BAB I PENDAHULUAN
I. Latar Belakang Masalah Perlindungan hukum terhadap pekerja merupakan pemenuhan hak dasar yang melekat dan dilindungi oleh konstitusi sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 “Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”, dan Pasal 33 ayat (1) yang menyatakan bahwa“ Perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas kekeluargaan”. Pelanggaran terhadap hak dasar yang dilindungi konstitusi merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja dan menjamin kesamaan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha dan kepentingan pengusaha. Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan perlindungan bagi pekerja Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Pelaksana dari perundang-undangan di bidang Ketenagakerjaan. Permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia terkait mengenai hubungan kerja tidak seimbang antara pengusaha dengan buruh dalam pembuatan perjanjian kerja. Bukan hanya tidak seimbang dalam membuat perjanjian, akan tetapi iklim persaingan usaha yang makin ketat yang menyebabkan perusahaan melakukan efisiensi biaya produksi (cost of production).
Universitas Sumatera Utara
Salah satu solusinya adalah dengan system outsourcing, dimana dengan sistem ini perusahaan dapat menghemat pengeluaran dalam menbiayai sumber daya manusia (SDM) yang bekerja diperusahaan bersangkutan. Outsourcing (Alih Daya) dirtikan sebagai pemindahan atau pendelegasian beberapa proses bisnis kepada suatu badan penyedia jasa, diman badan penyedia jasa tersebut melakukan proses administrasi dan manajemen berdasarkan definisi serta criteria yang telah disepakati oleh para pihak. Outsourcing (Alih Daya) dalam hukum ketenagakerjaan di Indonesia diartikan sebagai pemborongan pekerja dan penyedia jasa tenaga kerja pengaturan hukum outsourching (Alih Daya) di Indonesia diatur dalam Undang-Undang ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 (pasal 64, 65 dan 66) dan Keputusan Menteri
Tenaga
Kerja
Dan
Transmigrasi
Republik
Indonesia
No.Kep.101/Men/VI/2004 Tahu 2004 tentang Tata Cara Perizinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh (Kepmen 101/2004). Pengaturan tetang Outsourcing (Alih Daya) ini sendiri dianggap pemerintah kurang lengkap. Dalam Inpres No. 3 Tahun 2006 tentang paket Kebijakan Iklim Investasi disebutkan bahwa Outsourcing (Alih Daya) sebgai salah satu faktor yang harus diperhatikan dengan serius dalam menarik iklim investasi ke Indonesia. Bentuk keseriusan pemerintah tersebut dengan menugaskan menteri tenaga kerja untuk membuat draft revisi terhadap Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Hubungan kerja dengan sistem outsourcing menyebabkan kedudukan para pihak tidak seimbang. Hubungan kerja adalah suatu hubungan antara seorang
Universitas Sumatera Utara
buruh dengan seorang majikan, hubungan kerja hendak menunjukkann kedudukan kedua belah pihak itu yang pada dasarnya menggambarkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban buruh terhadap majikan serta hak-hak dan kewajibankewajiban terhadap buruh. 4 Dalam suatu perjanjian, dikenal adanya asas kebebasan berkontrak dan menganut system terbuka. Maksud asas tersebut adalah bahwa setiap orang pada dasarnya boleh membuat perjanjian mengenai apa saja, sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Peraturan perundang-undangan mengenai hukum perjanjian pada umumnya juga bersifat menambah atau pelengkap yang artinya pihak-pihak dalam membuat perjanjian, bebas untuk menyimpang dari pada ketentuan-ketentuan tersebut, tentunya sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketentuan umum. Para pihak diperbolehkan membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari ketentuan hukum perjanjian. Kalau tidak mengatur sendiri mengenai sesuatu hal, berarti mengenai hal tersebut para pihak akan tunduk kepada ketentuan undang-undang. Biasanya dalam suatu perjanjian tidak mengatur secara terperinci semua yang bersangkutan dengan perjanjian hanya menyetujui hal-hal yang pokok saja, yang lainnya tunduk pada undang-undang. Sebagai konsekuensi sistem terbuka dari hukum perjanjian yang mengandung asas kebebasan memebuat perjanjian tersebut, maka berdasarkan Pasal 1338 KUHPerdata, semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai 4
Kosidin. Koko, Perjanjian Kerja Perjanjian Perburuhan dan Perjanjian Perusahaan, Mandar Maju, Bandung, 1999, hlm 1.
Universitas Sumatera Utara
undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dengan menekan pada perkataan semua, maka Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata menyatakan kepada masyarakat, bahwa diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja atau tentang apa saja dan perjanjian itu akan mengikat mereka yang membuatnya sebagai suatu undang-undang. Akan tetapi perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata. Dari ketentuan Pasal 1338 dapat dimaknai bahwa para pihak bebas menentukan isi dan bentuk dari suatu perjanjian akan tetapi perjanjian tersebut tidak dapat bertentangan dengan asas itikat baik yakni tidak bertentangan dengan undang-undang, berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum. Sehingga hak dan kewajiban dari pihak yang menentukan perjanjian tersebut yaitu pengusaha membatasi kewajibannya untuk memenuhi hak dari pekerja. Hal ini terkait dalam menentukan hak-hak pekerja seperti pemberian upah di bawah upah minimum, tidak memberikan keselamatan kerja maupun kesehatan kerja, tidak ada cuti, jenis dan sifat pekerjaan yang seharusnya merupakan pekerjaan tetap, atau perjanjian kerja yang bertentangan dengan ketentuan Ketenagakerjaan di Indonesia. Posisi pekerja yang lemah kerena pengusaha menggunakan landasan hukum berupa perjanjian sebagai alasan untuk menghindari beberapa kewajiban (meminta izin, permohonan penetapan PHK, pemberian uang pesangon, penghargaan atas masa kerja dan ganti rugi) yang menjadi tanggungan pengusaha.
Universitas Sumatera Utara
Kecenderungan ini akan merugikan pekerja dalam upaya memperoleh hak-hak mereka. Dalam praktek dan perkembangannya Perjanjian kerja dengan sistem outsourcing yang dibuat menggunakan perjanjian standar, sehingga dapat menciptkan ketidak seimbangan bagi para pihak dalam menentukan isi perjanjian. Salah satu pihak hanya menandatangani saja tanpa adanya kebebasan berkontrak. Perjanjian standar mensyaratkan bagi pihak yang membutuhkan dengan kesepakatan take it or leave it. Tanpa menjunjung prinsip konsensualisme yang berdasarkan kehendak bebas dari para pihak dan asas itikad baik. Problematika mengenai outsourcing (Alih Daya) memang cukup bervariasi. Hal ini dikarenakan penggunaan outsourching (Alih Daya) dalam dunia usaha di Indonesia kini semakin marak dan telah menjadi kebutuhan yang tidak dapat ditunda-tunda oleh pelaku usaha, sementara regulasi yang ada belum terlalu memadai untuk mengatur tentang outsourcing yang telah berjalan tersebut. Berdasarkan pengamatan sementara penulis, bahwa kedudukan para pihak dalam pembuatan perjanjian kerja dengan sistem outsourcing sangat lemah. Hal ini disebabkan karena tidak adanya keseimbangan hak dan kewajiban antara pekerja dengan pihak perusahaan outsourcing dan pihak ketiga yang menggunakan jasa dari perusahaan outsourcing. Selain tidak adanya keseimbangan hak dan kewajiban bagi para pekerja, dalam pembuatan perjanjian kerja tidak berdasarkan pada Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dan ketentuan ketenagakerjaan yang belum
Universitas Sumatera Utara
memadai. Perusahaan outsourcing menggunakan perjanjian kerja waktu tertentu, sehingga hak pekerja dibatasi. Bahwa dalam pembuatan perjanjian kerja waktu tidak tertentu syarat kerja yang diperjanjikan dalam sistem outsourcing biasanya menggunakan perjanjian kerja waktu tidak tertentu lebih rendah dari pada ketentuan dalam peraturan Ketenagakerjaan, Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerja Bersama. Sistem outsourcing pada perakteknya menggunakan perjanjian kerja waktu tertentu melakukan pelanggaran atas ketentuan syarat dalam pembuatan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu karena jenis dan sifat pekerjaan yang diberikan merupakan pekerjaan tetap yang terus menerus dan merupakan alur produksi, atau dalam praktek perjanjian kerja waktu tertentu dilaksanakan di sektor industri.
J. Perumusan Masalah Berdasarkan penjelasa di atas maka, penulis membuat perumusan masalah sebagai berikut: 1. Apakah pejanjian kerja dengan sistem outsourcing terdapat keseimbangan hak dan kewajiban bagi pekerja? 2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pekerja dalam perjanjian kerja dengan sistem outsourcing? 3. Apakah tenaga kerja dengan sistem outsourcing dapat diikutsertakan sebagai peserta jamsostek?
Universitas Sumatera Utara
K. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah ditetapkan oleh penulis, maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut: 1. Untuk
mengetahui
perjanjian
dengan
sistem
outsourcing
terdapat
keseimbangan hak dan kewajiban bagi pekerja. 2. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap pekerja dalam perjanjian kerja dengan sistem outsourcing. 3. Untuk mengetahui apakah tenaga kerja dengan sistem outsourcing dapat diikutsertakan sebagai peserta jamsostek.
L. Manfaat Penelitian 1. Bagi masyarakat luas penelitian ini dimanfaatkan sebagai bahan bacaan dan sumber informasi untuk mengetahui pembuatan kerja dengan sistem outsourcing terdapat keseimbangan hak dan kewajiban bagi pekerja dan perlindungan hukum terhadap pekerja dalam perjanjian kerja dengan sistem outsourcing. 2. Bagi praktisi di bidang hukum penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai masukan mengenai aspek hukum yang timbul dalam perjanjian kerja dengan sistem outsourcing terdapat keseimbangan hak dan kewajiban bagi pekerja dan perlindungan hukum terhadap pekerja dalam perjanjian kerja dengan sistem outsourcing. 3. Bagi lingkup akademik penelitian ini diharapkan dapat member manfaat bagi ilmuwan dan lembaga tinggi sebagai bahan bacaan guna memperkaya khasanah
Universitas Sumatera Utara
ilmu pengetahuan khususnya di bidang hukum dalam pembuatan perjanjian kerja dengan sistem outsourcing terdapat hak dan kewajiban bagi pekerja.
M. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran dan hasil pengamatan yang telah dilakukan oleh penulis baik di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, penulis menemukan judul tentang “Hak-hak Pekerja/Buruh dan Praktek Outsourcing Menurut UU No. 13 Tahun 2003 ”Outsourcing ditinjau dari KUHPerdata dan Undang-Undang Ketenagakerjaan”. Dalam
penelitian
skripsi
ini
penulis
mengambil
judul
tentang
“Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Dalam Perjanjian Kerja Dengan Sistem Outsourcing Di Indonesia”. Judul penelitian ini belum diteliti oleh peneliti yang lain. Kajian pada penelitian ini berbeda dari penelitian sebelumnya. Penulis mengkaji dan mengambil perumusan masalah tentang bagaimana keseimbangan hak dan kewajiban bagi pekerja dalam perjanjian kerja dengan sistem outsourcing. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pekerja dalam perjanjian kerja dengan sistem outsourcing, dan apakah tenaga kerja dengan sistem outsourcing dapat diikutsertakan sebagai peserta jamsostek. Perumusan masalah di atas berbeda dari penulisan skripsi sebelumnya, maka penulis tertarik untuk mengambil judul ini sebagai judul skripsi.
Universitas Sumatera Utara
N. Tinjauan Pustaka Sebagaimana diketahui bahwa dalam setiap hubungan kerja, hubungan perburuhan atau hubungan industrial di negara manapun atau penganut sistem hubungan industrial apapun di dunia ini senantiasa dikenal adanya hukum yang mengatur bersifat otonom dan heteronom. Di Indonesia hukum yang bersifat otonom mempunyai kedudukan dan peran yang sangat penting dan menentukan mengenai
hak
dan
kewajiban
kedua
belah
pihak
serta
menentukan
penyelenggaraan hubungan kerja, putusannya hubungan kerja serta pasca hubungan kerja. 5 Sistem hubungan kerja yang melekat dalam masyarakat yaitu: (1) pilihan strategis yang dilembagakan pemberi kerja untuk mengontrol pekerja (buruh), dan (2) pilihan respon yang dibangun oleh buruh dalam mengakomodasi kontrol tersebut, baik dalam proses produksi maupun dalam masyarakat. 6 Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja, hal ini tercantum pada ketentuan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Subyek hukum dalam perjanjian kerja terdiri dari pengusaha dan pekerja. Menurut ketentuan Pasal 1 ayat (3) yang dimaksud sebagai pekerja/buruh setia orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Pengusaha pada Pasal 1 ayat (5) adalah: a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; b orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum
5
Soepomo, Iman, Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja, Djambatan, Jakarta, 1983, hlm 1. Usman. Sunyoto, Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2006, hlm 87. 6
Universitas Sumatera Utara
yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; c orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia. 7 Hubungan kerja pada dasarnya meliputi soal-soal yang berkenaan dengan: 1. Pembuatan perjanjian kerja karena merupakan titik tolak adanya suatu hubungan kerja; 2. Kewajiban buruh melakukan pekerjaan pada atau di bawwah pimpinan majikan, yang sekaligus merupakan hak majikan atas pekerjaan buruh; 3. Kewajiban majikan membayar upah kepada buruh yang sekaligus merupakan hak buruh; 4. Berakhirnya hubungn kerja; dan 5. Caranya perselisihan anatar pihak-pihak yang bersangkutan diselesaikan dengan sebaik-baiknya. 8 Dimaksud dengan perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak, hal ini tercantum pada Pasal 1 ayat (14) Undang-Undang Ketenagakerjaan. Dalam ketentuan Pasal 1601a KUHPerdata menyebutkan pengertian perjanjian perburuhan adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu
7 8
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003. Soepomo. Iman, Op. Cit, hlm 8.
Universitas Sumatera Utara
si buruh, mingikatkan dirinya untuk di bawah perintah pihak yang lain si majikan, untuk suatu tertentu melakukan pekerjaan dengan menerima upah. 9 Perjanjian kerja dibuat atas dasar: a) kesepakatan kedua belah pihak, b) kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum, c) adanya pekerjaan yang diperjanjikan, dan d) pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perjanjian kerja yang dibuat oleh pihak yang bertentangan dengan kemampuan dan kecakapan para pihak yang membuatnya, perjanjian itu dapat dibatalkan. 10 Para pihak diperbolehkan membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari ketentuan hukum perjanjian. Kalau tidak mengatur sendiri mengenai suatu hal, berarti mengenai hal tersebut para pihak akan tunduk kepada ketentuan undang-undang. Biasanya dalam suatu perjanjian tidak mengatur secara terperinci semua yang bersangkutan dengan perjanjian hanya menyetujui hal-hal yang pokok saja, yang selainnya tunduk pada undang-undang. 11 Ketentuan dalam perjanjian kerja yang bertentangan dengan ketentuan undang-undang yang sifatnya memaksa, sanksinya harus diselidiki satu demi satu. Misalnya ketentuan yang bertentangan dengan kewajiban pengusaha supaya membayar upah secara teratur dan sedikit-dikitnya sebulan sekali, meskipun
9
Asikin. Zainal & dkk, Dasar-dasar Hukum Perburuhan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm 3. 10 Syamsuddin. Mohd Syaufii, Perjanjian-Perjanjian Dalam Hubungan Industrial, Sarana Bhakti Persada, Jakarta, 2005, hlm 7. 11 Ibid, hlm 4.
Universitas Sumatera Utara
pelnggaran kewajiban itu pengusaha diancam dengan pidana (Peraturan Perburuhan di Perusahaan Perindustrian Pasal 5 ayat (1) jo Pasal 11 ayat (1)). 12 Sebaliknya ketentuan dalam perjanjian kerja yang bertentangan dengan ketentuan
bahwa
pekerja
yang
hendak
menggunakan
cutinya
harus
memberitahukan sebulan sebelumnya, meskipun pelanggaran atas ketetapan itu tidak diancam pidana adalah batal (Peraturan Perburuhan di Perusahaan Perkebunan Pasal 9 ayat (3) dan (4)).13 Persaingan dalam dunia bisnis antar perusahaan membuat perusahaan harus berkonsentrasi pada rangkaian proses atau aktivitas penciptaan produk dan jasa yang terkait dengan kompetensi utamanya. Dengan adanya konsentrasi terhadap kompetensi utama dari perusahaan, akan dihasilkan sejumlah produk dan jasa memiliki kualitas yang memiliki daya saing di pasaran. Outsourcing adalah proses memindahkan pekerjaan dan layanan yang sebelumnya dilakukan di dalam perusahaan ke pihak ketiga. Jumlah, luas dan bentuk pekerjan yang di-outsource berkembang sangat cepat, tidak hanya pekerjaan tipikal pabrik tetapi juga pekerjaan yang lebih canggih, seperti technical service, engineering bahkan financial analysis dan payroll. Outsourcing adalah usaha untuk mendapatkan tenaga ahli serta mengurangi beban dan biaya perusahaan dalam meningkatkan tenaga ahli serta mengurangi beban dan biaya perusahaan dalam meningkatkan kinerja perusahaan agar dapat terus kompetitif
12 13
Kosidin. Koko, Op. Cit, hlm 24. Ibid, hlm 24.
Universitas Sumatera Utara
dalam menghadapi perkembangan ekonomi dan teknologi global dengan menyerhakan kegiatan perusahaan pada pihak lain yang tertuang dalam kontrak. 14 Alasan utama outsourcing adalah: 1. Meningkatkan fokus bisnis, karena telah melimpahkan sebagian operasionalnya kepada pihak lain. 2. Membagi resiko operasional. Outsourcing membuat resiko operasional perusahaan bias terbagi kepada pihak lain. 3. Sumber daya perusahaan yang ada bias dimanfaatkan untuk kebutuhan yang lain. 4. Mengurangi biaya karena dana yang sebelumnya digunaan untuk investasi biasa difungsikan sebagai biaya operasional. 5. Mempekerjakan sumber daya manusia (SDM) yang berkompetensi karena tenaga kerja disediakan oleh perusahaan outsourcing adalah tenaga yang sudah terlatih dan kompeten di bidangnya. 6. Mekanisme kontrol menjadi lebih baik. 15 Undang-undang Tenga Kerja tentang Outsourcing menyebutkan bahwa: 1. Undang-Undang
Nomor
13
Tahun
2003
tentang
Ketenagakerjaan,
Kepmenakertrans Nomor 101/Men/VI/2004 tentang Tata Cara Perizinan Peruahaan Penyedia Jasa Pekerja/buruh dan Kepmenakertrans Nomor 220/Men/X/2004 tentang Syarat-syarat Penyerahaan Sebagian Pelaksana Pekerja Kepada Perusahaan Lain.
14
Tunggal. Iman Sjahputra, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan, Harvarindo, Jakarta,2009, hlm 307. 15 Ibid, hlm 315.
Universitas Sumatera Utara
2. Tidak secara eksplisit mencantumkan outsourcing, menggunakan istilah pemborongan pekerjaan. 3. Pekerjaan yang boleh diborongkan hanya yang tergolongg penunjang. 4. Outsourcing yang dimaksud adalah Labor Supplier. 16 Menurut Pasal 1601b KUHPerdata: Pemborngan pekerjaan adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu, si pemborong mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain, pihak yang memborongkan dengan menerima suatu harga yang ditentukan. 17 Pihak yang tidak setuju praktek penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain (outsourcing) mengemukakan alasan antara lain: 1. Hubungan kerja antara pekerja dengan perusahaan pemborong/perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh selalu diatur dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) sehingga upah lebih rendah dengan pekerjaan perusahaan pemberi pekerjaan. 2. Jaminan sosial kalaupun ada hanya sebatas minimal. 3. Tidak ada job security. 4. Tidak adanya pengembangan karir 5. Menyengsarakan pekerja/buruh dan membuat kakunya hubungan industrial. 6. Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan banyak dilakukan dengan sengaja untuk menekan biaya pekerj/buruh (labor cost) dengan perlindungan dan syarat
16 17
Ibid, hlm 334. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
kerja yang jauh dibawah dari yang sebenarnya diberikan sehingga sangat merugikan pekerja/buruh. 7. Dapat menimbulkan keresahan pekerja/buruh dan tidak jarang diikuti dengan mogok kerja, sehingga maksud diadakannya penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain menjadi tidak tercapai, oleh karena terganggunya proses produksi barang ataupun jasa. 18 Bagi buruh sistem hubungan kerja sangat penting maknanya karena disamping dipergunakan sebagai acuan dalam menempatkan status dan peran, juga sebagai saluran mencari kesejahteraan. Dalam konteks ini, kesejahteraan tidak hanya diukur oleh besarnya pendapatan atau upah yang diterima, melainkan juga oleh sistem hubungan kerja yang dilembagakan dalam proses produksi. 19 Pekerjaan yang dapat dioutsourcingkan berdasarkan Pasal 65 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan adalah: 1. Dilakukan secara terpisah dari kepentingan utama; 2. Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan; 3. Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan 4. Tidak menghambat proses produksi secara langsung. 20 Hal-hal yang dimuat dalam perjanjian tertulis antara perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerja berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep-101/MEN/VI/2004 adalah:
18
Ibid, hlm 341. Usman. Sunyoto, Op. Cit, hlm 88. 20 Tunggal. Iman Sjahputra, Op. Cit, hlm 349. 19
Universitas Sumatera Utara
a. Jenis pekerjaan yang akan dilakukan oleh pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa; b. Penegasan bahwa dalam melaksanakan pekerjaan sebagaimana dimaksud huruf (a), hubungan kerja yang terjadi adalah antara perusahaan penyedia jasa sehingga perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; c. Penegasan bahwa perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh bersedia menerima pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh sebelumnya untuk jenis-jenis pekerjaan yang terus-menerus ada di perusahaan pemberi pekerjaan dalam hal terjadi penggantian perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh. 21 Selanjutnya perjanjian tersebut harus didaftarkan pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota tempat perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh melaksanakan pekerjaan dengan melampirkan draft perjanjian kerja. 22 O. Metode Penelitian Penelitian Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Dalam Perjanjian Kerja Dengan Sistem Outsourcing di Indonesia merupakan penelitian dengan mempergunakan pendekatan yuridis normatif yaitu suatu penelitian di bidang hukum yang bertujuan mencari kaedah, norma atau das sollen dan perilaku atau das sein.
21 22
Ibid, hlm 355. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Apakah perjanjian kerja dengan sistem outsourcing terdapat keseimbangan hak dan kewajiban bagi pekerja, bagaimana perlindungan hukum terhadap pekerja dalam perjanjian kerja dengan sistem outsourcing. Penelitian ini bersifat normatif, maka penelitian difokuskan pada penelitian guna memperoleh data sekunder yaitu bahan hukum primer, sekunder dan tertier. Penelitian ini bersifat deskriptif analisis karena dari hasil penelitian ini diharapkan diperoleh data yang menggambarkan secara menyeluruh, jelas dan sistematis mengenai Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Dalam Perjanjian Kerja Dengan Sistem Outsourcing di Indonesia. Bersifat analisis karena dari data yang telah diperoleh kemudian dilakukan analisis terhadap berbagai aspek yang diteliti, sehingga hasil analisis dapat mengungkapkan masalah yang timbul berkenaan dengan judul penelitian ini. Sebelum sampai pada analisis data terlebih dahulu dilakukan pengumpulan bahan-bahan, kemudian diadakan pengorganisasian diseleksi dan disusun secara sistematis. Hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam menganalisis data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan disusun terpisah dan sistematis, sehingga dapat diperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai kaidah-kaidah hukum yang berkaitan dengan materi penelitian. Analisis secara kualitatif memperhatikan pelaksanaan perjanjian kerja dengan sistem outsourcing dalam praktek dibandingkan dengan data yang diperoleh dari hasil penelitian kepustakaan untuk ditarik kesimpulan sebagai jawaban atas permasalahan yang diteliti. Penarikan kesimpulan dengan metode
Universitas Sumatera Utara
deduktif yaitu kesimpulan yang bersifat umum ke dalam kesimpulan yang bersifat khusus. Untuk memperoleh hasil penelitian sesuai yang diharapkan penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan adalah penelitian yang bertujuan untuk mencari kaedah dengan menggunakan metode penemuan hukum antara lain metode penafsiran dan metode argumentasi. Dalam penelitian kepustakaan yang dilakukan sebagai berikut: 1.
Bahan Hukum Penelitian Bahan hukum sebagai data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari
bahan-bahan pustaka melalui perpustakaan, dokumen-dokumen, peraturan perundang-undangan, yurisprudensi dan karya-karya ilmiah yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Dengan menggunakan tiga macam bahan hukum yang meliputi: a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang bersifat mengikat terdiri dari: 1). KUHPerdata (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata); 2). Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan; 3). Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja; 4). Permenaker No. Per-01/Men/1998 tentang Penyelenggaraan Pemeliharaan Kesehatan Bagi Tenaga Kerja.
Universitas Sumatera Utara
5). Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 150/Men/1999 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Bagi Tenaga Kerja Harian Lepas, Borongan dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. 6). Keputusan Menteri Transmigrasi No. Kep-100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. 7). Kepmenakertrans Nomor 101/Men/VI/2004 tentang Tata Cara Perizinan
Perusahaan
Penyedia
Jasa
Pekerja/Buruh
dan
Kepmenakertrans Nomor 220/Men/X/2004 tentang Syarat-syarat Penyerahan Sebagian Pelaksana Pekerja Kepada Perusahaan Lain. b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan atau keterangan lanjutan mengenai bahan hukum primer yang terdiri dari: 1). Berbagai bahan pustaka atau literatur; 2). Bahan-bahan dari hasil seminar dan artikel yang berkaitan dengan masalah yang diteliti; 3). Bahan-bahan dari hasil penelitian sebelumnya. c. Bahan hukum tertier yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, yang terdiri dari: 1). Kamus hukum; 2). Kamus Hukum Indonesia;
Universitas Sumatera Utara
3). Black Law Dictionary. 2.
Alat Penelitian Alat atau sarana yang digunakan dalam penelitian kepustakaan adalah
studi dokumen, yaitu studi dengan cara mempelajari data baik berupa buku, laporan penelitian, perundangan, hasil seminar berkaitan dengan permasalahan. 3.
Metode Pengumpulan Data Penelitian kepustakaan dilakukan dengan jalan sebagai berikut: a. Dilakukan pengumpulan bahan-bahan yang meliputi bahan hukum primer, sekunder, dan tertier. b. Dilakukan pengelompokkan, dipilih dan dihimpun asas-asas hukum dan kaedah hukum dan ketentuan-ketentuan hukum positif yang mendasari tentang Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Dalam Perjanjian Kerja Dengan Sistem Outsourcing di Indonesia. c. Untuk melengkapi data sekunder dari beberapa putusan mengenai kasus dalam Perjanjian Kerja Dengan Sistem Outsourcing di Indonesia. d. Dilakukan analisis terhadap berbagai bahan hukum tersebut. Dalam pelaksanaan penelitian ini tahap-tahap yang akan ditempuh adalah
sebagai berikut: 1. Tahap Pertama/persiapan Diawali dengan pengumpulan bahan-bahan kepustakaan disusun secara sistematis dan dikelompokkan sesuai topik
masing-masing kemudian
dilanjutkan dengan penyusun proposal. Setelah proposal disetujui dilanjutkan
Universitas Sumatera Utara
dengan penelitian pendahuluan berupa penyusanan pedoman wawancara dan pengurusan izin penelitian yang sudah disetujui pembimbing. 2. Tahap Pelaksanaan Dalam tahap ini diawali dengan tahap penelitian kepustakaan dengan mengelompokkan bahan-bahan hukum primer, sekunder dan tertier. Penelitian kepustakaan melalui perpustakaan di lingkungan USU. 3. Tahap Penyelesaian Dalam tahap ini data sekunder yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis. Selanjutnya dikonsultasikan dengan pembimbing dalam upaya penulisan laporan penelitian.
H. Sistematika Penulisan Skripsi Didalam penulisan skripsi ini dikemukakan sistematika agar dapat diperoleh suatu kesatuan pembahasan yang saling berhubungan erat bab satu dengan bab yang lainnya. Adapun Skripsi ini menggunakan sistematika sebagai berikut: BAB I: Bab ini menguraikan bab pendahuluan, dalam hal ini memuat sub-sub bab yaitu latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penelitian, keaslian penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan skripsi; BAB II: Bab ini menguraikan tentang perjanjian kerja dengan sistem outsourcing di Indonesia yang terdiri dari pengertian outsourcing, Dasar hukum
Universitas Sumatera Utara
sistem outsourcing di Indonesia, perjanjian kerja dengan sistem outsourcing di Indonesia dan penyebab lemahnya kedudukan salah satu pihak dalam pembuatan perjanjian kerja dengan sistem outsourcing, pelaksanaan keseimbangan hak dan kewajiban bagi para pihak dalam pembuatan perjanjian kerja dengan sistem outsourcing di Indonesia. BAB III: Perlindungan hukum terhadap pekerja dalam perjanjian kerja dengan sistem outsourcing di Indonesia, perjanjian outsourcing merupakan perjanjian pemborongan sebagai perlindungan hukum bagi pekerja, perlindungan hukum bagi pekerja outsourcing dalam pemutusan hubungan kerja. BAB IV: Pengaturan jamsostek dalam sistem outsourcing menurut undangundang, jamsostek bagi tenaga kerja outsourcing, kendala tenaga kerja outsourcing menjadi peserta jamsostek BAB V: Bab ini merupakan kesimpulan dan saran dari seluruh bab pembahasan.
Universitas Sumatera Utara