BAB II ASPEK HUKUM TENTANG PERJANJIAN FRANCHISE MELALUI INTERNET
A.
Pengertian Umum tentang Waralaba Waralaba merupakan suatu bentuk usaha yang pada dasarnya adalah
agar suatu bentuk usaha milik sendiri yang telah dijalankan dapat lebih maju dan berkembang, waralaba sendiri berkembang tergantung pada pelaku usahanya baik dari pemberi waralaba atau pun pihak dari penerima waralaba, karena dalam bentuk usaha ini yang paling menentukannya adalah bagaimana usaha ini dapat berjalan secara berkesinambungan. Adapun pengertian waralaba itu sendiri sangat beragam dari berbagi sumber akan tetapi masih memiliki tujuan dan maksud yang sama. Franchise diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi waralaba yang berasal dari kata wara dan laba. Sehingga waralaba berarti usaha yang memberikan laba lebih/istimewa. Menurut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 259/MPP/Kep/7/1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba (selanjutnya dalam penulisan ini akan disingkat menjadi Kepmenperdag) berdasarkan Pasal 1 Ayat (1) : ”Waralaba adalah perikatan di mana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki pihak lain
16
17
dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan atau jasa”. Dalam pengertian format bisnis Waralaba (franchise) memiliki beberapa definisi, yaitu: Menurut International Franchise Association : “A franchise operation is a contractual relationship between the franchisor and franchisee in which the franchisor offers or is obliged to maintain a continuing interest in the business of the franchisee in such areas as know-how and training; whereini the franchiseee operates under a common trade name, format and/or procedure owned or controlled by the franchisor, and in which the franchisee has or will make a substansial capital investment in his business from own resources”. Menurut British Franchise Association : “A contractual license granted by one person (the franchisor) to another (the franchisee) which : 1. permits or requires the franchisee to carry on, during the period of the franchise, a particular business under or using a specific name belonging to or associated with the franchisor; and 2. entitles the the franchisor to exercise continuing control during the period of the franchise over the manner in which the franchisee carries on the business which is the subject of the franchise; and 3. obliges the franchisor to provide the franchisee with assitance in carrying on the business which is the subject of the franchise (in relation to the organization of the franchisee's business, the training of staff, merchandising, management or otherwise); and 4. requires the franchisee periodically, during the period of franchise, to pay the franchisor sums of money in consideration for the franchise, or for goods or services provided by the franchisor to the franchisee; and 5. which is not transaction between a holding company and its subsidiary (as defined in section 736 of the Companies Act 1985) or between subsidiares of the same holding company, or between an individual and a company controlled by him”.
18
Menurut Campbell Black, yang dimuat dalam Black's Law Dict; “Franchise is a license from owner of a trademark or tradename permitting another to sell a product or service under the name or the mark“4. Menurut David J.Kaufmann : “Franchising is a system of marketing and distribution whereby a small independent businessman (franchisee) is granted, in return for a fee, the right to market the goods and services of another (franchisor) in accordance which the established standards and practise of the franchisor and with it assistance“5. Menurut Reitzel, Lyden, Roberts & Severance : “A contract in which the owner (franchisor) of intangible property such as trademark or tradename, authorizes another (franchisee) to use such property in the operation of business within described teritory”. PH Collin, Dalam Law Dictionary mendefinisikan franchise sebagai “license to trade using a brand name and paying a royalty for it”, dan franchising sebagai “Act of selling a license to trade as a franchise”. Definisi tersebut menekankan pada pentingnya peran nama dagang dalam pemberian waralaba dengan imbalan royalti6.
4
Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, Sixth Ad, St Paul Minn : West Publishing Co. 1990. 5 Kaufman, Franchising : Business Strategies and Legal Compliance, PLI Cource Handbook, 1988, hlm 31. 6 Ibid, hlm. 7.
19
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 1997 tentang Waralaba (selanjutnya dalam penulisan ini akan disingkat menjadi PP Waralaba) berdasarkan Pasal 1 Ayat (1) : “Waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan dan atau penjualan barang dan atau jasa”. Definisi Waralaba yang terakhir inilah yang berlaku baku secara yuridis formal di Indonesia karena sesuai dengan tata perundangan yang berlaku. Definisi yang dapat ditarik dari istilah waralaba (franchise), secara sederhana dapat didefinisikan sebagai hak istimewa, yang terjalin dan atau diberikan oleh pemberi waralaba (franchisor) kepada penerima waralaba (franchisee) dengan sejumlah kewajiban atas pembayaran-pembayaran. Pemberi waralaba (franchisor) adalah badan usaha atau perorangan yang memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pemberi waralaba. Penerima waralaba (franchisee) adalah badan usaha atau perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemu atau ciri khas usaha yang dimiliki Pemberi waralaba. Perjanjian waralaba adalah perjanjian secara tertulis antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba. Beberapa perbedaan keunggulan bisnis waralaba yang paling mendasar dibandingkan dengan memiliki atau memulai usaha sendiri adalah proses
20
belajar yang lebih singkat, menggunakan nama usaha yang terkenal, mendapat bantuan memulai usaha, jaminan suplai dan dukungan usaha lain, serta kekuatan dalam kegiatan promosi yang efisien. Proses waralaba ini sendiri tidak hanya ditujukan bagi pelaku usaha yang memiliki modal yang cukup besar, akan tetapi bagi para pelaku usaha peminat waralaba yang bermodal terbatas dapat juga memiliki usaha dengan format waralaba tersaebut dengan cara membuat usaha sendiri yang akan dikembangkan, maka sekarang banyak sekali waralaba lokal yang masih berskala kecil yang mengembangkan sistem waralaba tersebut. Untuk bisnis waralaba yang masih berskala kecil atau baru memulai bisnis waralaba biasanya persayaratan yang disyaratkan akan lebih ringan. Mereka biasanya hanya meminta calon penerima waralaba untuk berbagi hasil penjualan dalam persentase tertentu. Kalaupun ada setoran awal (initial fee) paling hanya dalam bilangan rendah tidak terlalu tinggi. Dengan pertimbangan lain bahwa Tentunya tempat usaha dan seluruh peralatannya menjadi tanggung jawab penerima waralaba (franchisee). Pengertian waralaba dimaknai lebih luas, yaitu pemberi waralaba tidak hanya memperkenankan penerima waralaba untuk memakai merek/logo/hak ciptanya, akan tetapi turut pula mengatur internal perusahaan. Baik mengenai karyawan, pelatihan, lokasi, bahan baku hingga strategi pemasarannya. Seperti apa yang telah diterapkan pada jaringan McDonald's di seluruh dunia. karena berbagai pelayanan serta strategi pemasaran dari McDonald's sama, baik didalam negeri maupun luar negeri7. 7
Sumber : Suara Pembaruan (26 Oktober 2003)
21
Waralaba menekankan pada pemberian hak untuk menjual produk berupa barang dan atau jasa dengan memanfaatkan merek dagang franchisor (pemberi waralaba), di mana pihak franchisee (penerima waralaba) berkewajiban untuk mengikuti metode dan tata cara atau prosedur yang telah ditetapkan oleh pemberi waralaba. Dalam kaitannya dengan pemberian izin dan kewajiban pemenuhan standar dari pemberi waralaba, pemberi waralaba akan memberikan bantuan pemasaran, promosi maupun bantuan teknis lainnya agar penerima waralaba dapat menjalankan usahanya dengan baik. Dengan demikian dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa seorang penerima waralaba juga menjalankan usahanya sendiri tetapi dengan menggunakan merek dagang atau merek jasa serta dengan memanfaatkan metode dan tata cara atau prosedur yang telah ditetapkan oleh pemberi waralaba. Kewajiban untuk menggunakan metode dan tatacara atau posedur yang telah ditetapkan oleh pemberi waralaba kepada penerima waralaba membawa akibat lebih lanjut bahwa suatu usaha waralaba adalah uasaha yang mandiri, yang tidak mungkin digabungkan dengan kegatan usaha lainnya (milik penerima waralaba). Dengan hal Ini berarti pemberi waralaba menuntut eksklusivitas. Pengertian mengenai eksklusivitas tersebut lebih jauh lagi adalah suatu hak khusus yang diberikan kepada dealer oleh suatu usaha manufaktur atau organisasi jasa waralaba, untuk menjual produk atau jasa pemilik waralaba di suatu wilayah tertentu, dengan atau tanpa eksklusivitas. Pengaturan seperti itu kadangkala diresmikan dalam suatu franchise
22
agreement (perjanjian hak kelola), yang merupakan kontrak antara pemilik hak kelola dan pemegang hak kelola. Dapat dilihat dalam pengertiannya mengenai franchise dealer dalam Black’s Law Dictionary, bahwa dalam pengertian tersebut menunjukan pada kita semua bahwa ekseklusivitas yang diberikan oleh penerima waralaba juga ternyata adakalanya diimbangi oleh pemberian eksklusivitas oleh pemberi waralaba kepada penerima waralaba atas suatu wilayah kegiatan tertentu. Jadi dalam hal ini jelas bahwa waralaba melibatkan suatu kewajiban untuk menggunakan suatu sistem dan metode yang diterapkan oleh pemberi waralaba termasuk di dalamnya hak untuk mempergunakan merek dagang. Pengertian waralaba (pada umumnya) ini dibedakan dari waralaba nama dagang yang memang mengkhususkan diri pada perizinan penggunaan nama dagang dalam rangka pemberian izin untuk melakukan penjualan produk pemberi waralaba dalam suatu batas wilayah tertentu. Makna yang terakhir ini menyatakan bahwa dalam pemberian waralaba nama dagang seringkali terikat dengan kewajiban untuk memenuhi persyaratan penentuan harga yang telah ditetapkan dan telah digariskan oleh pemberi waralaba, ekseklusivitas dan penentuan harga yang relatif seragam ini perlu mendapat perhatian khusus pada nagara-negara yang sudah memberikan pengaturan. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa inti dari pengertian waralaba adalah merupakan salah satu bentuk pemberian lisensi, hanya saja agak berbeda dengan pengertian lisensi pada umumnya, waralaba menekankan pada kewajiban untuk mempergunakan sistem, metode, tata cara, prosedur, metode
23
pemasaran dan penjualan maupun hal-hal lain yang telah ditentukan oleh pemberi waralaba secara eksklusif, seorang atau suatu pihak yang menerima waralaba tidaklah dimungkinkan untuk melakukan kegiatan lain yang sejenis atau berada dalam suatu lingkungan yang mungkin menimbulkan persaingan dengan kegiatan usaha waralaba yang diperolehnya dari pemberi waralaba. Ada tiga alasan bagi pemberi waralaba untuk mewaralabakan bisnisnya menurut Amir Karamoy dalam Sukses Usaha Lewat Waralaba yaitu sebagai berikut : 1. Kekurangan modal untuk ekspansi usaha/pasar yang lebih luas; 2. Kekurangan personil untuk menjalankan usahanya; 3. Melakukan perluasan (dan penetrasi) pasar secara cepat.
A.
Ketentuan Umum Perjanjian Franchise 1.
Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pengaturan tentang franchise di Indonesia ini terdapat pada Pasal 1233 KUHPerdata yang menyatakan : ”Bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan maupun berdasarkan undang-undang. Perjanjian merupakan kesepakatn kedua belah pihak yang bertujuan untuk mengikatkan diri mereka masing-masing untuk melaksanakan isi perjanjian ada persetujuan yang dibuat kedua belah pihak”. Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberikan rumusan dari perjanjian sebagai suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
24
Definisi dari perjanjian yang terdapat di atas adalah tidak lengkap, dan juga terlalu luas. Tidak lengkap karena yang dirumuskan hanya mengenai perjanjian sepihak. Dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup hal-hal yang mengenai perbuatan dalam lapangan hukum keluarga8. Perjanjian lahir dari adanya perikatan, perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak. Hubungan dua orang atau dua pihak adalah suatu hubungan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban yang berarti bahwa kedua belah pihak dijamin oleh hukum atau undang-undang9. Perjanjian menurut R. Setiawan adalah : ”Suatu
perbuatan
hukum
dimana
satu
orang
atau
lebih
mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”10. Buku III KUHPerdata memberikan kebebasan kepada para pihak yang mengadakan perjanjian untuk menentukan isi perjanjian dengan syarat tidak bertentangan dengan perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum. Perjanjian yang dibuat oleh para pihak, biasanya diawali dengan unsur kepercayaan (fiducia). Akan tetapi unsur kepercayaan ini bukan kunci utama dalam membuat suatu perikatan, tetapi para pihak harus memperhatikan syarat-syarat syahnya suatu perjanjian. Syarat
8 Mariam Darus Badrulzaman, Kitab Undang-undang Hukum Perdata Buku III : Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, Bandung : Alumni, 1983, hlm.89. 9 Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta : Intermasa, 2004, hlm. 1. 10 R. Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bandung, Bina Cipta, 1987, hlm 49.
25
sahnya suatu perjanjian secara umum diatur dalam Pasal 1320 kitab Undang-undang Hukum Perdata terdapat 4 (empat) syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya perjanjian. Syarat-syarat tersebut adalah : 1.
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2.
Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
3.
Suatu hal tertentu
4.
Suatu sebab yang halal.
Syarat pertama dan kedua diatas dinamakan syarat subjektif, apabila salah satu dari kedua syarat tersebut tidak dipenuhi akan mengakibatkan perjanjian tersebut dapat dibatalkan, sedangkan syarat ketiga dan keempat merupakan syarat objektif yakni jika salah satu dari kedua syarat tidak dipenuhi maka perjanjian menjadi batal karena hukum11. Jika syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata telah terpenuhi, maka berdasarkan Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, perjanjian telah mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan kekuatan suatu undang-undang. Selain syarat syahnya perjanjian sebagaimana telah dijelaskan diatas, terdapat juga unsur perjanjian menurut ilmu hukum perdata, yaitu:12 1) Unsur essentialia. 2) Unsur naturalia. 11
P. Lindawaty S. Sewu, Franchise Pola Bisnis Spektakuler Dalam Perspektif Hukum dan ekonomi, Bandung : Utomo, 2004, hlm. 30. 12 R. Subekti, Aneka Perjanjian, Cetakan VII, Bandung : Alumni, 1985, hlm 30.
26
3) Unsur accedentialia. Ketentuan Pasal 1338 ayat (1) menegaskan bahwa : ”Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Berdasarkan hal diatas bahwa berdasarkan buku III Kitab Undangundang Hukum Perdata, para pihak diberikan kebebasan (dalam hal menentukan isi, bentuk serta macam perjanjian) untuk mengadakan perjanjian, akan tetapi isinya selain tidak bertentangan dengan perundangundangan, kesusilaan dan ketertiban umum juga harus memenuhi syarat sahnya perjanjian. Asas kebebasan berkontrak adalah asas yang paling dasar dalam membuat sebuah perjanjian. Selain asas kebebasan berkontrak, hukum perjanjian yang berlaku di Indonesia mengenal beberapa asas lain yaitu asas konsensualisme, asas kepercayaan, asas kekuatan mengikat, asas persamaan hukum, asas keseimbangan, asas kepastian hukum, asas moral, asas kepatutan, asas kebiasaan13.
2.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997 tentang Waralaba Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) perjanjian waralaba dibuat dalam bahasa Indonesia dan terhadapnya berlaku hukum Indonesia. Dalam Pasal 3 ayat (1) sebelum membuat perjanjian, pemberi waralab wajib memberi 13
Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, Cetakan VIII, Jakarta : Sumur Bandung, 1985, hlm 35.
27
menyampaikan keterangan kepada penerima waralaba secara tertulis dan benar sekurang-kurangnya mengenai : a. Pemberi waralaba, berikut keterangan mengenai kegiatan usahanya; b. Hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang menjadi objek waralaba; c. Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi penerima waralaba; d. Bantuann atau fasilitas yang ditawarkan pemberi waralaba kepada penerima waralaba; e. Hak dan kewajiban pemebri dan penerima waralaba; f. Pengakhiran, pembatalan, dan perpanjangan perjanjian waralaba serta hal-hal lain yang perlu diketahui penerima waralaba dalam rangka pelaksanaan perjanjian waralaba. Perjanjian waralaba beserta keterangan tertulis sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 ayat (1) didaftarkan di Departemen Perindustrian dan Perdagangan oleh penerima waralaba paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak berlakunya waralaba. Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) perjanjian waralaba yang telah berlaku sebelum ditetapkannya peraturan pemerintah ini, didaftarkan sebagaimana dimaksud pada Pasal 7. Berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia ketentuan dan tata cara pendaftaran usaha waralaba
28
dalam Pasal 1 ayat (6) perjanjian waralaba adalah perjanjian secara tertulis antara pemberi waralaba dan penerima waralaba dan dalam Pasal 1 ayat (7) perjanjian waralaba lanjutan adalah perjanjian secara tertulis antara penerima waralaba utama dengan penerima waralaba lanjutan. Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) perjanjian waralaba antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba dapat disertai atau tidak disertai dengan pemberian hak untuk membuat perjanjian waralaba lanjutan. 3.
Perjanjian Franchise Melalui Internet Pengertian internet dapat dirumuskan sebagai “a large collection of computers in networks that are tied together so that many users can share their vast resources’ (Williams, 1999). Dapat dilihat bahwa pengertian internet tidak hanya terbatas pada aspek perangkat keras (infrastruktur) akan tetapi berupa seperangkat komputer yang saling berhubungan satu sama lain dan memiliki kemampuan untuk mengirimkan data, baik berupa teks, pesan, grafis, maupun suara. Dengan kemampuan yang demikian ini, maka dapat dikatakan bahwa internet merupakan suatu jaringan komputer yang saling berhubungan atau terkoneksi dengan jaringan komputer lainnya ke seluruh penjuru dunia (Kitao,1998). Dengan demikian, pengertian internet juga mencakup perangkat lunak berupa data yang dikirim dan disimpan yang sewaktu-waktu
dapat
diakses.
Beberapa
komputer
yang
saling
berhubungan satu sama lain dapat menciptakan fungsi sharing yang secara sederhana hal ini dapat disebut sebagai jaringan (networking).
29
Fungsi sharing yang tercipta melalui jaringan (networking) tidak hanya mencakup fasilitas yang sangat dan sering dibutuhkan, seperti printer atau modem, maupun yang berkaitan dengan data atau program aplikasi tertentu. Kemajuan lain yang berkaitan dengan internet sebagaimana yang dikemukakan oleh Kenji Kitao adalah bahwa lebih dari 15 juta terminal komputer di seluruh dunia terkoneksi ke internet. Di samping itu, terdapat sekitar 100 juta orang yang menggunakan internet setiap harinya. Bahkan lebih jauh diperkirakan bahwa akan terjadi peningkatan sekitar 20% jumlah komputer yang terkoneksi ke internet setiap tahunnya (Kitao, 1998). Mengingat internet sebagai metoda/sarana komunikasi yang sangat handal dan mampu memberikan manfaat besar bagi kepentingan para peneliti, guru, dan peserta didik, maka para guru perlu memahami karakteristik atau potensi internet agar dapat memanfaatkannya secara optimal untuk kepentingan pembelajaran para peserta didiknya. Internet dapat diartikan sebagai jaringan komputer luas dan besar yang mendunia, yaitu menghubungkan pemakai komputer dari suatu negara ke negara lain di seluruh dunia, dimana di dalamnya terdapat berbagai sumber daya informasi dari mulai yang statis hingga yang dinamis dan interaktif. Sejarah intenet dimulai pada 1969 ketika Departemen Pertahanan Amerika, U.S. Defense Advanced Research Projects Agency (DARPA) memutuskan untuk mengadakan riset tentang bagaimana caranya
30
menghubungkan sejumlah komputer sehingga membentuk jaringan organik. Program riset ini dikenal dengan nama ARPANET. Pada 1970, sudah lebih dari 10 komputer yang berhasil dihubungkan satu sama lain sehingga mereka bisa saling berkomunikasi dan membentuk sebuah jaringan.Tahun 1972, Roy Tomlinson berhasil menyempurnakan program e-mail yang ia ciptakan setahun yang lalu untuk ARPANET. Program e-mail ini begitu mudah sehingga langsung menjadi populer. Pada tahun yang sama, icon @ juga diperkenalkan sebagai lambang penting yang menunjukkan "at" atau "pada". Tahun 1973, jaringan komputer ARPANET mulai dikembangkan ke luar Amerika Serikat. Komputer University College di London merupakan komputer pertama yang ada di luar Amerika yang menjadi anggota jaringan Arpanet. Pada tahun yang sama, dua orang ahli komputer yakni Vinton Cerf dan Bob Kahn mempresentasikan sebuah gagasan yang lebih besar, yang menjadi cikal bakal pemikiran internet. Ide ini dipresentasikan untuk pertama kalinya di Universitas Sussex. Hari bersejarah berikutnya adalah tanggal 26 Maret 1976, ketika Ratu Inggris berhasil mengirimkan e-mail dari Royal Signals and Radar Establishment di Malvern. Setahun kemudian, sudah lebih dari 100 komputer yang bergabung di ARPANET membentuk sebuah jaringan atau network. Pada 1979, Tom Truscott, Jim Ellis dan Steve Bellovin, menciptakan newsgroups pertama yang diberi nama USENET. Tahun
31
1981 France Telecom menciptakan gebrakan dengan meluncurkan telpon televisi pertama, dimana orang bisa saling menelpon sambil berhubungan dengan video link. Komputer yang membentuk jaringan semakin hari semakin banyak, maka dibutuhkan sebuah protokol resmi yang diakui oleh semua jaringan. Pada tahun 1982 dibentuk Transmission Control Protocol atau TCP dan Internet Protokol atau IP yang kita kenal semua. Sementara itu di Eropa muncul jaringan komputer tandingan yang dikenal dengan Eunet, yang menyediakan jasa jaringan komputer di negara-negara Belanda, Inggris, Denmark dan Swedia. Jaringan Eunet menyediakan jasa e-mail dan newsgroup USENET. Untuk menyeragamkan alamat di jaringan komputer yang ada, maka pada tahun 1984 diperkenalkan sistem nama domain, yang kini kita kenal dengan DNS atau Domain Name Sistem. Komputer yang tersambung dengan jaringan yang ada sudah melebihi 1000 komputer lebih. Pada 1987 jumlah komputer yang tersambung ke jaringan melonjak 10 kali lipat manjadi 10.000 lebih.Tahun 1988, Jarko Oikarinen dari Finland menemukan dan sekaligus memperkenalkan IRC atau Internet Relay Chat. Setahun kemudian, jumlah komputer yang saling berhubungan kembali melonjak 10 kali lipat dalam setahun. Tak kurang dari 100.000 komputer kini membentuk sebuah jaringan. Tahun 1990 adalah tahun yang paling bersejarah, ketika Tim Berners Lee menemukan program editor dan browser yang bisa menjelajah antara satu komputer dengan komputer yang lainnya, yang
32
membentuk jaringan itu. Program inilah yang disebut www, atau Worl Wide Web. Tahun 1992, komputer yang saling tersambung membentuk jaringan sudah melampaui sejuta komputer, dan di tahun yang sama muncul istilah surfing the internet. Tahun 1994, situs internet telah tumbuh menjadi 3000 alamat halaman, dan untuk pertama kalinya virtual-shopping atau e-retail muncul di internet. Dunia langsung berubah. Di tahun yang sama Yahoo! didirikan, yang juga sekaligus kelahiran Netscape Navigator 1.0.Secara umum ada banyak manfaat yang dapat diperoleh apabila seseorang mempunyai akses ke internet .Berikut ini sebagian dari apa yang tersedia di internet: 1. Informasi untuk kehidupan pribadi :kesehatan, rekreasi, hobby, pengembangan pribadi, rohani, sosial. 2. Informasi untuk kehidupan profesional/pekerja :sains, teknologi, perdagangan, saham, komoditas, berita bisnis, asosiasi profesi, asosiasi bisnis, berbagai forum komunikasi. Satu hal yang paling menarik ialah keanggotaan internet tidak mengenal batas negara, ras, kelas ekonomi, ideologi atau faktor faktor lain yang biasanya dapat menghambat pertukaran pikiran. Internet adalah suatu komunitas dunia yang sifatnya sangat demokratis serta memiliki kode etik yang dihormati segenap anggotanya. Manfaat internet terutama diperoleh melalui kerjasama antar pribadi atau kelompok tanpa mengenal batas jarak dan waktu. Untuk lebih meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Indonesia, sudah waktunya para profesional Indonesia memanfaatkan jaringan internet dan menjadi bagian dari masyarakat informasi dunia.
33
Rangkaian pusat yang membentuk Internet diawali pada tahun 1969 sebagai ARPANET, yang dibangun oleh ARPA (United States Department of Defense Advanced Research Projects Agency). Beberapa penyelidikan awal yang disumbang oleh ARPANET termasuk kaedah rangkaian tanpa-pusat (decentralised network), teori queueing, dan kaedah pertukaran paket (packet switching). Pada 01 Januari 1983, ARPANET menukar protokol rangkaian pusatnya, dari NCP ke TCP/IP. Ini merupakan awal dari Internet yang kita kenal hari ini. Pada sekitar 1990-an, Internet telah berkembang dan menyambungkan kebanyakan pengguna jaringan-jaringan komputer yang ada. Intenet dijaga oleh perjanjian bilateral atau multilateral dan spesifikasi teknikal (protokol yang menerangkan tentang perpindahan data antara
rangkaian).
Protokol-protokol
ini
dibentuk
berdasarkan
perbincangan Internet Engineering Task Force (IETF), yang terbuka kepada umum. Badan ini mengeluarkan dokumen yang dikenali sebagai RFC (Request for Comments). Sebagian dari RFC dijadikan Standar Internet (Internet Standard), oleh Badan Arsitektur Internet (Internet Architecture Board - IAB). Beberapa layanan populer di internet yang menggunakan protokol di atas, ialah email/surat elektronik, Usenet, Newsgroup, perkongsian file (File Sharing), WWW (World Wide Web), Gopher, akses sesi (Session Access), WAIS, finger, IRC, MUD, dan MUSH. Di antara semua ini,
34
email/surat elektronik dan World Wide Web lebih kerap digunakan, dan lebih banyak servis yang dibangun berdasarkannya, seperti milis (Mailing List) dan Weblog. Internet memungkinkan adanya servis terkini (Real-time service), seperti web radio, dan webcast, yang dapat diakses di seluruh dunia. Jumlah pengguna Internet yang besar dan semakin berkembang, telah mewujudkan budaya internet. Internet juga mempunyai pengaruh yang besar atas ilmu, dan pandangan dunia. Dengan hanya berpandukan mesin pencari seperti Google, pengguna di seluruh dunia mempunyai akses yang mudah atas bermacam-macam informasi. Dibanding dengan buku
dan
perpustakaan,
Internet
melambangkan
penyebaran
(decentralization) informasi dan data secara ekstrim. Perkembangan Internet juga telah mempengaruhi perkembangan ekonomi. Berbagai transaksi jual beli yang sebelumnya hanya bisa dilakukan dengan cara tatap muka (dan sebagian sangat kecil melalui pos atau telepon), kini sangat mudah dan sering dilakukan melalui Internet. Transaksi melalui Internet ini dikenal dengan nama e-commerce. Terkait dengan pemerintahan, Internet juga memicu tumbuhnya transparansi pelaksanaan pemerintahan melalui e-government. Sama seperti halnya sebuah komunitas, Internet juga mempunyai tata tertib tertentu, yang dikenal dengan nama Nettiquette. Terdapat kebimbangan masyarakat tentang Internet yang berpuncak pada beberapa bahan
35
kontroversi di dalamnya. Pelanggaran hak cipta, pornografi, pencurian identitas, dan ucapan benci (Hate speech), adalah biasa dan sulit dijaga. Negara dengan akses internet yang terbaik termasuk Korea Selatan (50% daripada penduduknya mempunyai akses jalur lebar-Broadband), dan Swedia. Terdapat dua bentuk akses internet yang umum, yaitu dial-up, dan jalur lebar. Internet juga semakin banyak digunakan di tempat umum. Beberapa tempat umum yang menyediakan layanan internet termasuk perpustakaan, dan internet cafe/warnet (juga disebut Cyber Cafe). Terdapat juga tempat awam yang menyediakan pusat akses internet14. Perjanjian franchise merupakan perjanjian tidak bernama, karena tidak diatur di dalam KUHPerdata Buku ke III tentang perikatan. Tetapi pada dasarnya perjanjian franchise dapat mengacu kepada Buku ke III KUHPerdata. Di Indonesia, belum ada ketentuan yang mengatur secara khusus perjanjian franchise melalui internet, namun dalam Buku III KUH Perdata khususnya Pasal 1338 (1) disebutkan bahwa : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi mereka yang membuatnya” Berdasarkan pasal di atas dikenal sebagai asas kebebasan berkontrak, maksudnya bahwa setiap orang bebas menentukan bentuk, macam dan isi perjanjian asalkan tidak melanggar peraturan perundangundangan, tidak melanggar kesusilaan dan ketertiban umum serta tetap 14
http://id.wikipedia.org/wiki/Internet
36
memenuhi syarat sahnya perjanjian. Dengan demikian perjanjian franchise melalui internet pun boleh dilakukan, merujuk pada ketentuan tersebut, maka perjanjian franchise melalui internet dapat diatur oleh ketentuan sebagaimana termuat di dalam Buku III KUH Perdata yang bersifat terbuka atau mengatur (aan vullend recht). Melihat ketentuan Pasal 1338 (1) KUH Perdata tersebut diatas, maka ketentuan tersebut memberi kebebasan kepada masyarakat untuk membuat berbagai macam dan bentuk perjanjian dan perjanjian itu akan mengikat pihak pembuatnya sebagai suatu undang-undang. Perjanjian franchise baik transaksi biasa maupun melalui internet selalu diawali dengan suatu perjanjian yang dinyatakan sah oleh undangundang. Menurut Pasal 1313 KUH Perdata, ditegaskan bahwa : “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih” Perjanjian itu sendiri dapat berbentuk perjanjian tertulis ataupun perjanjian tidak tertulis (secara lisan). Berdasarkan pasal 1313 KUH Perdata tersebut diatas, dapat diketahui bahwa perjanjian yang dimaksud adalah suatu perjanjian timbal balik dimana para pihak memilih hak dan kewajiban masing-masing. Suatu perjanjian akan sah menurut undangundang apabila telah memenuhi syarat-syarat yang terdapat dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu : ”Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat : 1. sepakat mereka mengikatkan dirinya;
yang
37
2.
kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. 4.
suatu hal tertentu; suatu sebab yang halal”.
Suatu kesepakatan merupakan sebuah persesuaian kehendak. Kesepakatan biasanya selalu diawali dengan adanya suatu penawaran oleh suatu pihak dan dilanjutkan dengan adanya tanggapan berupa penerimaan oleh pihak lain. Jika penawaran tersebut tidak ditanggapi atau direspon oleh pihak lain maka dengan demikian tidak akan ada kesepakatan. Karena itu diperlukan dua pihak untuk melahirkan suatu kesepakatan. Pada perjanjian franchise, kesepakatan dapat langsung diberikan baik itu secara lisan maupun tulisan. Dalam perjanjian franchise melalui internet, kesepakatannya terjadi secara tidak langsung yaitu melalui media elektronik dalam hal ini internet. Seseorang yang melakukan perikatan dengan pihak lain harus cakap dimata hukum. Cakap hukum menurut undang-undang yaitu telah dewasa dalam hal ini telah berusia genap 18 tahun atau sudah menikah, tidak cacat mental dan tidak dilarang oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam transaksi melalui internet, sulit untuk menentukan seseorang itu cakap atau tidak karena proses perjanjian franchise tidak dilakukan secara langsung (berhadapan), tetapi melalui media internet yang rawan akan penipuan. Suatu hal tertentu menurut undang-undang adalah objek perjanjian atau prestasi yang menjadi pokok dari perjanjian franchise tersebut. Berdasarkan Pasal 1234 KUH Perdata, prestasi dapat berupa memberi
38
sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. Sebuah prestasi harus dapat ditentukan jumlah dan jenisnya, tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum serta mungkin untuk dilakukan. Suatu sebab yang halal maksudnya bahwa isi dari perjanjian franchise tersebut tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku, tidak berlawanan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Disamping itu isi perjanjian dibuat dan dilaksanakan oleh para pihak dengan itikad baik seperti termuat dalam Pasal 1338 (3) KUH Perdata. Perjanjian franchise melalui internet pada dasarnya semua data berupa data elektronik. Jika dalam perjanjian franchise melalui internet terdapat sengketa, maka print out dari isi perjanjian dapat dijadikan sebagai alat bukti. Print out yang diajukan tersebut merupakan hasil dari komputerisasi dan carbon copy akan diterima sebagai asli, jika dokumen tersebut telah dibubuhi tanda yang menyatakan bahwa copy tersebut “ORIGINAL”.
B.
Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Franchise Hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian franchise erat kaitannya dengan franchisor (pemberi waralaba) dengan franchisee (penerima waralaba), franchisor mempunyai kemampuan untuk memperluas jaringan secara lebih cepat pada tingkat nasional dan tentunya pun internasional dengan
39
menggunakan modal yang seminimal mungkin, juga lebih mudah bagi franchisor untuk mengekspoitasi wilayah yang belum masuk dalam lingkungan organisasinya sebagai franchisee. Seorang franchisor mempunyai permasalahan staf yang lebih sedikit karena ia tidak terlibat dalam masalah staf pada masing-masing pemilik outlet. Franchisor tidak memiliki aset outlet dagang sendiri, dan tanggung jawab bagi aset tersebut diserahkan pada franchisee yang memilikinya. Seorang franchisor pemanufaktur/pedagang besar bisa mendapatkan distribusi yang lebih luas dan kepastian bahwa ia mempunyai outlet untuk produknya15. Akan tetapi, setiap franchisee harusnya berpikir
tajam,
bermotivasi
kuat
dan
tajam
pengamatannya
untuk
meminimalkan biaya serta memaksimalkan penjualan, karena tidak ada kebutuhan untuk menyuntikkan sejumlah besar modal untuk meningkatkan kecepatan pertemuan yang besar masing-masing outlet yang terbuka memanfaatkan sumber daya finansial dari setiap franchisee. Akan tetapi franchise dalam kenyataannya, terdapat kerugian-kerugian bagi franchisor misalnnya dengan franchise jumlah staf franchisor akan lebih sedikit. Beberapa kerugian tersebut adalah16 : 1.
Beberapa franchise menganggap dirinya independen yang akhirnya ia cenderung sama sekali tidak membutuhkan franchisor lagi dan franchisee menjadi bertambah yakin bahwa faktor
15 Martin Mendelsohn, Franchising Petunjuk Praktis Bagi Franchisor dan Franchisee, Jakarta : Pustaka Binaman Pressindo, 1993, hlm. 70. 16 Ibid, hlm. 72.
40
keberhasilannya adalah berasal dari inisiatifnya sendiri dalam menjalankan usaha secara baik. 2.
Seorang franchisor harus memiliki keyakinan untuk menjamin bahwa standar kualitas barang dan jasa di jaga melalui rantai franchise. Franchisor harus menyediakan staf pendukung lapangan yang akan bertindak sebagai penyelia dari standar-standar tersebut, juga sebagai franchisee pembantu untuk mengatasi masalah.
3.
Franchisor perlu menangani franchisee secara hati-hati karena ia tidak boleh melupakan bahwa bisnis tersebut memang telah menjadi milik franchisee.
4.
Franchisor khawatir bahwa semua hasil kerja dan usaha yang franchisor berikan dalam pelatihan kepada frinchisee hanya akan menghasilkan persaingan di masa mendatang.
5.
Franchisor harus yakin bahwa orang yang telah diseleksi sebagai franchise sesuai untuk tipe franchise tertentu dan mempunyai kapasitas untuk menerima tanggung jawab dan tekanan memiliki dan menjalankan bisnisnya sendiri. Pada perjanjian franchise terdapat para pihak yaitu franchisor
(pemberi waralaba) dan franchisee (penerima waralaba). Franchisor lazim disebut sebagai Pelaku Usaha, sementara itu, franchisee dianggap sebagai konsumen. Berdasarkan KUH Perdata, antara franchisor dan franchisee memiliki hak dan kewajiban masing-masing. Seorang franchisor memiliki kewajiban menyerahkan barangnya dan menanggungnya sesuai ketentuaan
41
Pasal 1474 KUH Perdata, sedangkan hak franchisor yaitu hak untuk mengambil kembali barangnya yang dijual dengan mengembalikan harga pembelian asal, dengan disertai penggantian sebagaimana termuat dalam Pasal 1519 KUH Perdata. Sementara itu, franchisee juga memiliki kewajiban membayar harga pembelian, pada waktu dan ditempat sebagaimana ditetapkan menurut persetujuan sesuai Pasal 1513 KUH Perdata dan memiliki hak untuk menerima barang pada waktu penjualan sebagaimana termuat dalam Pasal 1481 KUH Perdata. Di sisi lain, franchisor sebagai Pelaku Usaha memiliki hak dan kewajiban, demikian pula franchisee sebagai konsumen juga memiliki hak dan kewajiban yang dapat kita lihat dalam Undang-Undang nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Hak dan kewajiban merupakan aspek hukum yang timbul dari adanya hubungan hukum dalam suatu transaksi. Sesuai dengan Pasal 4 UUPK, hak konsumen, yaitu : 1.
Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa. Hak Konsumen atau Customer Satisfaction (kepuasan pelanggan) maksudnya
bahwa
konsumen
merasakan
kepuasan
dalam
menggunakan barang dan/atau jasa tersebut dengan kata lain konsumen merasa aman dan terlindungi terhadap barang atau jasa yang dikeluarkan oleh pelaku usaha.
42
2.
Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan, maksudnya konsumen akan merasa terjamin bahwa nilai uang yang dikeluarkan sesuai dengan barang dan/atau jasa yang diinginkan serta merasa puas dengan kondisi barang dan/atau jasa yang diterima, termasuk warranty yang dijanjikan oleh pelaku usaha tersebut.
3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa, maksudnya bahwa konsumen berhak atas penjelasan suatu produk barang dan/atau jasa dan tidak dibohongi tentang penjelasan tersebut, dengan demikian semua yang diinformasikan tentang produk barang/jasa sesuai dengan kriteria yang diinformasikan oleh pelaku usaha. 4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan, maksudnya bahwa kritik dan saran yang disampaikan konsumen kepada pelaku usaha akan menjadi acuan dalam melakukan perbaikan dan pengembangan produk, barang dan/atau jasa, namun saran dan kritik tersebut harus sesuai dengan permintaan pasar dan sifatnya menguntungkan pelaku usaha dan konsumen yang menggunakannya. 6. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut, maksudnya bahwa jika konsumen merasa tertipu atas barang
43
dan/atau jasa yang dibeli karena tidak sesuai dengan nilai tukar rupiah yang dikeluarkan untuk mendapatkan barang yang diinginkan maka konsumen berhak mengajukan tuntutan terhadap pelaku usaha tersebut. 7. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen, maksudnya bahwa pelaku usaha akan mengeluarkan (Product Knowledge) jika produk yang dikeluarkan tersebut masih belum dikenal dalam lingkungan masyarakat sehingga produk yang digunakan akan tepat guna serta sesuai dengan tujuan yang diinginkan oleh pelaku usaha. 8. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif, maksudnya bahwa tidak ada perbedaan dalam memberikan informasi atau layanan kepada konsumen atau tanpa ada perlakuan khusus terhadap pelanggan baru ataupun pelanggan lama dalam menyampaikan informasi terhadap barang yang dikeluarkan oleh pelaku usaha. 9. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya, maksudnya bahwa warranty (garansi Produk) yang dikeluarkan oleh pelaku usaha dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan kesepakatan yang disetujui oleh kedua belah pihak tanpa ada tekanan dari pihak manapun.
44
10. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya, maksudnya bahwa pelaku usaha dalam mengeluarkan produk harus sesuai dengan ketentuan ketentuan yang ditetapkan oleh instansi terkait atau yang berwenang dalam menetapkan aturan terhadap barang dan/atau jasa yang akan diterima dalam lingkungan masyarakat. Selain konsumen mempunyai hak-hak seperti disebutkan diatas, konsumen juga mempunyai kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 5 UUPK, yaitu : 1.
Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan, maksudnya bahwa setiap penggunaan barang dan/atau jasa, konsumen harus melihat petunjuk dan mengikuti anjuran sehingga tidak terjadi kesalahan dalam menggunakan barang dan/atau jasa.
2.
Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa, maksudnya bahwa konsumen dalam membeli barang dan/atau jasa untuk dinikmati sendiri bukan untuk mencari kelemahan atau kejelekan dari barang dan/atau jasa sehingga dapat merugikan pelaku usaha yang menjadi saingan pelaku usaha lainnya.
3.
Membayar
sesuai
dengan
nilai
tukar
yang
disepakati,
maksudnya bahwa barang dan/atau jasa yang diterima oleh
45
konsumen sesuai dengan harga yang ditetapkan tanpa ada tambahan biaya lainnya kecuali ada persetujuan satu sama lainnya. 4.
Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut, maksudnya bahwa jika salah satu pihak dirugikan maka kedua belah pihak berhak menyelesaikan perselisihan tersebut sesuai dengan kesepakatan yang telah disetujui.
Sedangkan hak dan kewajiban pelaku usaha diatur berdasarkan Pasal 6 dan Pasal 7 UUPK. Maka, hak pelaku usaha berdasarkan Pasal 6 UUPK, yaitu: 1.
Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan, maksudnya bahwa kedua belah pihak dalam menjual dan membeli barang dan/atau jasa tidak merasa dirugikan karena nilai tukar untuk mendapatkan barang tersebut sesuai dengan kondisi yang diterimanya.
2.
Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik, maksudnya bahwa pelaku usaha dapat menuntut konsumen secara hukum jika konsumen tersebut bermaksud merugikan atau meniru terhadap barang dan/atau jasa yang telah beredar dalam lingkungan masyarakat.
3.
Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen, maksudnya bahwa jika
46
terjadi selisih paham antara konsumen dan pelaku usaha maka dapat diselesaikan dengan ketentuan yang telah diatur dalam perjanjian yang telah disepakati. 4.
Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan, maksudnya bahwa jika terjadi kesalahan atau ketidak cocokan konsumen dalam menggunakan barang dan/atau jasa karena tidak diikuti dengan petunjuk yang telah diberikan dengan kata lain bahwa barang dan/atau jasa tidak bermasalah maka pelaku usaha berhak mendapatkan pemulihan nama baik terhadap barang atau jasa.
5.
Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya, maksudnya bahwa pelaku usaha dalam mengeluarkan produk harus sesuai dengan ketentuan ketentuan yang ditetapkan oleh instansi terkait atau yang berwenang dalam menetapkan aturan terhadap barang dan/atau jasa yang akan diterima dalam lingkungan masyarakat.
Selain hak, pelaku usaha juga mempunyai kewajiban yang diatur di dalam Pasal 7 UUPK, yaitu : 1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya, maksudnya bahwa pelaku usaha dalam mengeluarkan produk barang dan/atau jasa
tidak
bertujuan
mengeruk
keuntungan
mempertimbangkan nilai jual yang sesungguhnya.
tinggi
tanpa
47
2. Memberi informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan, maksudnya bahwa pelaku usaha dalam memberikan penjelasan terhadap produk barang dan/atau jasa sebaiknya mudah dimengerti dan dipahami oleh masyarakat awam sekalipun. 3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif, maksudnya bahwa pelaku usaha tidak ada perbedaan dalam memberikan informasi atau layanan kepada konsumen atau tanpa ada perlakuan khusus terhadap pelanggan baru ataupun pelanggan lama dalam menyampaikan informasi terhadap barang yang dikeluarkan oleh pelaku usaha. 4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standard mutu barang dan/atau jasa yang berlaku, maksudnya bahwa pelaku usaha dalam membuat produk barang dan/atau jasa harus sesuai dengan standard mutu yang ditetapkan oleh lembaga konsumen yang disesuaikan terhadap produk barang dan/atau jasa yang dihasilkan. 5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan, maksudnya bahwa pelaku usaha memberi kesempatan kepada konsumen untuk mencoba setiap produk yang
48
akan dijadikan hak milik tanpa harus membeli secara langsung sebelum melihat kualitas dari produk barang/jasa. 6. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan, maksudnya bahwa pelaku usaha berhak memberikan ganti rugi kepada konsumen jika barang dan/atau jasa yang digunakan akibat kesalahan atau kegagalan produk tersebut. 7. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian, maksudnya bahwa pelaku usaha berhak untuk memberikan nilai lebih terutama dalam memberikan ganti rugi kepada konsumen jika barang yang dibelinya tidak sesuai dengan kesepakatan yang dibuat. Peningkatan kesadaran konsumen akan hak-haknya menjadi penting di era perdagangan bebas saat ini apalagi terkait dengan perubahan pola komunikasi yang memungkinkan para pihak untuk melakukan transaksi tanpa saling tatap muka. Namun, perlu dicermati juga bahwa hukum perlindungan konsumen
harus
menciptakan
keadilan
bagi
konsumen
maupun
produsen/pelaku usaha, dan tidak hanya membebani produsen/pelaku usaha dengan tanggung jawab, tetapi juga melindungi hak-haknya untuk melakukan usaha dengan jujur.