahakan penyelesaiannya, atau mungkin telah terjadi pertengkaran yang terus menerus atau pertentangan yang tidak mungkin didamaikan kembali.9 Perkawinan yang buruk keadaannya itu tidak baik dibiarkan berlarut-larut, sehingga demi kepentingan kedua belah pihak, perkawinan demikian itu lebih baik diputuskan. Sabda Nabi Muhammad SAW berbunyi “sesuatu yang halal tetapi sangat tidak disukai Allah adalah talaq”. Hukum Islam menganggap perceraian pada hakekatnya adalah hal yang tidak baik.10 9). Martiman Prodjohamidjojo. 2011. Hukum Perkawinan Indonesia. Jakarta, CV. Karya Gemilang. Hlm 39 10). Ibid. Hlm 39
1.2
Kajian Umum tentang Peradilan dan Pengadilan Istilah Peradilan dan Pengadilan adalah memiliki makna dan pengertian yang
berbeda, perbedaannya adalah : 1. Peradilan dalam istilah inggris disebut judiciary dan rechspraak dalam bahasa Belanda yang maksudnya adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tugas Negara dalam menegakkan hukum dan keadilan; 2. Pengadilan dalam istilah Inggris disebut court dan rechtbank dalam bahasa Belanda yang dimaksud adalah badan yang melakukan peradilan berupa memeriksa, mengadili, dan memutus perkara. 3. Kata Pengadilan dan Peradilan memiliki kata dasar yang sama yakni “adil” yang memiliki pengertian: a. Proses mengadili. b. Upaya untuk mencari keadilan. c. Penyelesaian sengketa hukum di hadapan badan peradilan. d. Berdasar hukum yang berlaku. Peradilan adalah proses pemberian keadilan di suatu lembaga yang disebut pengadilan. Pengadilan adalah lembaga atau badan yang bertugas menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam “mengadili dan menyelesaikan suatu perkara” itulah terletak suatu proses pemberian keadilan yang dilakukan oleh hakim baik tunggal maupun majelis. Oleh karena itu, hakim merupakan unsur yang sangat penting dalam penyelenggaraan peradilan. Peradilan Agama adalah proses pemberian keadilan berdasarkan hukum agama Islam kepada orang-orang Islam yang dilakukan di Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama11. Peradilan Agama juga merupakan salah satu di antara tiga Peradilan Khusus di Indonesia. Di katakana Peradilan
Khusus karena Peradilan Agama mengadili perkara-perkara tertentu atau mengenai golongan rakyat tertentu. 1.3 Kajian Umum Tentang Perkawinan Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tinjauan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.12 Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannnya. Tiap-tiap perkawinan dicatat menutur peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia karena ia tidak saja menyangkut pribadi kedua calaon suami isteri saja, tetapi juga merupakan urusan keluarga dan urusan masyarakat.13 Perjanjian dalam perkawinan mempunyai atau mengandung 3 karakter yang khusus, yaitu sebagai berikut :
12). Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Pasal 1. Hlm. 12 13). Ibid. Hlm 12
a) Perkawinan tidak dapat dilakukan tanpa unsure suka rela dari kedua belah pihak. b) Kedua belah pihak (laki-laki dan perempuan) yang mengikat persetujuan perkawinan itu saling mempunyai hak untuk memutuskan perjanjian tersebut berdasarkan ketentuan-ketentuan yang sudah ada hukum-hukumnya.
c) Persetujuan perkawinan itu mengatur batas-batas hukum mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak. 1.3.1 Syarat-syarat Perkawinan Disamping ketentuan-ketentuan hukum masing-masing agama dan keercayaannya, undang-undang perkawinan menentukan syarat-syarat perkawinan sebagai berikut : 1. Perkawinan berdasarkan atas persetujuan keduan calon mempelai 2. Untuk melangsukan perkawinan seorang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izizn kedua orang tuanya/salah satu orang tuanya, apabila salah satunya telah meninggal dunia/walinya apabila kedua orang tuanya telah meninggal dunia. 3. Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 19 tahun. Kalau ada penyimpangan harus ada izin dari pengadilan atau pejabat yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun wanita. 4. Seorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak dapat kawin lagi kecuali memenuhi Pasal 3 ayat 2 dan Pasal 4. 5. Apabila suami dan isteri yang telah bercerai kawin lagi suatu dengan yang lain dan bercerai lagi untuk kedua kalinya. 6. Bagi seorang wanita yang putus perkawinannya berlaku jangka waktu tunggu. 1.3.2 Batalnya Perkawinan Perkawinan dapat dibatalkan berarti suatu perkawinan sudah terjadi dapat dibatalkan jika para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsukan perkawinan.14 Adapun beberapa sebab yang dapat membatalkan perkawinan, sebagai berikut:
Perkawinan dilangsukan di bawah ancaman yang melanggar (Pasal 27 UU No.1/1974). 1. Salah satu pihak memalsukan identitas dirinya (Pasal 27 UU No.1/1974). Identitas palsu misalnya tentang statu, usia atau agama. 2. Suami/isteri
yang
masih
mempunyai
ikatan
perkawinan
melakukan
perkawinan tanpa seizin dan sepengetahuan pihak lainnya (Pasal 24 No.1/1974). 3. Perkawinan yang tidak sesuai dengan syarat-syarat perkawinan (Pasal 22 No.1/1974) 14). Undang-undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 Pasal 6. Hlm 14
1.4 Kajian Umum Tentang Perceraian Perubahan tingkat perceraian dan faktor penyebabnya, merupakan indikasi terjadinya perubahan social lainnya dalam masyarakat. Sistem social sedang bergerak cepat atau lambat kearah suatu bentuk sistem keluarga conjugal (keluarga inti) dan juga kearah industrial. Perceraian adalah berakhirnya suatu pernikahan. Saat kedua tak ingin melanjutkan kehidupan pernikahannya, mereka bisa meminta pemerintah untuk dipisahkan. Selama perceraian, pasangan tersebut harus memutuskan bagaimana membagi harta mereka yang diperoleh selama pernikahan (seperti rumah, mobil, perabotan atau kontrak), dan bagaimana mereka menerima biaya dan kewajiban merawat anak-anak mereka.15 Alasan-alasan cerai yang disebutkan oleh UU Perkawinan yang pertama adalah apabila salah satu pihak berbuat yang tidak sesuai dengan syariat. Dalam UU dikatakan bahwa salah satu pihak berbuat zina, mabuk, berjudi, terus kemudian salah satu pihak meninggalkan pihak yang lain selama dua tahun berturut-turut. Apabila suami sudah meminta
izin untuk pergi, namun tetap tidak ada kabar dalam jangka waktu yang lama, maka isteri tetap dapat mengajukan permohonan cerai melalui putusan verstek. Selain itu, alasan cerai lainnya adalah apabila salah satu pihak tidak dapat menjalankan kewajibannya, misalnya karena
15). Supadi. 2007. Skripsi Tingkat Kesadaran Hukum tentang Perceraian Bagi Isteri. Salatiga
frigid atau impoten. Alasan lain adalah apabila salah satu pihak (biasanya suami) melakukan kekejaman. Perceraian telah dianggap telah terjadi, beserta segala akibat-akibat hukumnya sejak terdaftarnya pada kantor pencatat perceraian di Pengadilan Negeri, kecuali bagi mereka yang beragam islam terhitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Didasarkan Pasal 39 Ayat 1Undang-undang No.1 Tahun 1974, ditegaskan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan siding pengadilan. Hal ini merupakan salah satu cara untuk mempersulit terjadinya perceraian sesuai prinsip hukum perkawinan nasional. Bahwa untuk meningkatkan kualitas perkawinan menurut ajaran islam diperlukan bimbingan dan penasihatan perkawinan secara terus-menerus dan konsisten agar dapat mewujudkan rumah tangga/keluarga yang sakinah mawaddah warahmah. Menurut Nazarudin Umar, secara nyata angka perceraian di Indonesia menduduki peringkat tertinggi disbanding Negara islam lain. Indonesia berada diperingkat tertinggi memiliki angka perceraian paling banyak setiap tahunnya, di bandingkan Negara islam di dunia lainnya. Menurutnya, gejolak yang mengancam kehidupan struktur keluarga ini semakin bertambah jumlahnya pada tiga tahun terakhir ini. Setiap dua tahun ada 2 juta perkawinan, tetapi yang memilukan perceraian bertambah menjadi dua kali lipat, setiap 100
orang yang menikah, 10 pasangannya bercerai, dan umumnya mereka yang baru berumah tangga. Dari berbagai kasus perceraian hampir 70% adalah gugatan cerai dari isteri kepada suaminya, sedangkan sisanya ada cerai talak dari permohonan suami.16 Banyaknya perceraian itu sebagai dampak globalisasi arus informasi melalui media massa, salah satunya tayangan infotainment yang menampilkan figure artis yang dengan bangga mengungkap kasus perceraiannya. Bahkan pemilu kepela daerahpun dapat memicu perbedaan politik/partai dalam keluarga yang berujung dalam perceraian. Terdapat berbagai alasan yang dapat mendasari pasangan suami isteri untuk bercerai. Tentu saja alasan-alasan ini diajukan sebagai dasar pada saat isteri mengajukan gugatan cerai atau suami mengajukan permohonan talak di Pengadilan Agama. Alasan-lasan ini diatur dalam Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam dan Pasal 19 PP No.9 Tahun 1975, yaitu sebagai berikut : 1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan. 2. Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak yang lain dan tanpa alasan-alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemauannya. 3. Salah satu pihak mendapat hukuman ppenjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
16). Adib Bahari. 2012. Prosedur Gugatan + Pembagian Harta Gono-Gini + Hak Asuh Anak. Yogyakarta, Pustaka Yustisia. Hlm. 12
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan terhadap pihak lain. 5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami isteri. 6. Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan/pertengkaran dan tidak ada harapan akan rukun lagi dalam rumah tangga.17 Perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian, dan atas putusan pengadilan. Undang-undang di Indonesia (UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan) mengenai 2 jenis gugatan perceraian, yakni : a) Cerai Talak, yaitu cerai secara khusus bagi yang beragama islam, dimana suami (pemohon) mengajukan permohonan kepada Pengadilan Agama untuk memperoleh izin menjatuhkan talak kepada isteri. Berdasarkan agam islam, cerai talak dapat dilakukan oleh suami dengan mengikrarkan talak kepada isteri, namun agar sah secara hukum suami mengajukan permohonan menjatuhkan ikrar talak terhadap termohon dihadapan Pengadilan Agama. b.
Cerai Gugat, yaitu gugatan perceraian yang diajukan oleh isteri (penggugat) terhadap suami (tergugat) kepada Pengadilan Agama dan berlaku pula pengajuan gugatan terhadap suami oleh isteri
17). Ibid. Hlm 19
yang beragama islam di Pengadilan Negeri. Cerai gugat inilah yang
mendominasi jenis perceraian.berdasarkan data yang ada, cerai gugat di Indonesia mencapai 70% dari gugatan cerai yang diajukan ke Pengadilan Agama.18 Jika isteri yang mengajukan gugatan cerai dinamakan “cerai gugat” dan jika suami yang mengajukan gugatan cerai dinamakan “permohonan cerai talak”. Secara umum, masyarakat biasanya hanya mengenal istilah talak sebatas sebutan talak satu, talak dua, dan talak tiga. Talak dijatuhkan oleh suami disebut sebagai cerai talak. Sedangkan talak yang diajukan oleh isteri dinamakan cerai gugat.