BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1Pola Adaptasi Menurut Soekanto (2006), adaptasi adalah proses penyesuaian dari individu, kelompok maupun unit sosial terhadap norma-norma, proses perubahan, ataupun suatu kondisi yang diciptakan. Adaptasi antar budaya dalam “Stranger Adaptation” adalah penyesuaian diri oleh seseorang atau sekelompok orang saat memasuki budaya yang berbeda (Furnham, 1992). Menurut Soeharto Heerdjan (1987), “Penyesuaian diri adalah usaha atau perilaku yang tujuannya mengatasi kesulitan dan hambatan.” Menurut Karta Sapoetra membedakan adaptasi mempunyai dua arti. Adaptasi yang pertama disebut penyesuaian diri yang autoplastis (auto artinya sendiri, plastis artinya bentuk), sedangkan pengertian yang kedua disebut penyesuaian diri yang allopstatis (allo artinya yang lain, palstis artinya bentuk). Jadi adaptasi ada yang artinya “pasif” yang mana kegiatan pribadi ditentukan oleh lingkungan, dan ada yang artinya “aktif”, yang mana pribadi mempengaruhi lingkungan (Karta Sapoetra: 1987). Pada hakekatnya adaptasi merupakan suatu proses penyesuaian diri setiap individu untuk memasuki ke dalam suatu kelompok masyarakat sehingga adaptasi memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh setiap individu di dalam suatu kelompok untuk tetap melangsungkan kehidupan. Menurut Suparlan (1993), adapun syarat-syarat dasar tersebut mencakup:
21
1) Syarat dasar alamiah-biologi merupakan manusia harus makan dan minum untuk menjaga kesetabilan temperatur tubuhnya agar tetap berfungsi dalam hubungan harmonis secara menyeluruh dengan organ-organ tubuh lainya. 2) Syarat dasar kejiwaan merupakan manusia membutuhkan perasaan tenang yang jauh dari perasaan takut, keterpencilan gelisah. 3) Syarat dasar sosial merupakan manusia membutuhkan hubungan untuk dapat melangsungkan keturunan, tidak merasa dikucilkan, dapat belajar mengenai kebudayaanya, untuk dapat mempertahankan diri dari serangan musuh. Dalam proses kehidupan manusia, individu tidak dapat begitu saja untuk melakukan tindakan yang dianggap sesuai dengan dirinya, karena individu tersebut mempunyai lingkungan diluar dirinya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial karena setiap lingkungan tersebut mempunyai aturan dan norma-norma yang membatasi tingkah laku individu tersebut. Soerjono Soekanto (Soekanto, 2000: 10-11) memberikan beberapa batasan pengertian dari adaptasi sosial, yakni: 1) Proses mengatasi halangan-halangan dari lingkungan. 2) Penyesuaian terhadap norma-norma untuk menyalurkan ketegangan. 3) Proses perubahan untuk menyesuaikan dengan situasi yang berubah. 4) Mengubah agar sesuai dengan kondisi yang diciptakan. 5) Memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk kepentingan lingkungan dan sistem. 6) Penyesuaian budaya dan aspek lainnya sebagai hasil seleksi alamiah.
22
Dari batasan-batasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa adaptasi merupakan proses penyesuaian. Menurut Aminuddin (2000), menyebutkan bahwa penyesuaian dilakukan dengan tujuan-tujuan tertentu di antaranya: 1) Mengatasi halangan-halangan dari lingkungan. 2) Menyalurkan ketegangan sosial. 3) Mempertahankan kelanggengan kelompok atau unit sosial. 4) Bertahan hidup. Bagi manusia, lingkungan yang paling dekat dan nyata adalah alam fisioorganik. Baik lokasi fisik geografis sebagai tempat pemukiman yang sedikit banyaknya mempengaruhi ciri-ciri psikologisnya, maupun kebutuhan biologis yang harus dipenuhinya, keduanya merupakan lingkungan alam fisio-organik tempat manusia beradaptasi untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Alam fisio organik disebut juga lingkungan eksternal. Adaptasi dan campur tangan terhadap lingkungan eksternal merupakan fungsi kultural dan fungsi sosial dalam mengorganisasikan kemampuan manusia yang disebut teknologi. Keseluruhan prosedur adaptasi dan campur tangan terhadap lingkungan eksternal, termasuk keterampilan, keahlian teknik, dan peralatan mulai dari alat primitif sampai kepada
komputer
elektronis
yang
secara
bersama-sama
memungkinkan
pengendalian aktif dan mengubah objek fisik serta lingkungan biologis untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan hidup manusia. (Alimandan, 1995:56). Selama adaptasi berlangsung dan keselurahan prosedur adaptasi berusaha untuk dipenuhi oleh setiap individu serta adanya campur tangan dari lingkungan eksternal, setiap individu akan mengalami perubahan dalam kehidupan sosialnya
23
karena setiap individu akan menemukan individu lain dengan latar belakang yang berbeda, dimana mereka mulai melakukan interaksi dan lambat laun perbedaan yang ada diantara mereka akan menciptakan perubahan-perubahan sosial baru dalam kehidupannya. Perubahan perubahan tersebut meliputi: perubahan sikap dan perilaku, pemahaman terhadap toleransi dan toleransi (Walgito: 2010). Setiap migran atau pesinggah yang menciptakan perubahan-perubahan sosial baru merupakan salah satu upaya di setiap individu masuk ke dalam suatu budaya yang tidak dikenal. Menurut Kim (1995) dalam konteks ini, ia mengembangkan pemikiran tentang sesuatu yang terjadi ketika individu, yang lahir dan dibesarkan dalam suatu budaya, memasuki budaya lain yang tidak dikenal. Begitu juga dengan penyesuaian diri mahasiswa-mahasiswa yang berasal dari daerah lain di lingkungan tempat tinggalnya yang baru. Menurut Winata (2014), secara konseptual intervensi pekerja social terhadap mahasiswa yakni penyesuaian diri mahasiswa dengan individu lain dan kelompok didalam kampus dan lingkungan tempat tinggalnya. Menurut peneliti, mahasiswa yang dapat menyesuaikan diri dengan individu lain adalah mahasiswa yang mudah bergaul dan pandai membawa diri dengan lingkungan social yang baru. Penyesuaian diri terhadap individu antara satu sama lain merupakan indikator keberhasilan mahasiswa dalam berinteraksi di masyarakat dan lingkungan. Sedangkan secara operasional, mahasiswa yang sukses beradaptasi terhadap lingkungan kampus adalah mahasiswa yang mampu menjalankan perannya yakni belajar. Sebagai penunjang kesuksesan mahasiswa dalam beradaptasi dilingkungan kampus
24
mahasiswa dituntut untuk dapat mengembangkan diri dengan cara aktif kuliah, mengerjakan tugas, belajar kelompok dan memanfaatkan perpustakaan. Selanjutnya, menurut Winata (2014) mengatakan ada beberapa faktor penghambat dan pendukung dalam proses adaptasi bagi mahasiswa pendatang. Faktor penghambat yang dimaksud adalah : 1) Perbedaan-perbedaan dalam keyakinan inti, nilai-nilai, dan norma-norma situasional antara di tempat asal dan di tempat baru. 2) Hilangnya gambaran-gambaran budaya asal yang dipegang dan semua citra dan simbol yang familiar yang menandakan bahwa identitas yang dulu familiar dari para pendatang baru telah hilang. 3) Rasa ketidakmampuan para pendatang dalam merespons peraturan baru secara tepat dan efektif. Sedangkan faktor pendukung yang dimaksud adalah : 1) Rasa tenteram dan meningkatnya harga diri. 2) Fleksibilitas dan keterbukaan kognitif. 3) Kompetensi dalam interaksi sosial dan meningkatnya kepercayaan diri dan rasa percaya pada orang lain. Di dalam adaptasi juga terdapat pola-pola dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan. Menurut Suparlan (2002), pola adalah suatu rangkaian unsur-unsur yang sudah menetap mengenai suatu gejala dan dapat dipakai sebagai contoh dalam hal menggambarkan atau mendeskripsikan gejala itu sendiri. Dari definisi tersebut diatas, pola adaptasi dalam penelitian ini adalah sebagai unsur-unsur yang sudah menetap dalam proses adaptasi yang dapat menggambarkan proses adaptasi
25
dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam interaksi, tingkah laku maupun dari masing-masing adat- istiadat kebudayaan yang ada. Proses adaptasi berlangsung dalam suatu perjalanan waktu yang tidak dapat diperhitungkan dengan tepat. Kurun waktunya bisa cepat, lambat, atau justru berakhir dengan kegagalan.
2.2 Interaksi Sosial Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antar orang perorangan, antar kelompok-kelompok manusia dan antar orang dengan kelompok-kelompok masyarakat. Interaksi terjadi apabila dua orang atau kelompok saling bertemu dan pertemuan antara individu dengan kelompok dimana komunikas terjadi diantara kedua belah pihak (Yulianti, 2003: 91). Seiring dengan pemahaman interaksi sosial yang terus berkembang maka, Bonner menyebutkan bahwa interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua orang atau lebih, sehingga kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, memperbaiki kelakuan orang lain, dan sebaliknya (Gunawan.2000;31) Interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial oleh karena itu tanpa adanya interaksi sosial tidak akan mungkin ada kehidupan bersama. Interaksi sosial dimaksudkan sebagai pengaruh timbal balik antar individu dengan golongan didalam usaha mereka untuk memecahkan persoalan yang diharapkan dan dalam usaha mereka untuk mencapai tujuannya (Ahmadi, 2004: 100). Salah satu yang melandasi interaksi sosial adalah teori interaksi simbolik yang dipergunakan di penilitian dalam aplikasikannya. Menurut Blumer
26
(Ritzer:2007), istilah interaksi simbolik menunjuk kepada sifat khas dari interaksi manusia. Kekhasnya adalah bahwa manusia saling menerjemahkan dan saling mendefenisikan tindakan dan bukan hanya sekedar reaksi belaka dari tindakan orang lain. Tanggapan seseorang tidak dibuat secara langsung tetapi didasarkan atas makna yang diberikan terhadap orang lain tersebut. Menurut Fahroni (2009), makna-makna tersebut yang diberikan oleh orang lain tersebut berasal dari cara-cara orang lain bertindak terhadapnya dalam kaitannya dengan sesuatu. Tindakan-tindakan yang dilakukan akan melahirkan batasan bagi orang lain. Namun, dalam perkembangan Blumer, mengemukakan bahwa aktor memilih, memeriksa, berpikir, mengelompokan, dan mengkonformir makna dalam hubungannya dengan situasi, dimana dia ditempatkan dan diarahkan tindakannya seperti yang dikatakan Blumer, bahwa sebenarnya interprestasi seharusnya tidak dianggap sebagai proses pembentukan dimana makna yang dipakai dan disempurnakan sebagai intruniens bagi pengarahan dan pembentukan tindakan. Beranjak dari teori ini, maka tindakan mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang berasal dari Papua dan mahasiswa yang berasal dari daerah lainnya merupakan suatu proses interaksi yang berada didalamnya tercakup dari simbolsimbol
masing-masing
pihak
saling
menginterprestasikan
makna
yang
ditangkapnya. Artinya tindakan mereka merupakan hasil dari pemaknaan masingmasing dari realitas sosial. Dengan demikian proses interaksi antara keduanya merupakan suatu proses yang saling stimulus, merespon tindakan dan hubungan sebagai hasil proses interprestasi dari masing-masing mahasiswa tersebut.
27
2.3 Syarat Terjadinya Interaksi Sosial Terjadinya interaksi sosial, karena adanya saling mengerti tentang maksud dan tujuan masing-masing pihak dalam suatu hubungan sosial. Menurut Rouceck dan Warren, interaksi adalah satu masalah pokok karena ia merupakan dasar segala proses sosial. Interaksi merupakan proses timbal balik, dengan mana satu kelompok dipengaruhi tingkah laku reaktif pihak lain dan dengan demikian ia mempengaruhi tingkah laku orang lain melalui Kontak. Kontak ini mungkin berlangsung melalui organisme, fisik, seperti dalam obrolan, pendengaran, melakukan gerakan pada beberapa bagian badan, melihat dan lain-lain lagi, atau secara tidak langsung melalui tulisan, atau dengan cara berhubungan dari jauh (Abdulsyani.2007;154) Interaksi sosial dapat terjadi bila antara dua individu atau kelompok terdapat kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial merupakan tahap pertama dari terjadinya hubungan sosial Komunikasi merupakan penyampaian suatu informasi dan pemberian tafsiran dan reaksi terhadap informasi yang disampaikan. Menurut Soerjono Sukanto (2001), suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat yaitu: adanya kontak sosial, dan adanya komunikasi. Syarat terjadinya interaksi sosial terdiri atas kontak sosial dan komunikasi sosial. Kontak sosial tidak hanya dengan bersentuhan fisik. 1.
Kontak Sosial Kata kontak terdapat dua buah kata yang berasal dari bahasa Latin yaitu
Con atau Cum yang artinya bersama-sama dan tango yang artinya menyentuh (Soekanto:2001). Sehingga kontak dapat diartikan menyentuh bersama-sama.
28
Namun sebagai gejala sosial, kontak dapat dilakukan tanpa harus dengan menyentuhnya, seperti berbicara dengan orang lain. Lebih lanjut Soekanto menyatakan bahwa kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu : 1. Antara individu dengan individu, hubungan timbal balik antara individu dan individu ditandai antara lain dengan tegur sapa, berjabat tangan, dan bertengkar. 2. Antara individu dengan kelompok. 3. Antara kelompok satu dengan kelompok yang lain. Kontak sosial dapat terjadi secara langsung ataupun tidak langsung antara satu pihak dengan pihak yang lainnya. Kontak sosial tidak langsung adalah kontak sosial yang menggunakan alat sebagai perantara; misalnya ; melalui telepon, radio, surat, dan lain-lain. Sedangkan kontak sosial secara langsung, adalah kontak sosial melalui suatu pertemuan dengan bertatap muka dan berdialoq diantara kedua belah pihak tersebut. Yang paling penting dalam interaksis sosial tesebut saling mengerti antara kedua belah pihak; sedangkan kontak badaniah bukan lagi merupakan syarat utama dalam kontak sosial, oleh karena hubungan demikian belum tentu terdapat saling pengertian. Kontak sosial tejadi tidak semata-mata oleh karena adanya aksi belaka, akan tetapi harus memenuhi syarat pokok kontak sosial, yaitu reaksi (tanggapan) dari pihak lain sebagai lawan kontask sosial (Ibid;154). 2. Komunikasi Menurut Soekanto (2001), pengertian komunikasi difokuskan pada tafsiran seseorang terhadap kelakuan orang baik berupa pembicaraan, gerak-gerik, badan
29
maupun sikap guna menyampaikan pesan yang diinginkannya. Orang tersebut kemudian memberi reaksi terhadap perasaan orang lain tersebut. Dengan adanya komunikasi, maka sikap dan perasaan disatu pihak orang atau sekelompok orang dapat diketahui dan dipahami oleh pihak orang atau sekelompok lainnya. Hal ini berarti, apabila suatu hubungan sosial tidak terjadi komunikasi atau saling mengetahui dan tidak saling memahami maksud masing-masing pihak, maka dalam keadaan demikian tidak terjadi kontak sosial. Dalam komunikasi sosial masingmasing orang yang sedang berhubungan; misalnya jabatan tangan dapat ditafsirkan sebagai kesopanan, persahabatan, kerinduan, sikap kebanggaan dan lain-lain (Ibid;155).
2.4 Faktor-faktor Terjadinya Interaksi Sosial Di dalam interaksi sosial terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi tersebut, yaitu faktor yang menentukan berhasil atau tidaknya interaksi tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial sebagai berikut : 1.
Situasi sosial (The nature of the social situation), memberi bentuk tingkah laku terhadap individu yang berada dalam situasi tersebut. Misalnya, apabila berinteraksi dengan individu lain yang sedang dalam keadaan berduka, pola interaksi yang digunakan jelas harus berbeda dengan pola interaksi yang dilakukan apabila dalam keadaan yang riang atau gembira, dalam hal ini tampak pada tingkah laku individu yang harus dapat menyesuaikan diri terhadap situasi yang sedang dihadapi.
2.
Kekuasaan norma-norma kelompok (The norms prevailing in any given social group), sangat berpengaruh terhadap terjadinya interaksi sosial antar individu.
30
Misalkan, individu yang menaati norma-norma yang ada di dalam setiap berinteraksi individu tersebut tidak akan pernah membuat suatu kekacauan, berbeda dengan individu tidak menaati norma-norma yang berlaku, individu tersebut pasti akan menimbulkan kekacauan dalam kehidupan sosialnya, dan kekuasaan norma-norma itu berlaku untuk semua individu dalam kehidupan sosialnya. 3.
Their own personality trends, adanya tujuan kepribadian yang dimiliki masingmasing individu sehingga berpengaruh terhadap perilakunya. Misalkan, di dalam setiap interaksi individu pasti memiliki tujuan, hal ini dapat dilihat seorang anak berinteraksi dengan guru memiliki tujuan untuk menuntut ilmu di dunia sekolah, seorang pedagang sayur dengan ibu-ibu rumah tangga, memiliki tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dan sebagainya.
4.
A person’s transitory tendencies (Setiap individu berinteraksi sesuai dengan kedudukan dan kondisinya yang bersifat sementara). Pada dasarnya status atau kedudukan yang dimiliki oleh setiap individu adalah bersifat sementara, misalnya seorang warga biasa yang berinteraksi dengan ketua RT, maka dalam hubungan itu terlihat adanya jarak antara seorang yang tidak memiliki kedudukan yang menghormati orang yang memiliki kedudukan dalam kelompok sosialnya.
5.
Adanya penafsiran situasi (The process of perceiving and interpreting a situation), di mana setiap situasi mengandung arti bagi setiap individu sehingga mempengaruhi individu untuk melihat dan menafsirkan situasi tersebut. Misalnya, apabila ada teman atau rekan yang terlihat murung dan suntuk, individu lain harus bisa membaca situasi yang sedang dihadapinya, dan tidak
31
seharusnya individu lain itu terlihat bahagia dan ceria dihadapannya, bagaimanapun individu harus bisa menyesuaikan diri dengan keadaan yang sedang dihadapi, dan berusaha untuk membantu menafsirkan situasi yang tidak diharapkan menjadi situasi yang diharapkan (Santoso, 2004 : 12).
Proses interaksi sosial yang terjadi dalam masyarakat bersumber dari faktor imitasi, sugesti, simpati, identifikasi dan empati (Setiadi: 2011) : 1. Imitasi merupakan suatu tindakan sosial seseorang untuk meniru sikap, tindakan, atau tingkah laku dan penampilan fisik seseorang. 2. Sugesti merupakan rangsangan, pengaruh, atau stimulus yang diberikan seseorang kepada orang lain sehingga ia melaksanakan apa yang disugestikan tanpa berfikir rasional. 3. Simpati merupakan suatu sikap seseorang yang merasa tertarik kepada orang lain karena penampilan,kebijaksanaan atau pola pikirnya sesuai dengan nilainilai yang dianut oleh orang yang menaruh simpati. 4. Identifikasi merupakan keinginan sama atau identik bahkan serupa dengan orang lain yang ditiru (idolanya) 5.
Empati merupakan proses ikut serta merasakan sesuatu yang dialami oleh orang lain. Proses empati biasanya ikut serta merasakan penderitaan orang lain. Jika proses
interaksi
sosial tidak
terjadi
secara
maksimal
akan
menyebabkan terjadinya kehidupan yang terasing. Faktor yang menyebabkan kehidupan terasing misalnya sengaja dikucilkan dari lingkungannya, mengalami cacat, pengaruh perbedaan ras dan perbedaan budaya. Demikian ulasan
32
tentang interaksi sosial bahwa inetraksi sosial merupakan syarat dari terjadinya adaptasi seorang individu dalam masyarakat.
2.5 Bentuk Interaksi Sosial Hendro Puspito (2003) menyatakan bahwa pada umumnya bentuk dan pola interaksi sosial ada 2 (dua)
jenis yaitu proses sosial yang bersifat
menggabungkan (associative processes) dan proses sosial yang menceraikan (dissociative process). Proses sosial yang mengarah menggabungkan ditujukan bagi terwujudnya nilai-nilai yang disebut kebijakan-kebijakan sosial seperti keadilan sosial, cinta kasih, kerukunan, solidaritas dan dikatakan sebagai proses positif. Sedangkan proses sosial menceraikan mengarah kepada terciptanya nilainilai negatif atau asosial seperti kebencian, permusuhan, egoisme, kesombongan, pertentangan, perpecehan dan ini dikatakan proses negative. Menurut Hendro (2003), ada beberapa bentuk dari proses sosial asosiatif dan disosiatif. Bentuk-bentuk proses sosial asosiatif adalah: 1. Kerja sama, ialah suatu bentuk proses sosial dimana dua atau lebih perorangan atau kelompok mengadakan kegiatan bersama guna mencapai tujuan yang sama. Bentuk ini paling umum terdapat di antara masyarakat untuk mencapai dan meningkatkan prestasi material maupun non material. 2. Asimilasi, ialah berasal dari kata latin assimilare yang artinya menjadi sama. Definisi sosiologisnya adalah suatu bentuk proses sosial dimana dua atau lebih individu atau kelompok saling menerima pola kelakuan masing-masing sehingga akhirnya menjadi satu kelompok yang terpadu. Mereka memasuki
33
proses baru menuju penciptaan satu pola kebudayaan sebagai landasan tunggal untuk hidup bersama. 3. Akomodasi, berasal dari kata latin acemodare yang berarti menyesuaikan. Definisi sosiologisnya adalah suatu bentuk proses sosial yang di dalamnya dua atau lebih individu atau kelompok berusaha untuk tidak saling mengganggu dengan cara mencegah, mengurangi atau menghentikan ketegangan yang akan terjadi atau yang sudah terjadi. Akomodasi ada 2 bentuk yakni toleransi dan kompromi. Bagi pihak pihak yang terlibat dalam proses ini, bersedia menanggung derita akibat kelemahan yang dibuat masing masing disebut toleransi. Bila pihak masing masing mau memberikan konsensi kepada pihak lain, yang berarti mau melepaskan sebagian tuntutan yang semula dipertahankan sehingga ketegangan menjadi kendor, disebut kompromi Bentuk-bentuk disosiatif terdiri dari: 1. Persaingan, adalah bentuk proses sosial dimana satu atau lebih individu atau kelompok berusaha mencapai tujuan bersama dengan cara yang lebih cepat dan mutu yang lebih tinggi. Dengan adanya persaingan itu, masyarakat mengadakan seleksi untuk mencapai kemajuan. 2. Penghalang (oposisi), berasal dari bahasa Latin opponere yang artinya menempatkan sesuatu atau seseorang dengan maksud permusuhan. Oposisi adalah proses sosial dimana seseorang atau sekelompok orang berusaha menghalangi pihak lain mencapai tujuannya. 3. Konflik, berasal dari bahasa latin confligere yang berarti saling memukul. Konflik berarti suatu proses dimana orang atau kelompok berusaha
34
menyingkirkan pihak lain dengan cara menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya Bentuk-bentuk interaksi dapat menguntungkan bila berlangsung dalam perhitungan rasional dan mendatangkan keuntungan bagi yang menjalankannya. Akan tetapi dapat menjadi merugikan bila kerjasama dan persaingan atau pertikaian dijalankan berdasarkan emosional dan sentimen yang tidak terkontrol sehingga hasilnya kerap kali membawa kerugian serta kekecewaan. Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa interaksi sosial yang berkesinambungan cenderung membentuk keteraturan. Bila hubungan yang terjadi sedemikian rupa didasarkan oleh status dan peranannya maka hubungan itu dinamakan dengan relasi sosial. Hubungan antar jemaat adalah hubungan yang didasarkan pada status dan peranan semua pihak. Dengan demikian hubungan antar jemaat harus menggambarkan ciri yang khas dari relasi sosial
35