BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka 1. Manajemen Mary Parker Follet mengartikan manajemen sebagai sebuah seni (management is art). Setiap pekerjaan dapat diselesaikan melalui orang lain. Sedangkan menurut Stoner manajemen adalah proses dalam membuat perenanaan , pengorganisasian, mengendalikan dan memimpin berbagai usaha dari anggota organisasi dan menggunakan semua sumber daya organisasi untuk mencapai sasaran. Wilson Bangun mengemukakan bahwa pengertian manajemen ialah rangkaian aktivitas-aktivitas yang dikerjakan oleh anggota-anggota organisasi untuk mencapai tujuannya. Dan proses merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis. Menurut Koontzn manajemen merupakan seni yang paling produktif selalu didasarkan pada pemahaman akan ilmu yang mendasarinya. Oleh karna itu, seni dan ilmu bukannya saling bertentangan satu sama lain, akan tetapi saling melengkapi. Dan George R Terry mengemukakan manajemen merupakan suatu ilmu dan seni. Manajemen merupakan suatu wadah dalam ilmu pengetahuan, sehingga dapat dibuktikan kebenarannya seara umum. 6
7
Dari seluruh pengertian manajemen diatas. Maka, dapat disimpulkan bahwa manajemen merupakan ilmu, pengetahuan serta proses yang dijalankan oleh suatu organisasi untuk melaksanakan aktifitas-aktifitas yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan oganisasi yang telah ditetapkan dan direncanakan sebelumnya. Dan jika kita rujuk pada manajemen sebagai suatu proses. Maka, para manajer sebaiknya dapat melaksanakan aktifitasnya yang saling berkaitan dengan sasaran yang mereka tuju. 2. Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses menangani berbagai masalah pada ruang lingkup karyawan, pegawai, buruh, manajer dan tenaga kerja lainnya untuk dapat menunjang aktivitas organisasi atau perusahaan demi mencapai tujuan yang telah ditentukan. Bagian atau unit yang biasanya mengurusi SDM adalah departemen sumber daya manusia atau dalam bahasa inggris disebut HRD atau Human Resource Department. Menurut A.F. Stoner manajemen sumber daya manusia adalah suatu prosedur yang berkelanjutan yang bertujuan untuk memasok suatu organisasi atau perusahaan dengan orang-orang yang tepat untuk ditempatkan pada posisi dan jabatan yang tepat pada saat organisasi memerlukannya. Manajemen sumber daya manusia juga menyangkut desain sistem perencanaan, penyusunan karyawan pengembangan karyawan, pengelolaan karier, evaluasi kinerja, kompensasi karyawan, dan hubungan ketenagakerjaan yang baik. Manajemen sumber daya manusia melibatkan semua keputusan dan praktik manajemen yang mempengaruhi secara langsung sumber daya manusianya.
8
Menurut Handoko (2006), manajemen sumber daya manusia adalah penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai baik tujuan-tujuan individu maupun organisasi. Menurut Mangkunegara (2009), manajemen sumber daya manusia didefinisikan sebagai suatu pengelolaan dan pendayagunaan sumber daya yang ada pada individu (pegawai). Pengelolaan dan pendayagunaan tersebut dikembangkasn secara maksimal didalam dunia kerja untuk mencapai tujuan organisasi dan pengembangan individu pegawai. 3. Kebijakan Remunerasi a. Pengertian Remunerasi Remunerasi merupakan imbalan atau balas jasa yang diberikan perusahaan kepada tenaga kerja sebagai akibat dari prestasi yang telah diberikannya dalam rangka mencapai tujuan perusahaan. Pengertian ini mengisyaratkan bahwa keberadaannya di dalam suatu organisasi perusahaan tidak dapat diabaikan begitu saja. Sebab, akan terkait langsung dengan pencapaian tujuan perusahaan. Remunerasi yang rendah tidak dapat dipertanggung jawabkan, baik dilihat dari sisi kemanusiaan maupun dari sisi kelangsungan hidup perusahaan. Secara teoritis dapat dibedakan dua system remunerasi, yaitu yang mengacu teori Karl Mark dan teori Neo-klasik. Kedua teori tersebut masing-masing memiliki kelemahan. Oleh karena itu, sistem pengupahan yang berlaku dewasa ini selalu berada diantara dua sistem tersebut. artinya bahwa tidak ada satupun pola yang dapat berlaku umum. Yang perlu
9
dipahami bahwa pola manapun yang akan dipergunakan seyogianya disesuaikan dengan kebijakan remunerasi masing-masing perusahaan dan mengacu kepada rasa keadilan bagi kedua belah pihak (perusahaan dan karyawan) (Sofa, 2008) . Besarnya tingkat remunerasi untuk masing-masing perusahaan berbeda.
Perbedaan
tersebut
disebabkan
beberapa
faktor
yang
mempengaruhinya, yaitu permintaan dan penawaran tenaga kerja, kemampuan perusahaan, kemampuan dan keterampilan tenaga kerja, peranan perusahaan, serikat buruh, besar kecilnya resiko pekerjaan, campur tangan pemerintah, dan biaya hidup. Dilihat dari sistemnya pemberian remunerasi dapat dibedakan atas prestasi kerja, lama kerja, senioritas atau lama dinas, kebutuhan, dan premi atau upah borongan. b. Tujuan pemberian remunesasi Menurut Samsudin (2006) tujuan pemberian remunerasi antara lain sebagai berikut : •
Pemenuhan kebutuhan ekonomi Karyawan menerima kompensasi berupa gaji, upah atau bentuk lain adalah untuk kebutuhan ekonominya
•
Meningkatkan produktivitas kerja Pemberian kompensasi yang makin baik akan dapat mendorong karyawan bekerja lebih produktif.
10
•
Memajukan organisasi atau perusahaan Semakin berani suatu perusahaan atau organisasi memberikan remunerasi yang tinggi dapat dijadikan tolok ukur bahwa semakin berhasil perusahaan tersebut membangun kinerja pegawainya. Karena pemberian remunerasi yang tinggi hanya mungkin apabila perusahaan tersebut memiliki pendapatan yang cukup tinggi dengan harapan akan semakin maju perusahaan tersebut.
•
Menunjukkan keseimbangan dan keadilan Ini berarti pemberian remunerasi berhubungan dengan persyaratan yang harus dipenuhi oleh karyawan pada jabatan yang diduduki sehingga tercipta keseimbangan antara input dan output.
Menurut Hasibuan (2006) mengemukakan bahwa pemberian remunerasi mempunyai beberapa tujuan : 1. Ikatan Kerjasama 2. Kepuasan kerja 3. Pengadaan tenaga kerja yang lebih efektif 4. Motivasi 5. Stabilitas pegawai 6. Disiplin 7. Pengaruh serikat buruh 8. Pengaruh pemerintah
11
c. Pengaruh kebijakan remunerasi terhadap kinerja Menurut Ivancevich (2001) remunerasi adalah setiap bentuk imbalan (reward) yang diterima pegawai sebagai akibat dari kinerjakinerja tugas dalam organisasi, termasuk diantaranya hadiah, penghargaan atau promosi jabatan. Kinerja tidak dapat dicapai secara optimal apabila remunerasi diberikan tidak secara proposional. Pengembangan kebijakan remunerasi merupakan suatu cara yang efektif untuk mengurangi biaya dan menambah produktifitas pegawai. Kebijakan remunerasi akan efektif apabila dilaksanakan bersamaan dengan penerapan manajemen kepagawaian yang berorientasi pada kinerja, sehingga ada kejelasan tentang apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab masing-masing pegawai, serta target kinerja yang harus dicapai oleh pegawai. Dengan demikian setiap pegawai dapat memahami bahwa untuk mendapatkan imbalan yang besar mereka harus mencapai kinerja yang baik. 4. Kepuasan Kerja a. Pengertian Kepuasan Kerja Kepuasan kerja menurut Robbins dalam Mangkunegara (2006) merupakan sikap umum seorang karyawaan terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja menunjukan adanya kesesuain antara harapan seseorang yang timbul dengan imbalan yang disediakan pekerjaan. Kepuasan atau ketidakpuasan karyawan tergantung pada perbedaan antara apa yang
12
diharapkan. Apabila yang didapat karyawan lebih rendah dari yang diharapkan maka karyawan akan merasa tidak puas dan sebaliknya. Robbins and Judge (2011) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai perasaan positif pada suatu pekerjaan, yang merupakan dampak/hasil evaluasi dari berbagai aspek pekerjaan tersebut. Kepuasan kerja merupakan penilaian dan sikap seseorang atau karyawan terhadap pekerjaannya dan berhubungan dengan lingkungan kerja, jenis pekerjaan, hubungan antar teman kerja, dan hubungan sosial di tempat kerja. Secara sederhana kepuasan kerja atau job satisfaction dapat disimpulkan sebagai apa yang membuat seseorang menyenangi pekerjaan yang dilakukan karena mereka merasa senang dalam melakukan pekerjaannya. Menurut Luthans (2005) ada lima dimensi untuk mengukur kepuasan kerja karyawan dengan menggunakan Job Descriptive Indeks (JDI). Kelima dimensi tersebut adalah kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri, kepuasan terhadap gaji, kepuasan terhadap kesempatan promosi pekerjaan, kepuasan terhadap penyelia dan kepuasan terhadap rekan kerja. Wibowo (2010) mendefinisikan kepuasan kerja dengan mengacu pada pendapat (Robbins, 2003) adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang yang menunjukan perbedaan antara jumlah penghargaan, yang diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima. Lebih lanjut Wibowo (2010) mengemukakan pendapat Green Berg dan Baron (2003) mendeskripsikan kepuasan kerja sebagai sikap positif
13
atau negatif yang dilakukan individual terhadap pekerjaan mereka. Sementara itu, kepuasan kerja merupakan respons affektif atau emosional terhadap berbagai segi pekerjaan seseorang (Kreitner dan Kinicki, 2001) yang mendefinisikan bahwa job statisfaction bukan merupakan konsep tunggal. Seseorang dapat relatif puas dengan salah satu aspek pekerjaan dan tidak puas dengan satu atau lebih dari aspek lainnya. b. Teori Kepuasan Kerja Wibowo (2010) mengungkapkan teori kepuasan kerja yang membuat sebagian orang lebih puas terhadap pekerjaannya daripada beberapa lainnya. Teori ini juga mencari landasan tentang proses perasaan orang terhadap kepuasan kerja. Diatara teori kepuasan kerja adalah twofactor theory dan value theory. 1. Two-factor theory Teori dua faktor merupakan teori kepuasan kerja yang menganjurkan bahwa satisfaction (kepuasan) dan dissatisfaction (ketidakpuasan) merupakan bagian dari kelompok variabel yang berbeda, yaitu motivator and hygine factors. Pada umumnya setiap individu mengharapkan bahwa faktor tertentu memberikan kepuasan apabila tersedia dan meimbulkan ketidakpuasan apabila tidak ada. Pada teori ini, ketidakpuasan dihubungkan dengan kondisi disekitar pekerjaan (seperti kondisi kerja, pengupahan, keamanan, kualitas pengawasan, dan hubungan dengan orang lain), dan bukannya dengan pekerjaan itu sendiri. Karena faktor
14
ini mencegah reaksi negatif, dinamakan sebagai hygine atau maintenance factors. 2. Value Theory Menurut konsep teori ini kepuasan kerja terjadi pada tingkatan dimana hasil pekerja diterima individu seperti yang diharapkan. Semakin banyak orang menerima hasil, maka akan semakin puas. Semakin sedikit mereka menerima hasilnya maka mereka akan semakin kurang puas. Value theory memfokuskan pada hasil manapun yang menilai orang tanpa memperhatikan siapa mereka. Kunci menuju kepuasan dalam pendekatan ini adalah perbedaan antara aspek pekerjaan yang dimiliki dan diinginkan seseorang. Semakin besar perbedaan, maka akan semakin randah tingkat kepuasan seseorang. Implikasi teori ini mengundang perhatian para aspek pekerjaan yang perlu di rubah untuk mendapakan kepuasan kerja. Secara khusus, teori ini menganjurkan bahwa aspek tersebut tidak harus sama dan berlaku untuk semua individu. Tetapi mungkin aspek nilai dari pekerjaan
tentang
individu-individu
yang
merasakan
adanya
pertentangan serius. Dengan menekankan pada nilai-nilai, teori ini menganjurkan bahwa kepuasan kerja dapat diperoleh dari banyak faktor. Oleh karna itu, cara yang efektif untuk memuaskan pekerja adalah dengan menemukan apa yang mereka inginkan dan apabila ada kemungkinan untuk memberikannya.
15
c. Penyebab kepuasan kerja Menurut Wibowo (2010) dalam pendapat Kreitner dan Kiniciki (2001) terdapat lima faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya kepuasan kerja, adalah sebagai berikut: •
Need fulfillment (pemenuhan kebutuhan) Model ini dimaksudkan bahwa kepuasan ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan yang dapat memberikan kesempatan pada individu untuk memenuhi kebutuhannya.
•
Discrepancies (perbedaan) Model ini menyatakan bahwa kepuasan merupakan suatu hasil memenuhi harapan. Pemenuhan harapan mencerminkan perbedaan antara apa yang diharapkan dengan apa yang diperoleh individu dari pekerjaannya. Apabila harapan lebih besar daripada pencapaian maka individu itu akan merasa tidak puas. Begitupun sebaliknya, diperkirakan individu akan puas apabila mereka menerima manfaat atas harapannya.
•
Value attainment (pencapaian nilai) Gagasan value attainment adalah kepuasan merupakan hasil dari presepsi pekerjaan yang memberikan pemenuhan nilai kerja individual yang penting.
•
Equity (keadilan) Kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan di tempat kerja. Kepuasan merupakan hasil dari presepsi seseorang
16
bahwa perbandingan antara hasil kerja dan inputnya relatif lebih menguntungkan dibandingkan dengan perbandingan antara keluaran dan masukan pekerjaan lainnya. •
Dispositional / genetic component ( komponen genetik) Beberapa rekan kerja atau teman tampak puas terhadap variasi lingkungan kerja, sedangkan lainnya kelihatan tidak puas. Model ini didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan kerja sebagian merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Model ini didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan kerja merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Model ini menyiratkan perbedaan individu hanya mempunyai arti penting untuk menjelaskan kepuasan kerja seperti halnya karakteristik lingkungan pekerjaan.
d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Menurut Efendi (2002) kepuasan kerja didefinisikan dengan hingga sejauh mana individu merasakan secara positif atau negatif dalam berbagai macam faktor atau dimensi dari tugas-tugas dalam pekerjaannya. Faktor-faktor yang terkait dengan atau menentukan kepuasan kerja atau ketidakpuasan kerja adalah satu hal yang sangat luas, yaitu sebagai berikut: 1. Gaji, yaitu jumlah yang diterima seseorang sebagai akibat dari pelaksanaan kerja, apakah sesuai dengan kebutuhan dan dirasakan adil. 2. Pekerjaan itu sendiri, yaitu isi pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang, apakah memiliki element yang memuaskan.
17
3. Rekan kerja, yaitu taman-teman kepada siapa seseorang senantiasa berinteraksi dalam pelaksanaan pekarjaan. Seseorang dapat merasakan rekan kerjanya sangat menyenangkan atau tidak menyenangkan. 4. Atasan, yaitu seseorang yang senantiasa memberikan perintah atau petunjuk dalam pelaksanaan pekerjaan. Terkadang cara-cara atasan dapat menjadi tidak menyenangkan bagi seseorang atau sebaliknya. Dan hal ini dapat mempengaruhi kepuasan kerja. 5. Promosi, yaitu kemungkinan seseorang untuk dapat berkembang dalam perusahaan melalui kenaikan jabatan. Seseorang dapat merasakan adanya kemungkinan yang besar untuk naik jabatan atau tidak, proses kenaikan jabatan kurang terbuka atau terbuka, ini juga dapat mempengaruhi tingkat kepuasan kerja seseorang. 6. Lingkungan kerja, yaitu lingkungan fisik dan psikologis e. Mengukur Kepuasan Kerja Wibowo (2005) mengemukakan bahwa terdapat dua macam pendekatan yang secara luas dipergunakan untuk melakukan pengukuran kepusan kerja dalam pendapat (robbins, 2003) yaitu sebagai berikut. 1. Singel global rating, yaitu tidak lain dengan meminta individu merespons atas satu pertanyaan, seperti dengan mempertimbangkan semua hal, seberapa puas anda dengan pekerjaan anda? Dan responden menjawab antara “highly satisfied dan highly dissatisfies”. 2. Summation store yaitu mengidentifikasikan element kunci dalam pekerjaan dan menanyakan perasaan pekerja tentang masing-masing
18
element. Faktor spesifik yang diperhitungkan adalah : sifat pekerjaan, supersive, upah sekarang, kesempatan promosi dan hubungan dengan atasan ataupun rekan kerja lainnya. f. Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Kepuasan kerja merupakan prediktor kinerja, karena kepuasan kerja mempunyai korelasi moderat dengan kinerja. Pekerja yang puas melakukan pekerjaan lebih baik dalam memenuhi kewajiban seperti tertuang dalam deskripsi pekerjaan. Kenyataannnya menganjurkan bahwa perasaan positif mendorong kreatifitas, memperbaiki pemecahan masalah, pengambilan keputusan dan meningkatkan memori dan menarik berbagai macam informasi tertentu. Perasaan positif juga memperbaiki ketekunan tugas dan menarik banyak bantuan dan dukungan dari rekan sekerja. Kepuasan kerja mempunyai pengaruh positif moderat pada kinerja. Orang yang mempunyai tingkat kepuasan kerja lebih tinggi cenderung mepunyai kinerja tugas lebih tinggi, tingkat citizenship behavior lebih tinggi dan tingkat prilaku kontra produktif lebih rendah (Colquitt, LePine, Wesson, 2011) dalam Wibowo (2013) 5. Kinerja Konsep kinerja merupakan singkatan dari kinetika energi kerja yang padannanya dalam bahasa inggris adalah performance. Istilah performance sering diindonesiakan sebagai performa. Kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu. Pekerjaan adalah aktivitas menyelesaikan sesuatu atau membuat sesuatu yang hanya memerlukan tenaga dan keteampilan tertentu seperti yang
19
dilakukan oleh para pekerja kasar atau blue collar worker. Contoh pekerjaann, yaitu sopir bus, pembantu rumah tangga, tukang cukur, pengantar surat pos dan tukang
kayu.
Sementara
menyelesaikannya
itu,
memerlukan
profesi
adalah
penguasaan
dan
pekerjaan penerapan
yang teori
untuk ilmu
pengetahuan yang dipelajari dari lembaga pendidikan tinggi sepeti yang dilakukan oleh professional atau white collar worker. Contoh profesi, yaitu pekerjaan yang dilakukan oleh manajer, dokter, dosen guru, hakim, jaksa dan akuntan merupakan profesi. Wirawan (2009) a. Pengertian kinerja Istilah kinerja beraasal dari kata job performance atau actual peformane (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. (Mangkunegara :2007) Berdasarkan keterangan di atas dapat pula diartikan bahwa kinerja adalah sebagai seluruh hasil yang diproduksi pada fungsi pekerjaan atau aktivitas khusus selama periode khusus. Kinerja keseluruhan pada pekerjaan adalah sama dengan jumlah atau rata - rata kinerja pada fungsi pekerjaan yang penting. Fungsi yang berkaitan dengan pekerjaan tersebut akan dilakukan dan tidak dilakukan dengan karakteristik kinerja individu. Pendapat di atas didukung oleh pernyataan dari Sunarto (2003), yaitu : Kinerja yang tinggi dapat tercapai oleh karena kepercayaan (trust) timbal balik yang tinggi di antara anggota - anggotanya artinya para anggota
20
mempercayai integritas, karakteristik, dan kemampuan setiap anggota lain. Untuk mencapai kinerja yang tinggi memerlukan waktu lama untuk membangunnya, memerlukan kepercayaan, dan menuntut perhatian yang seksama dari pihak manajemen. b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Menurut Wirawan (2009) kinerja pegawai merupakan sinergi dari sejumlah faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain faktor lingkungan internal organisasi, faktor lingkungan eksternal dan faktor internal karyawan atau pegawai seperti Gambar 2.1 berikut.
Gambar 2.1 faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
21
Faktor internal pegawai, yaitu faktor-faktor dari dalam diri pegawai yang merupakan faktor bawaan dari lahir dan faktor yang diperoleh ketika ia berkembang. Faktor-faktor bawaan, misalnya bakat, sifat pribadi, serta keadaan fisik dan kejiwaan. Sementara itu, faktor-faktor yang diperoleh, misalnya pengetahuan, keterampilan, etos kerja, pengalaman kerja, dan motovasi kerja. Setelah dipengaruhi oleh lingkungan internal organisasi dan lingkungan eksternal, faktor internal pegawai ini menentukan kinerja pegawai. Jadi, dapat diasumsikan bahwa makin tinggi faktor-faktor internal tersebut, makin tinggi pula kinerja pegawai. Sebaliknya, makin rendah faktor-faktor tersebut, mkin rendah pula kinerjanya. Faktor-faktor lingkungan internal organisasi. Dalam melaksanakan tugasnya, pegawai memerlukan dukungan organisasi tempat ia bekerja. Dukungan tersebut angat mempengaruhi tinggi rendahnya kinerja pegawai, misalnya penggunaan teknologi robot oleh organisasi. Menurut penelitian, penggunaan robot akan meningkatkan produktivitas karyawan 14 sampai 30 kali lipat. Sebaliknya, jika system kompensasi dan iklim kerja organisasi buruk , kinerja karyawan akan menurun. Faktor internal organisasi lainnya misalnya strategi organisasi, ukungan sumber daya yang dipelukan untuk melaksanakan pekerjaan, serta sistem manajemen dan kompensasi. Oleh karena itu, manajemen organisasi harus menciptakan lingkungan internal organisasi yang kondusif sehingga dapat mendukung dan meningkatkan kinerja karyawan. Faktor lingkungan eksternal organisasi. Faktor-faktor eksternal organisasi adalah keadaan, kejadian, dan situasi yang terjadi di lingkungan eksternal
22
organisasi yang mempengaruhi kinerja karyawan. Misalnya, krisis ekonomi dan keuangan yang terjadi di Indonesia tahun 1997 meningkatkan inflasi, menurunkan nilai nominal upah dan gaji karyawan, dan selanjutnya menurunkan daya beli karyawan. Jika inflasi tidak diikuti dengan kenaikan upah atau gaji para karyawan yang sepadan dengan tingkat inflasi, maka kinerja karyawan akan menurun. Faktor-faktor internal karyawan bersinergi dengan faktor-faktor lingkungn interna organisasi dan faktor-faktor lingkungan eksternal oganisasi. Sinergi ini mempengaruhi perilaku kerja karyawan yang kemudian mempengaruhi kinerja karyawan. Kinerja karyawan kemudian menentukan kinerja organisasi.
Sedangkan menurut Mangkunegara (2009), menyatakan faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain: 1. Faktor Kemampuan Secara
psikologis,
kemampuan
(ability)
pegawai terdiri dari
kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowlage+skill). Artinya pegawai yang memiliki IQ diatas rata-rata (IQ 110-120) dengan pendidikan yang memadai untk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharakan. Oleh karna itu, pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya. (the right man in the right place, the right man in the right job).
23
2. Faktor Motivasi Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadai
situasi
kerja.
Motivasi
merupakan
kondisi
yang
menggerakan diri pegawai yang terara untuk mencapai tujuan organisasi. c. Pengukuran Kinerja Pada akhir kurun waktu (periode) yang ditetapkan, tibalah saatnya untuk melakukan penilaian yaitu membandingkan antara hasil yang sebenarnya diperoleh dengan yang direncanakan. Dengan kata lain, sasaran-sasaan tersebut haus diteliti satu persatu, mana yang telah dicapai sepenuhnya (100%), mana yang diatas standar (target), dan mana yang dibawah target atau tidak tercapai penuh. Penilaian hasil atau pestasi sendiri tidak boleh diserahkan kepada atasan tetapi harus dilakukan oleh bawahan sendiri, karena seyogyanya setiap orang memang mampu melakukannya. Semua ini dapat dilakukan melalui sistem infomasi yang sudah bejalan seperti system pelaporan produksi atau penjualan dengan pengecekan khusus. Baru setelah proses penilaian sendiri (self assessment) selesai, hasilnya dikirimkan kepada atasan sendiri, dilengkapi dengan analisa factor-faktor yang membantu atau menghambat tercapainya prestasi, bila itulah yang terjadi. (Ruky :2006) d. Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja Menurut Yani (2012), tujuan penilaian kinerja karyawan pada dasarnya meliputi : 1. Untuk mengetahui tingkat prestasi karyawan selama ini.
24
2. Pemberian imbalan yang serasi, misalnya untuk kenaikan gaji, gaji pokok, kenaikan gaji istimewa, dan insentif uang. 3. Mendorong pertanggungjawaban karyawan 4. Untuk pembeda antara karyawan satu dengan yang lain. 5. Pengembangan SDM yang masih dapat dibedakan lagi kedalam 6. Meningkatkan motivasi kerja 7. Meningkatkan etos kerja 8. Memperkuat hubungan antara karyawan dengan supervisior melalui diskusi tentang kemajuan mereka. 9. Sebagai alat untuk memperoleh umpan balik dari karyawan untuk memperbaiki desain pekerjaan, lingkungan kerja, dan rencana karier selanjutnya 10. Riset seleksi sebagai kriteria keberhasilan / efektivitas. 11. Sebagai salah satu sumber informasi untuk perncanaan SDM, karier dan keputusan perencanaan suksesi. 12. Membantu menempatkan karyawan dengan pekerjaan yang sesuai untuk mencapai hasil yang baik secara menyeluruh. 13. Sebagai sumber informasi untuk mengambil keputusan yang berkaitan dengan gaji, upah, kompensasi dan sebagai imbalan lainnya. 14. Sebagai penyalur keluhan yang berkaitan dengan masalah pribadi maupun pekerjaan. 15. Sebagai alat untuk menjaga tingkat kinerja.
25
16. Sebagai alat untuk membantu mendorong karyawan mengambil inisiatif dalam rangka memperbaiki kinerja. 17. Untuk
mengetahui
eektivitas
kebijakan
SDM,
seperti
seleksi,rekrutmen, pelatihan, dan analisa pekerjaan sebagai komponen yang saling ketergantungan diantara fungdi-fungdi SDM. 18. Mengidentifikasi dan menghilangkan hambatan-hambatan agar kinerja menjadi baik. 19. Mengembangkan dan menetapkan kompensasi pekerjaan. 20. Pemutusan hubungan kerja, pemberian sanksi ataupun hadiah.
Sedangkan manfaat dari penilaian kinerja adalah : 1. Posisi tawar, untuk memungkinkan manajemen melakukan negosiasi yang objektif dan rasional dengan serikat buruh atau langsung dengan karyawan. 2. Perbaikan kinerja. Umpan balik pelaksanaan kerja yang bermanfaat bagi karyawan, manajer, dan spesialis personil dalam bentuk kegiatan untuk meningkatkan atau memperbaiki kinerja karyawan. 3. Penyesuaian kompensasi. Penilaian kinerja membantu pengambilan keputusan dalam penyesuaian laba/rugi, menentukan siapa saja yang perlu dinaikan upah/bonusnya atau kompnsasi lainnya. 4. Keputusan penempatan. Membantu dalam promosi, keputusan penempatan, pemindahan dan penurunan pangkat pada umumnya
26
didasarkan pada masa lampau atau mengantisipasi kinerja. Sering promosi adalah penghargaan kinerja masalalu. 5. Pelatihan dan pengembanga. Kinerja yang buruk mengindikasikan adanya suatu kebutuhan untuk latihan. 6. Perencanaan dan pengembangan karier. Umpan balik penilaian kinerja dapat
digunakan
sebagai
panduan
dalam
perencanaan
dan
pengembangan karir karyawan, penyusunan program pengembangan karier yang tepat dapat menyelaraskan antara kebutuhan karyawan dengan kepentingan karyawan. 7. Evaluasi proses staffing. Prestasi kerja yang baik atau buruk mencerminkan kekuatan atau kelemahan prosedur staffing departemen SDM. 8. Efisiensi proses penempatan karyawan. Kinerja yang baik atau buruk mengisyaratkan kekuatan atau kelemahan dalam prosedur penempatan karyawan di departemen SDM. 9. Ketidakakuratan informasi. Kinerja lemah menandakan adanya kesalahan didalam informasi analisis pekerjaan, perencanaan SDM atau sistem informasi SDM. 10. Kesalahan dalam merancang pekerjaan. Kinerja yang lemah mungkin meupakan gejala dari rancangan pekerjaan yang kurang tepat. 11. Kesempatan kerja yang adil. Penilaian kinerja yang akurat terkait dengan pekerjaan dapat memastikan bahwa keputusan penempatan internal tidak bersifat diskriminatif.
27
12. Mengatasi tantangan-tantangan eksternal. Kadang-kadang kinerja dipengaruhi oleh faktor di luar lingkungan kerja. Jika faktor ini tidak dapat diatasi karyawan bersangkutan, departemen SDM mungkin mampu menyediakan bantuan. 13. Elemen-elemen pokok sistem penilaian kinerja. Departemen SDM biasanya mengembangkan penilaian kinerja bagi karyawan di semua departemen. Elemen-elemen pokok sistem penilaian ini mencakup ukuran-ukuran kriteria. 14. Umpan balik ke SDM. Kinerja baik atau buruk di seluruh perusahaan mengindikasikan seberapa baik departemen berfungsi. 6. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu tekait dengan kebijakan remunerasi, kepuasan kerja dan kinerja karyawan merupakan referensi yang sangat perlu untuk mengetahui penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, penelitian terdahulu digunakan sebagai perbandingan dan gambaran yang mendukung penelitian dalam karya tulis ini. Beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan topik penelitian ini dapat diiktisarkan dalam Tabel 2.1 :
28
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
JUDUL
PENELITI
VARIABEL
Pengaruh Remunerasi Terhadap Kinerja Pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tuban (Jurnal)
Anharudin Azis (2013)
•
Pengaruh Pemberian Remunerasi Terhadap Kinerja Pegawai Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIa Anak Blitar
Sugeng Budianto (2012)
•
Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan Dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Bawahan (Studi Kasus Pada Pergutuan Tinggi Swasta Di Kota Semarag)
Untung Widodo 2006
•
•
•
• •
Variabel X = Remunisasi Variable Y = kinerja
Variabel X = Remunisasi Variable Y = kinerja
Variabel X1 = gaya kepemimpina Variabel X2 = kepuasan kerja Variable Y = kinerja
HASIL PENELITIAN
Remunerasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja. Yang terbukti dari analisis korelasi dengan nilai koofisiens 0,860. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemeberian remunerasi di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Anak Blitar sangat berpengaruh dan sangat signifikan terhadap kinerja pegawainya variabel kepuasan kerja menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara kepuasan kerja terhadap kinerja bawahan yang ditunjukkan dengan nilai signifikasi t lebih kecil dari level of signifikan.
B. Rerangka Pemikiran Untuk memperjelas gambaran penelitian secara keseluruhan dan agar penelitian lebih terarah maka dibuat rerangka pemikiran. Rerangka pemikiran yang dikembangkan dalam penelian ini mengacu pada tinjauan pustaka sehingga dapat digambarkan dalam model penelitian sebagai berikut :
29
Kebijakan Remunerasi (X1)
H2 Kinerja Karyawan (Y) H3
Kepuasan Kerja (X2) H1
Gambar 2.2 Rerangka Berfikir
C. Hipotesis Berdasarkan latar belakang masalah, perumusan masalah, dan tujuan penelitian maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H1 :
Diduga kebijakan remunerasi dan kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan PT. Ching Luh Indonesia.
H2 :
Diduga kebijakan remunerasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan PT. Ching Luh Indonesia.
H3 :
Diduga kepuasan karyawan berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan PT. Ching Luh Indonesia.