BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografis Jawa Barat Daerah Jawa Barat dibagi menjadi 4 bagian berdasarkan karateristik morofologi dan tektoniknya yaitu zona dataran Aluvial Jawa Utara, Zona Bogor, Zona Bandung, Zona peunungan selatan. Berdasarkan pembagian zona ini, daerah penelitian termasuk lajur Pegununungan Selatan Jawa Barat, Lajur Depresi Tengah dan Lajur Bogor dan termasuk dalam Segmen Cekungan Bogor dan Segmen Banten (Soejono, 1984) atau dalam jalur Magmatik Kuarter (Soejono, 1987). Daerah ini umumnya mempunyai bentuk kubah, pematang dan beberapa gunung api strato.
2.1.1 Zona Dataran Alluvial Jawa Bagian Utara Zona ini meliputi daerah pesisir utara Jawa Barat dari serang sampai Cirebon. Lebar wilayah ini sekitar 40 km. Daerah ini dibatasi di bagian utara oleh Laut Jawa dan Zona Bogor di bagian selatan. Daerah ini disusun oleh litologi berupa endapan alluvial, pantai dan lahar gunung api kuarter.
2.1.2 Zona Bogor Zona ini dikarakteristikkan dengan bentukan morfologi berupa perbukitan memanjang dengan arah pemanjangan dari timur ke barat. Zona ini meliputi Rangkasbitung ke arah timur melalui purwakarta dan Subang serta membelok ke tenggara sampai Majenang-Bumiayu dengan lebar sekitar 40 km. Zona Bogor dibatasi oleh Zona Dataran Aluvial Jawa Utara di bagian utara dan Zona Bandung di bagian selatan. Komposisi litologi penyusunan daerah ini meliputi batuan sedimen berumur Neogen yang terlipat kuat, flysch ,dan batulempung pada bagian bawah dan breksi pada bagian atas.
2.1.3 Zona Bandung Daerah ini dicirikan dengan morfologi berupa daerah depresional yang memanjang dari barat ke timur, dimulai dari Lembah Cimandiri di barat Sukabumi sampai Segara Anakan di Pantai Selatan Jawa Tengah dengan lebar antara 20-40 km. Zona Bandung dibatasi oleh Zona Pegunungan Selatan di bagian selatan dan Zona 8
Pegunungan Bayah yang disusun oleh Endapan Tersier hingga Resen di bagian barat. Zona Pegunungan Bayah juga disebut Kubah Bayah karena bentuknya yang menyerupai sebuah kubah. Komposisi litologi yang menyusun darah ini adalah endapan hasil gunungapi muda dan endapan sungai serta pada dataran tinggi ditempati oleh batuan yang berumur Tersier. 2.1.4 Zona Pegunungan Selatan Zona ini dikarakteristikkan dengan jalur pegunungan dataran tinggi yang memanjang dari Teluk Ciletuh-Nusakambangan dengan lebar 50 km dan ke arah timur semakin sempit. Litologi dari zona ini yaitu batuan hasil gunungapi berumur Oligosen-Miosen dan batuan sedimen Tersier fasies laut. Daerah ini telah mengalami tiga kali proses tektonik besar yaitu pada terjadi pada Paleogen Akhir, kedua pada Miosen Tengah dan yang ketiga pada PlioPlistosen. Ketiganya merupakan periode pengangkatan yang disertai kegiatan intrusi dan disusul oleh kegiatan vulkanik ( Van Bemmelen, 1949).
Daerah Penelitian
Gambar 2.1 Pembagian zona fisiografi Jawa Barat (Van Bemmelen, 1949), terdiri dari Zona Bogor di bagian utara, Samudra Indonesia di bagian selatan, Zona Pegunungan Selatan di bagian timur dan Zona Pegunungan Bayah di bagian barat.
2.2 Fisiografi Daerah Penelitian Daerah penelitian termasuk lajur Pegununungan Selatan Jawa Barat, Lajur Depresi Tengah dan Lajur Bogor dan termasuk dalam Segmen Cekungan Bogor dan Segmen Banten (Soejono, 1984) atau dalam jalur Magmatik Kuarter (Soejono,1987). 9
Morfologi daerah ini dapat dibedakan menjadi 3 satuan yaitu pegunungan, perbukitan dan dataran rendah. Sungai dan alurnya ada yang bersifat tetap, sementara dan berkala. Pegunungan menempati bagian tengah dan timur daerah ini dengan dicirikan oleh beberapa gunung api strato atau kerucut gunung api dengan ketinggian antara 500 m dan 1950 mdi atas muka air laut. Beberapa puncaknya antara lain G. Halimun (1929 m), G.Jayasempur (1338 m), G. Tapos (1224 m), G.Nyuncung (1054 m), Pr. Cangkuang (710 m), Pr. Palalongan (592 m). Pola aliran sungainya memancar dan dendrit, berlembah sempit berbentuk V dengan tebing curang pada beberapa hulu sungai terdapat air terjun atau jeram. Perbukitan menempati bagian utara, barat dan selatan dicirikan oleh perbukitan bergelombang, pematang yang hampir sejajar dan kubah, dengan ketinggian antara 25 m dan 500 m di atas muka air laut. Beberapa puncaknya diantaranya Pr. Kolecer (379 m), Pr. Haur (423 m) Pr. Tangkil (288 m), Pr. Cibunar (266 m), Pr. Manapa (342 m). Pola aliran sungainya sejajar, kisi, dendrit, berlembar dan agak lebar dengan tebing agak curam. Sungai utama yang penting, antara lain Cibareno, Cimadur, Cihadur, Cihara, Cisiih, Ciliman, Ciujung, Cisimeut dan Ciberang. Dataran rendah terdapat setempat-setempat di sepanjang pantai selatan, sekitar muara dan lembah sungai. Pola aliran sungainya sejajar dan berkelok-kelok. Daerah ini dicirikan dengan dataran-dataran rata dengan undak pantai atau sungai yang ketinggiannya kurang dari 25 m dari atas muka air laut dan terdapat beberapa gosong pasir yang sejajar dengan garis pantai.
2.3 Stratigrafi Regional 2.3.1 Stratigrafi Regional Jawa Barat Stratigrafi regional Jawa Barat dibagi menjadi 4 blok (Martodjojo, 1984) yaitu Blok banten, Blok Jakarta-Cirebon, Blok Bogor, Blok Pegunungan Selatan. Pembagian ini berdasarkan struktur pengendapannya dan sejarah geologi. 2.3.1.1 Blok Banten Sebagian Blok Banten mempunyai kesamaan dengan Zona Bogor bagian barat yang terdiri dari endapan Neogen yang terlipat kuat dan terobosan batuan beku (Van Bemmelen, 1949). Daerah ini merupakan daerah yang relatif stabil sejak Tersier. Pada bagian selatan Blok Banten ditemui Endapan Paleogen. Pada bagian bawah ditempati oleh Formasi Bayah 10
yang berumur Eosen Bawah (Koolhoven,1933). Formasi Bayah terdiri dari 2 fasies yang saling menjemari pada bagian selatan fasies tersebut bersifat paralik dan pada fasies bagian utara bersifat neritik. Formasi Bayah fasies selatan ditutupi Formasi Cijengkol secara tidak selaras saat Oligosen Bawah. Formasi ini terdiri dari konglomerat, tuf, batupasir, lempung, batugamping dan lensa batubara. SedanFormasi Bayah bagian utara diendapkan secara tidak selaras Formasi Cicarucup yang berumur Eosen Atas yang terdiri dari endapan vulkanik dengan perselingan batugamping (Koolhoven,1933). Di atas Formasi Cijengkol dan Formasi Cicarucup, diendapkan Formasi Citarete berumur Miosen Bawah bagian bawah yang terdiri dari batugamping dan batuan klastik tufaan yang diendapkan pada lingkungan laut dangkal.Pengendapan dilanjutkan dengan pengendapan tidak selaras Formasi Cimapag berumur Miosen Bawah bagian atas berupa batubatupasir, batulempung dengan endapan vulkanik yang mencirikan lingkungan laut dangkal. Pada bagian atas Formasi Cimapag terdapat Formasi Sareweh berumur Miosen Tengah dan pada bagian bawah Formasi Sareweh terdiri oleh batulempung dengan perselingan batugamping. Seluruh Formasi ini tersingkap di daerah Banten Selatan. Endapan Neogen tersingkap di utara Blok Banten yang terdiri dari endapan-endapan laut dangkal, peralihan, dan darat yang berumur Miosen hingga Resen. Endapan ini dimulai dari Formasi Badui dan pada bagian atasnya diendapkan secara berturut-turut Formasi Bojongmanik, Formasi Genteng, Formasi Cipacar, dan Formasi Cilegong (Martodjojo, 1984).
2.3.1.2 Blok Jakarta–Cirebon Batuan dasar blok ini terdiri dari batuan beku dan metamorfosa derajat rendah yang terbentuk pada zaman Tersier tertua yang diikuti dengan pengndapan secara tidak selaras batuan sedimen berupa batulempung, batugamping ssispan pasir, dan konglomerat diatasnya. Jalannya proses vulkanisme dan sedimentasi adalah sebagai berikut: pada Tersier Bawah terbentuk batuan vulkanik dan terendapkan lempung merah Formasi Jatibarang yang berumur Eosen Atas–Oligosen Bawah. Pada bagian atas secara tidak selaras diendapkan Formasi Cibulakan (Jatiluhur) yang terdiri dari batulempung dan batugamping bersisipan batupasir yang merupakan ciri dari lingkungan laut dangkal (shelf). Formasi Cibulakan ditutupi oleh batugamping Formasi Parigi dan pada bagian atas diendapkan Formasi Subang yang merupakan endapan laut dangkal (tidal flat). Setelah Formasi Subang lalu diendapkan Formasi Kaliwangu, Formasi Ciherang dengan ciri konglomerat dan pada bagian atas 11
merupakan endapan vulkanik Resen yang memperlihatkan lingkungan darat (Martodjojo, 1984).
2.3.1.3 Blok Bogor Formasi Bayah yang berumur Oligosen Tengah merupakan batuan tertua yang ada di Blok Bogor yang terdiri dari batupasir kuarsa, perselingan konglomerat dengan batulempung dan sedikit batubara. Di atas Formasi Bayah, diendapkan Formasi Batuasih yang berumur Oligosen Atas yang terdiri dari batulempung dan batulanau. Setelah itu diendapkan Formasi Rajamandala yang berumur Miosen Bawah dan terdiri dari batugamping, batugamping terumbu dan kalkarenit. Pada beberapa tempat kita dapat melihat singkapan Formasi Bayah ditutupi langsung oleh Formasi Rajamandala seperti yang terlihat pada singkapan yang ada di Gunung Walat dan beberapa tempat yang lain ditutupi oleh Formasi Batuasih. Melihat dari keadaan ini, kita dapat menafsirkan bahwa Formasi Rajamandala dan Formasi Batuasih pada bagian bawahnya mempunyai umur yang sama yang diendapkan pada Zaman Neogen, dimulai oleh Formasi Citarum (N5–N8) yang diperlihatkan oleh ‘flysch’ dan turbidit. Dan pada bagian atas diendapkan secara selaras Formasi Saguling (Martodjojo, 1984).
2.3.1.4 Blok Pegunungan Selatan Pada Blok ini, pengendapan dimulai dari Formasi Ciletuh yang dicirikan oleh ‘flysch’ pada bagian bawah, berubah menjadi endapan fluviatil (Formasi Bayah) yang diperlihatkan oleh batupasir konglomeratan. Lalu secara tidak selaras Formasi Ciletuh dan Formasi Bayah ditutupi oleh Formasi Jampang yang berumur Miosen Bawah yang terdiri dari breksi vulkanik (Old Andesite Formation) dan pada bagian barat secara tidak selaras diendapkan Formasi Cimandiri, Kab. Sukabumi, Jawa Barat akhirnya diendapkan juga secara tidak selaras Formasi Bentang yang mencirikan endapan laut dangkal–darat (Martodjojo, 1984).
12
2.3.2 Stratigrafi Regional Banten Selatan Koolhoven (1933) membagi stratigrafi Banten selatan menjadi 3 jalur sedimentasi, yaitu : 1. Jalur sedimentasi utara yang terdiri dari batuan sedimen berumur Miosen Bawah hingga Tengah dari Formasi Cimapag, Formasi Sareweh, dan Formasi Badui. Jalur ini mengalami terobosan dan perlipatan lemah dengan batuan terobosan yang bersifat dioritik. 2. Jalur erupsi tengah yang diperlihatkan oleh dominasi Formasi Cikotok (Formasi Andesit Tua menurut Koolhoven, 1933) yang berinterkalasi dengan Formasi Bayah, Formasi Cijengkol, dan Formasi Citarate. 3. Jalur sedimentasi selatan yang diperlihatkan oleh kehadiran endapan sedimen berumur Eosen sampai Miosen yang berupa batuan dari Formasi Bayah, Formasi Cijengkol, dan Formasi Citarate. Daerah ini mengalami perlipatan kuat yang diikuti oleh adanya pensesaran. Sesar yang terbentuk merupakan sesar- sesar naik dan mendatar. Formasi Bayah merupakan batuan tertua umur Eosen terdiri dari lempung, lempung napal dan batugamping. Di atas Formasi Bayah Formasi Cicarucup yang terdiri dari konglomerat dengan komponen batuan andesitik dan basaltik, batupasir kuarsa, batulempung dan batugamping yang berumur Eosen Atas. Diatas batuan ini diendapkan lapisan batuan dari Formasi Cijengkol, terdiri dari konglomerat dan breksi dengan komponen utama andesit, batupasir tufaan, tufa lempung dan napal. Selaras di atas Formasi Cijengkol diendapkan satuan batuan Formasi Citarate ; bagian bawah terdiri dari gamping koral, sedangkan bagian atasnya terdiri dari kerakal, gamping tufaan, konglomerat dan breksi, batupasir, napal. Formasi batuan yang lebih tua ini secara selaras diendapkan Formasi Cimapag berumur Miosen Bawah yang terdiri dari breksi basalt dan konglomerat polimik yang mengandung fragmen batuan lebih tua, sedangkan batuan vulkanik berkomposisi andesitik sampai dasitik, kadang-kadang berselingan dengan konglomerat, batupasir, lempung dan batugamping. Di atas Formasi Cimapag ini diendapkan secara tidak selaras Formasi Sareweh terdiri dari batugamping, napal, batupasir dan tufa. Intrusi-intrusi Granodiorit Cihara, Diorit Kuarsa Gn. Malang dan Gn. Lukut yang berhubungan dengan kegiatan vulkanik pada masa pengendapan Formasi Cimapag dan Sareweh diduga sebagai penyebab mineralisasi di daerah ini. Ketiga jalur tektonik tersebut diatas membentuk sesuatu yeng menyerupai bentuk kubah sehingga daerah tersebut dikenal sebagai Kubah Bayah ( Bayah Dome ). Struktur
13
geologi di Kubah Bayah umumnya berupa sesar-sesar mendatar dan sesar-sesar undak yang berarah utara – selatan.
Gambar 2.2 Stratigrafi regional daerah Cekungan Bayah (Katili dan Koesoemadinata, 1962)
14
Gambar 2.3 Kolom Stratigrafi daerah Banten Selatan (Katili dan Koesoemadinata (1962) op.cit. Sujatmiko dan Santosa (1992)), zona merah merupakan fokus daerah penelitian yaitu Breksi Formasi Citarate (Tmt), batugamping anggota Formasi Citarate (Tmtl), Breksi Formasi Cimapag (Tmc), batugamping anggota Formasi Cimapag (Tmcl)
15
2.4 Struktur Regional Jawa Barat Proses tektonik yang terjadi di Pulau Jawa sangat dipengaruhi oleh subduksi lempeng Indo-Australia ke bawah lempeng Mikro Sunda. Pola struktur dominan yang berkembang di Pulau Jawa ( Pulunggono, A., dan S. Martodjojo, 1994 ) adalah Pola Meratus berarah timur laut-barat daya (NE-SW) terbentuk pada 80 sampai 53 juta tahun yang lalu ( Kapur Akhir – Eosen Awal ), Pola Sunda berarah utara-selatan (N-S) terbentuk 53 sampai 32 juta tahun yang lalu ( Eosen Awal – Oligosen Awal ), Pola Jawa berarah barat-timur (E-W) terbentuk sejak 32 juta tahun yang lalu. Menurut Pulunggono dan Martodjojo (1994) menyatakan bahwa pola struktur dominan yang berkembang di Pulau Jawa yaitu: Pola Meratus, berarah timurlaut-baratdaya (NE-SW) terbentuk pada 80 sampai 53 juta tahun yang lalu (Kapur Akhir-Eosen Awal), Pola Sunda, berarah utara-selatan (N-S) terbentuk 53 sampai 32 juta tahun yang lalu (Eosen Awal-Oligosen Awal), dan Pola Jawa, berarah barat-timut (E-W) terbentuk sejak 32 juta tahun yang lalusekarang (Oligosen Akhir-Resen).
LAUT JAWA
Sesar naik Data seismik Data lapangan
LA U
TA N
IN D ON E
SIA
Lipatan Data gravimetri
Gambar 2.4 Struktur Jawa Barat ( Pulunggono dan Martodjojo , 1984) Pola struktur yang berkembang di Jawa Barat yaitu Pola Meratus yang diwakili oleh Sesar Cimandiri ke arah timur laut, salah satu sesar Pola Sunda memisahkan Segmen Banten 16
dari Bogor dan Pegunungan Selatan, Pola Jawa diwakili oleh sesar-sesar naik ke arah utara yang melibatkan sedimen Tersier, dan Pola Sumatra yang berarah baratlaut-tenggara (NWSE) dimana letaknya cukup dalam dan melibatkan batuan dasar tetapi struktur ini tidak terlalu berkembang dominan.
17