BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Model Model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan (Sagala, 2012:175). Menurut Komaruddin dalam Sagala (2012:175), model dapat dipahami sebagai: (1) suatu tipe atau desain; (2) suatu deskripsi atau analogi yang dipergunakan untuk membantu proses visualisasi sesuatu yang tidak dapat diamati dengan langsung; (3) suatu sistem asumsi-asumsi, data-data, dan inferensi-inferensi yang dipakai untuk menggambarkan secara matematis suatu objek atau peristiwa; (4) suatu desain yang disederhanakan dari suatu sistem kerja, suatu terjemahan realitas yang disederhanakan; (5) suatu deskripsi dari suatu sistem yang mungkin atau imajiner; (6) penyajian yang diperkecil agar dapat menjelaskan dan menunjukkan sifat bentuk aslinya. Dari penjelasan tentang model di atas, maka model yang digunakan dalam penelitian ini berperan sebagai pedoman peneliti untuk melakukan kegiatan pembelajaran yang merupakan gambaran kerangka konsep-konsep kegiatan yang tertera secara teoritis.
B. Pembelajaran 1.
Pengertian Belajar Belajar menurut Nana Sudjana dalam (Erlangga 2012), “merupakan suatu
proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. ”Proses belajar dapat menghasilkan suatu perubahan tingkah laku karena hasil dari pengalaman yang diperoleh, karena belajar merupakan aktifitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman dan kegiatan belajar
Rizki Riandi,2013
Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Pada Mata Pelajaran Reproduksi Ternak Untuk Meningkatkan Kompetensi Siswa Smk Peternakan Negeri Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
11
merupakan proses psikologis dasar pada diri individu dalam mencapai perkembangan hidupnya. Sardiman (Husnawati 2011) menyatakan bahwa: Prinsipnya belajar adalah berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan kegiatan. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktifitas. Itulah sebabnya aktifitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam interaksi belajar mengajar. Sebagai rasionalitasnya, hal ini juga mendapat pengakuan dari berbagai ahli pendidikan. Kedua pernyataan di atas menjelaskan bahwa belajar merupakan aktifitas dan proses psikologis sehingga berpusat pada pernyataan tidak ada belajar kalau tidak ada aktifitas. Sanjaya (2007: 130) dalam bukunya Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan mengemukakan bahwa “belajar bukanlah menghapal sejumlah fakta atau informasi. Belajar adalah berbuat, memperoleh pengalaman tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan”. Karena itu, model pembelajaran harus dapat mendorong aktivitas siswa agar mampu terlibat secara langsung
dalam
proses
pembelajaran
dan
lebih
lanjutnya
lagi
dapat
mengaplikasikan apa yang telah didapatkannya dalam proses pembelajaran tersebut. Proses belajar seperti inilah yang diharapkan dalam penerapan model pembelajaran Problem Based Learning ini sehingga siswa terlibat langsung dalam masalah-masalah yang ditemukan dan dapat mengaplikasikannya secara langsung dalam dunia nyata. Sudjana (2009: 22) menyatakan bahwa “dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik”. Ranah kognitif berkenaan dengan intelektual
12
yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan dan ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni penerimaan jawaban atau interaksi, penilaian, organisasi, dan interaksi. Ranah psikomotorik berkenaan dengan keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotorik yakni gerakan refleks, kemampuan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interaktif. Pengetahuan atau ranah kognitif yang dinilai dalam reproduksi ternak pada penelitian ini adalah kemampuan menjelaskan teknik mengawinkan ternak. Kemampuan pemahaman yang dinilai adalah kemampuan memahami perkawinan alami dan perkawinan buatan. Siswa SMK adalah siswa-siswa yang dipersiapkan untuk diterima di dunia kerja, oleh karena itu sudah seharusnya pelajaran di sekolah bukan hanya teori dan praktik tetapi proses belajar yang didapatkan siswa dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari terutama di dunia kerja. Hal ini didukung oleh model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) untuk mengembangkan pemecahan masalah pada siswa untuk terus menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir. 2.
Pengertian Mengajar Sanjaya (2006: 101) dalam bukunya Strategi Pembelajaran Beorientasi
Standar Proses Pendidikan menyatakan bahwa: Mengajar dalam konteks standar proses pendidikan tidak hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran, akan tetapi juga dimaknai sebagai proses
13
mengatur lingkungan supaya siswa belajar. Makna lain mengajar yang sering diistilahkan dengan pembelajaran. Hal ini mengisyaratkan bahwa dalam proses belajar mengajar siswa harus dijadikan sebagai pusat dari kegiatan. Hal ini dimaksudkan untuk membentuk watak, pradaban, dan meningkatkan mutu kehidupan peserta didik. Pembelajaran perlu memberdayakan semua potensi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang diharapkan. Pemberdayaan diarahkan untuk mendorong pencapaian kompetensi dan prilaku khusus supaya setiap individu mampu menjadi pembelajar sepanjang hayat dan mewujudkan masyarakat belajar. Akan tetapi dalam implementasinya, bukan bearti guru menghilangkan perannya sebagai pengajar, karena secara konseptual pada dasarnya dalam istilah mengajar itu juga bermakna membelajarkan siswa. Sanjaya (2006: 101) menjelaskan bahwa “Mengajar-belajar adalah dua istilah yang memiliki satu makna yang tidak dapat dipisahkan. Mengajar adalah suatu aktivitas yang dapat membuat siswa belajar. Dengan demikian, dalam istilah mengajar juga terkandung proses belajar siswa. Inilah makna pembelajaran”. Dalam konsepnya mengajar terbagi menjadi dua konsep. Sanjaya (2006: 93) menyatakan bahwa: “Konsep dasar mengajar adalah mengajar sebagai proses menyampaikan materi pelajaran dan mengajar sebagai proses mengatur lingkungan”. Namun dalam penelitian ini tujuan yang diharapkan ialah mengimplementasikan mengajar sebagai proses mengatur lingkungan yang mana titik tolak pencapaiannya ialah mengajar berpusat pada siswa (Student Centered). 3.
Pembelajaran Dunkin dan Biddle dalam Sagala (2012: 63) mengemukakan bahwa:
Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar, kegiatan pembelajaran akan berlangsung dengan baik jika guru mempunyai dua kompetensi utama yang dijelaskan yaitu: (1) penguasaan materi pelajaran, (2) penguasaan metode pembelajaran. Artinya bahwa apabila proses belajar mengajar yang akan
14
dilaksanakan ingin berjalan dengan baik, selain guru harus menguasai materi pelajaran, guru juga harus menguasai metode pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan materi pelajaran. Pelaksanaan pembelajarannya berpusat pada siswa (student centered) dan untuk mencapai pembelajaran yang berpusat pada siswa peneliti mencoba menerapkan model Problem Based Learning (PBL). Hal ini sesuai dengan prinsip-prinsip pembelajaran berbasiskan kompetensi yang menyatakan bahwa pembelajaran yang dilakukan berfokus pada siswa. Proses belajar mengajar yang berfokus pada siswa juga dijelaskan pada paham konstruktivisme yang menyatakan bahwa pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seseorang kepada orang lain, tetapi harus dimaknai sendiri oleh masing-masing orang, pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus. Proses belajar mengajar seperti inilah yang diharapkan peneliti untuk mencapai hasil belajar siswa yang maksimal dan pencapaian proses pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan mata pelajaran Reproduksi Ternak.
C. Model Pembelajaran Koes dalam Nasibah (2003) menyatakan bahwa model pembelajaran adalah sebuah rencana atau pola yang mengorganisasi pembelajaran dalam kelas dan menunjukkan cara penggunaan materi pembelajaran (buku, video, komputer, bahan-bahan praktikum). Sedangakan Hanafiah dalam Husnawati (2011) mengatakan “model pembelajaran merupakan salah satu pendekatan dalam rangka mensiasati perubahan perilaku peserta didik secara adaptif maupun generatif”.
15
Model pembelajaran yang diterapkan akan sangat bergantung pada pola sikap belajar siswa dan gaya mengajar guru. Sehingga keduanya biasa disebut Style of Learning and Teaching. Rusman dalam Husnawati (2011), model pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu. Sebagai contoh, model penelitian kelompok disusun oleh Herbert Thelen dan berdasarkan teori John Dewey. Model ini dirancang untuk melatih partisipasi dalam kelompok secara terbuka. 2. Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu, misalnya model berpikir induktif dirancang untuk mengembangkan proses berpikir induktif. 3. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas, misalnya model synectic dirancang untuk memperbaiki kreativitas dalam pelajaran mengarang. 4. Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan: 1) urutan langkahlangkah pembelajaran (syntax), 2) adanya prinsip-prinsip reaksi, 3) sistem sosial, dan 4) sistem pendukung. Keempat bagian tersebut merupakan pedoman praktis bila guru akan melaksanakan suatu model pembelajaran. 5. Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak tersebut meliputi: 1) dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat diukur, 2) dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang. 6. Membuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedoman model pembelajaran yang dipilihnya. Kedua definisi model pembelajaran di atas, maka kesimpulan yang bisa peneliti tarik ialah bahwa model pembelajaran adalah rencana, pola, ataupun pendekatan yang diterapkan seorang guru untuk mensiasati perubahan perilaku peserta didik. Sehingga tujuan peneliti menerapkan model pembelajaran dalam penelitian ini ialah selain meningkatkan kompetensi siswa yang dilihat dari hasil belajar, tujuan lainnya ialan merubah perilaku peserta didik dalam hal perannya dalam proses pembelajaran.
16
D. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Para ahli pembelajaran telah menyarankan penggunaan paradigma Pembelajaran konstruktivistik untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Dengan demikian terjadi pula perubahan paradigma dari belajar berpusat pada guru kepada berpusat pada siswa. Seiring dengan berubahnya paradigma ini, maka sudah saatnya paradigma ini diaplikasikan di dunia pendidikan dari belajar berpusat pada guru kepada belajar berpusat pada siswa. Dengan kata lain, ketika mengajar di kelas, guru harus berupaya menciptakan kondisi lingkungan belajar yang dapat membelajarkan siswa, dapat mendorong siswa belajar, atau memberi kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran serta mengkonstruksi konsep-konsep yang dipelajarinya. Harapan-harapan inilah yang ingin dicapai peneliti dalam penelitian ini. Hal ini beralasan bahwa mata pelajaran Reproduksi Ternak adalah mata pelajaran yang selalu berkaitan dengan masalah-masalah reproduksi, penguasaan Anatomi dan Fisiologi, konsep sistem kerja hormonal dalam mengatur reproduksi sehingga menuntut adanya cara belajar yang berbeda. Salah satu cara peneliti mencapai hal itu dan untuk mengaplikasikan paradigma tersebut adalah dengan penerapan model pembelajaran. Model pembelajaran yang ingin diaplikasikan dalam penelitian ini ialah model Problem Base Learning (PBL). Pembelajaran berbasis masalah (problembased learning atau PBL) baru muncul akhir abad ke 20, tepatnya dipopulerkan oleh Barrows dan Tamblyn (1980). Model ini muncul sebagai hasil penelitian mereka terhadap kemampuan bernalar kedokteran di Mc. Master Medical School
17
di Kanada. Ward dan Stepien (Wayan, 2007) menyatakan bahwa: Hakikat PBL atau definisi PBL adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah. Model pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang masuk ke Cooperative Learning atau strategi dari model pembelajaran kelompok yang didasarkan pada suatu masalah. Hal ini akan mendorong siswa untuk memahami suatu materi pembelajaran melalui rangkaian aktivitas belajar yang harus dilaluinya dengan menggunakan berbagai potensi yang dimiliki. Margetson dalam Rusman (2008: 206) mengemukakan pembelajaran berbasis masalah membantu untuk meningkatkan perkembangan keterampilan belajar sepanjang hayat dalam pola pikir yang terbuka, reflektif, kritis, dan belajar aktif. Prinsip dasar dalam model pembelajaran Problem Based Learning adalah sebagai berikut: 1. Pembelajaran berawal dari adanya masalah (soal, pertanyaan, dsb.) yang perlu diselesaikan. Masalah yang dihadapi akan merangsang peserta didik untuk mencari solusinya; 2. Peserta didik mencari/membentuk pengetahuan baru untuk menyelesaikan masalah. Secara umum penerapan model ini mulai dengan adanya masalah yang diharus dipecahkan atau dicari pemecahannya oleh siswa. Masalah tersebut dapat berasal dari siswa atau mungkin juga diberikan oleh pengajar. Siswa akan memusatkan pembelajaran di sekitar masalah tersebut, dengan arti lain, siswa
18
belajar teori dan metode ilmiah agar dapat memecahkan masalah yang menjadi pusat perhatiannya. Nurhayati (Abbas, 2000: 60) menyatakah bahwa: “Pelaksanaan model pembelajaran berdasarkan masalah meliputi enam tahapan, yaitu: 1.
Pemberian masalah
Tahap ini guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan, memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah, dan mengajukan masalah. Siswa mendapatkan masalah yang telah disusun oleh guru. Siswa tidak perlu mempunyai pengetahuan yang cukup untuk memecahkan masalah tersebut. Hal ini berarti siswa harus berkelompok untuk mencari mempelajari informasi/mencari pengetahuan atau keterampilan baru untuk terlibat dalam proses pemecahan masalah; 2.
Menuliskan apa yang diketahui
Tahap ini guru membagi peserta didik ke dalam kelompok, membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah. Siswa berkelompok menuliskan apa yang diketahui dari permasalahan yang diberikan oleh guru; 3.
Menuliskan inti permasalahan
Tahap ini siswa menuliskan pernyataan tentang inti permasalahan yang dipertanyakan dan harus muncul dari siswa. Guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan
informasi
yang
sesuai,
melaksanakan
eksperimen
penyelidikan untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
dan
19
4.
Menuliskan cara pemecahan masalah
Tahap ini siswa menuliskan beberapa cara untuk memecahkan masalah tersebut dan memutuskan mana yang terbaik; 5.
Menuliskan tindakan kerja yang akan dilakukan
Tahap ini siswa menuliskan dan mengerjakan tindakan kerja yang mereka lakukan untuk memecahkan masalah tersebut; 6.
Menuliskan hasil kegiatan
Tahap ini siswa melaporkan hasil kegiatannya kepada kelas yang meliputi proses yang dilakukan dan hasilnya. Model yang disederhanakan ini adalah sebuah model yang langkah-langkahnya dapat diulang. Langkah dua sampai lima dapat diulang dan ditinjau kembali dari informasi/pengetahuan baru sehingga memerlukan pendefinisian kembali masalah yang telah dipaparkan oleh siswa. Langkah ke empat dapat terjadi beberapa kali manakala guru memberi penekanan pada apa yang dilakukan oleh siswa. Kelebihan penggunaan pembelajaran berdasarkan masalah adalah (Taufiq, 2009): 1. Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan sebab mereka sendiri menemukan konsep tersebut; 2. Melibatkan secara aktif memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi; 3. Pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki siswa sehingga pembelajaran lebih bermakna; 4. Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran sebab masalah-masalah yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata, hal ini dapat meningkatkan motivasi dan keterkaitan pembelajar terhadap bahan yang dipelajari; 5. Menjadikan siswa lebih mandiri dan lebih dewasa, mampu memberi aspirasi dan menerima pendapat orang lain, menanamkan sikap sosial yang positif diantara pebelajar; 6. Pengkondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi
20
terhadap pembelajar dan temannya sehingga pencapaian ketuntasan belajar pebelajar dapat diharapkan; 7. Merangsang keterbukaan pikiran serta mendorong peserta didik untuk melakukan pembelajaran yang reflektif, kritis dan aktif; 8. Merangsang peserta didik untuk bertanya dan menggali pengetahuan secara mendalam; 9. Mencerminkan sifat alamiah pengetahuan, yaitu: kompleks dan berubahubah sesuai kebutuhan, sebagai respons terhadap masalah yang dihadapi. Dengan penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dalam mempelajari reproduksi ternak ini diharapkan siswa memperoleh hasil belajar yang optimal serta mendapatkan proses pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan.
E. Hasil Belajar Hasil belajar terbagi beberapa macam seperti pengetahuan, sikap, keterampilan, kemampuan, informasi dan nilai. Berbagai macam tingkah laku inilah yang disebut kapabilas sebagai hasil belajar. Sudjana (2009: 22) mengklasifikasikan hasil belajar menjadi tiga domain, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Aspek kognitif menaruh perhatian pada pengembangan kapabilitas dan keterampilan intelektual. Aspek psikomotor berkaitan dengan kegiatankegiatan manipulatif atau keterampilan motorik dan aspek afektif berkaitan dengan pengembangan perasaan, sikap, nilai, dan emosi yang dipelajari. Apabila proses transfer belajar terjadi dalam diri siswa maka akan mendapat pencapaian konsep atau disebut hasil belajar. Hasil belajar tersebut dapat berupa pengetahuan, keterampilan, serta nilai dan sikap yang diperoleh seseorang setelah mengikuti seluruh kegiatan proses pembelajaran.
21
Hasil belajar yang diharapkan dalam penelitian ini ialah meningkatnya kompetensi yang dilihat dari hasil belajar siswa dan optimalnya proses pembelajaran seperti yang diharapkan pada mata pelajaran Reproduksi Ternak ini. Sehingga menjadi solusi bagi kesenjangan yang ditemukan dan sekaligus landasan bagi guru untuk meningkatkan kompetensi siswa dengan cara penerapan model Problem Based Learning (PBL) pada mata pelajaran Reproduksi Ternak.
F. Reproduksi Ternak Mata pelajaran reproduksi ternak merupakan salah satu mata pelajaran produktif. Karakter mata pelajaran Reproduksi Ternak ialah mata pelajaran ini merupakan mata pelajaran yang selalu berkaitan dengan masalah-masalah reproduksi dan menuntut untuk dilakukan penanganan serta pemecahan masalah reproduksi yang tepat. Pengetahuan yang dibutuhkan untuk mata pelajaran reproduksi ternak antara lain mampu menjelaskan anatomi dan fisiologi organ reproduksi, kemampuan menjelaskan teknik mengawinkan ternak, serta mampu melakukan proses mengawinkan ternak. Kemampuan lain yang dibutuhkan dalam reproduksi ternak ini diantaranya mendiagnosa kebuntingan, hubungan hormonal, dan mendiagnosa kelainan reproduksi ternak. Kompetensi ini akan dijelaskan secara jelas pada penjelasan kompetansi selanjutnya. Hal ini diharapkan tercapai dengan penerapan PBL yang sejalan dengan sejarah PBL yang muncul akhir abad ke 20, tepatnya dipopulerkan oleh Barrows dan Tamblyn (1980). Model ini muncul sebagai hasil penelitian mereka terhadap kemampuan bernalar kedokteran di Mc. Master Medical School di Kanada.
22
Setiap materi pelajaran harus mengacu kepada indikator pembelajaran agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Tabel 2.1 menunjukkan kompetensi dasar dan indikator dalam pembelajaran Reproduksi Ternak di SMK Peternakan Negeri Lembang. Tabel 2.1 Kompetensi Dasar dan Indikator Pembelajaran Reproduksi Ternak
Kompetensi Dasar
Indikator
1. Menjelaskan Anatomi dan Fisiologi Ternak
Siswa mampu menjelaskan anatomi dan fisiologi organ reproduksi ternak jantan dan betina Siswa mampu menjelaskan hormon-hormon ternak jantan dan betina Siswa mampu menjelaskan tahapan teknis kawin alami dan Inseminasi Buatan Siswa mampu menjelaskan pubertas, siklus berahi, ovulasi, fertilisasi dan implantasi Siswa mampu menjelaskan tahapan teknis penampungan semen Siswa mampu memeriksa kualitas semen Siswa bisa menilai keberhasilan IB Siswa mengetahui penyebab kegagalan reproduksi Siswa mengetahui cara penanganan kegagalan reproduksi
2. Menjelaskan Teknik Mengawinkan Ternak 3.
Mengawinkan Ternak
4.
Mendiagnosa Kebuntingan
Sumber: Silabus SMK Peternakan Negeri Lembang
G. Pengertian Kompetensi dan Tuntutan Kompetensi Reproduksi Ternak Lingkungan dapat menjadi sumber kompetensi yang sangat luas bagi individu selama individu tersebut mau memanfaatkan energi pikirannya terhadap hal-hal yang ditemui di lingkungan. Dengan demikian pada dasarnya kompetensi itu muncul dan berkembang melalui proses belajar (learning process) yang
23
melibatkan tiga domain yaitu: domain kognitif, domain afektif, dan domain psikomotor. Majelis Pendidikan Kejuruan Nasional (MPKN) (1996) yang mengacu pada Australia National Training Agency (ANTA), memberikan pengertian “kompetensi sebagai kemampuan yang
dilandasi oleh keterampilan dan
pengetahuan yang didukung oleh sikap kerja dan dalam penerapannya mengacu pada unjuk kerja yang disyaratkan”. Bloom (dalam Iwan 2010) mengemukakan bahwa “kompetensi sebagai hasil belajar termasuk ke dalam arah kognitif yang aspeknya terdiri dari pengertian, pemahaman, penerapan, analisis, dan sintesis”. Dalam mata pelajaran Reproduksi Ternak tahapan-tahapan kompetensi ini dijelaskan sebagai berikut: 1.
Pengertian, dapat diartikan kegiatan mengingat. Kompetensi dalam tahapan ini pada mata pelajaran Reproduksi Ternak bahwa siswa harus ingat dan mengerti Anatomi dan Fisiologi organ reproduksi ternak jantan dan betina. Tahapan ini harus diketahui siswa bila mengacu pada silabus.
Gambar 2. 1 Anatomi Organ Reproduksi Ternak Jantan
24
Gambar 2.2 Anatomi Organ Reproduksi Ternak Betina 2.
Pemahaman, didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengerti lebih dalam mengenai materi yang telah dipelajari. Kompetensi pada tahapan ini pada mata pelajaran Reproduksi Ternak bahwa siswa harus memahami perbedaan perkawinan alami dan buatan beserta kelebihan dan kekurangan masing-masing. Hal ini tertera pada silabus.
Gambar 2.3 Inseminasi Buatan 3.
Penerapan, merupakan kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari dalam situasi tertentu.
25
Kompetensi dalam tahapan ini pada mata pelajaran Reproduksi Ternak bahwa siswa harus bisa melakukan atau melaksanakan Palpasi Rectal, Inseminasi Buatan, serta Deteksi Berahi pada ternak.
Gambar 2.4 Teknis Palpasi Rectal 4.
Analisis, didefinisikan sebagai kemampuan merinci materi yang ada ke dalam untukan-untukan dan membedakan. Kompetensi dalam tahapan ini pada mata pelajaran Reproduksi Ternak bahwa siswa harus memahami konsep-konsep sistem kerja hormonal pada ternak jantan dan betina, serta mengetahui gangguan reproduksi secara sistem kerja hormonal.
Gambar 2.5 Sistem Kerja Hormonal pada Birahi
26
5.
Sintesis, didefinisikan sebagai kemampuan untuk menggabungkan beberapa untukan menjadi satu kesatuan yang baru. Kompetensi dalam tahapan ini pada mata pelajaran Reproduksi Ternak bahwa siswa harus mampu menggabungkan teori-teori yang mereka dapatkan untuk Memecahkan masalah reproduksi baik gangguan secara hormonal maupun faktor yang lain. Disamping itu siswa harus bisa menangani masalah-masalah tersebut sesuai dengan penyebabnya.
Gambar 2.6 Gangguan Reproduksi
H. Penelitian-Penelitian Terdahulu yang Relevan Terdapat beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini, diantaranya adalah sebagai berikut. 1.
Reka Anugrah Erlangga (2012) yang berjudul Analisis Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. Reka Anugrah Erlangga menyimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa SMA Negeri 1 Cibadak Sukabumi.
27
2.
Nina Rezi Husnawati (2011) yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah. Nina Rezi Husnawati menyimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan minat dan motivasi siswa SMA Negeri 1 Tanjungsari.
3.
Jajat Setiawan (2007) yang berjudul Analisis Aspek Kognitif Siswa Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Pada Materi Pokok Sifat-Sifat Koloid disalah satu SMA di Bandung. Jajat Setiawan menyimpulkan bahwa, pembelajaran dengan model PBL menunjukkan siswa memberikan tanggapan yang baik, karena cenderung meningkatkan motivasi siswa untuk memahami konsep, meningkatkan aktivitas siswa, menambah pengalaman dan wawasan siswa, membuat siswa mengerti akan pentingnya ilmu kimia untuk dipelajari, belajar jadi lebih menyenangkan dan tidak membosankan.
4.
Ismi Kurnia Maulana (2011) yang berjudul Analisis Kemampuan Siswa Memecahkan Masalah Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning Pada Konsep Sistem Ekskresi di SMA Pasundan 8 Bandung. Ismi Kurnia Maulana menyimpulkan bahwa pada umumnya siswa merasa senang dan termotivasi untuk belajar dengan model pembelajaran Problem Based Learning.
5.
Enok Yinti Nasibah (2010) yang berjudul Upaya Peningkatan Aktivitas Belajar Dan Prestasi Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Fisika Melalui Implementasi Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Enok
28
Yinti Nasibah menyimpulkan bahwa, penerapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan aktivitas belajar dan prestasi belajar siswa kelas VIII salah satu SMP Negeri di Bandung.
I.
Anggapan Dasar Adapun anggapan dasar penelitian ini adalah bahwa:
1.
Pembelajaran dengan pemberian masalah memberi kesempatan kepada siswa berperan aktif dalam pembelajaran.
2.
Pembelajaran dengan pemberian masalah merangsang kemampuan bernalar siswa.
J.
Kerangka Berpikir Reproduksi ternak merupakan mata pelajaran yang menuntut siswa untuk
aktif dalam proses pembelajaran, aktif dan mampu dalam memecahkan masalah, serta tercapainya hasil belajar yang optimal. Sedangkan kenyataannya pada mata pelajaran reproduksi ternak, proses bembelajarannya masih bersifat pasif dan belum optimalnya hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Proses pembelajaran yang dilaksanakan masih menerapkan model tradisional atau yang disebut model konvensional. Umumnya keberhasilan suatu proses pembelajaran diukur dari hasil belajar siswa, sehingga pada akhirnya dari suatu proses pembelajaran tersebut muncullah hasil berupa nilai yang dilihat dari tiga aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Sebelum sampai pada hasil belajar, tentunya harus ada proses belajar
29
terlebih dahulu. Seperti diibaratkan kita ingin membuat suatu produk, maka kita mempunyai bahan sebagai (input), perlakuan sebagai proses, dan terakhir barulah berupa hasil atau output dari proses yang dilakukan. Biasanya jika kita ingin membuat suatu produk, maka sedapat mungkin produk yang kita hasilkan berkualitas, mampu bersaing dipasaran, dan sesuai dengan kebutuhan konsumen. Hasil yang maksimal diperoleh dengan berbagai inovasi yang kita rencanakan pada proses pembuatannya seperti kita melihat apa yang dibutuhkan konsumen, bagaimana strategi dan metode yang akan kita lakukan, dan apa prangkat-prangkat yang akan kita butuhkan untuk mencapai hal tersebut. Begitupun dengan proses belajar mengajar, dimana siswa sebagai input, perlakuan sebagai proses, dan hasil belajar sebagai output. Dengan demikian, seharusnya sedapat mungkin kita merencanakan proses pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan mata pelajaran dan dunia kerja atau dunia nyata tentunya. Berangkat dari identifikasi masalah yang telah dibahas sebelumnya, terdapat kenyataan berupa penerapan model pembelajaran yang belum sesuai dengan tuntutan mata pelajaran, dan banyaknya hasil belajar siswa yang tidak memenuhi standar. Mata pelajaran Reproduksi Ternak menuntut siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran dan menuntut siswa untuk bisa memecahkan masalahmasalah Reproduksi Ternak yang sering ditemukan di lapangan. Permasalahan ini cukup rumit yang mana organ satu sama lain saling berhubungan dan selalu berkaitan dengan hormon-hormon serta faktor lainnya. Selain itu siswa dituntut untuk membutuhkan analisis dan konsep pemecahan masalah agar siswa siap untuk menghadapi dunia kerja atau dunia nyata.
30
Masalah ini, yang harus dilakukan adalah memberikan model pembelajaran yang lebih inovatif dan lebih efektif dalam upaya memaksimalkan hasil belajar siswa. Albanese dan Mitchel (Erlangga, 2012) memperkuat bahwa “dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional, lebih baik digunakan model pembelajaran berbasis masalah yang mampu mengkonstruksi konsep dan mengembangkan keterampilan proses”. Sebagai solusi atas permasalahan diatas, digunakan model pembelajaran
Problem
Based Learning
(PBL)
yang
memanfaatkan masalah sebagai titik tolak pembelajaran. Agar siswa lebih aktif dan belajar untuk menganalisis dan berkonsep dalam memecahkan masalah. Problem Based Learning memiliki ciri-ciri seperti pembelajaran dimulai dengan pemberian masalah yang berkaitan dengan dunia nyata. selanjutnya guru membentuk siswa secara berkelompok untuk berdiskusi mencari solusi dan kemudian memprsentasikan solusi mereka. Sementara pendidik lebih banyak memfasilitasi dan membimbing siswa dalam pembelajaran. Pendidik merancang sebuah skenario masalah, memberikan indikasi-indikasi tentang sumber bacaan tambahan dan berbagai arahan dan saran yang diperlukan saat siswa menjalankan proses. Adapun manfaat model pembelajaran Problem Based Learing adalah: 1.
Menjadi lebih ingat dan meningkat pemahamannya atas materi ajar.
2.
Meningkatkan fokus pada pengetahuan yang relevan.
3.
Mendorong untuk berpikir.
4.
Membangun kerja tim, kepemimpinan, dan keterampilan sosial.
5.
Membangun kecakapan belajar.
6.
Memotivasi siswa.
31
Model Problem Based Learning (PBL) ini dipilihnya bertujuan agar terpenuhinya tuntutan mata pelajaran Reproduksi Ternak. Tuntutan mata pelajaran Reproduksi Ternak ini ialah menuntut proses pembelajaran yang optimal seperti diantaranya siswa aktif dalam proses pembelajaran, aktif dan mampu dalam memecahkan
masalah
reproduksi
ternak,
mampu
memberikan
aspirasi,
keterbukaan pikiran, sehingga berujung kepada tercapainya hasil belajar siswa yang optimal tentunya. Dalam penelitian ini hasil belajar yang diukur ialah ranah kognitif siswa. Tercapai atau tidaknya tujuan dari solusi yang dipilih ini nantinya akan diuji hasilnya dengan pengujian hipotesis penelitian.
K. Hipotesis Hipotesis penelitian ini akan disimbolkan dengan hipotesis alternatif (Ha) dan hipotesis nol (H0). Agar tampak ada dua pilihan, hipotesis ini didampingi oleh pernyataan lain yang isinya berlawanan. Pernyataan ini merupakan hipotesis tandingan antara (Ha) terhadap (H0). Berdasarkan perumusan masalah dan kajian pustaka yang telah dikemukakan, maka hipotesis yang diuji adalah: 1.
Rumusan Hipotesis Statistik
H0: μ1 = μ2 Tidak terdapat perbedaan peningkatan hasil belajar yang signifikan pada mata palajaran Reproduksi Ternak antara yang menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dengan penerapan model konvensional dengan metode ceramah.
32
Ha: μ1 ≠ μ2 Terdapat perbedaan peningkatan hasil belajar yang signifikan pada mata palajaran Reproduksi Ternak antara yang menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dengan penerapan model Konvensional dengan metode ceramah. µ1 = N-Gain kelompok ekperimen µ2 = N-Gain kelompok Kontrol Jika dibandingkannya dengan t table, maka: - Jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , maka H0 ditolak dan Ha diterima - Jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≤ 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , maka H0 diterima dan Ha ditolak