ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
13
BAB II HAK JANDA SEBAGAI AHLI WARIS DAN PEROLEHAN HARTA WARISANNYA 2.1 Harta Warisan Menurut Tiga Sistem Hukum a. Harta Warisan Dalam Hukum Waris Adat 1. Hukum Adat Waris Patrilineal Ketentuan hukum waris adat di tanah karo menentukan bahwa hanya keturunan laki-laki yang berhak untuk mewarisi harta pusaka. Yang dimaksud dengan harta pusaka atau barang adat yaitu barang-barang adat yang tidak bergerak dan juga hewan atau pakaian-pakaian yang harganya mahal. Barang adat atau harta pusaka ini adalah barang kepunyaan marga atau berhubungan dengan kuasa kesain, yaitu “bagian dari kampung secara fisik”. 17 Barang-barang adat meliputi: tanah kering (ladang), hutan, dan kebun milik kesain. Rumah atau jabu mempunyai potongan rumah adat, jambut atau sapo tempat menyimpan padi dari beberapa keluarga, dan juga bahan-bahan untuk pembangunan, seperti ijuk, bambu, kayu, dan sebagainya yang dihasilkan hutan marga atau kesain. 2. Hukum Waris Adat Matrilineal Harta kaum yang dalam masyarakat Minangkabau yang akan diwariskan kepada ahli warisnya yang berhak terdiri dari: 18
17 18
Soerjono Soekanto, Kamus Hukum Adat, Bandung, Alumni, 1978, Hal. 121. Eman Suparman, Op. Cit. , Hal. 53-54.
13 TESIS
PEMBAGIAN HAK WARIS JANDA ...
LALE AMALINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
14
a. Harta Pusaka Tinggi Yaitu harta yang turun temurun dari beberapa generasi, baik yang berupa tembilang besi yakni harta tua yang diwarisi turun temurun dari mamak kepada kemenakannya, maupun tembilang perak, yakni harta yang diperoleh dari hasil harta tua, kedua jenis harta pusaka tinggi ini menurut hukum adat akan jatuh kepada kemenakan dan tidak boleh diwariskan kepada anak. b. Harta Pusaka Rendah Yaitu harta yang turun dari satu generasi. c. Harta Pencaharian Yaitu harta yang diperoleh dengan melalui pembelian atau Taruko. Harta pencaharian ini bila pemiliknya meninggal dunia akan jatuh kepada jurainya sebagai Harta Pusaka Rendah. Untuk harta pencaharian ini sejak tahun 1952 ninik-mamak dan alim ulama telah sepakat agar harta warisan ini diwariskan kepada anaknya. Perihal ini masih ada pendapat lain, yaitu “bahwa harta pencaharian harus diwariskan paling banyak 1/3 dari harta pencaharian untuk kemenakan. d. Harta Suarang Sebutan untuk harta suarang ini ada beberapa, diantaranya: harta pasuarang, harta basarikatan, harta kaduo-duo, atau harta salamo baturutan, yaitu seluruh harta benda yang diperoleh secara bersama-sama oleh suami-istri selama masa perkawinan. tidak
TESIS
PEMBAGIAN HAK WARIS JANDA ...
LALE AMALINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
15
termasuk ke dalam harta suarang ini, yakni harta bawaan suami atau harta tepatan istri yang telah ada sebelum perkawinan berlangsung. Dengan demikian jelaslah bahwa harta pencaharian berbeda dengan harta suarang. 3. Hukum Waris Adat Parental Atau Bilateral Harta warisan yaitu sejumlah harta kekayaan yang ditinggalkan oleh seseorang yang meninggal dunia yang terdiri atas: 19 1. Harta Asal; dan 2. Harta Bersama. 1. Harta Asal Harta asal adalah kekayaan yang dimiliki oleh seseorang yang diperoleh sebelum maupun selama perkawinan dengan cara pewarisan, hibah, hadiah, turun temurun. Harta asal dikenal dengan berbagai sebutan, yaitu: harta babawa ( Leuwiliang, Jasinga, Cianjur, Bekasi), barang sampakan ( Cianjur, Bandung, Leuwiliang, Cisarua, Depok, Cileungsi, Citeureup, Banjar, Ciamos, Saruni Kecamatan Pandeglang), harta bawaan ( Ratu Jaya, Pondok Terong, Bandung, Karawang Wetan), Warisan (Cianjur, Kecamatan Teluk Jambe, Karawang), Barang Pokok ( Kecamatan Telagasari, Batujaya, Cilamaya, Kecamatan Karawang Kabupaten Karawang), Babawaan ( Pelawad Kecamatan Karawang), Tuturunan ( Kecamatan Teluk Jambe
19
TESIS
Ibid, Hal. 60.
PEMBAGIAN HAK WARIS JANDA ...
LALE AMALINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
16
Karawang), Harta Sulur ( Saruni, Pandeglang, Kebayan, Pagerbatu, Raraton, Cilaja Kecamatan Pandeglang), Harta Pusaka/Harta Tuturunan ( Cianjur, Wanagiri, Pasireurih Kecamatan Saketi Pandeglang, Kecamatan Menes, Kecamatan Pagelaran, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang). Harta asal dapat berubah wujud (misalnya dari sebidang tanah menjadi rumah). Perubahan wujud ini tidak menghilangkan harta asal. Apabila sebidang tanah dijual dan kemudian dibelikan rumah. Rumah yang dibeli dari uang hasil penjualan harta asal akan tetap sebagai hata asal, yaitu rumah. 2. Harta Bersama Dalam hukum adat, harta bersama merupakan bagian dari harta perkawinan. Harta perkawinan adalah harta benda yang dapat digunakan oleh suami- isteri untuk membiayai biaya hidup mereka sehari-hari beserta anak-anaknya. Suami dan isteri sebagai suatu kesatuan bersama anak-anaknya dalam masyarakat adat disebut somah atau serumah. Dengan demikian, harta perkawinan pada umumnya diperuntukkan bagi keperluan somah. Harta perkawinan dalam hukum adat, menurut Hilman Hadi Kusuma, dapat dipisah menjadi empat macam sebagai berikut:
20
20
Hilman Hadi Kusuma, Hukum Perkawinan Adat dengan Adat Istiadatnya, Cet ke 6, Bandung: Citra Aditya Bakthi, 2003, Hal 157.
TESIS
PEMBAGIAN HAK WARIS JANDA ...
LALE AMALINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
17
a. Harta yang diperoleh suami atau isteri sebelum perkawinan yaitu “harta bawaaan”. b. Harta yang diperoleh suami atau isteri untuk diri sendiri serta atas jasa diri sendiri sebelum perkawinan atau dalam masa perkawinan disebut “harta penghasilan”. c. Harta yang diperoleh suami dan isteri selama bersama dalam perkawinan yaitu disebut “harta pencarian” d. Harta yang diperoleh suami isteri bersama ketika upacara perkawinan sebagai hadiah yang disebut “harta perkawinan”. Penyebutan harta bersama suami- isteri berbeda dari satu daerah dengan daerah lainnya. Di Minangkabau harta bersama disebut dengan ”harta suarang”, di
Kalimantan
disebut
”barang
perpantangan”, di Bugis disebut dengan ”cakkara”, di Bali disebut dengan ”druwe gabro”, di Jawa disebut dengan ”barang gini” atau ”gono-gini”, dan di Pasundan disebut dengan ”guna kaya” ”barang sekaya”, ”campur kaya”, atau ”kaya reujeung” .
Di beberapa daerah
terdapat pengecualian terhadap harta bersama tersebut. Di Aceh, penghasilan suami menjadi milik pribadinya sendiri, apabila isterinya tidak memberikan suatu dasar materiil yang berbentuk suatu kebun atau suatu pekarangan kediaman bagi keluarga atau tidak memberi bekal kepada suaminya yang mengadakan
suatu perjalanan.
Sementara di Jawa Barat, apabila pada saat perkawinan isteri kaya sedangkan suami miskin (perkawinan nyalindung kagelung), maka
TESIS
PEMBAGIAN HAK WARIS JANDA ...
LALE AMALINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
18
penghasilan yang diperoleh semasa perkawinannya menjadi milik isteri sendiri. Di Kudus-Kulon (Jawa Tengah) dalam lingkungan para pedagang, maka suami dan isteri masing-masing tetap memiliki barang-barang yang mereka bawa ke dalam perkawinan dan juga barang-barang yang mereka peroleh masing-masing selama perkawinan. b. Harta Warisan Dalam Hukum Waris Islam Keberadaan sistem Hukum Islam di Indonesia sejak lama telah dikukuhkan dengan berdirinya sistem Peradilan Agama yang diakui dalam sistem peradilan nasional di Indonesia. Bahkan dengan diundangkannya UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, kedudukan Pengadilan Agama Islam itu makin kokoh. Upaya yang lakukan oleh bangsa penjajah dalam menyebarkan misi agama mereka adalah dengan memasuki dan mencampuri hukum bangsa jajahan. Hukum Islam sebagai hukum yang hidup dan diterapkan oleh masyarakat
ketika
itu dipengaruhi
bahkan
sedikit
demi
sedikit
disingkirkan. Kenyataan ini dapat diinterpretasikan dari aturan-aturan yang dikeluarkan oleh mereka. Sedikitnya, ada dua aturan yang diapungkan secara jelas dalam rangka menghambat laju hukum Islam itu. Pertama adalah ketentuan Pasal 163 IS (Indische Staatsregeling) dan kedua adalah Pasal 131 ketentuan yang sama. Di ketentuan pertama, yakni Pasal 163 IS (Indische Staatsregeling)
TESIS
mereka membagi penduduk
PEMBAGIAN HAK WARIS JANDA ...
Indonesia kepada
tiga
LALE AMALINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
19
kelompok. Pembagian kepada tiga kelompok ini juga berimbas kepada bidang hukum yang berlaku bagi masing-masingnya. Kelompok dengan dasar Pasal 131 IS ini dapat dilihat sebagai berikut : 1. Golongan Eropah 2. Golongan Timur Asing 3. Golongan Bumi Putera Golongan Eropah terdiri dari orang-orang Belanda, orang Eropah lain di luar Belanda, orang Jepang, semua orang yang berasal dari wilayah lain dengan ketentuan wilayah itu tunduk kepada hukum keluarga yang secara substansial memiliki asas hukum yang sama dengan hukum Belanda. Kemudian juga ditambahkan dengan anak sah yang diakui dengan Undang-Undang serta anak-anak klasifikasi golongan Eropah dimaksud yang lahir di tanah jajahan. Adapun golongan Timur Asing terdiri dari semua orang yang bukan golongan Eropah maupun penduduk asli tanah jajahan. Mereka ini di antaranya adalah orang Arab, India, dan China. Sedangkan golongan terakhir, yakni Bumi Putera terdiri dari orang Indonesia asli. Pengelompokan yang demikian ini berimbas kepada bidang hukum yang berlaku bagi tiap-tiap kelompok. Sebagaimana diatur dalam Pasal 131 IS bahwa bagi golongan Eropah hukum yang berlaku adalah hukum yang berlaku di negeri Belanda. Adapun golongan Timur Asing berlaku hukumnya sendiri. Selanjutnya bagi golongan terakhir Bumi Putera hukum yang berlaku
TESIS
adalah hukum adat. Jika kepentingan sosial menghendaki maka
hukum
PEMBAGIAN HAK WARIS JANDA ...
LALE AMALINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Eropah
dapat
berlaku
lintas
golongan.
Keberlakuan
20
ini selanjutnya
disebut sebagai penundukan diri terhadap hukum Eropah, baik secara sempurna maupun sebagian saja. Penundukan sempurna dipahami bahwa ketentuan hukum Eropah berlaku utuh bagi setiap subjek hukum yang melakukan suatu perbuatan hukum. Dengan kata lain, subjek hukum tersebut dianggap sama dengan golongan Eropah sehingga hukumnya juga hukum Eropah. Berbeda halnya dengan jenis penundukan
hukum
yang
disebutkan
terakhir.
Pada
penundukan ini, hukum Eropah baru berlaku ketika perbuatan hukum yang dilakukan oleh golongan lain tersebut tidak dikenal dalam hukum mereka. Pemberlakuan hukum adat bagi golongan Bumi Putera sudah tentu menimbulkan masalah. Masalah dimaksud mengingat bahwa adat yang terdapat di Indonesia sangat beraneka ragam sesuai dengan etnis, kondisi sosial budaya, maupun agamanya. Paling tidak, dengan adanya ketentuan tertulis seperti dijelaskan terdahulu menimbulkan bias negatif terhadap hukum agama yang dianut oleh bangsa Indonesia yang mayoritas Islam. Bias negatif itu adalah membenamkan hukum Islam di bawah bayangbayang hukum adat. Hal ini sudah tentu dapat dimengerti. Bagaimanapun juga, bangsa penjajah selalu berusaha agar ideologi mereka bisa diikuti oleh bangsa jajahannya. Seiring dengan usaha untuk menanamkan ideologi ini, ada tiga teori yang diperkenalkan. Dua teori pertama diperkenalkan oleh bangsa Belanda dan satu teori terakhir dilontarkan oleh orang Indonesia.
TESIS
PEMBAGIAN HAK WARIS JANDA ...
LALE AMALINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
21
Teori terakhir ini merupakan teori bantahan sekaligus teori pematah. Ketiga teori itu secara berurut adalah; Receptio in Complexu, Receptie Theorie, dan Receptio a Contrario. 1. Receptio in Complexu Receptio in Complexu merupakan teori yang dikemukakan oleh Lodewijk Willem Christian Van Den Berg (1845–1927). Teori ini bermakna bahwa hukum yang diyakini dan dilaksanakan oleh seseorang seharmoni dengan agama yang diimaninya. Oleh sebab itu, jika seseorang beragama Islam maka secara langsung hukum Islamlah yang berlaku baginya, demikian seterusnya. Dengan kata lain, teori ini dapat dipadankan dengan sebutan “teori penerimaan secara kompleks atau sempurna”. 2. Receptie Theorie Receptie Theorie atau teori resepsi merupakan teori yang diperkenalkan oleh Christian Snouck Hurgronje (1857–1936). Teori ini selanjutnya ditumbuhkembangkan oleh pakar hukum adat Cornelis Van Vollenhoven (1874–1933) dan Betrand Ter Haar (1892–1941). Teori resepsi berawal dari kesimpulan
yang menyatakan bahwa
hukum Islam baru diakui dan dilaksanakan sebagai hukum ketika hukum adat telah menerimanya. Dapat dipahami di sini bahwa hukum Islam berada di bawah hukum adat. Oleh karena itu, jika didapati hukum
TESIS
Islam dipraktekkan di dalam
kehidupan masyarakat
PEMBAGIAN HAK WARIS JANDA ...
pada
LALE AMALINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
22
hakikatnya ia bukanlah hukum Islam melainkan hukum adat. Teori ini dapat pula dipadankan dengan sebutan “teori penerimaan”. 3. Receptio a Contrario Sebagaimana diutarakan di depan bahwa teori ini merupakan teori pematah populer disebut teori Iblis yang dikemukakan oleh Hazairin (1906–1975)
dan
Sajuti
Thalib
(1929–1990).
Dikatakan
sebagai teori pematah karena teori ini menyatakan pendapat yang sama sekali berlawanan arah dengan receptie theorie Christian Snouck Hurgronje di atas. Pada teori ini justru hukum adatlah yang berada di bawah hukum Islam dan harus sejiwa dengan hukum Islam. Dengan sebutan lain, hukum adat baru dapat berlaku jika telah dilegalisasi oleh hukum Islam. Dari ketiga teori ini terlihat bahwa usaha untuk meredam gerak maju hukum Islam didasarkan kepada teori kedua, yakni receptie theorie. Hukum Islam dianggap sebagai hukum jika telah dilegalisasi oleh hukum adat. Oleh karenanya, jika hukum yang diterapkan adalah hukum Islam namun menurut ketentuan hukum tertulis Pasal 131 IS bukanlah hukum Islam melainkan hukum adat. Makna tersembunyi di balik pemberlakuan
teori ini adalah
dihadapkannya bangsa penjajah ketika itu dengan tiga konsep hukum yang masing-masingnya memiliki karakter tersendiri. Ketiga konsep dimaksud adalah hukum Islam, hukum Barat, dan hukum Adat. Berhadapan dengan
TESIS
PEMBAGIAN HAK WARIS JANDA ...
LALE AMALINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ketiga konsep
ini
23
sudah dapat dipastikan bahwa bangsa penjajah akan
menetapkan hukum yang lebih menguntungkan bagi mereka. Dan hukum yang lebih menguntungkan itu dijatuhkan kepada hukum Adat. Jika hukum
yang diberlakukan
semata-mata adalah hukum bangsa penjajah
sudah tentu tingkat kebencian dan permusuhan terhadap mereka semakin besar. Oleh karena itu, untuk menghindari sisi negatif ini mereka mengapungkan hukum Adat yang memang menunjang terhadap misi mereka. Dengan demikian, benar kiranya kalau hukum adat dimaksudkan oleh bangsa penjajah untuk melumpuhkan gerak langkah pelembagaan hukum. Dengan adanya Peradilan Agama ini membuktikan bahwa di Indonesia diterapkan teori Reseptio a Contrario yaitu Pada teori ini justru hukum adatlah yang berada di bawah hukum Islam dan harus sejiwa dengan hukum Islam. Dengan sebutan lain, hukum adat baru dapat berlaku jika telah dilegalisasi oleh hukum Islam. Menurut kompilasi hukum Islam (KHI) ada perbedaan antara harta peninggalan dan harta warisan. Pasal 171d merumuskan bahwa harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris, baik yang berupa harta benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya. Sedangkan pasal 171e memberikan pengertian tentang harta warisan yaitu harta bawaan ditambah bagian harta bersama, setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah (tajhiz), pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat.
TESIS
PEMBAGIAN HAK WARIS JANDA ...
LALE AMALINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
24
Menyangkut harta bawaan dan harta bersama yang dikemukakan pada poin e dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Harta bawaan Yang dimaksud dengan harta bawaan dalam buku I tentang perkawinan bab XIII pasal 87 ayat (1) dikemukakan sebagai berikut: harta bawaan dari masing-masing suami istri dan harta yang diperoleh masingmasing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah penguasaan masingmasing, sepanjang para pihak tidak menentukan lain.” Yang termasuk dalam kategori harta bawaan ini seperti: 21 •
Harta yang diperoleh sebelum perkawinan;
•
Hadiah khusus;
•
Warisan, dan lain-lain.
2. Harta bersama Yang dimaksud dengan harta bersama ini adalah harta yang diperoleh selama perkawinan berlangsung. Dalam buku I pasal 91 dikemukakan sebagai berikut: (1) Harta bersama sebagaimana tersebut dalam pasal 85 di atas dapat berupa benda berwujud atau tidak berwujud. (2) Harta bersama berwujud dapat meliputi benda tidak bergerak, benda bergerak dan surat-surat berharga.
21
TESIS
Suhrawadi K. Lubis, Hukum Waris Islam, Sinar Grafika, Jakarta, 2001, Hal. 50.
PEMBAGIAN HAK WARIS JANDA ...
LALE AMALINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
25
(3) Harta bersama yang tidak berwujud dapat berupa hak maupun kewajiban bersama. (4) Harta bersama dapat dijadikan sebagai barang jaminan oleh salah satu pihak atas persetujuan pihak lainnya. Mengenai harta bersama suami yang beristeri lebih dari seorang, dirumuskan dalam pasal 94 KHI, yaitu untuk harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai istri lebih dari seorang, masing-masing terpisah dan berdiri sendiri. Pemilikan harta bersamanya dihitung pada saat berlangsungnya akad perkawinan yang kedua, ketiga, atau keempat. Dengan demikian harta yang diperoleh selama perkawinan berlangsung merupakan harta bersama, sepanjang tidak ditentukan lain dengan perjanjian kawin. Apabila terjadi cerai mati maka kedudukan harta bersama adalah separo harta bersama adalah menjadi hak pasangan (suami-istri) yang hidup terlama (pasal 96 ayat 1). Dengan demikian harta peninggalan seseorang yang meninggal dunia menurut ketentuan kompilasi hukum islam adalah sebagai berikut:
TESIS
•
Harta Bawaan
•
Separo (1/2) dari harta bersama.
PEMBAGIAN HAK WARIS JANDA ...
LALE AMALINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
26
Dalam hukum waris Islam sebelum harta warisan dibagikan kepada ahli waris maka harus diperhitungkan lebih dahulu untuk pembayaran yang harus dilunasi oleh si peninggal, yakni: 22 •
Hutang piutang
•
Zakat
•
Wasiat
•
Ongkos-ongkos untuk jenazah. Setelah seluruh hal tersebut dilaksanakan barulah sisanya dibagi-
bagikan kepada yang berhak. c. Harta Warisan Dalam Hukum Waris BW Berbeda dengan sistem hukum waris adat dan Islam yang menentukan bahwa harta peninggalan atau harta warisan itu adalah harta harta benda kekayaan pewaris dalam keadaan bersih, setelah dikurangi dengan pembayaran hutang pewaris dan pembayaran-pembayaran lain yang diakibatkan oleh meninggalnya pewaris. Harta warisan menurut sistem hukum waris BW adalah meliputi harta benda beserta hak-hak dan kewajiban-kewajiban pewaris dalam lapangan hukum harta kekayaan yang dapat dinilai dengan uang. Sistem waris BW tidak mengenal istilah “harta asal maupun harta gono gini” atau harta yang diperoleh bersama dalam perkawinan, sebab 22
Tamarikan S., Asas-Asas Hukum Waris Menurut Tiga Sistem Hukum, Pionir Jaya, Bandung, 1992, Hal. 86.
TESIS
PEMBAGIAN HAK WARIS JANDA ...
LALE AMALINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
27
harta warisan dalam BW dari siapa pun juga merupakan “kesatuan” yang secara bulat dan utuh dalam keseluruhan akan beralih dari tangan peninggal warisan/pewaris ke ahli warisnya. Artinya dalam BW tidak dikenal perbedaan pengaturan atas dasar macam atau asal barang-barang yang ditinggalkan pewaris. Seperti yang ditegaskan dalam pasal 849 BW yaitu: “Undang-undang tidak memandang akan sifat atau asal dari barangbarang dalam suatu peninggalan untuk mengatur pewarisan terhadapnya. 2.2. Hak Janda Sebagai Ahli Waris Menurut Tiga Sistem Hukum a. Hak Janda Dalam Hukum Waris Adat Istilah balu diberbagai daerah berarti pria atau wanita yang kematian isteri atau kematian suami, jadi bukan sekedar duda atau janda karena perceraiam hidup. Kedudukan balu sebagai waris atau bukan waris dipengaruhi oleh sistem kekerabatan dari masyarakat yang bersangkutan dan bentuk perkawinan yang berlaku diantara mereka. Ada balu yang setelah teman hidupnya wafat, maka ia tetap tidak bebas untuk menentukan sikap tindaknya oleh karena ia masih tetap harus berkedudukan di tempat pihak kerabat suami atau kerabat isteri. Di samping itu ada balu setelah teman hidupnya wafat ia dapat kembali pada kerabat asalnya dan atau bebas menentukan sikap tindaknya untuk kawin lagi atau tidak kawin lagi. 1. Balu dalam sistem patrilineal Janda di daerah Batak, Lampung Dan Bali dalam bentuk perkawinan memakai jujur setelah wafat suaminya tetap berkedudukan
TESIS
PEMBAGIAN HAK WARIS JANDA ...
LALE AMALINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
28
ditempat kerabat suami, ia tetap berhak menikmati harta kekayaan yang ditinggalkan suami, walaupun ia bukan waris dari suaminya. Di daerah lampung jika janda tidak ada keturunan, ia dapat memilih untuk kawin lagi dengan salah rang saudara lelaki dari suami yang telah wafat atau anggota kerabat suami yang lain ( kawin semalang), atau barangkali kawin dengan orang luar daerah atas perkenan kerabat suami dan suaminya yang kedua itu harus menggantikan kedudukan suaminya yang telah wafat. Jika ia tidak mau kawin lagi atau tidak ada yang mau mengawininya ia tetap saja berkedudukan dipihak kerabat suami dan berhak menikmati harta warisan suaminya sampai akhir hayatnya. Seperti yang dikatakan Wirjono: “... di Lampung, janda perempuan tetap merupakan sebagian dari keluarga suami, dan dengan demikian pada umumnya janda perempuan itu tidak akan terlantar dan akan tetap menikmati barang-barang yang ditinggalkan oleh suaminya yang wafat itu.” 23 Di tanah Batak seperti halnya di lampung janda bukan waris dari suaminya, tetapi mereka selama hidupnya berhak pakai atas harta suami dalam batas kebutuhan penghidupannya. Hal mana dapat dilihat dari beberapa keputusan pengadilan sebagai berikut: menurut Keputusan Pengadilan Negeri Tapanuli Selatan tanggal 12 Desember 1953 No. 81/1953/SHP.PS., dikatakan bahwa menurut hukum di daerah batak
23
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Warisan Di Indonesia, Cet. V, Sumur Bandung, 1976,
Hal. 51.
TESIS
PEMBAGIAN HAK WARIS JANDA ...
LALE AMALINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
29
seorang janda perempuan tidak dapat mewaris tanah-tanah tinggalan suaminya. Kemudian keputusan Pengadilan Tinggi Medan tanggal 23 April 1957 No. 50/1954 dikatakan menurut hukum adat Batak seorang janda perempuan tidak dapat mewaris tanah-tanah tinggalan suaminya, tetapi dapat menuntut agar tetap menikmati tanah-tanah tinggalan suaminya itu, selama harta itu diperlukan buat penghidupannya. Selanjutnya menurut Keputusan Mahkamah Agung tanggal 25 Oktober 1958 No. 54 K/Sip/1958 dikatakan bahwa menurut hukum adat Batak (yang bersifat patriarchaal) segala harta yang timbul dalam perkawinan adalah milik suami, tetapi isteri mempunyai hak memakai seumur hidup dari harta suaminya selama harta itu diperlukan buat penghidupannya. 2. Balu dalam sistem matrilineal Sebagai kebalikan dari waris balu dalam sistem patrilinial dalam sistem matrilinial seperti berlaku di Minangkabau dalam bentuk perkawinan semanda seorang duda tidak mewaris dari isterinya yang wafat. Dalam masyarakat keibuan (Minangkabau) sebenarnya kedudukan janda perempuan terhadap harta warisan suami yang meninggal tidak merupakan masalah, oleh karena harta pencarian yang ditinggalkan oleh suami itu beralih kepada saudara-saudara perempuan dan anak-anak perempuan si suami yang meninggal itu, jadi kembali pada keluarganya sendiri.
TESIS
PEMBAGIAN HAK WARIS JANDA ...
LALE AMALINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
30
Menurut Keputusan Landraad Bangkinang tanggal 9 Oktober 1935 yang dikuatkan Raad Van Justitie Padang tanggal 23 April 1936 (T. 146247) dikatakan bahwa menurut ketentuan adat masyarakat Minangkabau maka harta yang diperoleh selama perkawinan disebut harta pasuarang (harta pencaharian) dan si isteri berhak atas sebagian dari harta pencaharian itu dengan ketentuan bahwa pembagian hanya dapat dilakukan bila perkawinan diakhiri pada pembagian mana suami isteri masing-masing meperoleh bagian yang sama dari harta itu setelah dibayar terlebih dahulu hutang bersama. Dengan demikian pada umumnya dilingkungan masyarakat patrilinial atau matrilinial suami isteri tidak saling mewarisi jika salah satu menjadi balu karena mempunyai anak, tetapi jika tidak mempunyai anak maka dalam kekerabatan patrilinial janda tetap ditempat suami sedangkan dalam kekerabatan matrilinial ada kemungkinan si duda keluar dari tempat isteri tanpa hak waris dari isteri yang wafat, namun tidak berarti samasekali si duda itu tidak ada hak mendapat bagian dari harta pencahariannya sendiri. 3. Balu dalam sistem parental Pada asasnya menurut hukum adat Jawa janda atau duda bukan waris dari suami atau isteri yang meninggal, akan tetapi mereka berhak mendapatkan bagian dari harta peninggalan suami atau isteri bersamasama dengan waris lain atau menahan pembagian harta peninggalan itu
TESIS
PEMBAGIAN HAK WARIS JANDA ...
LALE AMALINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
31
bagi biaya hidup seterusnya. 24 Jika dari perkawinan mereka terdapat keturunan maka janda atau duda berhak menguasai dan menikmati, mengatur dan membagi harta warisan kepada waris. Jika dilihat dalam yurisprudensi atau dalam penelitian-penelitian yang telah dilakukan terhadap masyarakat adat Jawa maka nampak adanya perbedaan-perbedaan pendapat dan kenyataan mengenai kedudukan janda dalam pewarisan harta peninggalan suaminya yang telah wafat, yurisprudensi sebelum kemerdekaan Negara Republik Indonesia lebih banyak berpendapat bahwa janda bukan waris dari suaminya, sedangkan yurisprudensi setelah kemerdekaan cenderung berpendapat bahwa janda adalah waris dari suaminya. Menurut Keputusan Raad Van Justitie Batavia Tanggal 26 Mei 1939 dikatakan bahwa janda tidak dapat dianggap sebagai waris almarhum suaminya, akan tetapi ia berhak menerima penghasilan dari peninggalan suaminya. Jika ternyata harta gana-gini tidak mencukupi. Kemudian Keputusan Raad Van Justitie Batavia Tanggal 17 November 1939 (T. 153148), tanggal 24 November 1939 (T. 152-140), dan tanggal 26 November 1939 ( T. 151-193) berpendapat bahwa pada hakekatnya janda bukan ahli waris terhadap harta warisan almarhum suaminya. Kemudian Keputusan Mahkamah Agung Tanggal 25 Februari 1958 No. 387 K/Sip/1958 menyatakan bahwa menurut hukum adat yang 24
Soedarso, Hukum Adat Waris, Madjalah Hukum Adat Th. II/ 1-2, Y.P. Hukum Adat Yogyakarta, 1961, Hal. 53
TESIS
PEMBAGIAN HAK WARIS JANDA ...
LALE AMALINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
32
berlaku di Jawa Tengah seorang janda mendapat separoh dari harta gonogini dan Keputusan Mahkamah Agung Tanggal 29 Oktober 1958 No. 298 K/Sip/1958 dikatakan bahwa menurut hukum adat yang berlaku di pulau Jawa apabila dalam suatu perkawinan tidak dilahirkan seorang anak pun, maka istri janda dapat tetap menguasai barang-barang gono-gini sampai ia meninggal atau sampai ia kawin lagi. b. Hak Janda Dalam Hukum Waris Islam Ahli waris atau disebut juga waris dalam istilah fikih ialah orang yang berhak atas harta warisan yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal. Yang berhak menerima harta warisan adalah orang yang mepunyai hubungan kekerabatan atau hubungan perkawinan dengan pewaris yang meninggal. Disamping adanya hubungan kekerabatan dan perkawinan itu, mereka baru berhak menerima warisan secara hukum dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut: 25 1. Ahli waris telah atau masih hidup pada waktu meninggalnya pewaris; 2. Tidak ada hal-hal yang menghalanginya secara umum untuk menerima warisan; 3. Tidak terhijab atau tertutup secara penuh oleh ahli waris yang lebih dekat.
25
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, Prenada Media, Jakarta, 2004, Hal. 210-
211
TESIS
PEMBAGIAN HAK WARIS JANDA ...
LALE AMALINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
33
Janda merupakan ahli waris yang disebabkan oleh hubungan perkawinan. ia menjadi ahli waris bagi suaminya. Kedudukan suami atau istri sebagai ahli dijelaskan dalam surat An-Nisa’ ayat 12. Allah berfirman; “dan bagianmu (suami-suami) adalah seperdua dari harta yang ditinggalkan istriistrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka (istri-istrimu) itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta
yang
ditinggalkannya setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan setelah dibayar) hutangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan (setelah dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (dan setelah dibayar) hutang-hutangmu....” Adanya hubungan perkawinan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan tidak menyebabkan hak kewarisan apapun terhadap kerabat istri atau kerabat suami. Dalam hal ini anak tiri dari suami bukanlah ahli waris dari suami; demikian pula anak tiri dari istri bukanlah ahli waris dari istri. Dalam hal ini tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama fikih. Hak janda atau duda menurut hukum islam telah ditentukan dalam pasal 96 dan 97 KHI bahwa apabila janda atau duda cerai mati atau cerai hidup masingmasing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian kawin. Setelah mendapatkan separuh dari harta perkawinan janda masih mendapat bagian harta warisan. Pasal 180 KHI menentukan bahwa janda
TESIS
PEMBAGIAN HAK WARIS JANDA ...
LALE AMALINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
34
mendapat seperempat bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak, maka janda mendapat seperdelapan bagian. Jadi ada tiga macam hak janda, yaitu hak atas harta bawaan, harta perkawinan dan harta warisan. Di dalam sistem hukum waris islam, walaupun tidak ada anak, janda tidak mewaris seluruh harta warisan, namun janda mewaris bersama-sama orangtua dan saudara-saudara pewaris. Dalam hal pewaris mempunyai isteri lebih dari satu orang, pasal 190 KHI mengatur bahwa masing-masing istri berhak mendapat bagian atas gono gini dari rumah tangga dengan suaminya, sedangkan keseluruhan bagian pewaris adalah menjadi hak para ahli waris. Ikatan perkawinan antara seorang suami dan isteri menimbulkan hak saling mewaris. c. Hak Janda Dalam hukum waris BW BW tidak membedakan antara janda laki-laki dengan janda perempuan. Baik janda laki-laki maupun janda perempuan adalah ahli waris dengan tiada perbedaan dari ahli waris lain seperti anak-anak keturunan atau saudara-saudara sekandung dari yang meninggal. Hak mewaris ini baru ada sejak tahun 1935 dimasukkan dalam Undang-Undang yaitu Stb. 1935: 486 yang menyamakan janda itu dengan seorang anak yang sah. Akibat dari Stb. Ini ialah apabila tidak ada anak sama sekali, janda ini mengecualikan lain-lain anggota keluarga misalnya: kalau peninggal warisan itu meninggalkan anak dan istri yang kedua, maka bagian dari istri yang kedua ini tidak boleh melebihi bagian dari seorang anak dan
TESIS
PEMBAGIAN HAK WARIS JANDA ...
LALE AMALINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
35
paling banyak adalah ¼ dari harta warisan (pasal 852a BW). Pasal 852 b BW ini mirip dengan kedudukan janda menurut hukum adat. Salah satu hakekat kedudukan janda menurut hukum adat ialah, bahwa seberapa boleh cara hidup si janda dilanjutkan seperti sebelum wafatnya si peninggal warisan. Biasanya si janda terus mendiami rumah kediaman suami-istri dengan perabot-perabot rumah itu. Artinya: rumah dan perabot rumah seberapa boleh tak dibagi-bagi melainkan tetap dipergunakan terus untuk dipakai oleh si janda. Kalau pasal 852 b BW janda berhak mengambil dan terus memegang apa yang dinamakan “inboedel” dari harta warisan kalau tak ada ahli waris lain, dan “inboedel” ini menurut pasal 514 BW adalah barang bergerak, kecuali uang kontan, piutang, saham pada pelbagai perseroan, barang dagangan, alat-alat pabrik, kapal-kapal dan sebagainya. Jadi inboedel itu meliputi meubel-meubel atau perabot rumah, yang meliputi isi rumah dan perabot-perabot untuk hidup sehari-hari dapat dikekangi oleh janda, meskipun sebagian dari barang-barang itu menurut hukum warisan dari BW harus diwarisi oleh lain-lain ahli waris (pasal 515 BW). Apabila perabot rumah itu termasuk dalam warisan, maka harganya harus dikurangkan dari bagian warisan janda tadi. Jika harganya melebihi harga bagian warisan, maka sebagai gantinya harga selebihnya harus dibayar terlebih dahulu kepada sekalian kawan waris janda tersebut (pasal 852 b ayat 2-3 BW).
2.3. Bagian Warisan Untuk Janda Menurut Tiga Sistem Hukum
TESIS
PEMBAGIAN HAK WARIS JANDA ...
LALE AMALINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
36
a. Bagian Warisan Janda Dalam Hukum Waris Adat Menurut Prof Subekti, pendapat yang menyatakan bahwa seorang janda dalam hukum adat adalah bukan ahli waris tetapi berhak untuk dijamin kehidupannya dari warisan sang suami adalah merupakan doktrin lama, sekarang oleh pengadilan ia sudah lazim diberikan predikat ahli waris juga. Subekti melanjutkan bahwa tendensi untuk menjadikan si janda ahli waris dari almarhum suaminya dimulai dengan Keputusan Mahkamah Agung tanggal 15 November 1957 No. 130 K/Sip/1957 dalam soal penetapan ahli waris atas permohonan anak-anak almarhum dr. R.M. Soeratman Erwin di Bandung, dimana Mahkamah Agung untuk menghilangkan kesan seolah-olah janda tidak berhak atas harta warisan suaminya kalau dalam putusan deklatoir itu disebutkan bahwa anak-anak dan ibu itu adalah sama-sama berhak atas harta warisan almarhum dr. R.M. Soeratman Erwin tersebut. 26 Di daerah Jawa Tengah, seperti di Kecamatan Tuntang, janda mendapat bagian 1/3 dari harta gono-gini. Sedangkan di beberapa desa di wilayah kecamatan Bringin harta peninggalan dibagi sama antara ibu (janda) dan anak. Di desa Salatiga kota dibagi antara janda dan anak dengan perbandingan 2:1, dan di daerah-daerah lainnya berlaku pembagian menurut Hukum Islam.
26
Subekti, Penerapan Hukum Adat Dalam Praktek Peradilan, Laporan Penataran, FH UGM I-II, 1978
TESIS
PEMBAGIAN HAK WARIS JANDA ...
LALE AMALINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
37
Di daerah Aceh bagi seorang janda tetap menguasai harta pemberian (areuta peunulang). Demikian juga janda mendapat bagian terlebih dahulu dari harta pencaharian (sihareukat). Sedangkan di kalangan masyarakat adat suku Daya Benawas di Kalimantan Barat janda berhak atas harta peninggalan suami untuk nafkah hidup dan mengurus anaknya dan anak ini lah yang sesungguhnya ahli waris. Kalau tidak ada anak dan janda itu kawin lagi maka harta suami diambil alih oleh pihak suami. Di Daerah Sulawesi Selatan bagi seorang janda ada kemungkinan mendapat 1/3 bagian atau ½ bagian dari harta cakara, yaitu harta bersama selama perkawinan, dan biasanya kepada janda diberi rumah dan pekarangan. Di Daerah Minahasa janda atau duda bukan merupakan ahli waris dari suami atau istrinya yang wafat. Tetapi selama janda atau duda itu hidup maka untuk selamanya harta kekayaan dikuasai olehnya. Jika janda atau duda itu wafat tidak mempunyai anak maka warisan suami jatuh pada keluarga suami dan warisan istri jatuh pada keluarga terdekat. Tetapi jika janda itu mempunyai anak dan anak-anak sudah dewasa dan harta warisan itu akan dibagi-bagi, maka dari harta pencaharian dibagi dua, ½ bagian tetap dikuasai janda atau duda dan yang setengah bagian dibagi oleh anakanak. Bagian janda atau duda yang setengah bagian itu tanpa memerlukan adanya persetujuan anak-anak dapat saja ditransaksikan. b. Bagian Warisan Janda Dalam hukum waris Islam
TESIS
PEMBAGIAN HAK WARIS JANDA ...
LALE AMALINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
38
Dalam surat An-Nisa’ ayat 12. Allah berfirman; “dan bagianmu (suami-suami) adalah seperdua dari harta yang ditinggalkan istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka (istri-istrimu) itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan setelah dibayar) hutangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan (setelah dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (dan setelah dibayar) hutanghutangmu....” Bagian warisan janda menurut hukum Islam telah ditentukan dalam pasal 180 KHI. Pasal 180 KHI menentukan bahwa janda mendapat seperempat bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak, maka janda mendapat seperdelapan bagian. Apabila pewaris mempunyai istri lebih satu orang, masing-masing janda mendapat bagian yang sama, yaitu bagian warisan janda dibagi dengan jumlah istriistri pewaris. c. Bagian Warisan Janda Dalam hukum waris BW Pasal 852 BW menentukan bahwa seorang janda memperoleh bagian dari harta warisan almarhum suami, seperti halnya dengan seorang anak. Jadi, apabila seseorang, misalnya meninggalkan janda dan 2 (dua) orang
TESIS
PEMBAGIAN HAK WARIS JANDA ...
LALE AMALINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
39
anak, maka janda dan kedua anak itu masing-masing mewaris untuk 1/3 bagian. Sebagai akibat persamaan pewaris dari janda dengan anak, yaitu dalam hal tidak ada anak/keturunan, maka janda tersebut mewaris seluruh harta warisan dengan mengesampingkan orangtua, saudara-saudara sekandung dan sebagainya. Akan tetapi, janda tersebut tidak dapat diwakili dengan penggantian tempat. Apabila janda mendahului meninggal, maka anak atau keturunannya tidak dapat menggantikan janda tersebut. Pasal 842 BW hanya berlaku untuk keluarga dalam garis lurus ke bawah dan janda tidak termasuk di dalamnya. Dalam hal seseorang kawin dua kali, dan dari perkawinan yang pertama terdapat anak, maka menurut BW hak dari seorang janda kedua terhadap harta peninggalan si pewaris, diatur dalam pasal 852a BW dan pasal 181 BW secara agak berbeda. Pasal 852a BW mengatakan bahwa bagian warisan dari janda tidak boleh melebihi bagian terkecil dari seorang anak tiri dan setidak-tidaknya tidak boleh lebih dari ¼ bagian dari seluruh harta warisan. Sedangkan pasal 181 BW mengatakan bahwa sebagai akibat dari kebersamaan harta perkawinan antara suami dengan isteri kedua atau antara isteri dengan suami kedua, sedangkan dari perkawinan pertama terdapat anak, maka orang tua tiri tidak boleh mendapatkan keuntungan yang melebihi bagian terkecil dari seorang anak tiri dalam harta warisan orang tuanya sendiri; sedangkan keuntungan itu juga tidak boleh melebihi dari ¼ bagian dari seluruh harta warisan orang tua itu sendiri.
TESIS
PEMBAGIAN HAK WARIS JANDA ...
LALE AMALINA