BAB II HUBUNGAN KERJASAMA INDONESIA, CHINA, DAN ASSOCIATION OF SOUTH EAST ASIA NATIONS (ASEAN)
2.1. Awal Kerjasama Indonesia – China Hubungan Indonesia China memiliki akar sejarah yang panjang, hubungan yang dapat ditelusuri sampai abad-abad pertama Masehi. Interaksi antara nenek moyang bangsa China dengan nenek moyang bangsa Indonesia telah dimulai sejak 2000 tahun lalu. Hubungan erat ini menemukan momentum simboliknya dalam kisah perjalanan muhibah Cheng Ho yang sangat masyhur pada abad 14. Salah satu bukti budaya yang menunjukkan interaksi itu adalah bedug yang digunakan (hanya) oleh masjid-masjid di Indonesia. Bedug itu merupakan bawaan dari China. Kong Yuanzhi juga memperlihatkan, adanya aneka kontak antara penduduk di Daratan China dan Kepulauan Nusantara, juga pada saat China memasuki zaman keemasan Dinasti Tang, Dinasti Ming dan Dinasti Qing. 49 Namun, hubungan resmi antarnegara dapat dikatakan baru dimulai pada tahun 1950. Pada masa Moh. Hatta menjadi Perdana Menteri, Indonesia secara resmi mengakui kedaulatan China yaitu pada tanggal 15 Januari 1950. Indonesia tercatat sebagai negara pertama yang mengakui berdirinya China baru di bawah pemerintahan komunis. Lalu pada tahun 1953 Indonesia mengirim Arnold Mononutu, sebagai Duta Besar Indonesia ke Beijing, China. Pengiriman Mononutu sebagai Duta Besar Indonesia pertama tersebut menandai mulai eratnya 49
Kong Yuanzhi, Silang Budaya China Indonesia, Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 1999. hal. 12.
Universitas Sumatera Utara
hubungan kedua Negara. Peristiwa itu diikuti dengan penandatanganan nota kerjasama RI-China, dan penggantian Duta Besar China untuk Indonesia. Kemudian pada awal 1960-an tercipta poros Jakarta-Peking yang berkembang menjadi poros Jakarta-Peking-Pyongyang. 50 Neraca perdagangan antarkedua negara yang terlihat menurun pada tahun 1960, sejak tahun 1963 kembali meningkat dan melonjak cukup pesat pada tahun 1965. Namun, hubungan baik ini terputus akibat terjadinya kudeta ”Gerakan 30 September” yang kemudian ditengarai sebagai gerakan Partai Komunis Indonesia untuk menggulingkan pemerintahan yang sah. Hubungan baik RI-China berakhir dengan pembekuan hubungan dua negara pada bulan Oktober 1967. China terus berupaya memperbaiki hubungannya dengan berbagai negara melalui berbagai bidang. Dengan Indonesia dipakai ”diplomasi dagang”. Kontak langsung pertama yang disiarkan adalah kehadiran delegasi Kamar Dagang Indonesia (KADIN) di Pameran Dagang Guangzhou, pada bulan November 1977. Sejak itu, terjadilah kontak-kontak personal ataupun organisasional lainnya. Semula prospek kontak-kontak ini sangat fluktuatif tergantung pada isu-isu politik domestik yang menyertainya, namun sejalan dengan besarnya keuntungan yang diperoleh kedua pihak, pada tahun 1984 menteri luar negeri Indonesia mulai mengajukan usulan pentingnya pembukaan hubungan dagang langsung dengan China. Lewat gerak cepat Sukamdani, KADIN berhasil membuat terobosan penting dengan menjalin hubungan dagang dengan rekannya di China. Maka pada tahun 1985 hubungan dagang antara RI-China resmi dibuka. Catatan statistik
50
Justus M. van der Kroef, The Sino-Indonesian Rupture, New York: American-Asian Educational Exchange, 1968. hal. 2.
Universitas Sumatera Utara
tahun 1988 menunjukkan peningkatan kegiatan ekspor impor diantara kedua negara, sekitar tiga kali lipat dibandingkan tahun 1985. 51 Faktor domestik dan internasional berperan dalam mendorong proses pencairan hubungan RI-China. Keinginan Soeharto untuk menjadi pimpinan Gerakan Non Blok, merupakan faktor-faktor yang melicinkan jalannya proses normalisasi hubungan diplomatik kedua negara. Ketika pemakaman Kaisar Hirohito pada Februari 1989 di Tokyo, Menteri Luar Negeri China, Qian Qichen bertemu dengan Presiden Soeharto dan menyatakan bahwa China sama sekali tidak berhubungan dengan PKI. Sejak itu dibahaslah proses normalisasi dalam langkah-langkah yang lebih konkret. Nota perbaikan hubungan itu pun ditandatangani kedua belah pihakdan diumumkan secara resmi dalam kunjungan Perdana Menteri Li Peng ke Jakarta pada 8 Agustus 1990. Setelah keruntuhan Soeharto, dibawah atmosfer politik yang lebih terbuka, etnis China di Indonesia mulai mendapatkan perlakuan politik yang lebih baik, antara lain dengan dikeluarkannya peraturan pemerintah yang menghapus kategorisasi ”pribumi” dan ”non pribumi” (1998), penghapusan larangan penggunaan bahasa dalam kegiatan publik dan penekanan tentang penghapusan diskriminasi (1999), penghapusan larangan untuk kegiatan publik berkaitan dengan agama, kepercayaan dan tradisi China (2000), dan penetapan perayaan Tahun Baru Imlek sebagai perayaan nasional Indonesia. 52
51
Leo Suryadinata, Politik Luar Negeri Indonesia di bawah Soeharto, Jakarta: LP3ES, 1998. hal. 136-137. 52 I. Wibowo dan Syamsul Hadi, Merangkul China, Hubungan Indonesia-Cina Pasca-Soeharto, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. hal. 56.
Universitas Sumatera Utara
Dibawah Presiden Abdurrahman Wahid (1999-2001), China menduduki tempat istimewa bagi politik luar negeri Indonesia. Wahid menjadikan China sebagai negara yang pertama dikunjunginya sebagai kepala negara. Kunjungan Wahid ke China pada 1-3 Desember 1999 dapat dikatakan membuka babak baru dalam peningkatan hubungan bilateral kedua negara. Beijing bersedia mengucurkan bantuan sebesar AS $5 miliar, serta memberika fasilitas kredit sebesar AS $200 juta untuk pembelian bahan makanan. Selain itu, disepakati pula adanya kerja sama keuangan, teknologi, perikanan, promosi kunjungan wisata, serta kerjasama dalam bentuk counter trade di bidang energi dengan menukar LNG Indonesia dengan produk-produk China. Di masa Megawati Soekarno Putri (2001-2004), fondasi hubungan baik RIChina terus dikembangkan. Dalam kunjungan kenegaraan ke Beijing pada 24-27 Maret 2002, Megawati membuat kesepakatan dengan pemerintah China untuk meningkatkan kerjasama ekonomi dan politik. Kesepakatan yang dicapai antara lain pembukaan konsulat jenderal baru di sejumlah kota, baik China maupun Indonesia, dan pembentukan forum energi antarkedua negara. 53 Pada era 1992-2002 perdagangan bilateral Indonesia-China meningkat dari 2 miliar sampai AS $8 miliar dan investasi China juga meningkat dari AS$282 juta (1999) menjadi AS$6,8 miliar (2003). Menurut data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik ( BPS ), antara tahun 2003 hingga 2004, atau masa setelah pelaksanaan tahap awal dari ACFTA, atau EHP, pada bulan Januari 2004 dan tidak lama setelah itu, ekspor Indonesia ke China meningkat sebanyak 232,2 %, sedangkan impornya dari China meningkat hanya sebesar 38,67% saja. 54 53 54
Ibid. hal. 57-58. http//:bataviase.co.id/node/255445. Diakses tanggal 19 Maret 2011, pukul 21.05 wib.
Universitas Sumatera Utara
Rata-rata pertumbuhan perdagangan Indonesia-China (2003-2005) berkisar AS $31,64 miliar. Secara keseluruhan total volume perdagangan antara Indonesia dan China pada tahun 2004, terhitung menjadi AS$ 13,47 milyar, atau peningkatan sebesar 31,8 persen dari tahun sebelumnya, dan hampir sama dengan volume perdagangan Indonesia dan AS, yang terhitung mencapai AS$ 13,5 milyar. Sementara itu, dari sisi pandang China, Indonesia kini masuk pada peringkat ke-17, sebagai negara penerima ekspor negara itu, dengan nilai sebesar AS$ 3,59 milyar, atau peningkatan sekitar 1,01 persen dari total ekspor China ke seluruh dunia. Umumnya perdagangan bilateral semakin bertambah dengan cepat hingga mencapai AS$ 10 milyar, termasuk perdagangan melalui Hong Kong, sedangkan penanaman modal China di Indonesia kini mencapai total kumulatif sebesar AS$ 282 milyar. 55 Peningkatan hubungan Indonesia-China mencapai klimaksnya dengan ditandatanganinya Strategic Partnership Agreement antara Indonesia-China pada tanggal 25 April 2005, saat Presiden hu Jin Tao berkunjung ke Indonesia. Kemitraan Strategis ini akan difokuskan untuk memperkuat kerjasama politik dan keamanan, memperdalam kerjasama ekonomi dan pembangunan, meningkatkan kerjasama sosial budaya, dan memperluas hubungan nonpemerintah. Ada tiga bidang luas yang dicakup dalam perjanjian kemitraan strategis ini, yaitu kerjasama politik dan keamanan, kerjasama ekonomi dan pembangunan dan kerjasama sosial budaya. 56
55
Zainuddin Djafar, Indonesia, ASEAN & Dinamika Asia Timur, Kajian Perspektif Asia EkonomiPolitik, Jakarta: Pustaka Jaya, 2008. hal. 126. 56 Ibid. hal. 58.
Universitas Sumatera Utara
Indonesia dan China melihat hubungan satu dengan lainnya sebagai mitra ekonomi yang potensial. Dari kacamata para pembuat kebijakan Indonesia, populasi penduduk China yang mencapai 1,2 milyar jiwa merupakan kesempatan ekonomi yang perlu digali.
2.2. Awal Kerjasama ASEAN – China Hubungan China dengan Asia Tenggara yang secara tradisional disebut Nanyang (atau laut Selatan) dapat ditelusuri kembali ke jaman purbakala. Pada waktu dinasti Sung (960 – 1280) kekaisaran China telah mempunyai hubungan upeti (tributary relations) dengan banyak negara di Asia Tenggara. Para pedagang China pada abad ke-16 telah aktif di semua pelabuhan dan pada rute-rute perdagangan utama Asia Tenggara. Banyak aktivitas komersil para pedagang China ini berasal langsung atau tak langsung dari sistem upeti tradisional itu yang merupakan alat utama Kekaisaran China menyelenggarakan hubungan dengan negara-negara tetangganya. Sistem upeti semata-mata suatu alat diplomatik yang dipakai China untuk mencapai hubungan antarnegara dengan masyarakat nonChina dibawah konsep ’tatanan dunia China’. 57 Perekonomian China adalah bersifat agraria saat itu, swasembada dan pada dasarnya terasing dari aktivitas ekonomi internasional. Keterlibatan komersil awal China dengan Nanyang, umumnya terdiri dari usaha-usaha individual yang tidak terorganisir. Sesudah abad ke-19, perdagangan China dengan Nanyang mulai meningkat lebih pesat, bersamaan dengan terus masuknya migran China ke wilayah ini. Sejak itu, China telah memainkan peranan yang menentukan (crucial
57
Dr. John Wong, Politik China di Negara Asia Tenggara, Jakarta: Pustaka Pelajar. hal. 5
Universitas Sumatera Utara
role) bukan saja dalam perkembangan ekonomi dan kemajuan sosial dari negaranegara yang dimasukinya di Asia Tenggara, tetapi juga mempengaruhi hubungan ekonomi dan politik antara negara-negara ini dengan China. 58 Setelah berdirinya Republik Rakyat China dalam tahun 1949, hubungan China dengan negara-negara tetangganya di Selatan, menempuh suatu dimensi baru dengan masuknya unsur-unsur ideologi dan geo-politik yang rumit. China segera mulai mengambil suatu sikap umum (general posture) yang dipandang sebagai ancaman oleh sebagian negara-negara ASEAN terhadap keamanan mereka, baik riil ataupun khayali. Tanggapan mereka berbeda terhadap China baru ini yang berciri-ciri impuls revolusioner yang kuat dan dipersenjatai dengan ideologi Marxist. Itulah kecemasan mereka terhadap China komunis ini. Perbedaan ekonomi dan sosial ini semakin memperlebar jarak politik dan mempertajam perbedaan ideologi mereka. 59 Tidak mengherankan jika ideologi dan agama menjadi penghalang hubungan ASEAN dan China pada awalnya. 60 Di samping mencairnya Perang Dingin, kekuatan-kekuatan geopolitik baru yang muncul dalam akhir tahun 1970-an telah cenderung meningkatkan hubungan China – ASEAN. China telah secara konsisten dan terbuka menyatakan sokongannya kepada organisasi ASEAN, dan ada pula issu-issu untuk diskusi terhadap issu mana kepentingan China dan ASEAN cenderung sama. Titik perubahan hubungan ASEAN – China dimulai setelah Deng Xiou Ping melancarkan reformasi politik ekonominya. Sejak akhir dekade 70-an, Deng membuat China mulai terbuka dengan dunia luar dan mulai membuka pintu bagi
58
Ibid. hal. 6. Ibid. hal. 8. 60 Ho Khai Leong and Samuel C.Y. Ku (eds), China and Southeast Asia: Global Changes and Regional Challenges, Singapura: ISEAS, 2005. hal. 217. 59
Universitas Sumatera Utara
investasi asing. 61 Maka perdagangan China – ASEAN telah melonjak menjadi 7%-8% dari total omset China. Selama bertahun-tahun, dua ciri utama telah masuk ke dalam struktur perdagangan China – ASEAN. Pertama, pasar ASEAN telah merupakan saluran yang sangat penting bagi hasil pertanian dan produk industri ringan yang diekspor China ke luar negeri. Kedua, China telah mengembangkan suatu pola perdagangan yang tangguh dengan mana ia berusaha mencapai surplus perdagangan dengan negara-negara berkembang dengan mendorong ekspor beras, bahan pangan, produk-produk tradisional dan berbagai barang manufaktur yang padat karya, sementara defisit perdagangan dengan negara-negara industri dengan mengimpor pangan murah (gandum), peralatan modal dan teknologi. 62 Tahun 1982, perekonomian China telah secara progresif terbuka terhadap perdagangan luar negeri yang lebih besar dan pemasukan modal asing serta dibolehkan bereaksi terhadap kebebasan yang lebih besar dari kekuatan-kekuatan pasar. 63 Meningkatnya fleksibilitas politik dan ekonomi mempermudah China memasuki
dialog
politik
yang
konstruktuif
atau
memasuki
kerjasama
pembangunan yang sesungguhnya dengan ASEAN atas dasar non-ideologis. Manfaat perdagangan itu tentu saja timbal balik. Dari sudut pandang ASEAN, peningkatan perdagangan dengan China dianggap sebagai salah satu cara terpenting untuk mendiversifikasikan konsentrasi perdagangannya yang sangat geografis itu. Salah satu cara bagi ASEAN untuk mencapai diversifikasi pasar yang lebih sukses itu adalah dengan meningkatkan promosi perdagangan intra-
61
Bambang Cipto, Hubungan Internasional di Asia Tenggara, Teropong Dinamika terhadap Dinamika, Realitas dan Masa Depan, Yogyakarta: Pustaka Pelaajar, 2007. hal. 169-170. 62 Dr. John Wong, Op. Cit. hal. 8. 63 Ibid. hal. 10.
Universitas Sumatera Utara
regional dan mempererat hubungan dengan kelompok-kelompok negara lain, seperti negara-negara sosialis atau Timur Tengah. Dilihat dari sudut ini, porsi negara sosialis dalam perdagangan ASEAN adalah kira-kira 3%, dan China mengambil lebih tiga per empat daripadanya. Sehingga perdagangan China – ASEAN dapat berkembang pesat. Pertumbuhan China – ASEAN pada umumnya adalah sesuai dengan strategi diversifikasi pasar jangka panjang yang hendak dilaksanakan oleh pemerintah negara-negara ASEAN itu sendiri. Secara keseluruhannya dipandang dari perspektif ASEAN, perdagangan China – ASEAN adalah didasarkan atas landasan ekonomis yang kuat. 64 Bagi ASEAN, China adalah pasar raksasa bagi produk yang dihasilkan ASEAN. 65 Sementara ASEAN merupakan pasar bagi produk China seperti tekstil, barang-barang konsumen, sepeda motor, dan barang elektronik. ASEAN juga kawasan menarik bagi para turis asal China. Lebih dari dua juta turis China mengunjungi negara-negara ASEAN sepanjang tahun 2000. 66 Dinamika perluasan hubungan ekonomi China – ASEAN dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan ekonomi internalnya sendiri. Prospek untuk pertumbuhan perdagangan China – ASEAN dapat sangat bergantung pada keberhasilan usaha modernisasi China yang sedang berlangsung.
2.3. Kebangkitan Ekonomi China Kemenangan Partai Komunis China atas Partai Nasionalis China (sering disebut Kuomintang) dalam ”perang saudara kedua” 1945-1949, melahirkan negara Republik Rakyat China yang diproklamasikan pada 1 Oktober 1949. Mao 64
Ibid. hal. 15-17. Bambang Cipto, Op. Cit. hal. 175. 66 Ibid. hal. 179. 65
Universitas Sumatera Utara
dan kaum revolusioner China memegang kekuasaan dipengaruhi oleh ortodoksi Stalinis dan mencoba menyamai model Soviet. 67 Salah satu kebijakan awal yang diambil China untuk membenahi China adalah yi bian dao atau ”condong ke satu sisi”. Wujud kebijakan ini adalah China menyatukan langkahnya dengan negaranegara berideologi komunisme yang saat itu berada di bawah komando Uni Soviet. Tetapi kemudian, pada 1953, China mulai menyadari bahwa posisi yi bian dao yang diambilnya dan keterlibatannya dalam Perang Korea telah mengisolasinya dari pergaulan antarbangsa di kawasan maupun di dunia, juga telah menyebabkan Amerika semakin mengetatkan ”kebijakan bendungan” (containment policy). 68 Konsep revolusi Rusia yang diadopsi China ternyata gagal yang ditandai dengan kandasnya perjuangan kaum buruh China dalam mempelopori revolusi di kota-kota besar akibat serangan pasukan kaum nasionalis dan hebatnya pemberontakan kaum petani China dalam insiden 30 Mei 1925. 69 Tahun 1979, pemerintah China melaksanakan kebijakan pintu terbuka (open door policy) yaitu kebijakan dimana setiap daerah yang telah diberikan otonomi khusus dari pemerintah dapat mengundang atau mengelola modal asing. Salah satu konsep reformasi ekonomi China adalah penghapusan perencanaan terpusat dan pemberian otoritas kepada propinsi untuk mengatur sendiri ekonominya termasuk untuk mengundang masuk investasi asing diberi kebebasan. Kebebasan pengaturan ekonomi ini berjalan berdampingan dengan pemberlakuan sistem 67
Ronald H. Chilcote, Teori Perbandingan Politik, Penelusuran Paradigma, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004. hal. 334. 68 Kebijakan Bendungan diterapkan Amerika pada masa Perang Dingin untuk membendung penyebaran paham komunis di dunia. Kebijakan ini didasari oleh kepercayaan Amerika atas kebenaran ”Teori Domino” yang berasumsi bahwa bila suatu negara jatuh ke tangan komunis maka itu akan membahayakan negara tetangganya dan kawasan sekitarnya, juga membahayakan Eropa dan Amerika. I. Wibowo dan Syamsul Hadi, Merangkul Cina, Hubungan Indonesia-Cina Pasca-Soeharto. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2009. hal: 27. 69 Poltak Partogi, Reformasi Ekonomi RRC Era Deng Xiaoping, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995. hal. 33.
Universitas Sumatera Utara
ekonomi pasar dan penghapusan sistem ekonomi komando. Deng memperbaharui praktik-praktik pembangunan lama (Jingji Tiaohzheng) dengan praktik-praktik pembangunan yang umumnya dikenal di negara-negara kapitalis. 70 Reformasi ekonomi China ini, diawali oleh sektor pertanian dengan inti gerakan reformis pada penekanan hak-hak milik terutama atas tanah, liberalisasi harga produk pertanian dan pengembangan pasar domestik. Pada masa ni, sumbangan modal asing dan perdagangan internasional relatif tidak berarti bagi pertumbuhan ekonomi China. Sampai sekitar tahun 1995, komposisi tenaga kerja sekitar 80% berada di sektor pertanian. Pada tahun 2000, angka tersebut menurun menjadi sekitar 70% dari sekitar 711,5 juta angkatan kerja di tahun 2000, 499 juta penduduk bekerja di sektor pertanian. Sebanyak 150 juta orang dari angka ini diperkirakan migrasi ke daerah kota untuk mencari pekerjaan yang menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi. Dari survey pertanian di tahun 1996, sekitar 25% yang hidup di pedesaan tidak bekerja sebagai petani tetapi bekerja di industri pedesaan/rumah tangga atau jasa-jasa.bersamaan dengan tumbuhnya industriindustri di wilayah perkotaan di tahun 1980-an, peranan investasi asing dan perdagangan internasional semakin nyata dalam perekonomian China. 71 Pada Februari 1992, Deng Xiaoping melakukan ”perjalanan ke selatan”. Perjalanan ini ditengarai sebagai tonggak penentu dari sejarah China modern karena ucapan Deng selama perjalanan itu memberi pencerahan besar kepada semua pemimpin rakyat China untuk meneruskan keterbukaan dan meneruskan
70
Ibid, . hal. 141. Richard Eckaus, “China”, dalam Going Global: Transition from Plan to Market in the World Economy. Desai: MIT Press, 1997. hal. 67. 71
Universitas Sumatera Utara
pembangunan ekonomi.
Sejak saat itu, kemajuan demi kemajuan ekonomi
dilaporkan baik dari China sendiri maupun dari luar negeri.. 72 Lalu pada tahun 1980-an melalui serangkai kebijakannya, ekonomi China mengalami peningkatan berarti. China mulai melibatkan dirinya secara luas dalam mata rantai perekonomian internasional. China tidak hanya mentolerir pendekatan kapitalis terhadap kebijakan ekonomi domestiknya, tapi juga terhadap kebijakan ekonomi luar negerinya. Laju pertumbuhan ekonomi China akhir tahun 1984 mencapai rata-rata 7,9%. Hingga akhir tahun 1983, China telah menjalin hubungan dagang dengan 190 negara dan kawasan, serta menandatangani persetujuan dagang dengan 95 negara dan organisasi masyarakat ekonomi Eropa. 73 Hubungan dagang terbanyak dilakukan dengan negara-negara yang menjunjung tinggi hukum ekonomi pasar. Tahun 1997, China merasa telah menghapus penghinaan seratus tahun karena kembalinya Hong Kong ke pangkuan China. Dan dapat dikatakan, di tahun ini sebagai titik sejarah rakyat China. Kekuatan China semakin kelihatan dalam badai krisis keuangan Asia 1997. Ketika negara-negara di Asia Timur dan Asia Tenggara kalang-kabut, China mampu lolos nyaris tanpa cedera. Berkat kebijakan kontrol devisa, China mampu menahan terjangan badai dahsyat itu dan tetap tegak berdiri. Di saat ini terjadi, China sangat piawai, tidak mendevaluasi mata uang Yuan. Dengan demikian, kekuatan ekspor China yang sudah sedemikian menakutkan tidak ikut menghancurkan ekspor negara-negara tetangganya. 74
72
I. Wibowo, Belajar dari Cina, Jakarta: KOMPAS, 2004. I. Wibowo dan Syamsul Hadi, Op. Cit. hal. 10. 74 Ibid. hal. 8. 73
Universitas Sumatera Utara
Memasuki abad ke-21, kekuatan China semakin mempunyai kepercayaan diri yang amat tinggi. China resmi masuk diterima menjadi anggota WTO. 75 Dengan demikian, China telah lengkap memasuki semua organisasi internasional yang ada. China berhasil memanfaatkan WTO dengan maksimal karena sejak saat inilah China mengirimkan ”air bah ekspor” ke seluruh dunia, yang membuat negara-negara di seluruh dunia megap-megap karenanya. Karena keanggotaannya pada WTO, China dapat menembus semua pasar di seluruh dunia. Kebangkitan perusahaan China sebagai pemain penting dalam pasar global menjanjikan manfaat baru bagi konsumen dunia dan kesempatan baru bagi perusahaan mapan yang bisa memberikan respon yang tepat dan melakukannya dengan baik. 76 Globalisasi juga telah membawa sebuah kesempatan baru bagi para pebisnis yang datang terlambat: fakta bahwa pengetahuan, teknologi, dan komponen sekarang lebih mudah berpindah-pindah dan cepat diakses dari segala penjuru dunia berarti perusahaan multinasional yang sedang berkembang tidak lagi terpenjara dalam pasar negaranya sendiri. Inilah sedang dilakukan para naga China. Gerbang yang erbuka karena globalisasi, dikombinasikan dengan strategi internasionalisasi baru yang berdasarkan kemampuan untuk belajar dari dunia, menjadikan para naga China kekuatan besar besar dalam kompetisi global–secara lebih cepat dari Jepang dan Korea dalam memasuki pasar global. 77
75
Ibid. hal. 41-42. Lihat Ming Zeng dan Peter J. Williamson, Loc. Cit. 77 Ibid. hal. 38. 76
Universitas Sumatera Utara
2.4. Kerjasama Perdagangan Bebas ASEAN ASEAN (Association of South East Asia Nations) didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 oleh lima negara nonkomunis Asia Tenggara yaitu Indonesia, Filipina, Malaysia, Singapura, dan Thailand. 78 Tujuan organisasi regional ini adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara-negara anggotanya secara bersama dengan semangat persamaan dan persaudaraan. Secara spesifik dinyatakan bahwa negara-negara anggota ASEAN akan berusaha sekuat tenaga untuk melakukan kerjasama ekonomi seefektif mungkin di antara sesamanya mealui perluasan perdagangan di wilayah Asia Tenggara. 79 Peningkatan kerjasama ekonomi ASEAN secara lebih intensif dan terarah baru dilakukan setelah diadakan KTT Bali pada bulan Februari 1976, menghasilkan Deklarasi Kesepakatan ASEAN yang isinya antara lain negara anggota
akan
mengambil
langkah-langkah
kerjasama
dalam
program
pembangunan nasional dan regional mereka serta sejauh mungkin akan memanfaatkan sumber-sumber yang dapat diperoleh di wilayah ASEAN untuk saling melengkapi perluasan ekonominya masing-masing. Kerjasama ekonomi ASEAN meliputi kerjasama komoditas dasar terutama pangan dan energi, kerjasama industri, perdagangan, dan pendekatan bersama terhadap masalah komoditas internasional serta masalah ekonomi dunia lainnya. Dalam perjanjian persahabatan dan kerjasama di Asia Tenggara, antara lain dinyatakan bahwa anggota ASEAN akan bekerja sama untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Tenggara. Peningkatan tersebut dilakukan dengan perluasan pertanian, industri, dan perdagangan serta memperbaiki 78
Lihat Sjamsumar Dam dan Riswandi, Kerja Sama ASEAN, Latar Belakang, Perkembangan, dan Masa Depan. hal 7. 79 Ibid. hal. 93.
Universitas Sumatera Utara
infrastruktur ekonomi yang saling menguntungkan bagi rakyat negara-negara Asia Tenggara. Berkaitan dengan itu, mereka akan melanjutkan penjajakan pada semua kesempatan bagi kerjasama yang lebih erat dan saling menugntungkan dengan negara-negara lain, organisasi-organisasi internasional dan regional di luar wilayah Asia Tenggara. 80 2.4.1. Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Area) KTT IV ASEAN pada tanggal 27-28 Januari 1992 di Singapura telah menetapkan bahwa kerjasama ASEAN akan ditingkatkan menjadi ASEAN Free Trade Area (AFTA) mulai tanggal 1 Januari 1993. proses menuju AFTA tersebut dilakukan melalui Common Effective Prefential Tariff (CEPT), yaitu penurunan tarif beberapa komoditas tertentu secara bersamaan hingga mencapai tingkat 0– 5%. Penurunan tarif tersebut dilakukan secara bertahap sehingga baru akan mencapai kondisi perdagangan bebas untuk seluruh komoditas setelah lima belas tahun. Tahap pertama dilakukan mulai tanggal 1 Januari 1993 untuk lima belas komoditas. 81 Tujuan dari penerapan konsep AFTA adalah untuk meningkatkan volume perdagangan di antara sesama negara anggota. Keadaan ini dimungkinkan karena melalui daerah perdagangan bebas, bea masuk (tarif) semua komoditas perdagangan dari seluruh negara anggota diturunkan sampai mendekati 0%. Di samping itu, hambatan-hambatan yang bukan disebabkan bea masuk (Non Tariff Barrier) seperti penerapan kuota impor terhadap komoditi tertentu juga harus dihiangkan. Perluasan kegiatan perdagangan berarti terdapat kemungkinan untuk memperluas pasar bagi para pengusaha yang merupakan faktor pendorong untuk 80 81
Ibid. hal. 94. Ibid. hal. 111.
Universitas Sumatera Utara
melakukan perluasan kegiatan produksi, sehingga keuntungan skala besar dapat dimanfaatkan untuk menekan biaya produksi. Dengan demikian, perluasan kegiatan perdagangan bukan hanya berperan besar untuk meningkatkan kegiatan produksi tapi juga penting untuk meningkatkan daya saing di pasar internasional. Maka. Penerapan AFTA akan mendorong perekonomian negara-negara anggota menjadi lebih efisien dan sehat, baik dari segi produksi maupun perdagangan. 82
2.5. Pembentukan ASEAN – China Free Trade Area (ACFTA) Penandatangan Kerangka Kesepakatan atas Kerja sama Ekonomi ASEANChina pada 2002 menunjukkan adanya usaha perbaikan hubungan antara negaranegara anggota Asosiasi Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dan China. Kesepakatan ini selanjutnya berkembang menjadi apa yang disebut sebagai Kesepakatan Perdagangan Bebas Bilateral ASEAN-China (ACFTA-ASEANChina Free Trade Agreement). Di atas kertas, keputusan ASEAN dan China untuk membentuk kesepakatan tersebut menggambarkan perluasan hubungan ekonomi dan politik di antara kedua pihak. 83 ASEAN- China Free Trade Area merupakan kerjasama perdagangan bebas antara negara-negara anggota ASEAN dengan China mengenai penurunan tarif, bea masuk dan pajak. Kerjasama ini berlaku untuk semua negara ASEAN sesuai dengan kesepakatan yang telah di tandatangani. Dalam kerjasama perdagangan bebas antara ASEAN dengan China mengatur tentang kesepakatan penurunan tarif dan kerjasama dalam penghapusan tarif untuk mempermudah perdagangan internasional seperti yang ada pada WTO (World trade Organization). 82
Ibid. hal. 111-112. Alexander C. Chandra, “Indonesia di Tengah Kesepakatan FTA ASEAN-China: Satu Kajian Kritis”, dalam I. Wibowo dan Syamsul Hadi, Op. Cit. hal. 231-232. 83
Universitas Sumatera Utara
Keputusan untuk membentuk zona perdagangan bebas antara ASEAN dan China merupakan tanggapan terhadap usulan yang muncul dari mantan Perdana Menteri China, Zhu Rongji, saat dilangsungkannya KTT ASEAN keenam pada November 2000. Selanjutnya pada November 2002, ASEAN dan China menandatangani Kerangka Kesepakatan Kerjasama Ekonomi Menyeluruh antara ASEAN dan China. Kerangka kerjasama ini meresmikan komitmen ASEAN dan China untuk memperkuat kerjasama ekonomi. Didalam framework tersebut disepakati pentahapan pembentukan perdagangan bebas untuk barang pada tahun 2004, sektor jasa tahun 2007, dan investasi tahun 2009. Sementara dari sisi kesiapan perdagangan bebas bagi ASEAN juga berlaku bertahap. Perdagangan bebas mulai berlaku tahun 2010 antara Cina dengan ASEAN-6 yaitu untuk Indonesia, Singapura, Thailand, Malaysia, Philipina, dan Brunei . Sementara tahun 2015 berlaku bagi Cina dengan ASEAN-4 yaitu Kamboja, Vietnam, Laos, dan Myanmar. Terdapat enam elemen penting dalam Kerangka Kesepakatan Kerjasama Ekonomi Menyeluruh antara ASEAN dan China, meliputi: (1) perdagangan dan langkah-langkah fasilitasi (mencakup berbagai isu seperti penghapusan hambatan non-tarif, pengakuan standar di masing-masing pihak dan penilaian prosedur bagi sektor jasa); (2) bantuan teknis dan pengembangan kapasitas bagi negara-negara anggota yang baru di ASEAN; (3) langkah-langkah promosi perdagangan yang konsisten dengan peraturan di Organisasi Perdagangan Dunia; (4) perluasan kerjasama dalam bidang keuangan, pariwisata, pertanian, pengembangan SDM, hak atas kekayaan intelektual (HaKI); (5) pembentukan ACFTA dalam jangka waktu 10 tahun, dengan perlakuan khusus dan berbeda diberikan ke negara-negara
Universitas Sumatera Utara
anggota baru ASEAN; dan (6) pembentukan lembaga-lembaga yang diperlukan untuk menjalankan komitmen kerangka kerjasama. 84 Kesepakatan Perjanjian ini bertujuan untuk: pertama, memperkuat dan meningkatkan kerjasama ekonomi, perdagangan dan investasi kedua pihak; kedua, meliberalisasikan perdagangan barang, jasa dan investasi; ketiga, mencari area baru dan mengembangkan kerjasama ekonomi yang saling menguntungkan kedua pihak; dan terakhir, memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif dengan negara anggota baru ASEAN dan menjembatani gap yang ada di kedua belah pihak. Kedua pihak juga menyepakati untuk memperkuat dan meningkatkan kerjasama ekonomi melalui: penghapusan tariff dan hambatan non tariff dalam perdagangan barang; liberalisasi secara progresif perdagangan jasa; membangun regim investasi yang kompetitif dan terbuka dalam kerangka ASEAN-China FTA.
2.5.1. Penetapan Tarif dalam Kerjasama ASEAN–China Free Trade Area (ACFTA) 1. Tahap I : Early Harvest Program (EHP) Tabel 3. Skema Penurunan Tarif ASEAN-China
84
Ibid,. hal. 238.
Universitas Sumatera Utara
Sumber: Buku ”Merangkul Cina, Hubungan Indonesia-Cina Pasca-Soeharto” 85 Berdasarkan tabel diatas, produk dengan tarif awal lebih besar atau sama dengan 20%, pada tahun 2007 akan diturunkan menjadi 12%, kemudian turun secara bertahap menjadi 5% pada tahun 2009. Produk dengan tarif awal 15% dan dibawah 20% akan diturunkan menjadi 8% pada tahun 2007 dan menjadi 5% pada tahun 2009. Begitu juga terhadap produk dengan tarif awal 10% dan dibawah 15%. Produk dengan tarif awal dibawah 5% hingga 10% akan diturunkan pada 2009 menjadi 0%. Pada 2010 semua produk dalam kategori Kode Harmony System/HS (Lihat Tabel) harus dibebaskan dari tarif secara penuh. Untuk ASEAN-6 (Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Brunei) dan China, tingkat tarif akan secara bertahap diturunkan atau dihapuskan antara 1 Januari 2005 dan 2010, sedangkan bagi negara-negara anggota baru ASEAN diberikan kesempatan hingga 2015. Tabel Harmony System (HS) Chapter 01 02 03 04 05 06 07 08
Description Live Animals Meat and Edible Meat Offal Fish Dairy Produce Other Animals Products Live Trees Edible Vegetables Edible Fruits and Nuts
Sumber: Framework Agreement on Comprehensive Economic Co-Operation Between ASEAN and the People's Republic of China, 4 November 2002. Diakses dari http://www.aseansec.org/19105.htm.
85
Ibid..hal. 239.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan tabel diatas, adapun cakupan produk yang masuk ke dalam Early Harvest Program atau EHP adalah produk yang masuk kedalam Chapter 01 s/d 08 yaitu: Hewan hidup (01), Daging dan produk daging dikonsumsi (02), Ikan (03), Dairy product/Produk susu (04), Produk hewan lainnya (05),Tumbuhan (06), Sayuran dikonsumsi (07) kecuali jagung manis dan buah-buahan dikonsumsi (08). Jumlah Kelompok EHP ini 530 pos tarif (HS 10 digit). Sementara, Produk– produk spesifik yang ditentukan melalui Kesepakatan Bilateral, antara lain Kopi, Minyak Kelapa/CPO, Bubuk Kakao (HS 1806.10.00.00), barang dari karet, dan perabotan. Jumlah Kelompok EHP ini 47 pos tariff (HS 10 digit).
2.
Tahap II : Normal Track Pada Normal Track, penurunan tarif bea masuk dimulai tanggal 20 Juli
2005, yang menjadi 0% pada tahun 2010 dengan fleksibilitas pada produk-produk yang akan menjadi 0% pada tahun 2012. Kategori komoditas yang masuk dalam normal track, tarif Most Favored Nation (MFN)-nya harus dihapus berdasarkan skedul. Hampir seluruh komoditas masuk dalam kategori ini, kecuali dimintakan pengecualian (dengan demikian masuk ke dalam sensitive track). Seluruh negara sudah harus mengurangi tarif menjadi 0-5% untuk 40% komoditas yang ada pada normal track sebelum 1 Juli 2006. Seluruh negara sudah harus mengurangi tarif menjadi 0-5% untuk 60% komoditas yang ada pada normal track sebelum 1 Januari 2007. Seluruh negara sudah harus mengurangi tarif menjadi 0-5% untuk 100% komoditas yang ada pada normal track sebelum 1 Januari 2010. Maksimum sebanyak 150 tarif dapat diajukan penundaan hingga 1 Januari 2012. 86
86
“Economic Review”, No. 218. Desember 2009.
Universitas Sumatera Utara
3. Tahap III : Sensitive Track Adapun Produk-produk dalam kelompok Sensitive, akan dilakukan penurunan tarif mulai tahun 2012, dengan penjadwalan bahwa maksimun tariff bea masuk pada tahun 2012 adalah 20% dan akan menjadi 0-5% mulai tahun 2018. Produk sebesar 304 Produk (HS 6 digit) antara lain Barang Jadi Kulit: tas, dompet; Alas kaki; Sepatu sport; Casual; Kulit; Kacamata; Alat Musik; Tiup, petik, gesek; Mainan: Boneka; Alat Olah Raga; Alat Tulis; Besi dan Baja; Spare part; Alat angkut; Glokasida dan Alkaloid Nabati; Senyawa Organik; Antibiotik; Kaca; Barang-barang Plastik. 87 Highly Sensitive List (HSL): Produk-produk Highly Sensitive akan dilakukan penurunan tariff bea masuk pada tahun 2015, dengan maksimum tariff bea masuk pada tahun 2015 sebesar 50%. Produk HSL adalah sebesar 47 Produk (HS 6 digit), yang antara lain terdiri dari Produk Pertanian, seperti Beras, Gula, Jagung dan Kedelai; Produk Industri Tekstil dan produk Tekstil (ITPT); Produk Otomotif; Produk Ceramic Tableware. 88 Adapun penurunan dan penghapusan tarif bea masuk dalam Perdagangan Bebas ASEAN-China dijelaskan dalam Tabel 6 berikut:
87 88
Ibid. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Tabel. Perkembangan Penurunan Tarif Bea Masuk Tahun Tarif Bea Masuk (BM)
0% 5% 8% 8% 10% 12% 13% 15% 20% 25% 30% >30% TOTAL
2005
2006
2008
2009
2010
2011
2012
Jlh. Pos tarif
Persentase
Jlh. Pos tarif
Persentase
Jlh. Pos tarif
Persentase
Jlh. Pos tarif
Persentase
Jlh. Pos tarif
Persentase
Jlh. Pos tarif
Persentase
Jlh. Pos tarif
Persentase
Jlh. Pos tarif
Persentase
2.857 3.893
25,6% 34,8%
2.864 3.888
25,6% 34,8%
1.702
15,2%
1.702
15,2%
2.639 3.218 86 1.850 131 90 48 315 126 20 39 170 8732
30,2% 36,9% 1% 21,2% 1,5% 1% 0,5% 3,6% 1,4% 0,2% 0,4% 1,9% 100%
2.639 3.219 85 1.866 131 90 48 304 123 20 39 173 8.737
30,2% 36,8% 1% 21,4% 1,5% 1% 0,5% 3,5% 1,4% 0,2% 0,4% 2% 100%
5.709 2.219 33 3 95 48 278 123 19 39 172 8.738
65,3% 25,4% 0,4% 0% 1,1% 0% 0,5% 3,2% 1,4% 0,2% 0,4% 2% 100%
7.306 622 33 3 95 48 278 123 19 39 172 8.738
83,6% 7,1% 0,4% 0% 1,1% 0% 0,5% 3,2% 1,4% 0,2% 0,4% 2% 100%
7.306 622 33 3 95 48 278 123 19 39 172 8.738
83,6% 7,1% 0,4% 0% 1,1% 0% 0,5% 3,2% 1,4% 0,2% 0,4% 2% 100%
7.778 150 33 3 95 48 278 123 19 39 172 8.738
89% 1,7% 0,4% 0% 1,1% 0% 0,5% 3,2% 1,4% 0,2% 0,4% 2% 100%
18 0,2% 1.537 13,8% 269 2,4% 318 2,8% 39 0,3% 538 4,8% 11.17 100% 1 9,57%
18 0,2% 1.537 13,8% 269 2,4% 318 2,8% 39 0,3% 538 4,8% 11.17 100% 3 9,49%
BM Ratarata Sumber: BPS yang diolah 89 89
2007
6,38%
6,38%
3,83%
2,92%
2,92%
2,65%
Ibrahim, dkk, Dampak Pelaksanaan ACFTA bagi Perdagangan Internasional Indonesia, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Juli 2010.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan tabel diatas dapat kita lihat bahwa sebanyak 538 jumlah pos tariff pada tahun 2005, arif Bea Masuknya adalah diatas 30% dengan persentase 4,8% dari totalnya. Begitu juga untuk tahun 2006. tahun 2007, sebanyak 170 pos tariff dengan persentase 1,9%. Tahun 2008, sebanyak 173 pos tariff dengan persentase 2%. Tahun 2009, sebanyak 172 pos tariff dengan persentase 2% juga hingga ke tahun 2010 sampai 2012. Sedangkan untuk Bea masuk rata-rata masing-masing untuk tahun 2005, 2006, 2007, 2008, 2009, 2010, 2011, dan 2012 adalah 9,57%, 9,49%, 6,38%, 6,38%, 3,83%, 2,92%, 2,92%, dan 2,65%. Penurunan dan penghapusan tarif bea masuk dalam Perdagangan Bebas ASEAN-China dilakukan melalui proses secara bertahap atas seluruh produk yang mencakup sekitar 11.000 barang seperti dapat dilihat pada tahapan penurunan tariff di atas. Ini dimaksudkan untuk tetap menjaga kepentingan perlindungan terhadap produk Indonesia yang sekiranya memang belum mampu untuk bersaing dengan produk negara peserta FTA ini dan memberikan peluang akses pasar pada produk yang memang benar-benar dapat bersaing.
Universitas Sumatera Utara