8
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Manajemen Pemasaran American Marketing Association (AMA) menawarkan definisi formal Pemasaran yang dikutip oleh Kotler dan Keller (2009: 5) suatu fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk menciptakan, mengomunikasikan , dan memberikan nilai kepada planggan dan untuk mengelola hubungan pelanggan dengan cara menguntungkan organisasi dan pemangku kepentingannya. Manajemen pemasaran (marketing management) adalah seni atau ilmu memilih pasar sasaran dan meraih, mempertahankan, serta menumbuhkan pelanggan dengan menciptakan, menghantarkan dan mengomunikasikan nilai pelanggan yang unggul (Kotler dan Keller, 2009:5) Menurut Kotler dalam Benyamin Molan (2005:10) Manajemen Pemasaran adalah proses perencanaan, dan pelaksanaan, pemikiran, penetapan harga, promosi serta penyaluran gagasan barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi sasaran individu dan organisasi.
2.1.2 Perilaku Konsumen Perilaku konsumen merupakan studi yang mengkaji bagaimana cara individu mengambil keputusan untuk memanfaatkan sumber daya mereka yang tersedia (waktu, uang, usaha) guna membeli barang-barang yang berhubungan
9
dengan konsumsi. Hal ini mencakup apa yang mereka beli, mengapa mereka beli, kapan mereka beli, dimana mereka beli, seberapa sering mereka beli, dan seberapa sering mereka mengunakannya. (Schiffman dan Kanuk, 2007:6) Menurut Solomon (2013:31) Perilaku konsumen adalah studi tentang proses yang melibatkan ketika individu atau kelompok memilih, membeli, menggunakan, atau membuang produk, jasa, ide, atau pengalaman untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan. Sedangkan Loudon dan Bitta dalam Suryani (2008:7) menjelaskan bahwa perilaku konsumen mencakup proses pengambilan keputusan dan kegiatan yang dilakukan konsumen secara fisik dalam pengevaluasian, perolehan penggunaan atau mendapatkan barang dan jasa. Jadi dalam menganalisis perilaku konsumen
tidak
hanya
menyangkut
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
pengambilan keputusan kegiatan saat pembelian, akan tetapi meliputi proses pengambilan keputusan yang menyertai pembelian. Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan perilaku konsumen adalah proses yang dilalui oleh seseorang dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan bertindak pasca konsumsi produk dan jasa maupun ide yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhannya.
2.1.2 Values 2.1.2.1 Self Directed Values dan Social Affiliation Values Schiffman dan Kanuk (2007) Values adalah kepercayaan yang relatif abadi yang berlaku sebagai pedoman terhadap apa yang dianggap sebagai perilaku yang tepat dan diterima secara luas oleh para anggota suatu masyarakat.
10
Menurut Rose dalam Kropp (2003) Values telah digunakan untuk menjelaskan dan memprediksi sikap dan perilaku dalam keragaman situasi dan konteks karena mereka menyediakan set abstrak prinsip perilaku-pedoman. Karena
nilai-nilai adalah kognisi sosial yang paling abstrak,
mereka
mencerminkan karakteristik adaptasi yang paling dasar dan berfungsi untuk membimbing dan membentuk sikap dan perilaku. Sedangkan Kahle (1988) menunjukkan bahwa values dibentuk dari pengalaman seseorang dan proses belajar. Kahle menciptakan sebuah “List of Values” yang telah digunakan dalam berbagai macam riset konsumen di berbagai negara. Literatur ini menunjukkan bahwa sikap dan perilaku individu dipandu oleh nilai-nilai timbal balik antara persaingan yang terlibat secara bersamaan dalam perilaku atau sikap mereka. LOV dibentuk berdasarkan teori Maslow dan Rokeach dalam Kim (2002) berisi sembilan dasar nilai yaitu: sense of belonging, fun and enjoyment in life, warm relationships with others, self-fulfillment, being well respected, excitement, security, self-respect, and sense of accomplishment. LOV secara luas membedakan values menjadi dua dimensi yaitu external (social affiliation) dan internal (self actualization). Menurut Kahle (1988) memberikan penjelasan singkat mengenai List Of Values dari penelitian terhadap masyarakat Amerika Serikat dengan periode waktu 1976 sampai dengan 1986 : 1. Harga Diri (self respect) adalah nilai yang dipilih oleh segala kelompok umur dan pendapatan dan dipandang sangat penting. Kelompok pemilih
11
nilai ini cenderung untuk membeli produk yang tidak berkaitan dengan tren seperti produk-produk untuk kebutuhan keseharian, dan dipengaruhi oleh acara-acara televisi. 2. Rasa Aman (security) adalah nilai defisit, dipilih oleh masyarakat yang kurang
dalam
tingkatan
ekonomi
dan
keamanan
psikologis.
Kecenderungan mengkonsumsi apabila keadaan keuangan mereka stabil di masa mendatang. 3. Kehangatan hubungan (warm relationships with others) adalah nilai lebih yang dipilih oleh masyarakat khususnya wanita, memiliki banyak teman akrab. Pemilih adalah orang-orang yang telah pensiun, sering beribadah, ibu rumah tangga dan para pegawai rendah. Mereka memiliki prilaku dalam berbelanja untuk memberikan produk yang mereka beli sebagai hadiah. 4. Pencapaian prestasi (Sence of Accomplishment) adalah bagi orang-orang yang telah banyak pencapaian. Pemilih adalah orang-orang yang sukses dan berumur pertengahan. Memiliki pekerjaan yang bagus dan penghasilan yang tinggi, suka mengkonsumsi barang-barang berharga, tetapi tidak suka menonton televisi yang dapat mengganggu pencapaian prestasi. Mereka memiliki prilaku belanja produk-produk mewah yang menunjukan status mereka. 5. Pemenuhan diri (Self-Fulfilment)
dipilih oleh orang-orang muda
professional dari perkotaan. Mereka adalah kaum yang secara ekonomi, pendidikan, dan emosional telah terpenuhi, kesehatan telah terpenuhi dan
12
perrcaya diri. Mereka lebih menyukai menonton bioskop dari pada televisi. Perilaku berbelanja mereka adalah melakukan pembelian barang-barang yang sedang menjadi mode. 6. Terhormat (being well-respected) dipilih oleh orang-orang yang berusia diatas 50 tahun, dan memiliki pekerjaan yang pratise yang rendah, tetapi mereka menyukai pekerjaan mereka. Penghasilan mereka rendah dan berasal
dari
kecenderungan
latar untuk
pendidikan
yang
membelanjakan
rendah.
Mereka
memiliki
produk-produk tetapi dapat
digunakan untuk sekedar pamer karena status mereka bukan masyarakat menengah ke atas. 7. Kebersamaan (sense of belonging) adalah nilai social yang dipilih para wanita. Nilai ini berorientasi keluarga. Responden cenderung merupakan ibu rumah tangga, pegawai rendah. Mereka cenderung berpendidikan sekolah menengah keatas, berpenghasilan menengah. Mereka puas dengan peranan di dalam keluarga. Mereka rajin beribadah. Dalam melakukan pembelian, cenderung dipengaruhi pendapat dari anggota keluarga lainnya. 8. Kesenangan hidup (fun and enjoyment in life) adalah menjelaskan kaum hedonis di Amerika. Orang-orang muda yang menikmati kehidupan memilih nilai ini. Mereka adalah cenderung pengangguran atau bekerja dipenjualan atau buruh, tetapi mereka optimis, mudah bergaul. Mereka tidak menyukai peran dalam keluarga, agama, dan anak-anak. Tetapi mereka menyukai olah raga dan hiburan.
13
Menurut Kim (2002) hanya 4 faktor yang termasuk dalam Self Directed Values secara umum yaitu: 1. Harga Diri (self respect) 2. Terhormat (being well-respected) 3. Rasa Aman (security) 4. Kesenangan dalam hidup (fun and enjoyment in life) Sedangkan 2 faktor yang termasuk dalam Social Affiliation Values adalah: 1. Kebersamaan (sense of belonging) 2. Kehangatan hubungan dengan yang lain (warm relationships with others)
2.1.3 Needs Schiffman dan Kanuk (2010:106) setiap individu mempunyai kebutuhan : beberapa bawaan, yang lain diperoleh. Kebutuhan bawaan (Innate Needs) fisiologis (yaitu biogenik) mereka termasuk kebutuhan akan makanan, air, udara, pakaian, tempat tinggal, dan jenis kelamin. Karena mereka dibutuhkan untuk mempertahankan kehidupan biologis, kebutuhan biogenik dianggap kebutuhan primer (primary needs).
Acquired Needs kebutuhan yang diperoleh adalah
kebutuhan yang kita pelajari dalam menanggapi kebudayaan atau lingkungan kita. ini mungkin termasuk kebutuhan untuk harga diri, prestise, kekuasaan dan belajar. karena kebutuhan yang diperoleh umumnya psikologis (yaitu psikogenik), mereka dianggap kebutuhan sekunder (secondary needs) atau motif. Sedangkan Menurut Solomon (2013:144) terbagi menjadi 4 elements needs yaitu :
14
1. Biogenic Needs Kita lahir didunia memiliki beberapa kebutuhan untuk tetap bertahan dalah hidup seperti makanan, air, dan udara. 2. Pyschogenic Needs Seseorang dalam hidup pasti memiliki budaya yang sangat spesifik seperti kebutuhan
status,
kekuatan,
dan
afiliasi.
Kebutuhan
psikogenik
mencerminkan prioritas budayadan efeknya pada prilaku yang bervariasi dari satu lingkungan ke lingkungan lain. 3. Ultilitarian Needs Kebutuhan ini menekankan pada tujuan, atribut nyata dari sebuah produk, seperti jumlah lemak, kalori dan protein pada sebuah burger keju serta daya tahan celana jeans biru. 4. Hedonic Needs Kebutuhan hedonis bersifat subjektif dan pengalaman. Kami melihat sebuah produk bertemu dengan kebutuhan seseorang dapat menciptakan kegembiraan, kepercayaan diri, serta fantasi yang tercipta pada pemakai produk tersebut.
2.1.3.1 Functional Needs Menurut Park dalam Kim (2002) memenuhi kebutuhan konsumen adalah tujuan mendasar dari pemasar. Produk konsumen umumnya dipasarkan untuk menarik tiga jenis dasar kebutuhan konsumen yaitu; functional, social and experential needs. Atribut fungsional produk yang memenuhi kebutuhan
15
konsumen dapat mencegah atau memecahkan masalah. Contohnya Allen’s (2001) studi ini menemukan bahwa preferensi merek konsumen untuk toyota corolla berdasarkan evaluasi positif mereka dari aspek fungsional merek (safety and reliability) untuk memenuhi functional needs mereka. Citra sosial memenuhi social needs seperti persetujuan sosial, afiliasi atau ekspresi pribadi (status, prestise) dan penghargaan diri. Konsumen yang lebih tinggi dalam kebutuhan sosial dapat menghargai produk terlihat secara sosial atau merek yang memberikan prestise dan eksklusivitas. Experiential needs mencerminkan kebutuhan konsumen untuk kebaruan, variasi dan sensorik kepuasan / kesenangan dan telah diakui sebagai aspek penting dalam konsumsi terutama untuk membangkitkan permintaan baru dari produk konsumen. Roth dalam Kim (2002) lingkungan sosial-ekonomi dan budaya mempengaruhi jenis kebutuhan yang harus dipenuhi melalui produk pakaian. Pasar dengan individualisme yang rendah akan menghargai produk untuk memenuhi kebutuhan sosial atau fungsional untuk memperkuat keanggotaan kelompok dan afiliasi atau mengurangi risiko tidak diterima. Di sisi lain, konsumen di pasar dengan individualisme yang tinggi akan nilai produk yang menarik bagi experiential needs mereka. Dengan demikian , diharapkan bahwa nilai-nilai yang dianggap penting dalam setiap pasar akan berhubungan dengan konsumen yang harus dipenuhi melalui produk pakaian. Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa functional needs merupakan kebutuhan yang terkait langsung dengan kinerja suatu produk. Functional needs dari produk pakaian adalah untuk melindungi bagian tubuh yang
16
tidak terlihat dan menjaga pemakainya agar terasa nyaman. Dimensi functional needs (Kim, 2002) : function dan comfort.
2.1.4 Perilaku Pembelian Menurut Schiffman dan Kanuk(2007:491) perilaku pembelian dapat dipengaruhi oleh pengaruh eksternal yaitu : a) Usaha pemasaran perusahaan Kegiatan pemasaran perusahaan merupakan usaha langsung untuk mencapai, memberikan informasi, dan membujuk konsumen untuk membeli dan menggunakan produknya. Masukan kepada proses pengambilan keputusan konsumen ini mengambil bentuk berbagai strategi bauran pemasaran khusus yang terdiri dari produk itu sendiri: iklan di media masa, pemasaran langsung, penjualan personal dan berbagai usaha promosi lainnya; kebijakan harga; dan pemilihan saluran distribusi untuk memindahkan produk dari pabrikan kepada konsumen.
b) Lingkungan sosiobudaya Tipe masukan yang kedua, lingkungan sosiobudaya, juga mempunyai pengaruh besar terhadap konsumen.Masukan sosiobudaya terdiri dari berbagai macam pengaruh nonkomersial.Sebagai contoh, komentar teman, editorial disurat kabar, pemakaian oleh anggota keluarga, artikel pada consumer reports, atau pandangan para konsumen berpengalaman yang ikut serta dalam kelompok diskusi khusus di internet, semuanya itu merupakan sumber informasi nonkomersial.Pengaruh kelas sosial, budaya dan
17
subbudaya, walaupun kurang nyata, merupakan factor-faktor masukan penting yang dikhayati dan diserap dan mempengaruhi bagaimana para konsumen menilai sehingga akhirnya mengadopsi (atau menolak) produk.Aturan tingkah laku yang tidak tertulis yang disampaikan budaya dengan halus menyatakan perilaku konsumsi mana yang harus dianggap “benar” atau “salah” pada suatu waktu tertentu.
Schiffman
dan
Kanuk(2010:497)
konsumen
membuat
tiga
jenis
pembelian: pembelian percobaan, pembelian berulang, dan pembelian komitmen jangka panjang. Ketika produk pembelian konsumen(atau merek) untuk pertama kalinya dan membeli dalam jumlah yang lebih kecil dari biasanya, pembelian ini akan dianggap percobaan. Dengan demikian, percobaan adalah fase eksplorasi perilaku pembelian dimana konsumen mencoba untuk mengevaluasi produk melalui penggunaan langsung. Konsumen juga dapat didorong untuk mencoba produk baru melalui taktik promosi seperti sampel gratis, kupon, atau harga jual. Perilaku pembelian ulang terkait erat dengan konsep loyalitas, yang sebagian besar perusahaan mencoba untuk mendorong karena memberikan kontribusi untuk stabilitas yang lebih besar di pasar.Seorang konsumen biasanya bergerak langsung dari evaluasi untuk komitmen jangka panjang (melaluipembelian) tanpa kesempatan untuk uji coba yang sebenarnya. Menurut Berkman dan Gilson dalam Ryani (2013) perilaku pembelian adalah sebuah proses keputusan dan tindakan dalam membeli dan menggunakan produk. Perilaku pembelian mengacu pada perilaku membeli konsumen akhir. Adapun jenis perilaku pembelian konsumen tersebut, antara lain :
18
1.
Perilaku Pembelian yang Rumit Keadaan dimana konsumen memiliki derajat keterlibatan tinggi dalam pembelian yang sadar akan perbedaan yang berarti antar merek. Konsumen pada umumnya tidak terlalu mengetahui mengenai kategori produk dan harus banyak belajar. Perilaku pembelian yang rumit melibatkan tiga langkah. Pertama, pembeli mengembangkan keyakinan tentang produk tertentu. Kedua, pembeli membangun sikap terhadap produk tersebut. Ketiga, pembeli membuat pilihan produk pembelian yang cermat.
2.
Perilaku Pembelian Pengurang Ketidakcocokan Perilaku mencerminkan bahwa konsumen memiliki tingkat keterlibatan yang tinggi dalam pembelian namun melihat sedikit perbedaan antar merek. Konsumen merasakan
ketidaksesuaian
dengan
pilihannya
karena
baru
mengetahui
keunggulan-keunggulan yang dimiliki merek lain setelah melakukan pembelian. 3.
Perilaku Pembelian Karena Kebiasaan Perilaku pembelian seperti ini mencerminkan mudahnya keterlibatan konsumen dan tidak adanya perbedaan merek yang berarti. Konsumen tidak mencari informasi secara mendalam mengenai suatu merek, mengevaluasi karakteristiknya dan membuat sukar tentang merek mana yang akan dibeli.
4.
Perilaku Pembelian yang Mencari Variasi Perilaku Pembelian ini mempunyai karakteristik dimana keterlibatan konsumen rendah namun merek memiliki perbedaan yang berarti. Konsumen sering melakukan perpindahan merek, perpindahan merek terjadi untuk kepentingan variasi dan ketidakpastian.
19
Menurut Shim dan Easlick dalam Kim (2002) dalam literatur perilaku konsumen, niat pembelian (niat untuk membeli produk atau untuk mengunjungi toko atau pusat perbelanjaan) dan frekuensi belanja kunjungan mal dan jumlah pembelian telah banyak digunakan untuk mengukur loyalitas merek / toko atau pusat perbelanjaan. Dampak dari nilai-nilai konsumen, sikap atau persepsi atribut produk, toko ritel atau pusat perbelanjaan pada hasil perilaku tersebut diperiksa dan dampak kebutuhan konsumen harus puas melalui produk tertentu pada hasil perilaku mungkin berbeda tergantung pada jenis hasil perilaku. 2.1.5 Penelitian Sebelumnya No Judul Penelitian
Peneliti
1
Cross Cultural Jai-Ok Kim Consumer Values, Sandra Forstythe Needs and Purchase Qiangliang Gu Behavior Sook Jae Moon (2002)
2
Social values and Female Fashion Leadership: A CrossCultural Study (1993) Analisis sikap konsumen berdasarkan List of Values dalam melakukan pembelian produk sepatu jenis high fashion PT.
3
Jacqueline Kilsheimer (USA and U.K)
Samuel Tampubolon (Indonesia)
Hasil Penelitian Self directed consumer values secara signifikan terkait dengan jenis kebutuhan yang harus dipenuhi oleh produk apperal untuk konsumen wanita di Cina dan Korea. Sementara konsumen wanita di Cina berusaha menyadari self directed values mereka melalui pemenuhan experiential needs mereka, konsumen wanita di Korea menyadari self directed values mereka melalui pemenuhan kedua kebutuhan experiential needs dan funcional needs. C British fashion leaders menilai excitement value lebih penting dibandingkan dengan nilai-nilai LOV lainnya. E.D Pada penelitian ini ditemukan tiga faktor yang berbeda secara signifikan yang menunjukkan bahwa perilaku konsumsi dari konsumen di DKI Jakarta lebih dipengaruhi oleh ketiga nilai ini yaitu rasa aman, pencapaian diri
20
4
5
Sepatu Bata TBK, Jakarta (2001) Using Values and Monali – Hotta Shopping Style to (Perancis) Identify Fashion Appereal Segment (2011)
dan terhormat.
Consumer profile of Apparel Product Involvement and Values (2005)
Values dapat digunakan untuk selanjutnya menentukan perbedaan antara jenis konsumen yang antusias dan biasa. Jenis antusias merasa lebih kuat dibandingkan dengan jenis biasa, karena beberapa values penting dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Hye Shin – Kim (USA)
Menemukan bahwa selfdirection dibagi menjadi komponen individual dengan berbagai subtipe yaitu penguatan menunjukkan idealis dalam memilih, keharmonisan menunjukkan mencari harga diri, dan kebebasan menunjukkan kemandirian dalam memilih busana pakaian.
Tabel 2.1 Sumber: Berbagai jurnal dan literatur 2.2 Kerangka Pemikiran Pada penelitian ini dianalisis beberapa variabel yang memengaruhi perilaku pembelian di Matahari Department Store. Berikut ini adalah bagan mengenai kerangka pemikiran penelitian:
21
Gambar 2.1
Self Directed Values Functional Needs
Perilaku Pembelian
Social Affiliation Values
P
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel Independen dan Dependen. Variabel Independen (X1 dan X2), sedangkan variabel Z adalah Functional Needs yang merupakan variabel intervening yakni variabel mediasi antara Self Directed Values (X1) , Social Affiliation Values (X2) dan Perilaku Pembelian (Y). 2.3 Hipotesis Berdasarkan hasil uraian, rumusan masalah dan kerangka pemikiran, maka hipotesis penelitian ini adalah: 1. Self directed values berpengaruh terhadap functional needs 2. Social affiliation values berpengaruh terhadap functionnal needs 3. Self directed values berpengaruh terhadap perilaku pembelian 4. Social affiliation values berpengaruh terhadap perilaku pembelian 5. Functional needs berpengaruh terhadap perilaku pembelian.