BAB II DASAR SISTEM KONTROL
II.I. Sistem Kontrol Sistem kontrol adalah proses pengaturan ataupun pengendalian terhadap satu atau beberapa besaran (variabel, parameter) sehingga berada pada suatu harga atau dalam suatu rangkuman harga (range) tertentu. Dalam, istilah lain disebut juga teknik pengaturan, sistem pengendalian atau sistem pengontrolan. Ditinjau dari segi peralatan, sistem kontrol terdiri dari berbagai susunan komponen fisis yang digunakan untuk mengarahkan aliran energi ke suatu mesin atau proses agar dapat menghasilkan prestasi yang diinginkan. Tujuan utama dari suatu sistem pengontrolan adalah untuk mendapatkan optimisasi dimana hal ini dapat diperoleh berdasarkan fungsi daripada sistem kontrol
itu
sendiri,
yaitu:
pengukuran
(measurement),
membandingkan
(comparison), pencatatatan dan perhitungan (computation), dan perbaikan (correction).
Secara umum sistem kontrol dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Dengan operator (manual) dan otomatik. 2. Jaringan tertutup (closed loop) dan jaringan terbuka (open loop). 3. Servo dan regulator. 4. Menurut sumber penggerak: elektris, pneumatis (udara, angin), hidraulis (cairan), dan mekanis.
Universitas Sumatera Utara
Pengontrolan secara elektrik dan pneumatik atau kombinasinya lebih banyak ditemukan dalam industri maupun aplikasi teknis lainnya. Hal ini disebabkan beberapa kelebihan yang diberikannya yaitu pemakaian daya yang lebih kecil, kemampuan untuk pengontrolan jarak jauh, lebih mudah diperoleh dan responsnya lebih cepat. Disamping itu dimensi peralatan dapat dibuat lebih kecil.
II.I.1. Manual dan Otomatis Pengontrolan secara manual adalah pengontrolan yang dilakukan oleh manusia yang bertindak sebagai operator, sedang pengontrolan secara otomatis adalah pengontrolan yang dilakukan oleh mesin-mesin atau peralatan yang bekerja secara otomatis dan operasinya dibawah pengawasan manusia. Pengontrolan secara manual banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari seperti pada penyetelan suara radio, televisi, pengaturan cahaya televisi, pengaturan aliran air melalui keran, pengaturan kecepatan kendaraan, dan lainnya. Pengontrolan secara otomatis banyak ditemui dalam proses industri, pengendalian pesawat, pembangkit tenaga listrik. Sebagai contoh adalah pengaturan aliran, temperatur dan tekanan dengan menggunakan katup pengatur, pengontrolan suhu ruangan oleh thermostat, pengontrolan daya listrik oleh relay, circuit-breaker (pemutus atus).
II.1.2. Jaringan Terbuka dan Tertutup Sistem terbuka adalah sistem kontrol dimana keluaran tidak memberikan efek terhadap besaran masukan, sehingga variabel yang dikontrol tidak dapat dibandingkan terhadap harga yang diinginkan seperti Gambar 2.1.
Universitas Sumatera Utara
x
Sistem G(s)
y
Gambar 2.1. Sistem Kendali Terbuka
Dimana:
X = Sinyal Masukan Y = Sinyal Keluaran
Hubungan antara fungsi masukan, fungsi alih sistem dan fungsi keluaran : Y =G X
Sistem kontrol dengan jaringan tertutup adalah sistem pengontrolan dimana besaran keluaran memberikan efek terhadap besaran masukan sehingga besaran yang dikontrol dapat dibandingkan terhadap harga yang di inginkan melaui alat pencatat (indicator atau recorder) seperti pada Gambar 2.2. Selanjutnya perbedaan harga yang terjadi antara besaran yang dikontrol dan penunjukan alat pencatat digunakan sebagai koreksi yang pada gilirannya akan merupakan sasaran pengontrolan. Sistem kontrol tertutup mempunyai banyak keunggulan dibanding sistem kontrol terbuka, yaitu mempunyai tingkat ketepatan yang lebih tinggi, dan tidak peka terhadap gangguan, dan perubahan pada lingkungan.
Universitas Sumatera Utara
+
x
-
E=x-z y
Sistem G(s)
z= Hy Umpan Balik H(s)
Gambar 2.2. Sistem Kendali Tertutup
Hubungan antara fungsi masukan, fungsi alih sistem, fungsi umpan balik dan fungsi keluaran : Z = HY, mempunyai nilai negatif dan harus dikurangkan dari tegangan masukan sehingga menghasilkan masukan pada penguat itu sebesar E = X = Z
G =
=
=
Y E
Y Y + HY G Y Y + GHY G
Y G = X 1 + GH
Universitas Sumatera Utara
II.I.3. Servo dan Regulator Sebuah regulator adalah bentuk lain daripada servo. Istilah ini digunakan untuk menunjukan sistem dalam mana terdapat harga “steady state” konstan untuk sinyal masukan yang konstan. Perbedaan utama adalah bahwa pada regulator diberikan sinyal tambahan (sinyal gangguan, u) sehingga akan menghasilkan keluaran yang berbeda dengan servo seperti pada Gambar 2.3. Istilah regulator diperoleh dari pemakaiannya mula-mula yaitu sebagai pengontrol kecepatan dan tegangan, yang disebut pengatur kecepatan dan pengatur tegangan. Pada servo diinginkan: r (t) ≈ c(t) → 1; sedang pada regulator diinginkan:
r(t)
c(t) SERVO
r (t ) − c(t ) →0 u
r(t)
c(t) REGULATOR r (t ) − c(t ) →0 u
c(t ) →1 r (t ) (a) servo
(b) regulator
Gambar 2.3. Servo dan Regulator
Dimana: r(t) = Sinyal Referensi Masukan c(t) = Sinyal Referensi Keluaran u
= Gangguan
Universitas Sumatera Utara
Pada regulator, efek gangguan ini perlu dikompensasi agar harga keluaran tetap sama dengan masukan, dari persamaan diatas: r (t ) − c(t ) ≈ 0; sehingga yang akan diperoleh adalah, u
r(t) - c(t) ≈ 0 atau r(t) = c(t), yaitu masukan = keluaran
II.2. Karakterstik Sistem Kontrol Beberapa karakteristik penting dari sistem kontrol otomatik adalah sebagai berikut: 1.
Sistem kontrol otomatik merupakan sistem dinamis (berubah terhadap waktu) yang dapat berbentuk linear maupun non linear. Secara matematis kondisi ini dinyatakan oleh persamaan-persamaan yang berubah terhadap waktu, misalnya persamaan differensial linear maupun tidak linear.
2.
Bersifat menerima informasi, memprosesnya, mengolahnya dan kemudian mengembangkannya.
3.
Komponen yang membentuk sistem kontrol ini akan saling mempengaruhi (berinteraksi).
4.
Bersifat mengembalikan sinyal ke bagian masukan (feedback) dan ini digunakan untuk memperbaiki sifat sistem. Karena adanya pengembalian sinyal ini (sistem umpan balik) maka pada sistem kontrol otomatik selalu terjadi masalah stabilisasi.
Universitas Sumatera Utara
II.3. Pemakaian Sistem Kontrol Pemakaian sistem kontrol otomatik banyak ditemui dalam kehidupan sehari-hari baik dalam pemakaian langsung maupun tidak langsung. Pemakaian sistem kontrol ini dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Pengontrolan proses: temperatur, aliran, tekanan, tinggi permukaan cairan, viskositas. Misalnya pada industri kimia, makanan, tekstil, pengilangan dan lain-lain. 2. Pembangkit tenaga listrik (pengontrolan distribusi tenaga). 3. Pengontrolan numerik (numerical control, N/C): pengontrolan operasi yang membutuhkan ketelitian tinggi dalam proses yang berulang-ulang. Misalnya: pengeboran, pembuatan lubang, tekstil, pengelasan. 4. Transportasi: elevator, escalator, pesawat terbang, kereta api, conveyor (ban berjalan), pengendalian kapal laut dan lain-lain. 5. Servomekanis. 6. Bidang non teknis, seperti: ekonomi, sosiologi, dan biologi.
Berikut ini adalah diagram blok dari proses pengontrolan level dengan menggunakan differential pressure transmitter, ialah:
Set Point In Put
+
Out Put Kontroller
Katup Pneumatik
Tangki Air
-
transmitter
Gambar 2.4. Diagram Blok Sistem Pengontrolan
Universitas Sumatera Utara
Pada Gambar 2.4. bagian kontroller mempunyai summing junction dengan tanda positif-negatif, di titik inilah langkah membandingkan dilakukan dengan mengurangi besaran set point dengan sinyal measurement variable, hasilnya adalah sinyal yang disebut error. Hampir semua sistem pengendalian selalu dimulai dengan menampilkan blok diagram sistem pengontrollan otomatis. Secara umum elemen sistem kontrolnya, ialah: 1. Feedback adalah sistem pengendali otomatis
yang mempunyai dua
summing junction yaitu positif feedback dan negatif feedback. 2. Proses (process) adalah tatanan peralatan yang mempunyai suatu fungsi tertentu. Input proses dapat bermacam-macam, yang pasti ia merupakan besaran yang dimanipulasi oleh final control element atau control valve agar measurement variable sama dengan set point. Input proses ini juga disebut manipulated variable. 3. Transmitter adalah alat yang berfungsi untuk membaca sinyal sensing element, dan mengubahnya menjadi sinyal yang dapat dimengerti oleh kontroller. 4. Set point adalah besaran proses variabel yang dikehendaki. Sebuah kontroller akan selalu berusaha menyamakan controlled variable dengan set point. 5. Error adalah selisih antara set point dikurangi measured variable. Error bisa negatif dan bisa juga positif. Bila set point lebih besar dari measured variable, error akan menjadi positif, sebaliknya bila set pointnya lebih kecil dari measured variable, error menjadi negatif.
Universitas Sumatera Utara
6. Kontroller adalah elemen yang mengerjakan tiga dari empat tahap langkah pengendalian, yaitu membandingkan set point dengan measurement variable, menghitung berapa banyak koreksi yang perlu dilakukan, dan mengeluarkan sinyal koreksi sesuai dengan hasil perhitungan tadi, kontroller sepenuhnya menggantikan peran manusia dalam mengendalikan sebuah proses.
II.4. Transduser Transduser (transducer) adalah sebuah alat yang mengubah satu bentuk daya menjadi bentuk daya lainnya untuk berbagai tujuan termasuk pengubahan ukuran atau informasi. Transduser bisa berupa peralatan listrik, elektronik, elektromekanik, elektromagnetik, fotonik. Dalam pengertian yang lebih luas, transduser kadang-kadang juga didefinisikan sebagai suatu peralatan yang mengubah suatu bentuk sinyal menjadi bentuk sinyal lainnya. Pada umumnya adalah mengubah besaran-besaran fisis tersebut menjadi besaran listrik; misalnya: tekanan, temperatur, aliran, posisi, dan lain-lain. Contoh yang umum adalah pengeras suara (audio speaker), yang mengubah beragam voltase listrik yang berupa musik atau pidato, menjadi vibrasi mekanis. Contoh lain adalah mikrofon, yang mengubah suara kita, bunyi, atau energi akustik menjadi sinyal atau energi listrik Transduser atau sensor adalah salah satu bagian dari komponen sistem pengaturan. Sensor yang digunakan sebagai elemen yang langsung mengadakan kontak dengan yang diukur; sedang transduser berfungsi untuk mengubah besaran fisis yang diukur menjadi besaran fisis lainnya.
Universitas Sumatera Utara
II.5. Alat-alat Kontrol Jika sebuah sistem kontrol adalah stabil dan hanya memerlukan perbaikan respons (misalnya mengurangi atau menghilangkan ess (penyimpangan dalam keadaan mantap) atau memperbesar kecepatan respons) maka yang dilakukan adalah penggunaan alat-alat kontrol dari jenis P (proportional), I (integral), atau D (differential).
Jenis-jenis Alat kontrol ini terdiri dari : a. Alat kontrol tipe P (proporsional) b.Alat kontrol tipe I (integral) c. Alat kontrol tipe D (differensial)
kontroller Proporsional, Integral, dan differensial dalam prakteknya dapat digabung menjadi satu kontroller yang disebut kontroller Proportional plus Integral plus Derivative ( P + D + I).
II.5.1. Alat Kontrol Tipe Proporsional (Proportional Control) Pada jenis ini terdapat hubungan kesebandingan antara keluaran terhadap kesalahan, yaitu: m(t) = K e(t), dimana K disebut konstanta kesebandingan.
Pertambahan harga K akan menaikkan penguatan sistem e ss (penyimpangan dalam keadaan mantap). Pemakaian alat kontrol jenis ini saja sering tidak memuaskan karena penambahan K selain akan membuat sistem lebih sensitif,
Universitas Sumatera Utara
tetapi juga cenderung mengakibatkan ketidakstabilan. Disamping itu pertambahan K adalah terbatas dan tidak cukup untuk mencapai respons sampai suatu harga yang diinginkan. Kenyataannya dalam usaha mengatur harga K terdapat keadaan-keadaan yang bertentangan. disatu pihak diinginkan mengurangi e ss sebanyak mungkin, tetapi hal ini akan mengakibatkan osilasi bagi respons yang berarti memperlama ”settling-time”, sedang di pihak lain respons terhadap setiap perubahan masukan harus terjadi secepat mungkin tetapi dengan lonjakan dan osilasi sekecil mungkin. Respons yang cepat memang dapat diperoleh dengan memperbesar K, tetapi hal ini juga akan mengakibatkan ketidakstabilan sistem. Untuk mengatasi masalah-masalah ini, alat pengontrol yang akan digunakan harus mempunyai persyaratan berikut: a. Penguatan yang tinggi pada frekuensi-frekuensi yang sangat rendah (untuk mengurangi kesalahan-kesalahan) b. Penguatan yang tinggi pada frekuensi-frekuensi tinggi (yakni dengan secepatnya mengikuti perubahan masukan bila laju perubahan transien adalah yang paling cepat). Hal ini perlu untuk menjamin respons yang cepat. c. Pada frekuensi-frekuensi menengah (yakni dalam bagian terakhir respons transien dan sebelum “on set” (kondisi-kondisi mantap) penguatan sebaiknya cukup rendah agar terjamin respons yang tidak mengalami lonjakan yang berlebihan dan juga setiap kecenderungan berosilasi akan diredam dengan cepat.
Universitas Sumatera Utara
II.5.2. Alat Kontrol Tipe Integral (I) Alat kontrol jenis ini (integral control, I) dimaksudkan untuk menghilangkan kesalahan posisi dalam kondisi mantap (steady position error) tanpa mengubah karakteristik-karakteristik frekuensi tinggi dan hal ini dapat dicapai dengan memberikan penguatan tak terhingga pada frekuensi nol yakni pada kondisi mantap. Alat kontrol ini biasanya digunakan bersama tipe P dan D, namum dalam hal-hal dimana kecepatan respons dan ketidakstabilan bukan merupakan masalah, tipe
P +I adalah cukup. Walaupun demikian, penambahan tipe P perlu mendapat
perhatian karena efeknya mengurangi kestabilan yakni karena mengakibatkan bertambahnya keterlambatan fasa (phase-lag). Alat kontrol jenis I dapat berupa peralatan pneumatik, hidraulik, elektronik. Bagian integral (I) menunjukkan bahwa tindakan pengontrolan akan terus bertambah selama terjadi kesalahan dan bila sinyal penggerak (actuating signal, m(t)) yang cukup telah terakumulir, maka sinyal e(t) akan menurun menuju nol. Melalui pemilihan komponen rangkaian yang tepat, lokasi frekuensi nol dan frekuensi pojok dapat direncanakan agar pengontrolan secara integral (I) hanya efektif pada frekuensi-frekuensi rendah sedang tipe P nya memiliki penguatan yang konstan serta menghasilkan kestabilan pada frekuensi menengah dan frekuensi yang lebih tinggi.
II.5.3. Alat Kontrol Tipe Differnsial (D) Alat kontrol jenis ini (disebut juga “rate-control”) digunakan untuk memperbaiki atau mempercepat prestasi respons transien sebuah sistem kontrol.
Universitas Sumatera Utara
Alat ini selalu disertai oleh tipe P, sedang tipe I hanya digunakan bila diperlukan. Diikut sertakannya tipe D ini sebagai alat kontrol memberikan efek menstabilkan sistem dengan cara memperbesar “phase-lead” terhadap penguatan loop kontrol yakni dengan mengurangi “phase-lead” terhadap penguatan loop kontrol yakni dengan mengurangi “phase-lag” penguatan tersebut. Alat kontrol ini sangat bermanfaat sebab responnya terhadap laju perubahan kesalahan menghasilkan koreksi yang berarti sebelum kesalahan tersebut
bertambah
besar,
jadi
efeknya
adalah
menghasilkan
tindakan
pengontrolan yang cepat. Hal ini sangat penting bagi sistem kontrol yang perubahan bebannya terjadi secara tiba-tiba, karena dapat menghasilkan sinyal pengontrol selama kesalahan (error) berubah. Karena tipe D ini melawan perubahan-perubahan yang terjadi dalam keluaran yang dikontrol, efeknya adalah menstabilkan sistem loop tertutup dan ini dapat meredam osilasi yang mungkin terjadi. Penting diperhatikan bahwa tipe D ini tidak dapat dipakai secara tersendiri karena tidak akan memberi jawaban (respons) terhadap suatu kesalahan dalam kondisi mantap. Dengan demikian alat ini harus digabung dengan tipe P atau P + I, sehingga konfigurasi atau bentuknya adalah P + D atau P + D + I.
Universitas Sumatera Utara