BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Televisi merupakan media elektronik yang dapat memberikan banyak pengaruh terhadap kehidupan manusia. Badan Pusat Statistik (2014) menjelaskan pada tahun 2012 sebanyak 90,55 % penduduk Indonesia diatas 10 tahun merupakan penonton televisi. Melihat jumlah penonton yang sangat besar, maka dampak yang bisa dihasilkan oleh tayangan televisi juga bisa sangat besar dan luas. Televisi pada dasarnya memiliki empat fungsi utama yaitu, sebagai media komunikasi, sebagai sarana pendidikan, sebagai sarana hiburan dan informasi serta sebagai sarana tayangan komersil (Surbakti, 2008, h. 77). Berdasarkan fungsi dasar dari televisi, sebuah program harusnya tidak hanya sebatas memberikan hiburan tetapi juga memiliki nilai-nilai edukasi. Nilai-nilai edukasi itu sendiri tidak hanya terbatas pada nilai-nilai norma bermasyarakat tetapi bisa juga meliputi nilai-nilai pendidikan suatu agama, seperti misalnya pendidikan Agama Islam. Saat ini, semakin banyak program-program televisi yang memasukkan nilai-nilai pendidikan Agama Islam pada tayangannya. Seperti contohnya program Khazanah Islam yang ditayangkan oleh Trans7, program ini menyajikan informasi-informasi penting dan menarik yang berkaitan dengan
1
Agama Islam. Selain menyajikan informasi terbaru, program ini juga menceritakan sejarah dan perkembangan Islam di seluruh dunia (“Khazanah Trans7”, 2015, para. 1). Selain tayangan infotainment seperti Khazanah Islam, nilai-nilai pendidikan Agama Islam juga banyak diadaptasi oleh tayangan sinetron. Bahkan beberapa sinetron yang memiliki nilai-nilai pendidikan Agama Islam mampu mencapai rating yang cukup tinggi. Berdasarkan data yang dirilis AC Nielsen pada tahun 2012, sinetron ‘Para Pencari Tuhan’ berada pada peringkat pertama dengan rating 4,3% dan share 17,5% (Nielsen, 2015). Sebenarnya tayangan bertema Agama Islam sudah tayang sejak tahun 1998 melalui sinetron ‘Doaku Harapanku’. Sinetron yang ditayangkan khusus pada bulan Ramadhan ini berhasil menghadirkan sebuah cerita yang religius dan mengedepankan kekuatan doa (“Sinetron Ramadhan Jadul Ini Pasti Buatmu Kangen”, 2014, para. 3). Sinetron lainnya yang berhasil meraih sukses dengan memasukkan nilainilai pendidikan Agama Islam adalah ‘Rahasia Ilahi’. Berdasarkan artikel “Rahasia Ilahi Dongkrak Posisi TPI” (2005, para. 2), tayangan yang tayang sejak tahun 2005 ini menjadi pelopor sinetron bernuansa Islami yang tidak hanya tayang pada bulan Ramadhan tetapi menjadi sebuah sinetron yang rutin tayang setiap hari. Bahkan menurut hasil survei AC Nielsen, sinetron ini berhasil menadapat peringkat pertama dengan rating 14,9 dan share 40,29 % pada tahun 2005.
2
Berdasarkan paparan diatas, sinetron bertema pendidikan agama Islam memang sudah ada sejak lama semakin diminati oleh pemirsa. Hal tersebut menandakan dimulainya era kesadaran masyarakat untuk kembali pada hal-hal yang bersifat keagamaan. Seperti diungkapkan oleh aktor sinetron Adjie Pangestu bahwa adanya unsur kebosanan terhadap tayangan sinetron yang bertema remaja membuat para pemirsa menggemari tayangan bertema agama saat ini (“Adjie Dukung Sinetron Religius”, 2013, para. 1). Menurut Quthb (2004, h. 209) nilai-nilai pendidikan Agama Islam dalam sinetron tidak harus selalu membahas mengenai azab dan akibat dari sebuah perbuatan tercela yang dilakukan semasa hidup. Nilai-nilai pendidikan Agama Islam bisa dikemas dengan bahasan yang lebih sederhana. Dalam pendidikan Agama Islam, terdapat tiga nilai utama yaitu Nilai Keimanan, Nilai Syari’ah, dan Nilai Akhlak. Nilai Keimanan merupakan pemahaman tentang hakikat pertama (wahyu dan risalah). Pelaksanaan nilai keimanan harus sesuai dengan rukun iman, yaitu beriman kepada Allah SWT, malaikat, Kitab Al-Quran, Nabi dan Rasul Allah SWT, Hari Akhir (Kiamat), dan takdir baik serta takdir buruk (Soemabrata, 2006, h. 83). Berdasarkan artikel “Tinjauan Umum Nilai-Nilai Pendidikan” (2013, para. 13) Nilai Akhlak merupakan nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengan sorotan dan timbangannya seseorang dapat menilai perbuatannya baik ataupun buruk, untuk kemudian memilih melakukan atau meninggalkannya. Jadi, akhlak bersifat konstan dan spontan serta tidak memerlukan pertimbangan dan dorongan dari luar.
3
Sedangkan Nilai Sya’riah merupakan aturan atau undang-undang Allah SWT tentang pelaksanaan dari penyerahan diri secara total melalui proses ibadah secara langsung kepada Allah SWT maupun secara tidak langsung (“Tinjauan Umum Nilai-Nilai Pendidikan” 2013, para. 12). Salah satu contoh dari penerapan nilai syari’ah adalah menggunakan jilbab yang memang sebenarnya merupakan kewajiban bagi perempuan muslim (Ikhwanto, 2009, h. 110). Selain itu terlebih lagi munculnya fenomena penggunaan Jilbab di kalangan masyarakat menunjukkan bahwa saat ini semakin banyak masyarakat yang tertarik untuk menggunakan Jilbab. Hal itu dapat dilihat dari semakin banyaknya sekolah bernuansa Islam bahkan tidak jarang yang mewajibkan siswinya untuk menggunakan Jilbab. Selain itu, fenomena penggunaan Jilbab juga menjadi salah satu alasan pencabutan larangan penggunaan Jilbab pada beberapa instansi. Seperti misalnya pada instansi kepolisian yang secara resmi telah memperbolehkan Polwan untuk menggunakan Jilbab sesuai dengan aturan terhitung sejak 25 Maret 2015 (Aisyah, 2015, para. 2). Namun sayangnya, fenomena penggunaan Jilbab tidak hanya memberikan dampak yang positif saja bagi masyarakat. Seperti misalnya munculnya fenomena baru yang disebut dengan Jilboobs. Jilboobs itu sendiri merupakan istilah untuk penggunaan Jiilbab yang masih menampilkan lekuk tubuh (Pratomo, 2014, para. 1).
Meskipun munculnya fenomena Jilboobs
merupakan salah satu dampak negatif dari semakin maraknya penggunaan
4
Jilbab di masyarakat nemun keberadaan Jilboobs sendiri bisa menjadi indikasi bahwa semakin banyak masyarakat yang tertarik menggunakan Jilbab, karena biasanya penggunan Jilboobs merupakan para wanita yang baru saja menggunakan Jilbab (Pratomo, 2014, para. 5). Penggunaan Jilboobs sendiri tidak terlepas dari minimnya pengetahuan terhadap penggunaan Jilbab yang benar. Pengetahuan berbeda yang dimiliki masyarakat tentu saja dapat menghadirkan suatu pemaknaan yang berbeda salah satu sinetron yang memfokuskan tayangannya pada penggunaan Jilbab adalah sinetron Jilbab In Love. Jilbab In Love merupakan sinetron remaja yang
mengangkat fenomena jilbab di dalam sekolah (“Aisyah Putri The
Series : Jilbab In Love Tayang Senin di RCTI”, 2014, para. 1). Sinetron yang diadaptasi dari novel karya Asma Nadia ini menceritakan tentang kehidupan seorang remaja putri bernama Puput yang menggunakan jilbab. Sinetron ini memberi gambaran pada audiens bahwa kehidupan Puput tidak kalah seru dengan remaja pada umumnya yang tidak menggunakan jilbab (Rayendra, 2014, para. 5). Selain alur ceritanya yang menarik, masyarakat juga berpendapat bahwa koleksi jilbab yang digunakan oleh Puput dan teman-temannya memberikan banyak inspirasi. tidak sedikit juga penjual jilbab online yang terinspirasi oleh model jilbab yang digunakan dalam sinetron tersebut (Elzatta Hijab, 2015). Bahkan sinetron yang baru saja tamat bulan lalu ini akan segera merilis Jilbab In Love Season 2. Sejak tayang perdana, sinetron garapan SinemArt ini memang langsung mencuri perhatian. Selain karena dibintangi oleh artis
5
pendatang baru, sinetron ini juga menghadirkan alur cerita yang berbeda dari sinetron remaja lainnya (“Belum Lama Tamat, RCTI Akan Tayangkan ‘Jilbab In Love’ Season 2”, 2015, para, 2). Selama ini penelitian tentang nilai-nilai pendidikan Agama Islam di media masih jarang dilakukan, terutama yang menyangkut penggunaan Jilbab pada remaja. Adapun penelitian yang pernah dilakukan tentang nilai-nilai pendidikan Agama Islam antara lain Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Film Ayat-Ayat Cinta Karya Hanung Bramantyo (Ikhwanto, 2009). Namun skripsi tersebut hanya membahas Nilai-Nilai Pendidikan Islam secara umum. Skripsi ini lebih berusaha memaparkan apa saja nilai-nilai pendidikan Agama Islam yang terdapat dalam film ‘Ayat-Ayat Cinta’ dan bagaimana cara penyampaian nilai-nilai Islami tesebut tanpa memfokuskan pada satu Nilai tertentu dalam ajaran Islam. Sedangkan skripsi yang membahasa mengenai penggunaan Jilbab khususnya studi khayalak yang meneliti pemaknaan penonton terhadap penggunaan Jilbab yang dihadirkan oleh media. Berdasarkan penjelasan diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana pemaknaan tentang penggunaan Jilbab dalam sinetron Jilbab In Love, khususnya bagi kalangan remaja. Pemilihan remaja sebagai informan karena sinetron Jilbab In Love memiliki target penonton kalangan remaja (Rayendra, 2014, para. 7). Sesuai dengan jalan cerita yang menggambarkan kehidupan remaja putri sekolah menengah atas (SMA) baik di lingkungan sekolah dan keluarga membuat sinetron ini diminati banyak remaja (RCTI, 2015). Selain itu, remaja juga
6
dipilih karena menurut Sudarwan (dalam Anau, 2014) remaja merupakan periode perubahan yang sangat besar. Pada periode ini remaja mengalami perubahan fisik, emosional, dan intelektual yang sangat pesat. Hal tersebut menjadikan individu seorang remaja untuk terus menyesuaikan dan memperluas pandangannya tentang dunia. Berdasarkan alasan diatas, maka penelitian ini memfokuskan informan pada anggota Keputrian di SMAN 2 Tangerang. Pemilihan Anggota Keputrian SMAN 2 Tangerang dipilih karena diasumsikan bahwa para anggota Keputrian SMAN 2 Tangerang memiliki pengetahuan yang cukup terhadap aturan penggunaan Jilbab menurut Nilai Syari’ah. Selain itu, keputrian SMAN 2 Tangerang dipilih karena sebelumnya pernah
mengadakan
seminar
mengenai
penggunaan
Jilbab
yang
mendatangkan Asma Nadia, penulis novel Jilbab In Love, sebagai pembicara.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan
permasalahan
yang
telah
dijabarkan,
yang
menjadi
permasalahan penelitian ini adalah : -
Bagaimana pemaknaan remaja pengguna Jilbab tentang penggunaan Jilbab dalam sinetron Jilbab In Love di RCTI ?
-
Termasuk kedalam tipe audiens seperti apa remaja penonton sinetron Jilbab In Love ?
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah :
7
-
Memperoleh gambaran bagaimana pemaknaan remaja pengguna Jilbab tentang penggunaan Jilbab dalam sinetron Jilbab In Love di RCTI
-
Mengetahui tipe audiens dari remaja penonton sinetron Jilbab In Love
1.4
Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki dua kegunaan, yaitu : 1.4.1 Kegunaan Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi penelitian deskriptif kualitatif mengenai pemaknaan penonton terhadap nilai-nilai Syari’ah yang terdapat dalam sebuah sinetron bernuansa Islam, terutama menyangkut hal penggunaan Jilbab.
1.4.2 Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi dan pembelajaran bagi pengelola atau orang yang bekerja dalam media khususnya rumah produksi. Dengan adanya penelitian diharapkan ini bisa meningkatkan kualitas isi media mereka dalam memproduksi sinetron bernuansa Islam agar lebih sesuai dengan ajaran Agama Islam.
8
BAB II KERANGKA TEORI
2.1
Penelitian Terdahulu Pada sub-bab ini peneliti ingin membahas beberapa penelitian yang pernah ada sebelumnya yang berkaitan dengan Nilai-Nilai dalam Agama Islam dalam media khususnya penggunaan Jilbab dan pemaknaannya oleh khalayak. Kesamaan dari penelitian sejenis terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan ini terdapat pada objek penelitian yaitu mengenai Nilai-Nilai yang terdapat dalam Agama Islam, tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui pemaknaan remaja terhadap sebuah kasus/objek dan pendekatan yang digunakan yaitu Focus Group Discussion (FGD). Selain itu terdapat kesamaan pula pada metode dan sifat penelitian yaitu metode kualitatif dan bersifat deskriptif.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Peneliti 1: Anang Ikhwanto. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2009 Judul
Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Film AyatAyat Cinta Karya Hanung Bramantyo
Peneliti 2 : Candra Sarry Anau. Universitas Multimedia Nusantara. 2014
Peneliti 3 : Maradona B. Universitas Sumatera Utara. 2010
Pemaknaan Nilai Gaya Hidup Self Respect pada Remaja Pembaca Majalah Franchise Girlfriend
Gambaran Kehidupan Sosial Ekonomi dan Strategi Pertahanan Hidup Masyrakat Petani Jala Apung
9
Indonesia
a. Nilai-nilai pendidikan Islam apa sajakah yang dipaparkan dalam film Ayat-Ayat Cinta ? b. Bagaimana Permasalahan relevansi nilainilai pendidikan dalam film AyatAyat Cinta terhadap Pendidikan Islam kekinian ?
Tujuan
a. Untuk menjelaskan cerita film Ayat-Ayat Cinta dilihat dari nilai-nilai pendidikan Agama Islam b. Mengkaji ulang relevansi film Ayat-Ayat Cinta dalam pendidikan Agama Islam kekinian
(Studi Deskriptif di Kecamatan Baktiraja Kabupaten Humbang Hasundutan) a. Bagaimana gambaran kehidupan sosial ekonomi dan aset yang dimiliki (SDM, SDA. Ekonomi, keuangan, fisik/infrastruktur, dan modal sosial) masyarakat petani Bagaimana jala apung pemaknaan nilai gaya (keramba) di hidup self respect Kecamatan pada remaja pembaca Baktiraja ? majalah Franchise b. Strategi apakah Girlfriend Indonesia yang dilakukan oleh para petani jala apung (keramba) untuk menambah pendapatannya agar dapat memenuhi kebutuhan keluarganya untuk bertahan hidup ? a. Untuk mencari data dan fakta serta mendeskripsikan bagaimana gambaran Untuk mengetahui kehidupan petani bagaimana para jala apung remaja pembaca (keramba) di Girlfriend Kecamatan Indonesia Baktiraja memaknai nilai Kabupaten gaya hidup Self Humbang Respect Hasundutan b. Untuk mendeskripsikan strategi pertahanan hidup yang dilakukan petani
10
Metode
Metode Kualitatif dengan sifat Deskriptif
Metode Kualitatif dengan sifat Deskriptif
Teori
Semiotika Charles Sander Pierce
Studi Resepsi
a. Nilai-nilai yang terdapat dalam film Ayat-Ayat Cinta karya Hanung Bramantyo yaitu (1) Nilai keimanan, yang meliputi ajaran untuk bertawakal dan menyerahkan diri kepada Allah, (2) Nilai Ibadah / Syari’ah yaitu sholat, ta’aruf, bersuci, dan menutup aurat, dan (3) Nilai Akhlak diantaranya tanggung jawab, sabar, jujur, dan Islam yang rahmatun li al ‘alamin. b. Ada relevansi antara nilai-nilai yang ada dalam film Ayat-Ayat Cinta dengan pendidikan Islam kekinian.
a. Keempat informan a. Masyarakat di berada dalam Kecamatan posisi Dominan Baktiraja dalam memaknai tergolong miskin, pesan gaya hidup dengan persentasi Self Resoect yang mencapai 70%. berada di setiap Sebagian konten majalah warganya sangat Girlfriend menggantungkan Indonesia. hidupnya pada Keempat informan sektor pertanian dalma menjalani baik di sawah aktifitasnya maupun petani jala sehari-hari apung. Pada mencerminkan awalnya nilai-nlai gaya Kecamatan hidup Self Baktiraja Respect. merupakan daerah b. Walaupun yang memiliki keempat informan lahan yang sangat berada dalam bagus, namun posisi Dominan, sekarang lahan namun untuk yang awalnya bebrapa indicator berwarna hitam nilai simple steps berubah menjadi menuju self kekuningrespect yaitu Soul kuningan termasuk Search, Set Goals, juga air yang Exercise, Loce berubah warna Yourself, Rest & menjadi kuning. Relax, dan Eat Berdasarkan hasil Right mereka penelitian, hal itu mengalami disebabkan karena perbedaan dalam penggunaan bahan menerapkan setiap kimia yang indicator nilai ini. berlebihan dan Perbedaan juga keserakahan
Hasil Penelitian
jala apung (keramba) untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarganya dan dapat bertahan hidup Metode Kualitatif Deskriptif dengan pendekatan Focus Group Discussion -
11
penerapan nilai ini didasarkan pada latar belakang budaya dan kondisi di dalam keluarga masingmasing informan
warga disana itu sendiri. Kondisi keuangan/ekonomi , fisik/infrastruktur, dan modal berada pada level cukup memadai. b. Strategi yang dilakukan petani untuk bertahan hidup yaitu dengan berbagai cara sesuai dengan kemampuan ekonomi. Untuk gaya hidup kaya, kelompok in akan membuka usaha lain seperti café, membuat bagan penangkap ikan, dan menambah jumlah keramba. Untuk kelompok hidup berkecukupan, maka mereka akan memelihara ternak. Sedangkan untuk kelompok hidup miskin, mereka melibatkan semua anggota keluarga untuk bekerja.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kuanlitatif menurut Bungin (2008, h. 302) memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan sebuah makna dari gejala-gejala sosial di dalam masyarakat. Objek analisis dalam pendekatan kualitatif adalah makna-makna dari gejala-gejala sosial dan budaya. Penelitian kualitatif bertujuan utnuk mengemukakan gambaran atau
12
memberikan pemahaman mengenai bagaimana dan mengapa sehubungan dengan realitas atau gejala komunikasi yang diteliti (Pawito, 2007, h. 101). Metode yang digunakan dalam peneltian ini adalah metode Focused Group Discussion. Berdasarkan Irwanto (2006, h. 1) metode Focused Group Discussion merupakan sebuah upaya sistematis dalam pengumpulan data dan informasi. Metode ini berbeda dengan wawancara, karena pada metode ini peneliti tidak harus selalu bertanya tetapi mengemukakan suatu persoalan, suatu kasus atau suatu kejadian sebagai bahan diskusi. Jenis metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Penelitian ini didasarkan pada pertanyaan ‘bagaimana (how)’. Penelitian tidak puas hanya mengetahui apa masalahnya secara eksploratif, tetapi ingin mengetahui juga bagaimana peristiwa tersebut bisa terjadi (Gulo, 2002, h. 19). Penelitian deskriptif merupakan penyingkapan fakta. Dalam penelitian ini, peneliti melukiskan, memaparkan, dan melaporkan suatu keadaan, suatu objek sesuai keadaan sebagaimana adanya (Maryati dan Suryawati, 2002, h. 104). Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini yaitu paradigma konstruktivis. Berdasarkan Turner (2008, h. 55) paradigma konstruktivis menyatakan bahwa para individu secara berkala menciptakan struktur sosial melalui aksi dan interaksi mereka, karenanya tidak terdapat kebenaran abstrak atau realita. Paradigma ini mempelajari beragama realita yang terkonstruksi oleh individu dan implikasi dari konstruksi tersebut bagi kehidupan mereka, dengan demikian penelitian dengna paradigma ini menyarankan bahwa setiap cara yang diambil individu dalam memandang dunia adalah valid.
13
Pengembangan pada penelitian ini dari penelitian sebelumnya ialah pada penelitian ini peneliti memfokuskan pada nilai Syari’ah dalam Islam untuk menganalisis
sebuah
sinetron
khususnya
penggunaan
Jilbab.
Bila
dibandingkan dengan penelitian terdahulu hanya meneliti ada atau tidaknya nilai-nilai pendidikan agama islam. Penelitian ini untuk mengetahui bagaimana remaja penonton sinetron Jlibab In Love memaknai penggunaan Jilbab bukan hanya sebatas menganalisis ada atau tidaknya nilai-nilai pendidikan agama islam dalam sebuah tayangan.
2.2
Televisi sebagai Media Massa Keberadaan media massa dalam proses komunikasi massa merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Karena komunikasi massa merupakan komunikasi kepada khalayak dengan menggunakan media massa. Media massa itu sendiri merupakan saluran-saluran atau cara pengiriman bagi pesan-pesan massa (Turner, 2008, h. 41). Media massa digunakan oleh komunikasi massa untuk menyampaikan pesan kepada khalayak luas. Secara garis besar, media massa adalah sejumlah sarana komunikasi yang dipakai untuk menyampaikan informasi kepada khalayak. Setiap media massa memiliki kapasitas untuk dapat melipatgandakan pesan-pesan komunikasi dalam jumlah yang amat besar serta menyebarluarkannya dalam waktu yang relatif cepat kepada sejumlah audiens (Kushendrawati , 2011: 11).
14
Media massa merupakan sarana yang membawa pesan. Media massa utama adalah buku, majalah, koran, televisi, radio, rekaman, film, dan web (Vivian, 2008, h. 453). Sedangkan menurut Cangara (dalam Romli, 2013, para. 4) media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan dari sumber kepada khalayak dengan menggunakan alat-alat komunikasi seperti surat kabar, film, radio, dan televisi. Media massa tidak hanya menyampaikan sebuah ekspresi tetapi merupakan gambaran dari keadaan sosial yang ada (Vipond, 2011, h. 117). Media massa yang merupakan sarana untuk menyampaikan pesan dapat dibedakan kedalam media elektornik yaitu audio dan audio-visual, dan media cetak (Sari, 1993, h. 25). Televisi merupakan medium komunikasi massa yang paling akrab dengan masyarakat karena kemampuannya mengatasi faktor jarak, ruang, dan waktu (Surbakti, 2008, h. 78). Michael Novak (dalam Vivian, 2008, h. 225) mengatakan Televisi adalah pembentuk geografi jiwa. Televisi membangun struktur ekspektasi jiwa secara bertahap. Televisi melakukan hal itu persis seperti sekolah memberi pelajaran secara bertahap, selama bertahun-tahun. Televisi mengajari pikiran yang belum matang dan mengajari mereka cara berpikir.
Televisi pada umumnya memiliki tiga fungsi yaitu Hiburan, Informasi dan Pendidikan (Sutisno, 1993, h. 4).
15
Gambar 2.1 Fungsi Televisi
(Sumber : Sutisno, 1993, h. 4) Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Antasari (2008, h. 22-24) 1. Televisi sebagai Sarana Hiburan Fungsi hiburan bagi televisi menduduki posisi yang paling tinggi dibandingkan dengan fungsi yang lain. Acara hiburan dianggap perekat sebagai lem karena masyarakat pada umumnya dapat melihat acara tersebut sambil bersantai. Hal-hal yang bersifat hiburan sering disiarakan di televisi untuk mengimbangi berita-berita yang berbobot. Isi televisi yang bersifat hiburan bisa berbentuk reality show, gossip, sinetron dan yang lainnya. Maksud pemuatan isi yang mengandung hiburan, semata-mata untuk melemaskan ketegangan pikiran setelah khalayak disajikan acara-acara yang berat. 2. Televisi sebagai Sarana Informasi
16
Fungsi yang utama dari televisi adalah menyampaikan informasi kepada khalayak. Khalayak yang menonton memerlukan informasi mengenai berbagai hal seperti peristiwa apa yang sedang terjadi, gagasan, atau pikiran orang lain, apa yang dilakukan orang lain, apa yang dikatakan orang lain dan sebagainya. Acara-acara yang bersifat informatif seperti berita, documenter, wawancara, diskusi, dan features dapat dimanfaatkan untuk menunjang pengetahuan khalayak 3. Televisi sebagai Sarana Pendidikan Televisi merupakan sarana yang ampuh untuk menyiarkan acara pendidikan kepada khalayak yang jumlahnya begitu banyak secara simultan khususnya kepada anak-anak. Sesuai dengan makna mendidik,
yakni
meningkatkan
pengetahuan
dan
penalaran
masyarakat, stasiun televisi menyiarkan acara-acara tertentu secara teratur, misalnya pelajaran bahasa, matematik, elektronik dan lain-lain. Sebagai sarana pendidikan, televisi memuat gambar dan tulisan yang mengandung
pengetahuan,
sehingga
khalayak
bertambah
pengetahuannya. Fungi mendidik ini bisa secara implisit dalam bentuk berita dan dalam bentuk yang lainnya yang mengandung aspek pendidikan. Seorang pengamat media George Comstock dalam buku Television in America mengatakan bahwa televisi telah menjadi faktor tak terelakkan dan
17
tak terpisahkan dalam membentuk diri kita dan akan seperti diri kita nanti (Vivian, 2008, h. 226) Salah satu tayangan televisi yang paling banyak disiarkan oleh televisi di Indonesia adalah Sinetron. Berdasarkan Kosasih (2006, h. 108) sinetron merupakan sandiwara bersambung yang disiarkan oleh stasiun televisi. Sinetron pada umumnya bercerita tentang kehidupan manusia sehari-hari yang diwarnai oleh konflik. Seperti layaknya drama atau sandiwara, sinetron juga diawali dengan oerkenalan tokoh-tokoh yang memiliki karakter khas masing-masing. Karakter itulah yang nantinya akan menimbulkan konflik. Berdasarkan data AGB Nielsen Media Research (dalam Hendriyani, 2008, h. 156) sinetron merupakan jenis program yang paling mendominasi setiap tahunnya. Berdasarkan khalayak sasarannya, sinetron dapat dibagi menjadi sinetron anak, remaja, dan dewasa.
2.3
Remaja sebagai Audiens Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa dimana pada masa ini terjadi proses pembentukan identitas diri yang berhubungan erat dengan bagaimana remaja membangun konsep dirinya. Pada masa ini remaja pada umumnya memiliki rasa ingin tahu yang besar namun belum memiliki kemampuan untuk memilih informasi yang benar dan bermanfaat sehingga rentan menjadi sasaran informasi yang dihadirkan oleh media (Surbakti, 2009, h. 262).
18
Keberadaan media massa menjadi hal yang penting dalam membentuk konsep diri seorang remaja karena media massa memiliki isi yang beragam dan dapat dengan mudah mempengaruhi para remaja (Soebagijo, 2008, h. 129). Melalui media massa remaja dapat memperoleh nilai-nilai baru yang mungkin saja bertentangan dengan nilai-nilai lama yang telah dimiliki sehingga dapat menimbulkan kegoncangan pada individu seorang remaja (Wilis dalam Anau, 2014, h. 19). Nilai-nilai baru yang didapat oleh seorang remaja dapat membentuk konsep tentang dirinya baik itu bersifat psikologis, sosial, dan fisis. Konsep diri meliputi apa yang dipikirkan dan apa yang dirasakan oleh remaja tentang dirinya sendiri. Menurut Purkey (dikutip dalam Anau, 2014, h. 21) konsep diri merupakan salah satu faktor yang dapat membentuk kepribadian. Kepribadian inilah yang dapat mempengaruhi audiens dalam memilih jenis tayangan yang sesuai dengan umur dan minat mereka. Oleh karena itu, media dituntut untuk dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan pangsa pasarnya. Posisi remaja yang merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa membuatnya ingin melepaskan diri secara emosional dengan orang tua mereka dan belajar menjadi diri sendiri sehingga dapat menjadi audiens yang mudah untuk terpengaruh tayangan televisi (Surbakti, 2009, h. 19).
19
2.4
Penggunaan Jilbab Menurut Syari’ah Islam Menurut Rahmanto (1989 dikutip dalam Ikhwanto, 2009, h.14-15) norma atau nilai merupakan prinsip atau konsepsi mengenai apa yang dianggap baik, yang hendak dituju. Nilai sulit dibuktikan kebenarannya karena nilai merupakan sesuatu yang disetujui dan ditolak. Nilai merupakan suatu perangkat keyakinan atau perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang khusus pada pola pemikiran perasaan keterkaitan maupun perilaku. Oleh karena itu nilai merupakan standar umum yang diyakini pada keadaan objektif maupun keyakinan. Sesuai dengan Wiyono (2005, h. 19) nilai-nilai dalam islam memiliki dua sumber utama yaitu Kitabullah (Al Qur’an) dan Sunah Rasul (Al Hadist). Al Qur’an merupakan wahyu atau perintah yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Rosulullah. Sedangkan Al Hadist merupakan ucapan dan perbuatan Rosulullah untuk memperjelas isi Al Quran denan contoh-contoh. Hal tersebut telah dijelaskan didalam Al Quran pada surat Al Anfal ayat 20 yang berbunyi Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan Rosul dan janganlah kamu berpaling dari pada-Nya.
Salah satu nilai dalam Agama Islam yang bersumber dari Al-Qur’an adalah Nilai Syari’ah (Wiyono, 2005, h. 18). Secara etimologis, Syari’ah memiliki arti jalan ke mata air. Syari’ah juga berasal dari kata Syara’a yang berarti yang ditetapkan atau didekritkan. Syari’ah menempari posisi paling penting dalam masyarakat Islam. Hal tersebut dikarenakan Syari’ah merujuk
20
kepada hukum-hukum Allah SWT dalam kualitasnya sebagai wahyu. Sebagian umat Islam meyakini Syari’ah mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, baik secara individual maupun kolektif (Amal dan Panggabean, 2004, h. 1-2). Menurut Azyumardi (2002 dikutip dalam Ikhwanto, 2009, h. 19) Syari’ah merupakan aturan berisi tata cara perilaku hidup manusia dengan melakukan hubungan untuk mencapai keselamatan. Syari’ah merupakan aspek norma atau hukum dalam ajaran Islam yang keberadaannya tidak lepas dari Akidah Islam. Syari’ah Islam mengatur perbuatan manusia dalam kekuatan wajib dan sunah. Berdasarkan
Nurhayati
(2013,
h.
14)
Syari’ah Islam
biasanya
diklasifikasikan ke dalam ibadah Mahdhah dan ibadah Muamalah. 1. Ibadah Muamalah Ibadah ini mengatur hubungan antara sesama manusia serta antara manusia dengan dirinya sendiri. Dasar hukum yang mengatur ibadah Muamalah adalah bahwa segala sesuatu dibolehkan kecuali ada larangan dalam Al-Quran atau As-Sunah. 2. Ibadah Mahdhah Ibadah ini mengatur hubungan antara manusia dengan Allah SWT. Dasar hukum dari ibadah Mahdhah adalah bahwa segala sesuatu dilarang untuk dikerjakan, kecuali yang dibolehkan dalam Al-Qur’an atau dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW melalui As-Sunah.
21
Salah satu contoh dari Ibadah Mahdhah adalah penutup aurat salah dengan cara menggunakan Jilbab. Penggunaan Jilbab dalam Agama Islam merupakan hal yang wajib bagi seorang wanita yang telah dianggap dewasa sesuai dengan Surat An-Nur ayat 31 (Pranggono, 2006, h. 81). Berdasarkan Manshur (2009, h. 255-256) terdapat beberapa cara penggunaan Jilbab yang benar menurut Al-Qur’an antara lain : 1. Menutup semua bagian rambut 2. Menutup semua bagian telinga 3. Giwang tidak tersembul dari balik kain kerudung 4. Leher tertutup seluruhnya dan tidak berbentuk 5. Dada tertutup seluruhnya 6. Jenis kain yang digunakan harus tebal sehingga tidak tembus pandang 7. Tidak memperlihatkan perhiasannya dari balik Jilbab (kalung) 8. Tidak menyasak tinggi atau menyanggul rambutnya di balik kain kerudung 9. Tidak menggunakan warna-warna yang terlalu cerah
22
2.5
Pemaknaan Khalayak Makna merupakan hakikat dari sebuah komunikasi. Hal tersebut dikarenakan makna dan pemaknaan akan selalu muncul dalam proses komunikasi untuk mencari kebenaran terhadap suatu hal (Hidayat, 2008, h. 3). Pemaknaan terhadap fakta atau kenyataan dalam proses komunikasi dapat dilakukan dengan berbagai cara (Muhadjir, 2000 dikutip dalam Hidayat, 2008, h. 4) yaitu : -
Terjemah Upaya untuk mengemukakan materi yang sama dengan media yang berbeda. Media tersebut bisa berupa bahasa satu ke bahasa yang lain atau dari verbal ke gambar.
-
Penafsiran Berpegang pada materi yang ada lalu dicari latar belakang dan konteksnya agar dapat dikemukakan konsep atau gagasannya secara lebih jelas.
-
Ekstrapolasi Menekankan pada daya fikir untuk mengangkap hal-hal yang tidak tersajikan secara jelas. Materi yang tersajikan dianggap sebagai indikator terhadap hal yang lebih dalam lagi.
-
Memberikan Makna Pemaknaan menuntut kemampuan integrative dari segi indrawinya, daya fikir dan akal budi. Materi yang tersajikan secara jelas dilihat
23
hanya sebagai indikator bagi suatu hal yang lebih mendalam lagi. Pemaknaan juga dapat menjangkau yang etik dan transendental. Pemaknaan yang berbeda antara setiap individu tidak terlepas dari faktor kebudayaan di tempat individu tersebut tinggal (Antoni, 2004, h. 135). Selain adanya faktor kebudayaan, kapasitas individu untuk merespon pesan yang disampaikan juga menjadi penyebab adanya pemaknaan yang berbeda antara satu individu dengan individu yang lainnya. Pengalaman para individu terhadap sebuah hal yang disampaikan dalam media membuat khalayak dapat menciptakan makna mereka sendiri (Antoni, 2004, h.136). Salah satu standar untuk mengukur pemaknaan khalayak media adalah dengan menggunakan studies resepsi yang merupakan bagian dari Cultural Studies.
2.6
Cultural Studies & Studi Resepsi Berdasarkan Endraswara (2006, h. 74) pada dasarnya cultural studies atau biasa disebut studi kebudayaan selalu identik dengan penelitian manusia. Hanya saja, memang tidak seluruh hal yang ada pada manusia itu dapat disebut budaya. Maka, studi budaya dengan sendirinya akan banyak bermain interpretasi, baik dilakukan oleh peneliti maupun informan. Cultural Studies bisa juga diartikan sebagai sekumpulan disiplin ilmu yang mengulas tentang berbagai persoalan janggal namun relevan tentang masyarakat dan budaya kontemporer yang ada (Hall, 2011 dikutip dalam Anau, 2014, h. 28).
24
Studi kebudayaan pada dasarnya tidak akan lepas dari koletivitas masyarakat. Setiap anggota masyarakat memiliki sebuah sistem sosial yang memiliki keunikan masing-masing. Aspek-aspek kejiwaan sering sekali mempengaruhi keunikan dalam sistem sosial tersebut. Oleh karena itu, kajian budaya memiliki jangkauan yang luas dan dapat terkait dengan kehidupan sosial dan wilayah kejiwaan (Endraswara, 2006, h. 75). Secara khusus, cultural studies menaruh posisinya untuk menyadari pentingnya menafsir posisi kode. Cultural studies mencoba menempatkan fenomena-fenomena dinamika kebudayaan yang sulit dipahami dan sulit dianalisi sosiologis kultural atau atropologis kultural karena makna sandi kode-kodenya adalah orang-orang (Sutrisno, 2010 dikutip dalam Anau, 2014, h. 27). Konsep Cultural Studies menurut Morison (dikutip dalam Luzar, 2014, para. 3) dapat dipahami dari beberapa aspek yaitu : -
Ideologi Budaya Budaya adalah kumpulan makna-makna, dan masyarakat adalah subjek yang menciptakan makna tersebut secara aktif dan terus menerus. Pemaknaan simbol-simbol tersebut selalu berbeda, maka terjadi pemaknaan terhadap simbol atau perang budaya.
-
Hegemoni Kebudayaan Kompetisi dalam perebutan kekuasaan seringkali terjadi untuk menentukan makna. Pada umumnya yang menang adalah kelompok yang berada pada puncak hirarki sosial, yaitu media. Dalam hal ini,
25
media menentukan apa makna dari berbagai simbol, masyarakat cenderung hanya menerima makna-makna tersebut. -
Decoding Informasi Ketika pesan dikirmkan kepada masyarakat, maka khalayak akan menerima dan membandingkan pesan-pesan tersebut dengan makna sebelumnya yang telah disimpan dalam ingatan. Proses decoding mendapat perhatian dalam cultural studies karena menentukan arti pesan bagi seseorang.
Dari berbagai pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa cultural studies adalah suatu kajian terhadap berbagai pola perilaku manusia dari berbagai aspek dan segi yang kompleks seperti misalnya kehidupan sosial dan wilayah kejiwaan. Dalam cultural studies terdapat tiga macam pendekatan yaitu : -
Etnografi Pendekatan ini seringkali dikaitkan dengan pendekatan kulturis dan lebih menekankan pengertiannya pada pengalaman nyata
-
Pendekatan tekstual dengan menggunakan semiotika, teori narasi, dan dekonstruksi Derridean
-
Studi resepsi yang akar teorinya bersifat eklektis (Barker, 2004 dikutip dalam Anau, 2014, h. 27 – 28).
Studi resepsi merupakan studi mengenai audiens yang berfokus pada tipetipe audiens dalam memaknai pesan pada konten media (Hall, 1980 dikutip dalam Anau, 2014, h. 34). Studi resepsi sesungguhnya menempatkan audiens
26
tidak semata pasif namun dilihat agen kultural yang memiliki kuasa tersendiri dalam hal menghasilkan makna dari berbagai wacana yang ditawarkan media. Makna yang diusung media lalu bisa bersifat polysemic dan bahkan bisa ditanggapi secara oposisif oleh audiens (Fiske, 1987, dikutip dalam Adi, 2012, h. 26-27). Studi resepsi merupakan bagian khusus dari studi khalayak yang mencoba mengkaji
secara
mendalam
proses
aktual,
dimana
wacana
media
diasimilasikan melalui praktek eacana dan budaya khalayaknya. Morley (1980, dikutip dalam Adi, 2012, h. 27) mengemukakan tiga posisi audiens dalam memaknai pesan media : 1. Dominant (atau hegemonic) Reading Audiens sejalan dengan kode-kode program (yang didalamnya terkandung nilai-nilai, sikap, keyakinan, dan asumsi) dan secara penuh menerima makna yang disodorkan dan dikehendaki oleh si pembuat program. 2. Negotiated Reading Audiens dalam batas-batas tertentu sejalan dengan kode-kode program dan pada dasarnya menerima makna yang disodorkan oleh si pembuat program
namun
memodifikasinya
sedemikan
rupa
sehingga
mencerminkan posisi dan minat-minat pribadinya. 3. Oppositional (counter hegemonic) Reading
27
Audiens tidak sejalan dengan kode-kode program dan menolak mekna atau pembacaan yang disodorkan, dan kemudian menentukan frame alternative sendiri di dalam menginterpretasikan pesan/program.
2.7
Kerangka Pemikiran Pada penelitian ini hanya terdapat satu variabel yang akan diteliti yaitu Pemaknaan remaja pengguna Jilbab tentang penggunaan Jilbab dalam Sinetron Jilbab In Love di RCTI.
28
Bagan 2.1 Kerangka Pemikiran
Televisi sebagai Media Massa
Sinetron Jilbab In Love
Pemaknaan Khalayak
Penggunaan Jilbab dalam Syari’ah Islam
Pemaknaan Remaja Pengguna Jilbab Tentang Penggunaan Jilbab dalam Sinetron Jilbab In Love di RCTI
Remaja sebagai Audiens
Studi Resepsi sebagai bagian dari Cultural Studies
29
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Jenis dan Sifat Penelitian Dalam sebuah penelitian diperlukan sebuah pendekatan penellitian untuk menjadi sebuah landasan yang kuat dan dapat dilihat dari sudut metodologi penelitian. Secara umum penelitian dapat dibedakan menjadi dua yaitu kuantitatif dan kualitatif. Pada peneilitian ini digunakan metode kualitatif dan bersifat deskriptif. Metode kualitatif berdasarkan Bungin (2008, h, 302) merupakan riset yang menekankan pada bagaimana sebuah pendekatkan dapat mengungkapkan makna-makna dari konten komunikasi yang ada sehingga hasil-hasil penelitian yang diperoleh berhubungan pemaknaan dari sebuah proses komunikasi yang terjadi. Penelitian yang menggunakan metode kualitatif menggunakan khazanah dari fenomena empiris, seperti studi kasus, pengalaman pribadi, life history, wawancara, observasi, sejarah, interaksi, dan teks visual maupun konten pesan yang menggambarkan rutinitas dan problematika serta makna kehidupan individu (Irawanto, 2001 dikutip dalam Bungin, 2008, h. 303). Menurut Neuman (2011, h. 17) penelitian kualitatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. Menyusun makna sosial/kultural
30
2. Memfokuskan diri pada proses interaktif dan peristiwa-peristiwa 3. Autentisitas adalah kunci utamanya 4. Nilai-nilai melekat dan eksplisit 5. Dibatasi oleh situasi 6. Sasaran penelitian sedikit 7. Analisis dilakukan secara tematik 8. Peneliti terlibat 9. Teori dan data digabung Menurut Crasswell (dalam Bungin, 2008, h. 303) terdapat 5 asumsi dalam penelitian kualitatif yaitu : 1. Penelitian kualitatif lebih memerhatikan proses daripada hasil 2. Penelitian kualitatif lebih memerhatikan interpretasi 3. Penelitian kualitatif merupakan alat utama dalam mengumpulkan data dan analisis dara serta penelitian kualitatif harus terjun langsung ke lapangan, melakuakan observasi partisipasi di lapangan 4. Penelitian kualitatif menggambarkan bahwa peneliti terlibat dalam proses penelitian, interpretasi data, dan pencapaian pemahaman melalui kata atau gambar 5. Proses penelitian kualitatif bersifat induktif dimana peneliti membuat konsep dan teori berdasarkan data lapangan. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang tidah hanya mengetahui apa masalahnya tetapi ingin mengetahui bagaimana persitiwa tersebut (Gulo, 2002, h.19). Menurut Neuman (2011, h. 37-38) penelitian deskriptif
31
dilakukan untuk memberikan gambaran yang lebih detail mengenai suatu kejadian atau fenomena yang terjadi. Penelitian ini berfokus pada pertanyaan how dan who. Tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan urutan sebuah proses dan menciptakan seperangkat kategori atau pola. Penelitian deskriptif menggunakan banyak teknik pengumpulan data mulai dari survey hingga analisis isi.
3.2
Metode Penelitian Dalam meneliti pemaknaan remaja pengguna Jilbab tentang penggunaan Jilbab dalam sinetron Jilbab In Love di RCTI, peneliti menggunakan metode penelitian studi resepsi. Pada penelitian studi resepsi, audiens menjadi hal yang utama. Menurut Stuart Hall (1980 dikutip dalam Anau, 2014, h. 33) penelitian yang melibatkan audiens harus memfokuskan penelitiannya pada proses encoding dan decoding. Encoding itu sendiri merupakan analisis dalam konteks sosial dan politik dimana isi teks media diproduksi. Sedangkan Decoding merupakan proses dimana khalayak mengkonsumsi konten media. Hall juga mengatakan (1980 dikutip dalam Anau, 2014, h. 33) peneliti tidak harus membuat asumi-asumsi yang tidak beralasan namun peneliti harus melakukan penelitian yang mendalam dan hati-hati dalam menilai konteks sosial dimana konten media diproduksi dan konteks kehidupan sehari-hari dimana konten media dikonsumsi.
32
Berdasarkan Hall (1980 dikutip dalam Anau, 2014, h. 34) studi resepsi merupakan studi audiens yang berfokus pada tiga kondisi pemaknaan pesan media oleh audiens yaitu : -
Preferred or Dominant Merupakan kondisi dimana audiens memahami konten media sesuai dengan makna dominan yang dimaksudkan, intinya tidak ada perbedaan pemaknaan pesan antara media dan audiens
-
Negotiated Meaning Merupakan kondisi dimana audiens tidak merasa setuju dengan beberapa aspek konten media dan berakhir pada interpretasi atau pemaknaan pesan alternatif yang berbeda.
-
Oppositional Decoding Merupakan kondisi dimana pemaknaan pesan konten media yang dibangun audiens bertolakbelakang dengan makna dominan yang ada pada Dominant.
Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini yaitu paradigma Konstrutivis. Menurut Eriyanto (2002, h. 19-20) paradigma konstruktivis memandang realitas itu bersifat subjektif. Menurut paradigma ini tidak ada realitas yang bersifat objektif, karena realitas tercipta itu tercipta lewat konstruksi dan pandangan tertentu. menurut paradigma ini fakta berupa kenyataan itu sendiri bukan sesuatu yang terberi, melainkan ada dalam benak kita, kitalah yang memberi definisi dan menentukan fakta itu sebagai
33
kenyataan. Berdasarkan Zen (2004, h. 97 – 98) terdapat empat asumsi dalam paradigma ini, yaitu : Tabel 3.1 Paradigma Konstruktivis Asumsi
Konstruktivis
Ontologis (asumsi tentang objek / realitas yang diteliti)
Relativism Artinya realitas merupakan konstruksi sosial yang bersifat relatif, berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial
Epistomologis (asumsi tentang hubungan antara peneliti dengan yang diteliti)
Transactional / Subjective Artinya pemahaman atau temuan suatu reailtas merupakan produk interkasi antara peneliti dengan yang diteliti
Metodologis (asumsi tentang bagaimana cara memperoleh pengetahuan)
Reflective / Dialectical Artinya menekankan empati dan interaksi antara penliti dan responden untuk merekonstruksi realitas yang diteliti melalui metode kualitatif, seperti participant observation.
Aksiologis (berkatian dengan posisi penilaian, etika, dan pilihan moral peneliti)
Facilitator Artinya nilai, etika, dan pilihan moral tidak bisa dipisahkan dari penelitian. Peneliti menjadi fasilitator yang menje,batani beragamnya subjektivitas pelaku sosial. Tujuan penelitan adalah merekonstruksi realitas sosial secara dialetik.
(Sumber : Zen, 2004, h. 98)
34
3.3
Teknik Pengumpulan Data Metode pengumpulan data diartikan sebagai teknik untuk mendapatkan data secara fisik untuk dianalisis dalam suatu studi penelitian. Metode pengumpulan data adalah bagian instrument penegumpulan data yang menentukan berhasil atau tidaknya suatu penelitian (Bungin, 2011 : 133). Dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan data melalui data primer dan data sekunder. Data primer adalah yang langsung diperoleh dari sumber data pertama di lokasi penelitian atau objek peneitian. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedia atau sumber sekunder dari data yang kita butuhkan (Bungin, 2011 : 132) Pengumpulan data primer dengan menggunakan metode Focus Group Discussion. FGD merupakan diskusi yang direncanakan secara hati-hati dan berfokus pada kelompk tertentu. tujuannya adalah untuk memperoleh informasi dan pandangan yang mendalam mengani suatu opini (Sumarto, 2009, h.147). Metode Focus Group Discussion berdasarkan Irwanto (2006, h. 1-2) merupakan suatu proses pengumpulan data dan informasi yang sistematis mengenai suatu permasalahan tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi kelompok. Terdapat tiga kata kunci dalam FGD yaitu : 1. Diskusi 2. Kelompok 3. Terfokus Focus Group Discussion berbeda dengan wawancara, dalam FGD seorang peneliti bukan bertugas untuk bertanya, tetapi mengemukakan suatu
35
persoalan, suatu kasus, suatu kejadian sebagai bahan diskusi (Irwanto, 2006, h. 2). Sasaran diskusi dalam FGD biasanya bersifat homogen dengan jumlah kelompok berkisar 6-12 orang (Nursalam, 2008, h. 108). Menurut Stokes (2007, h. 169) Focus Group Discussion merupakan cara yang baik untuk meneliti tanggapan, gagasan, dan pendapat orang-orang dengan kedalaman yang tinggi. Penggunaan metode FGD bertujuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan rumit seperti mengapa dan dalam konteks apa yang tidak bisa dilakukan dalam sebuah metode survey. Selain itu metode FGD juga mampu menggali komplesitas opini dan sikap seseorang atau kelompok tertentu. Menurut Sumarto (2009, h.148) terdapat tiga aspek yang dapat mempengaruhi efektivitas FGD yaitu : 1. Kualitas pertanyaan yang diajukan 2. Keterampilan moderator 3. Ketepatan peserta yang terlibat Sedangkan data sekunder yang digunakan peneliti yaitu data-data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi melalui publikasi dan informasi yang terdapat di lapangan, baik melalui internet, jurnal-jurnal, maupun artikelartikel yang berhubungan dengan masalah yang sedang diteliti.
3.4
Informan Informan adalah individu, komunitas atau kelompok masyarakat atau institusi yang menjadi sumber informasi. Informan merupakan orang yang
36
mampu memberikan data aktual dan akurat dalam penelitian (Maradona, 2010, h. 29). Adapaun orang-orang yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah anggota Ekstrakulikuler Keputrian di SMAN 2 Tangerang. Pada penentuan informan, peneliti menggunakan teknik pemilihan purposive sampling yang artinya penentuan sampel yang bertujuan sesuai dengan gagasan, sasaran, tujuan, manfaat yang hendak dicapai (Endraswara, 2006, h.115). Adapun yang menjadi kriteria dalam pemilihan informan adalah sebagai berikut : 1. Wanita 2. Usia berkisar 15-18 tahun 3. Menggunakan Jilbab 4. Mempunyai televisi di rumah 5. Mengetahui sinetron Jilbab In Love 6. Menonton sinetron Jilbab In Love 7. Anggota ekstrakulikuler Keputrian di SMAN 2 Tangerang Ditetapkannya kriteria tersebut karena sesuai dengan judul yang ada, yaitu kesadaran penonton sinetron Jilbab In Love tentang nilai Syari’ah Islam. Sehingga informan yang dipilih harus berjenis kelamin perempuan, menggunakan jilbab, dan menonton sinetron Jilbab In Love. Selain itu, berdasarkan metode FGD terdapat beberapa karakteristik dalam penentuan jumlah informan. Menurut Kitzinger (1996 dikutip dalam Afiyanti, 2008, h. 59) satu kelompok diskusi bisa terdiri dari 4 – 8 informan. Hal yang
37
berbeda justru diungkapkan oleh Howard (1999 dikutip dalam Afiyanti, 2008, h.59) menurutnya satu kelompok diskusi harus terdiri dari 6 – 10 informan. Sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan, maka dipilihlah 10 orang anggota Esktrakulikuler Keputrian di SMAN 2 Tangerang sebagai informan dalam penelitan ini.
3.5
Teknik Analisis Data Analisis
data
dalam
penelitian
kualitatif
bersifat
induktif
dan
berkelanjutan. Analisis data dalam penelitian kualitatif pada dasarnya bertujuan memberikan makna, menafsirkan atau mentransformasikan data ke dalam bentuk-bentuk narasi yang akhirnya sampai pada kesimpulan (Pawito, 2007, h.101). Berdasarkan Pawito (2007, h.104) teknik analisis yang paling sering digunakan adalah teknik analisis Miles dan Huberman. Teknik analisis ini pada dasarnya terdiri dari tiga tahap yaitu : 1. Reduksi Data Merupakan
proses
pemilihan,
pemusatan
perhatian,
dan
penyederhanaan. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisir data agar dapat ditarik kesimpulan. 2. Penyajian Data Penelitian kualitatif biasanya difokuskan pada kata-kata. Tahap ini bertujuan agar data hasil reduksi tersusun rapih dalam pola yang
38
mudah dipahami. Pada langkah ini peneliti berusaha menyusun data yang relevan sehingga menjadi informasi yang dapat disimpulkan dan memiliki makna tertentu. 3. Penarikan Kesimpulan Kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal atau mungkin tidak sesuai dengan penelitian di lapangan. Kesimpulan dapat berupa deskripsi atau gambaran mengenai hal yang belum jelas pada awalnya.
39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Sinetron Jilbab In Love 4.1.1 Produksi Jilbab In Love Tayangan Jilbab In Love merupakan serial drama televisi yang diadaptasi dari novel berjudul Aisyah Putri karya Asma Nadia. Sinetron yang diproduksi oleh SinemArt ini tayang di RCTI sejak 27 Oktober 2014 hingga 15 Februari 2015 setiap hari Senin hingga Minggu pukul 17.00 WIB. Gambar 4.1 Tayangan Jilbab In Love
Sumber : http://www.sinemart.com/ , diakses pada 6 Juni 2015 Bersumber dari situs resmi yang dimiliki oleh SinemArt dalam www.sinemart.com, kisah Jilbab In Love menceritakan tentang kehidupan
40
remaja SMU berjilbab yang bisa mengikuti trend dunia namun tetap bisa menjadi contoh yang baik sesuai dengan Syariat Islam. Berbeda dengan gambaran kehidupan remaja dalam sinetron pada umumnya yang identik dengan persaingan antar geng atau bersaing untuk menjadi primadona, cheerleaders atau jadi pacar seorang kapten basket atau ketua osis, sinetron Jilbab In Love mengambarkan bagaimana seorang remaja putri yang menggunakan Jilbab mampu bersaing dan tetap aktif dalam kegiatan-kegiatan di sekolahnya tanpa harus menjadi ketua cheerleaders atau pacar seorang kapten basket. Saat ini, sinetron Jilbab In Love sudah habis masa tayanganya. Namun berdasarkan akun sosial media resmi yang dimiliki Sinetron Jilbab In Love dalam https://twitter.com/rcti_jil, sinetron ini akan tayang kembali dengan Judul Jilbab In Love : Season 2 yang akan ditayangan pula oleh channel RCTI. Tabel 4.1 Produksi Tayangan Jilbab In Love Genre
Drama
Format
Sinetron
Penulis
Yanti Puspitasari
Sutradara
Desiana Larasati
Produser
Elly Yanti Noor
Eksekutif Produser
Leo Sutanto
41
Penyunting
Heru Hendriyarto
Pemeran
Anna Gilbert Rosiana Dewi Salsha Elovii Cassie Elovii Miller Khan Henidar Amroe
Rumah Produksi
SinemArt
Periode Siaran
27 Oktober 2014 – 15 Februari 2015
Sumber : www.sinemart.com
4.1.2 Sinopsis Jilbab In Love Gambar 4.2 Scene Sinetron Jilbab In Love
Sumber : http://www.sinemart.com/ , diakses pada 6 Juni 2015
42
Bersumber dari situs resmi SinemArt dalam www.sinemart.com, sinetron Jilbab In Love menceritakan tentang warna-warni kehidupan seorang remaja SMU bernama Aisyah Putri atau yang biasa dipanggil dengan Puput. Kehidupan remaja putri pada SMU yang biasanya identik dengan persaingan antar geng. ,seperti adu eksis, saling dulu-duluan mengikuti trendsetter atau saling bersaing untuk menjadi primadona dengan cara menjadi ketua cheerleaders atau menjadi pacar ketua osis atau ketua tim basket. Tapi itu semua tidak terjadi dalam kehiduapan Puput. Puput
merupakan
seorang
remaja
putri
berjilbab
yang
kehidupannya tidak kalah seru dengan remaja yang tidak berjilbab. Puput digambarkan sebagai anak yang percaya diri, pintar dan aktif dalam kegiatan di sekolahnya terutama dalam bidang keagamaan. Puput tinggal bersama keluarga yang membesarkannya dengan cinta kasih dan ajaran agama yang kuat. Puput memiliki empat orang kakak laki-laki bernama Vincent, Harap, Hamka, dan Iid yang masing-masing memiliki keunikan tersendiri. Di
sekolah,
Puput
memiliki
sahabat-sahabat
yang
juga
menggunakan jilbab yaitu Anna, Icha, dan Linda. Mereka menamakan geng mereka sebagai Jilbabers Lovers. Puput bertekad dengan adanya geng tersebut, para remaja berani menunjukkan jati dirinya. Kehidupan Puput dan teman-temannya memang tidak mudah dan tidak sempurna, masih banyak hal yang mereka harus benahi dari tingkah
43
laku mereka masing-masing. Terlebih lagi, masih banyak teman-teman sekolahnya yang usil dengan geng mereka. Sinetron ini menceritakan warna-warni kehidupan Puput dan teman-temannya sebagai remaja muslim yang berhijab yang mampu menjalaninya sesuai dengan syariat Islam tanpa harus kehilangan masa remaja mereka.
4.2 Karakteristik Informan Informan dalam penelitian ini berjumlah sepuluh orang dan diskusi dilaksanakan pada hari Jumat, 22 Mei 2015 di salah satu kelas yang berada di SMAN 2 Tangerang. Ini merupakan pertemuan kedua yang dilakukan oleh peneliti setelah sebelumnya bertemu untuk memberikan angket kepada para informan.
Tabel 4.2 Karakteristik Informan
No
Nama
Umur
1
Ghina Aribah
17 Tahun
2
Meyzla Ativa
15 Tahun
3
Nikayati
15 Tahun
4
Khairiyyah
16 Tahun
5
Rika Azzahra
15 Tahun
44
6
Ismi Rafida
16 Tahun
7
Dina Melasari
16 Tahun
8
Putri
17 Tahun
9
Qonita Salsabila
16 Tahun
10
Sarah Refihana
17 Tahun
Secara umum, informan memiliki karakteristik yang sama yaitu berjenis kelamin wanita dan berusia antara 15 – 17 tahun. Informan merupakan anggota ekstrakulikuler keputrian di SMAN 2 Tangerang, menonton sinetron Jilbab In Love di RCTI dan menggunakan Jilbab pada kehidupan sehari-hari. Namun bisa diteliti secara mendalam, sepuluh informan yang dipilih memiliki perbedaan antara satu dan lainnya. Sebanyak tujuh dari sepuluh informan menggunakan Jilbab sejak duduk di bangku SMP dan sisanya terbagi sejak SD dan SMA. Selain itu, alasan para informan menggunakan Jilbab juga merupakan karakteristik yang bisa mempengaruhi pandangan mereka terhadap penggunaan Jilbab. Informan yang menggunakan Jilbab atas kesadaran sendiri memiliki jawaban yang berbeda dengan informan yang menggunakan Jilbab atas perintah orang tua atau karena alasan peraturan sekolah yang mewajibkan penggunaan Jilbab. Beberapa informan juga memiliki kegiatan lain selain keputrian yang tentunya masih berhubungan dengan Agama Islam. Hal tersebut tentu saja
45
memberikan perbedaan terhadap pengetahuan informan terhadapa Nilai Syari’ah terutama penggunaan Jilbab. Selain itu, beberapa informan juga memiliki konsistensi yang berbeda terhadap penggunaan Jilbab. Sembilan dari sepuluh sudah menggunakan Jilbab baik di lingkungan sekolah dan rumah sedangkan satu dari sepuluh informan hanya menggunakan Jilbab di lingkungan sekolah saja.
4.2.1 Informan 1 Ghina Aribah adalah seorang remaja putri yang berusia 17 tahun. Ghina merupakan siswi kelas 12 dari SMAN 2 Tangerang. Anak bungsu dari 3 bersaudara ini merupakan ketua dari ekstrakulikuler Keputrian di SMAN 2 Tangerang. Gadis yang bercita-cita untuk kuliah di Universitas Indonesia ini sudah menggunakan Jilbab sejak awal masuk SMP. Selain aktif sebagai ketua keputrian di SMAN 2 Tangerang, Ghina juga aktif mengikuti pengajian rutin di lingkungan rumahnya. Ghina mengaku bahwa pengajian rutin yang ia ikuti tidak hanya sekedar mengaji saja, Ghina juga mendapatkan bekal pendidikan tentang Agama Islam. Selain dari pengajian dan pelajaran di sekolah, Ghina juga mendapat pendidikan Agama Islam dari kedua orangtuanya di rumah.
4.2.2 Informan 2 Meyzla Ativa adalah seorang remaja putri dengan usia 15 tahun. Meyzla, biasa ia disapa, merupakan siswi kelas 2 dari SMAN 2
46
Tangerang. Meyzla mengaku ia menjadi anggota keputrian di SMAN 2 Tangerang karena tertarik untuk mempelajari Agama Islam selain dari pelajaran Agama Islam di dalam kelas. Meyzla mengaku bahwa ia baru saja menggunakan Jilbab ketika masuk SMA. Salah satu faktor yang mempengaruhi keputusannya untuk berjilbab adalah lingkungan sekolahnya. Meyzla mengatakan bahwa awalnya iya hanya mengikuti teman-temannya untuk menggunakan Jilbab. Remaja yang betempat tinggal di daerah Cipondoh, Tangerang ini juga mengatakan bahwa pengetahuannya terhadap Agama Islam masih kurang dalam, walaupun sebenaranya ia sudah mendapat pendidikan Agama Islam sejak dini dari kedua orangtuanya.
4.2.3 Informan 3 Nikayati adalah seorang remaja putri yang berusia 15 tahun. Nika, biasa ia disapa, merupakan siswi kelas 2 di SMAN 2 Tangerang, Nika juga merupakan anggota aktif ekstrakulikuler Keputrian di SMAN 2 Tangerang. Selain sebagai anggota Keputrian, gadis pendiam ini juga aktif dalam kegiatan remaja masjid di lingkungan rumahnya. Nika mengaku bahwa alasan awal ia menggunakan Jilbab adalah karena disuruh oleh kedua orangtunya, namun ketika beranjak remaja tepatnya saat ia mulai duduk di bangku SMP, Nika memiliki kesadaran yang datang dari dirinya sendiri untuk menggunakan Jilbab. Hingga akhirnya Nika memutuskan untuk menggunakan Jilbab sampai saat ini.
47
4.2.4 Informan 4 Informan ke empat merupakan seorang remaja putri bernama Khairiyyah. Khair, biasa ia disapa, merupakan siswi kelas 2 dari SMAN 2 Tangerang. Khair yang berusia 16 tahun merupakan seorang anggota aktif ekstrakulikuler Keputrian di SMAN 2 Tangerang. Khair mengatakan bahwa ia sudah menggunakan sejak ia masih duduk di bangku Sekolah Dasar, tepatnya saat ia masih dikelas 4 SD. Alasan ia sudah menggunakan Jilbab sejak kecil adalah karena sang Ayah yang menyuruhnya untuk menggunakan Jilbab. Didikan sejak kecil dari kedua orangtuanya akhirnya membuat Khair konsisten menggunakan Jilbab sampai saat ini. Ia hanya melepas jilbabnya ketika berada di dalam rumah bahkan ia terus menggunakan Jilbab walau hanya keluar rumah untuk sebentar saja.
4.2.5 Informan 5 Informan ke lima merupakan seorang remaja berusia 15 tahun bernama Rika Azzahra. Rika merupakan siswi kelas 2 di SMAN 2 Tangerang. Remaja berparas cantik ini merupakan anggota aktif ekstrakulikuler Keputrian di SMAN 2 Tangerang. Awalnya ia mengaku terlibat di Keputrian karena bingung harus memilih ekstrakulikulier yang wajib diikuti di sekolah.
48
Rika juga menjelaskan bahwa Jilbab yang kenakan saat ini awalnya bukanlah keinginannya sendiri. Sekolah menengah pertama yang ia pilih kala itu mewajibkan seluruh siswinya menggunakan Jilbab sehingga Rika tidak mempunyai pilihan lain untuk mengikuti aturan sekolahnya. Namun ternyata lambat laun, Rika merasa nyaman dan akhirnya memutuskan untuk menggunakan Jilbab sampai saat ini. Rika bahkan mengaku bahwa dirinya memilih untuk berdiam diri di dalam kamar jika sedang ada tamu yang datang kerumahnya. Hal itu ia lakukan karena menurutnya ia harus menutup auratnya jika bertemu dengan tamu khususnya jika tamu tersebut merupakan lawan jenis. Menurutnya pengetahuan mengenai Islam sudah ia dapatkan sejak kecil karena kedua orangtuanya menyuruhnya untuk mengikuti TPA (Taman Pendidikan Al-Quran).
4.2.6 Informan 6 Ismi Rafida merupakan remaja putri yang berusia 16 tahun. Ismi, begitu ia disapa, merupakan siswi SMAN 2 Tangerang yang baru saja naik menjadi siswi kelas 3. Ismi sudah menjadi anggota aktif ekstrakulikuler Keputrian sejak awal ia bersekolah di SMAN 2 Tangerang. Ismi mengatakan bahwa ia sudah menggunakan Jilbab sejak dirinya berada di kelas 3 SMP. Faktor lingkungan sekolah terutama temanteman sekitarnya yang sudah menggunakan Jilbab akhirnya membuat ia memutuskan untuk ikut menggunakan Jilbab. Berdasarkan pengetahuan
49
yang ia dapat dari sekolah dan hasil ia browsing di internet, Ismi berhasil membuktikan bahwa dirinya mampu menggunakan Jilbab hingga saat ini. Namun ketika ditanya mengenai konsistensinya dalam menggunakan Jilbab, Ismi mengaku bahwa terkadang ia masih suka untuk melepas jilbabnya bahkan ketika keluar rumah seperti misalnya pergi ke warung.
4.2.7 Informan 7 Dina Melasari atau yang biasa disapa Dina ini merupakan remaja putri yang berusia 16 tahun yang bersekolah di SMAN 2 Tangerang. Dina yang merupakan siswi kelas 3 ini merupakan anggota aktif ekstrakulikuler Keputrian sejak 1 tahun yang lalu. Dina mengaku bahwa ia baru bergabung dengan Keputrian sejak naik ke kelas 2. Pada awalnya Dina menggunakan Jilbab karena suruhan kedua orangtuanya. Hal itu terjadi ketika dirinya masih duduk dibangku Sekolah Dasar, namun ia lupa tepatnya pada kelas berapa. Dina mengaku bahwa pengetahunnya mengenai Islam yang ia dapat sejak kecil membuatnya malu jika harus melepas Jilbab di depan umum. Oleh karena itu, Dina memutuskan untuk konsisten menggunakan Jilbab dan hanya melepasnya ketika berada di dalam rumah.
4.2.8 Informan 8 Putri merupakan remaja putri berusia 17 tahun yang bersekolah di SMAN 2 Tangerang. Putri merupakan siswi kelas 3 dan merupakan
50
anggota aktif ekstrakulikuler Keputrian di SMAN 2 Tangerang. Gadis yang memiliki sikap cuek dan sedikit tomboy ini bertempat tinggal di Kelapa Dua, Tangerang. Adanya rasa malu karena adiknya yang bersekolah di pesantren dan menggunakan Jilbab, membuat Putri yang saat itu masih bersekolah di SMP memutuskan untuk ikut menggunakan Jilbab. Selain itu, Putri menambahkan bahwa seluruh anggota keluarganya sudah menggunakan Jilbab, sehingga ia merasa memiliki kewajiban untuk konsisten menggunakan Jilbab. Pengetahuannya terhadap ajaran Islam tentu didapatkan dari kedua orangtuanya sejak kecil dan pendidikan formal di sekolah. Namun Putri menambahkan bahwa dirinya sering membaca beberapa artikel atau diskusi pada grup di sosial media yang khusus membahas Agama Islam.
4.2.9 Informan 9 Informan selajutnya merupakan seorang remaja putri bernama Qonita Salsabila. Gadis remaja yang berusia 16 tahun ini merupakan seorang siswi kelas 3 di SMAN 2 Tangerang. Selain fokus pada pelajaran di sekolah, Qonita juga merupakan anggota aktif ekstrakulikuler Keputrian SMAN 2 Tangerang. Gadis yang biasa disapa Nita ini mengaku bahwa keputusannya untuk menggunakan Jilbab merupakan keinginannya sendiri tanpa adanya paksaan dari pihak lain. Berbekal pengetahuan tentang Islam khususnya
51
penggunaan Jilbab yang didapat dari TPA sejak kecil membuat Nita konsisten menggunakan Jilbab sampai saat ini.
4.2.10 Informan 10 Informan yang terakhir merupakan remaja berusia 17 tahun bernama Sarah Refihana. Sarah merupakan siswi kelas 3 di SMAN 2 Tangerang. Selain aktif sebagai pengurus ekstrakulikuler Keputrian SMAN 2 Tangerang, Sarah juga aktif sebagai anggota remaja masjid di lingkungan rumahnya. Walaupun Sarah cukup aktif dalam berbagai kegiatan yang berhubungan dengan Agama Islam, namun ternyata Sarah baru konsisten menggunakan Jilbab ketika masuk ke SMA. Sebelumnya memang Sarah sudah menggunakan Jilbab ketika SMP, namun pada saat itu ia hanya menggunakan Jilbab ketika akan pergi ke sekolah saja. Bahkan ketika ia berpergian keluar rumah, ia tidak pernah menggunakan Jilbab. Menyadari bahwa pengetahuannya tentang Islam masih belum banyak, selain mendapat pengetahuan dari pelajaran agama disekolah, Sarah juga sering bertanya kepada teman-teman dekatnya.
4.3 Hasil Penelitian Peneliti melakukan penelitian terhadap bagaimana para remaja penonton sinetron Jilbab In Love memaknai penggunaan Jilbab dalam sinetron tersebut. Hasil penelitian ini diperoleh dengan menggunakan metode Focus Group
52
Discussion (FGD) dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada 10 informan yang merupakan anggota keputrian di SMAN 2 Kota Tangerang. Sesuai dengan pengertian studi resepsi yang berfokus pada tiga kondisi pemaknaan pesan media oleh audiens, maka bisa disimpulkan bahwa setiap informan memiliki tipenya sendiri. Apakah termasuk kedalam dominan, ternegosiasi atau oposisi dalam memaknai penggunaan Jilbab dalam Sinetron Jilbab In Love.
4.3.1 Informan 1 Sesuai dengan jawaban diskusi yang diberikan oleh informan 1, yaitu Ghina. Peneliti berhasil mengetahui bahwa Ghina bukanlah seorang remaja yang sering menonton acara televisi dirumah. Banyak hal yang menyebabkan Ghina jarang menonton televisi, salah satu faktornya adalah banyaknya kegiatan yang ia lakukan diluar rumah, seperti misalnya les dan pertemuan dengan ekstrakulikuler dan pengajian yang dia lakukan. Selain itu, Ghina juga mengaku bahwa dirinya hanya menonton televisi jika terdapat acara yang menurutnya cukup menarik. Bahkan sebenarnya Ghina tidak memiliki acara yang spesifik untuk dikatakan menarik, ia cenderung untuk mengikuti apa yang biasanya Ibunya tonton sekalipun itu sinetron “Sering, gak, eh sering sih. Tergantung nonton tvnya, kalau ada acara yang aku suka ya biasanya aku suka nonton atau biasanya kalau mama nonton sinetron yaudah aku ikutan juga jadinya.”
53
Bahkan Ghina juga mengakui bahwa dirinya bukanlah penonton setia sinetron Jilbab In Love. Ghina bahkan baru tertarik untuk menonton sinetron tersebut ketika ia mendengar cerita dari seorang temannya mengenai sinetron Jilbab In Love. Oleh karena itu, Ghina bahkan tidak menonton episode perdana dari sinetron yang tayang di RCTI tersebut. “Kalau aku awalnya denger Khair (salah satu informan) cerita dulu, jadi aku emang gak nonton dari awal.” Berdasarkan alasan diatas, maka Ghina sebagai informan 1 termasuk kedalam penonton yang jarang menonton televisi. Hal tersebut dikarenakan Ghina dengan jelas mengatakan bahwa ia jarang menyaksikan acara televisi dan hanya akan menonton ketika ia menemukan acara yang menurutnya menarik. Bahkan ketika ditanya mengenai pendapatnya mengenai sinetron Jilbab In Love, Ghina dengan jelas mengatakan bahwa ia sebenarnya kurang suka dengan sinetron tersebut karena menurutnya tidak sesuai dengan ekspektasi yang ia harapakan ketika mendengar judulnya. Karena menurutnya dalam Islam tidak pernah diajarkan untuk pacaran apalagi jika diperhatikan dari Jilbab yang digunakan oleh para pemain dalam sinetron tersebut, menurutnya masih tidak sesuai dengan ajaran Agama Islam. “Aku masih kurang suka sama acaranya, kayak gak sesuai ekspektasi gitu, Jilbab In Love. Terus tiba-tiba Islam itu kan ngajarinnya gak pacaran gitu kan tapi disitu sama aja cuma bedanya pemainnya pake Jilbab udah gitu. “
54
Lebih dalam Ghina menjelaskan bahwa penggunaan Jilbab dalam sinetron banyak yang Tabaruz atau dengan kata lain terlalu ribet. Namun menurut Ghina tidak semua Jilbab yang digunakan dalam sinetron tersebut salah, seperti misalnya pemeran utama dan ibunya yang menurut Ghina sudah menggunakan Jilbab sesuai dengan Nilai-Nilai yang diajarkan dalam Islam. “Penggunaan Jilbabnya banyak yang Tabaruz gitu, aduh gimana ya, ribet-ribet gitu. Paling ada beberapa sih yang gak, itu tuh si pemeran utamanya sama ibunya.” Ghina juga menjelaskan bahwa sebenarnya penggunaan Jilbab memiliki beberapa aturan yang harus sesuai dengan Nilai Syari’ah Islam. Salah satunya adalah ketika menggunakan Jilbab, rambut tidak boleh terlihat sama sekali atau Ghina menggunakan istilah Jipon atau Jilbab Poni. “Gak boleh Jipon. Itu Jilbab Poni, kan banyak tuh pake Jilbab tapi poninya masih kemana-kemana. Rambutnya juga jangan disasak gitu.” Ghina juga mengakui bahwa penggunaan Jilbab yang dihadirkan dalam sinetron Jilbab In Love sama sekali tidak mempengaruhinya dalam kehidupan sehari-hari. Ghina bahkan mengatakan bahwa dirinya tidak tertarik untuk mengikuti penggunaan Jilbab seperti dalam sinetron dengan alasan bahwa Jilbab dalam sinetrin ribet sehingga ia memutuskan untuk tetap menggunakan Jilbab yang sederhana saja.
55
“Kalo aku sih ya karena emang sebelum aku nonton udah pake Jilbab jadi udah tau gitu kan tata cara penggunaan Jilbab. Jadi ya aku sih gak ngaruh apa-apa nonton itu. lagian malah bikin ribet gitu Jilbab kayak gitu. Jadi aku mah mending yang biasa-biasa aja.” Walaupun menurutnya apa yang disampaikan didalam sinetron tidak memberikan pengaruh apa-apa terhadap dirinya. Bahkan Ghina juga menganggap bahwa apa yang disampaikan oleh sinetron tidak sesuai dengan Nilai-nilai pendidikan Agama Islam tapi Ghina mengatakan bahwa sinetron Jilbab In Love masih layak ditonton sebagai hiburan seusai mengerjakan tugas. Terlebih lagi menurutnya jarang sekali sinetron remaja yang mengandung nilai Islam sekarang ini sehingga hal itulah yang menjadi nilai positif dari sinetron Jilbab In Love. “iya sih tapi kalau buat hiburan abis belajar gitu sih lumayan lah. Lagian masih bagus gitu ada Islam-Islamnya.” Ghina juga berharap agar kedepannya sinetron di Indonesia bisa menghadirkan sinetron yang Kaffa atau benar-benar menghadirkan Nilai Islam dalam semua aspek kehidupan tidak lagi hanya setengah-setengah. Lebih jelasnya Ghina mengatakan bahwa ia ingin sinetron Indonesia menghadirkan cerita seperti cerita-cerita di Arab. “Pengennya kayak Kaffa gitu ceritanya. Kayak cerita-cerita di Arab. Jadi gak setengah-setengah lagi Islamnya.”
56
Tabel 4.3 Hasil Penelitian Informan 1 -
Sering, gak, eh sering sih. Tergantung nonton tvnya, kalau ada acara yang aku suka ya
Penggunaan Televisi
biasanya aku suka nonton atau biasanya kalau mama nonton sinetron yaudah aku ikutan juga jadinya. -
Kalo aku awalnya denger Khair cerita dulu. Jadi aku emang gak nonton dari awal.
Tayangan Jilbab In Love
-
Iya sih tapi kalau buat hiburan abis belajar gitu sih lumayan lah. Lagian masih bagus gitu ada Islam-Islamnya.
-
Aku masih kurang suka sama acaranya, kayak gak sesuai
Jilbab dalam Sinetron Jilbab In Love
ekspektasi gitu, Jilbab In Love. Terus tiba-tiba Islam itu kan ngajarinnya gak pacaran gitu kan tapi disitu sama aja cuma bedanya pemainnya pake Jilbab
57
udah gitu. -
Penggunaan Jilbabnya banyak yang Tabaruz gitu, aduh gimana ya, ribet-ribet gitu. Paling ada beberapa sih yang gak, itu tuh si pemeran utamanya sama ibunya.
- Gak boleh Jipon. Itu Jilbab Poni, kan banyak tuh pake Jilbab tapi Penggunaan Jilbab dalam Nilai poninya masih kemana-kemana. Syari’ah Rambutnya juga jangan disasak gitu. - Kalo aku sih ya karena emang sebelum aku nonton udah pake Jilbab jadi udah tau gitu kan tata Pengaruh Penggunaan Jilbab
cara penggunaan Jilbab. Jadi ya
dalam Sinetron Terhadap
aku sih gak ngaruh apa-apa
Informan
nonton itu. lagian malah bikin ribet gitu Jilbab kayak gitu. Jadi aku mah mending yang biasabiasa aja.
Harapan Terhadap Nilai Islam dalam Sinetron
-
Pengennya kayak Kaffa gitu ceritanya. Kayak cerita-cerita di
58
Arab. Jadi gak setengah-setengah lagi Islamnya
4.3.2 Informan 2 Sesuai dengan jawaban yang diberikan oleh informan 2 yaitu Meyzla. Peneliti berhasil menemukan bahwa banyaknya tugas dan kegiatan membuat Meyzla memiliki waktu-waktu tertentu untuk menonton televisi. Waktu yang dianggap paling pas untuk menonton televisi adalah ketika tidak memiliki tugas sekolah atau ketika tugas yang diberikan sudah selesai dikerjakan. “Nonton televisinya kalau lagi gak ada tugas aja atau kalau tugasnya udah selesai.” Meyzla juga menjelaskan bahkan ketika ia memiliki waktu luang untuk menonton televisi, Meyzla lebih sering menonton tayangan televisi sesuai dengan keinginan ibunya. Meyzla cenderung mengalah dan mengikuti apa saja yang ibunya selalu tonton. “Kalau aku gak gitu, aku sih ikutan sama mama aja, kalo mama nonton ya ikutan nonton juga.” Namun walaupun ia selalu mengikuti apa yang menjadi pilihan ibunya, Meyzla tetap memperhatikan apa yang sedang ditontonya. Itu terbukti ketika ia mengetahui sinetron Jilbab In Love dari tayangan iklan di televisi. Lebih lanjut lagi Meyzla menjelaskan bahwa sinetron Jilbab In
59
Love berhasil membuatnya tertarik karena pada saat penayangan iklannya menghadirkan remaja-remaja yang menggunakan kerudung. “Dari iklan di televisi lah, kan banyak tuh iklannya. Aku seneng gitu kan soalnya remaja-remaja gitu pake kerudung.” Ketika ditanya mengenai pendapatnya terhadap penggunaan Jilbab dalam sinetron Mayzla mengungkapkan bahwa dirinya kecewa karena Jilbab yang digunakan masih belum terlalu memenuhi Syari’ah Islam. Terdapat beberapa kerudung yang masih pendek sehingga tidak menutupi dada penggunanya, selain itu masih banyak juga penggunaan Jilbab yang Tabaruz. “Masih banyak belum terlalu memenuhi Syari’ah Islam, masih Tabaruz juga. Ada beberapa yang belum nutup dada juga, masih pendek.” Meyzla mengaku awalnya ia mengira bahwa sinetron Jilbab In Love akan benar-benar mengangkat nama Islam tetapi ternyata Jilbab yang digunakan hanya sebatas dipakai saja tidak sesuai dengan ajaran Islam sehingga menurutnya tidak sesuai dengan judulnya. “Jadi gak sesuai sama namanya gitu kirain bakal bener-bener ngangkat nama Islam tapi ternyata malahh gitu deh, kurang Islam gitu. Kerudungnya cuma dipake doang gitu kurang Islam.” Meyzla juga mengungkapkan bahwa sebenarnya terdapat banyak aturan-aturan dalam penggunaan Jilbab yang sesuai dengan Nilai Syari’ah Islam. Salah satunya adalah penggunaan Jilbab yang tidak boleh menyerupai kaum lain seperti misalnya Kaum Nasrani. Penggunaan Jilbab
60
dalam Islam tidak boleh menyerupai penggunaan penutup yang digunakan oleh Biarawati. “Kayak kaum Nasrani kan hampir sama, Biarawati kan pake penutup juga kan nah itu tuh gak boleh sama kayak gitu.” Ketika
peneliti
bertanya
mengenai
adakah
pengaruhnya
penggunaan Jilbab di dalam sinetron terhadap dirinya, Meyzla menjelaskan bahwa tidak semua penggunaan Jilbab di dalam sinetron Jilbab In Love melanggar aturan di dalam Nilai Syari’ah. Sehingga menurutnya tidak masalah jika diikuti namun lebih baik jika hanya mencontoh yang sesuai dengan ajaran saja seperti misalnya penggunaan Jilbab oleh karakter bernama Putri. “Malah ada penggunaan Jilbab yang udah bener tapi ada juga yang gak sesuai sama Syari’ah dalam Islam gitu. Jadinya ya mending gak usah diikutin itu mah. Ikutinnya yang bener aja paling, kayak si Putri.” Meyzla berharap nilai-nilai Islam di dalam sinetron Indonesia dapat dihadirkan dengan lebih baik. Lebih menggambarkan ajaran Islam yang sebenarnya. Karena menurutnya sinetron juga bisa dijadikan sebagai media Dakwah sehingga bisa mengajak masyarakat Indonesia yang memang mayoritas beragama Islam untuk lebih memahami agamanya. “Sinetron kan bisa juga jadi media Dakwah soalnya Indonesia kan mayoritas Islam jadi bisa mengajak gitu ke masyrakatnya biar lebih paham.”
61
Tabel 4.4 Hasil Penelitian Informan 2 -
Nonton televisinya kalau lagi gak ada tugas aja atau kalau tugasnya udah selesai.
Penggunaan Televisi
-
Kalau aku gak gitu, aku sih ikutan sama mama aja, kalo mama nonton ya ikutan nonton juga
-
Dari iklan di televisi lah, kan banyak tuh iklannya. Aku seneng
Tayangan Jilbab In Love gitu kan soalnya remaja-remaja gitu pake kerudung. -
Masih banyak belum terlalu memenuhi Syari’ah Islam, masih Tabaruz juga. Ada beberapa yang belum nutup dada juga,
Jilbab dalam Sinetron Jilba In masih pendek . Love -
Jadi gak sesuai sama namanya gitu kirain bakal bener-bener ngangkat nama Islam tapi ternyata malahh gitu deh, kurang
62
Islam gitu. -
Kerudungnya cuma dipake doang gitu kurang Islam.
- Kayak kaum Nasrani kan hampir Penggunaan Jilbab dalam Nilai Syari’ah
sama, Biarawati kan pake penutup juga kan nah itu tuh gak boleh sama kayak gitu. - Malah ada penggunaan Jilbab yang udah bener tapi ada juga
Pengaruh Penggunaan Jilbab
yang gak sesuai sama Syari’ah
dalam Sinetron Terhadap
dalam Islam gitu. Jadinya ya
Informan
mending gak usah diikutin itu mah. Ikutinnya yang bener aja paling, kayak si Putri - Sinetron kan bisa juga jadi media Dakwah soalnya Indonesia kan
Harapan Terhadap Nilai Islam mayoritas Islam jadi bisa dalam Sinetron mengajak gitu ke masyrakatnya biar lebih paham.
63
4.3.3 Informan 3 Berdasarkan jawaban diskusi yang diberikan oleh informan 3 yaitu Nikayati, peneliti berhasil menemukan bahwa Nikayati merupakan remaja yang jarang untuk menonton televisi di rumah. Hanya pada saat tertentu saja Nikayati memutuskan untuk menonton televisi. Seperti misalnya saat ia membutuhkan hiburan ketika sudah jenuh saat mengerjakan tugas sekolah. “Sebenarnya sih jarang nonton televisi di rumah tapi paling kalau udah jenuh ngerjain tugas ya nonton dulu.” Nikayati juga mengatakan dalam diskusi bahwa selain sinetron Jilbab In Love, dirinya tidak memilki tayangan khusus yang selalu ia tonton setiap harinya. Apabila ia menemukan tayangan yang menurutnya menarik, maka ia akan menontonnya dan begitu seterusnya. “Biasanya sih aku nonton apa aja yang aku suka.” Dari penyataannya tersebut dapat diketahui bahwa Nikayati tidak menjadikan televisi sebagai prioritas utamanya untuk mendapatkan hiburan dan tidak menganggap bahwa realitas di dalam televisi adalah realitas yang sebenarnya. Bahkan ketika peneliti bertanya bagaimana pendapatnya mengenai tayangan sinetron Jilbab In Love, Nikayati menganggap bahwa tayangan tersebut tidak sepenuhnya menampilkan hal yang benar. Memang terdapat beberapa pemain yang sudah menggunakan Jilbab Syar’i namun masih terdapat juga beberapa pemain yang masih Tabaruz dalam menggunakan
64
Jilbab. Bahkan menurutnya penggunaan Jilbab dalam sinetron tersebut cenderung untuk bergaya saja. “Kalau dilihat dari penggunaan Jilbabnya, ada beberapa yang udah make kayak Syar’i gitu juga tapi ada beberapa yang Tabaruz dan suka berlebihan gitu kayak dia mau gaya. Ada juga udah sesuai ada yang belum.” Nikayati mengakui bahwa awalnya ia tertarik untuk menonton sinetron Jilbab In Love dikarenakan melihat iklan sinetron tersebut di media sosial, facebook. “Dari facebook kan suka ada iklan-iklan gitu kan, nah aku taunya malah dari situ duluan baru dari televisi.” Awalnya Nikayati mengaku cukup senang ketika melihat iklan tayangan tersebut karena ia berpikir bahwa sinetron tersebut akan menghadirkan suatu tayangan sinetron yang benar-benar mengandung nilai-nilai Islam namun sayang ternyata sinetron Jilbab In Love tidak sesuai dengan harapannya bahkan menurutnya sinetron tersebut bisa dikatakan kurang mendidik. “Aku juga seneng awalnya kirain bakal pure Islam banget tapi ternyata malah kurang mendidik gitu menurut aku.” Menurutnya penggunaan Jilbab sebenarnya tidak semudah dan sesimple yang diduga, karena terdapat banyak aturan dalam penggunaan Jilbab. Salah satu aturan yang sesuai dengan Nilai Syari’ah adalah bahan Jilbab yang digunakan harus tebal sehingga tidak tembus pandang dan memperlihatkan rambut dan daun telinga.
65
“Bahan Jilbabnya gak boleh transparan juga sih. percuma kan gak aneh-aneh tapi rambutnya keliatan kupingnya juga masih keliatan gitu.” Ketika peneliti bertanya apakah penggunaan Jilbab dalam sinetron memberikan pengaruh kepada penggunaan Jilbab informan, Nikayati menjelaskan bahwa ia sudah mengetahui dan memutuskan untuk menggunakan Jilbab sebelum ia menonton sinetron Jilbab In Love sehingga menurutnya tayangan tersebut tidak memberikan dampak apaapa pada dirinya. “Jadi taunya bukan dari sinetron itu kan. Jadi ya aku pake Jilbabnya sesuai aku sekarang aja.” Namun Nikayati tidak memungkiri bahwa dirinya terkadang suka mengikuti penggunaan Jilbab yang dikenakan oleh pemeran utama dalam sinetron tersebut. Karena menurutnya penggunaannya Jilbab Putri dalam sinetron itu sederhana dan masih memenuhi aturan penggunaan Jilbab yaitu menutupi dada. “Paling aku ngikutin Jilbab ala Putri-nya doang soalnya kan sederhana gitu terus nutupin dada juga.” Nikayati
juga
berharap
untuk
kedepannya,
sinetron
yang
menampilkan ajaran Islam bisa benar-benar memberikan tayangan yang sesuai dengan apa yang diajarkan dalam Islam. Seperti misalnya menghilangkan adegan mengenai pacar-pacaran karena tidak sesuai dengan ajaran dalam Islam yang melarang untuk pacaran. “Gak ada tentang pacar-pacarannya, kan di Islam emang gak boleh pacaran kan sebenernya jadi ya harusnya kayak gitu juga.
66
Tabel 4.5 Hasil Penelitian Informan 3 -
Sebenarnya sih jarang nonton televisi di rumah tapi paling kalau udah jenuh ngerjain tugas
Penggunaan Televisi
ya nonton dulu. -
Biasanya sih aku nonton apa aja yang aku suka.
-
Kalau dilihat dari penggunaan Jilbabnya, ada beberapa yang udah make kayak Syar’i gitu juga tapi ada beberapa yang Tabaruz dan suka berlebihan gitu kayak dia mau gaya. Ada juga udah sesuai ada yang belum.
Tayangan Jilbab In Love -
Dari facebook kan suka ada iklan-iklan gitu kan, nah aku taunya malah dari situ duluan baru dari televisi.
-
Aku juga seneng awalnya kirain bakal pure Islam banget tapi ternyata malah kurang mendidik
67
gitu menurut aku. -
Kalau dilihat dari penggunaan Jilbabnya, ada beberapa yang udah make kayak Syar’i gitu
Jilbab dalam Sinetron Jilba In juga tapi ada beberapa yang Love Tabaruz dan suka berlebihan gitu kayak dia mau gaya. Ada juga udah sesuai ada yang belum. - Bahan Jilbabnya gak boleh transparan juga sih. percuma kan Penggunaan Jilbab dalam Nilai gak aneh-aneh tapi rambutnya Syari’ah keliatan kupingnya juga masih keliatan gitu. -
Jadi taunya bukan dari sinetron itu kan. Jadi ya aku pake Jilbabnya sesuai aku sekarang
Pengaruh Penggunaan Jilbab
aja.
dalam Sinetron Terhadap Informan
-
Paling aku ngikutin Jilbab ala Putri-nya doang soalnya kan sederhana gitu terus nutupin dada juga
Harapan Terhadap Nilai Islam
- Gak ada tentang pacar-
68
dalam Sinetron
pacarannya, kan di Islam emang gak boleh pacaran kan sebenernya jadi ya harusnya kayak gitu juga.
4.3.4 Informan 4 Berdasarkan jawaban yang diberikan infroman 4 yaitu Khairiyyah dalam diskusi yang telah dilakukan. Peneliti berhasil menemukan bahwa Khair memiliki kebiasaan menonton televisi ketika sang ibu juga menonton televisi. Bahkan ia juga menambahkan bahwa ia lebih sering menonton tayangan kesukaannya ibunya. Hal itulah yang menyebabkan Khair akhirnya sering menonton sinetron Jilbab In Love. Walaupun sebenarnya ia lebih senang untuk menonton kartun. “Kalau aku sih biasanya nonton televisinya pas mama lagi nonton juga. Soalnya kan mama nonton sinetron kalau malem jadi yaudah aku ikutan aja sekalian nonton. Walaupun aku sebenernya aku sih lebih suka buat nonton kartun.” Khair menjelaskan bahwa menurutnya penggunaan Jilbab dalam sinetron Jilbab In Love terlihat asal-asalan dan terkesan tidak mementingkan aturan-aturan yang ada. Menurutnya para pemain terkesan hanya sebatas menggunakan Jilbab saja tanpa mementingkan benar atau salahnya. “Pemainnya tuh kayak pake Jilbab yang penting pake Jilbab, terserah Jilbabnya mau kayak apa. Padahal kan make Jilbab kana da aturan-aturannya.”
69
Pernyataan Khair tersebut berhasil membuktikan bahwa dirinya tidak menganggap realitas di dalam televisi sebagai realitas yang nyata. Sehingga peneliti berkesimpulan bahwa Khair temasuk kedalam jenis Light Viewers. Lebih lanjut lagi Khair menjelaskan bahwa ketika ia melihat iklan sinetron Jilbab In Love di televisi, ia memang bukan karena cerita yang ditawarkan yang terkesan memberikan nilai-nilai Islam. Dirinya lebih tertarik kepada para pemain yang menurutnya ganteng dan cantik. Hal itulah yang membuat dirinya tidak terlalu kecewa ketika mengetahui jalan cerita yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. “Sama aku juga liatnya di televisi. Pemainnya gantengganteng sama cantik-cantik banget.” Khair juga menjelaskan walaupun penggunaan Jilbab dalam sinetron Jilbab In Love banyak yang tidak memenuhi aturan-aturan dalam Islam, tetapi bukan berarti semua penggunaan Jilbab dalam sinetron tersebut salah. Menurutnya penggunaan Jilba seperti yang dikenakan oleh Putri sudah sesuai dengan aturan dan dia bahkan tidak segan untuk mencontohnya. “Ada yang salah tapi gak semuanya salah sih ada juga yang benernya. Jadi paling ikutin yang benernya aja kayak Jilbabnya Putri gitu.” Khair juga menjelaskan bahwa sebenarnya aturan yang dilarang dalam sinetron Jilbab In Love sebenarnya merupakan hal yang mendasar yaitu para pengguna Jilbab dalam sinetron Jilbab In Love yang lebih
70
banyak menggunakan Jilbab yang merepotkan diri sendiri dengan cara digulung-digulung hingga menjadi tebal. “Ya itu kayak Jilbab In Love, yang Jilbabnya digulunggulung gitu.” Lebih lanjut Khair juga memaparkan harapannya terhadap penerapan Nilai Islam dalam sinetron. Dirinya berharap agar tayangan sinetron yang mengangkat tema Islam dapat menghadirkan sinetron yang tidak melenceng sama sekali dari Ajaran Islam. “Pokoknya gak melenceng sama sekali dari ajaran Islam sih.” Khoir juga berharap agar sinetron bertema Islam dapat lebih menekankan hubungan percintaan antara manusia dan Allah SWT dibandingkan dengan antar sesama manusia seperti misalnya pacaran. “Terus gak tentang cinta-cintaan mulu. Kalo sama Allah mah oke asal jangan cinta-cintaan sama manusia yang kayak pacaran gitu maksudnya.”
71
Tabel 4.6 Hasil Penelitian Informan 4 - Kalau aku sih biasanya nonton televisinya pas mama lagi nonton juga. Soalnya kan mama nonton sinetron kalau malem jadi yaudah Penggunaan Televisi aku ikutan aja sekalian nonton. Walaupun aku sebenernya aku sih lebih suka buat nonton kartun. - Sama aku juga liatnya di televisi. Tayangan Jilbab In Love
Pemainnya ganteng-ganteng sama cantik-cantik banget. - Pemainnya tuh kayak pake Jilbab yang penting pake Jilbab,
Jilbab dalam Sinetron Jilbab In terserah Jilbabnya mau kayak Love apa. Padahal kan make Jilbab kan ada aturan-aturannya - Ya itu kayak Jilbab In Love, yang Penggunaan Jilbab dalam Nilai Jilbabnya digulung-gulung gitu. Syari’ah Bikin ribet. Pengaruh Penggunaan Jilbab dalam Sinetron Terhadap
- Ada yang salah tapi gak semuanya salah sih ada juga
72
Informan
yang benernya. Jadi paling ikutin yang benernya aja kayak Jilbabnya Putri gitu. -
Pokoknya gak melenceng sama sekali dari ajaran Islam sih.
Harapan Terhadap Nilai Islam dalam Sinetron
-
Terus gak tentang cinta-cintaan mulu. Kalo sama Allah mah oke asal jangan cinta-cintaan sama manusia yang kayak pacaran gitu.
4.3.5 Informan 5 Berdasarkan jawaban yang diberikan oleh informan 5 yaitu Rika. Peneliti berhasil menemukan bahwa Rika memiliki kesamaan dengan informan lainnya. Ia hanya menonton televisi ketika sudah selesai mengerjakan tugas sekolah. “Sama sih kayak lainnya, nonton televisi biasanya kalau tugas sekolah udah selesa atau pulang les gitu.” Melalui diskusi yang dilakukan, peneliti juga berhasil mengetahui bahwa Rika memiliki ketertarikan terhadapa beberapa sinetron yang mengandung nilai Ajaran Islam. Seperti misalnya ketika ia membenarkan ucapan salah satu informan lain yang menyebutkan bahwa dirinya sering
73
menonton tayangan sinetron Tukang Bubur Naik Haji. Rika mengatakan bahwa dirinya bahkan dulu lebih sering menonton tayangan sinetron Tukang Bubur Naik Haji dibandingkan dengan sinetron Jilbab In Love. “Iya sama, aku malah dulu lebih sering nonton itu (Tukang Bubur Naik Haji) dibanding Jilbab In Love.” Rika sendiri mengakui bahwa dirinya pertama kali mengetahui adanya sinetron Jilbab In Love melalui iklan di televisi ketika ia sedang menonton tayangan sinetron Tukang Bubur Naik Haji. “Ih dari televisi sering banget tau, kan kalo nonton Tukang Bubur Naik Haji pasti ada iklan sinetron itu.” Bahkan Rika juga mengakui alasan yang membuat dirinya tertarik untuk menonton tayangan sinetron Jilbab In Love. Awalnya Rika berfikir bahwa jalan cerita yang ditawarkan akan kental dengan nilai-nilai Islam namun ternyata sinetron Jilbab In Love tidak menghadirkan cerita seperti yang diharapkan. Namun Rika membantah jika sinetron Jilbab In Love dikatakan tidak menghadirkan nilai Ajaran Islam sama sekali. Menurutnya tayangan sinetron Jilbab In Love tetap menghadirkan nilai-nlai Islami dalam ceritanya tetapi dengan porsi yang sedikit. “Awalnya sih aku kira ceritanya Islam banget gitu. Eh ternyata pas ditonton cuma lumayan Islamnya.” Rika juga menjelaskan bahwa penggunaan Jilbab dalam sinetron Jilbab In Love hanya sebatas ia jadikan pengetahuan saja bahwa sekarang ini makin banyak model-model Jilbab di kalangan masyarakat khususnya anak remaja. Walaupun begitu, Rika menegaskan bahwa dirinya sama
74
sekali tidak tertarik untuk menggunakan Jilbab seperti apa yang dihadirkan dalam sinetron Jilbab In Love. “Iya jadi kalo dari Jilbabnya malah gak bikin aku tertarik gitu pake yang kayak mereka tapi cukup tau aja gitu kalau sekarang banyak banget model-model Jilbab.” Alasan lain juga diungkapkan oleh Rika mengenai alasannya untuk tidak meniru penggunaan Jilbab dalam sinetron Jilbab In Love. Salah satunya adalah penggunaan Jilbab dalam sinetron yang tidak menutup dada bahkan menurutnya akan membuat dirinya kesulitan saat memakainya. Selain itu, Rika juga menambahkan bahwa Sinetron Jilbab In Love masih tetap mengedepankan adegan pacaran-pacaran yang sebenarnya tidak sesuai dengan ajaran Agama Islam. “Penggunaan Jilbabnya belum semuanya menutup dada. Masih ada pacar-pacaran juga, udah gitu pake jilbabnya malah bikin ribet kan.” Selain itu Rika juga menjelaskan bahwa sebenarnya tedapat banyak larangan-larangan lainnya dalam menggunakan Jilbab. Selain harus menutup bagian dada, Jilbab seorang Muslim tidak boleh menyerupai atau mirip dengan kamu lain selain kamu Muslim. “Sama itu tuh gak boleh menyerupai kaum lain.” Rika berharap untung kedepannya sinetron yang akan mengangkat tema yang sama seperti misalnya mengedepan penggunaan Jilbab akan lebih memperhatikan aturan-aturan yang ada. Akan lebih baik jika sinetron yang
menjual
cerita
tentang
penggunaan
Jilbab
mememberika
75
pembelajaran juga mengenai penggunaan Jilbab yang bener bukannya hanya menghadirkan hal yang negatif. “Terus kalau misalnya tentang Jilbab gitu ya diajarin acara pake Jilbab yang bener kayak gimana bukannya ngajarain yang gak bener.”
Tabel 4.7 Hasil Penelitian Informan 5 -
Sama sih kayak lainnya, nonton televisi biasanya kalau tugas sekolah udah selesa atau pulang les gitu.
Penggunaan Televisi -
Iya sama, aku malah dulu lebih sering nonton itu (Tukang Bubur Naik Haji) dibanding Jilbab In Love.
-
Ih dari televisi sering banget tau, kan kalo nonton Tukang Bubur Naik Haji pasti ada iklan
Tayangan Jilbab In Love
sinetron itu. -
Awalnya sih aku kira ceritanya Islam banget gitu. Eh ternyata pas ditonton cuma lumayan
76
Islamnya. - Penggunaan Jilbabnya belum semuanya menutup dada. Masih Jilbab dalam Sinetron Jilbab In ada pacar-pacaran juga, udah gitu Love pake jilbabnya malah bikin ribet kan. Penggunaan Jilbab dalam Nilai
- Sama itu tuh gak boleh
Syari’ah
menyerupai kaum lain - Iya jadi kalo dari Jilbabnya malah gak bikin aku tertarik gitu pake
Pengaruh Penggunaan Jilbab yang kayak mereka tapi cukup dalam Sinetron Terhadap tau aja gitu kalau sekarang Informan banyak banget model-model Jilbab. -
Terus kalau misalnya tentang Jilbab gitu ya diajarin acara pake
Harapan Terhadap Nilai Islam Jilbab yang bener kayak gimana dalam Sinetron bukannya ngajarain yang gak bener.
77
4.3.6 Informan 6 Informan 6 tidak jauh berbeda dengan informan yang lainnya, ia juga hanya menonton televisi ketika sedang beristirahat setelah seharian beraktifitas di luar rumah. Ismi terbiasa untuk menonton televisi pada malam hari saja karena setelah pulang sekolah Ismi masih harus mengikuti les sehingga ia akan tiba dirumah pada malam hari. “Kalau aku nonton televisi biasanya pas lagi istirahat. Kan pulang sekolah terus les jadi sampe rumah biasanya malem, itu istirahat dulu aja sambil nonton.” Namun yang berbeda adalah Ismi cenderung menghabiskan waktu lebih dari dua jam untuk menonton tayangan di televisi. Sesuai dengan pengakuannya bahwa selain menonton tayangan sinetron Jilbab In Love, ia juga terkadang suka menonton tayangan Tukang Bubur Naik Haji. Bahkan Ismi juga menjelaskan bahwa ia terkadang juga ikut menyaksikan tayangan Para Pencari Tuhan. “Iya kalo sekarang mah emang cuma itu aja tuh Tukang Bubur tapi kalo dulu mah suka nonton Para Pencari Tuhan Juga.” Ismi mengaku bahwa ketertarikannya terhadap sinetron Jilbab In Love bermula ketika ia melihat tayangan iklan sinetron tersebut di televisi. Bahkan Ismi sempat menganggap cerita yang dihadirkan akan seru karena berbeda dari sinetron remaja lainnya. “Iya aku juga pasti liat iklannya suka gitu sih sama ceritanya, kayaknya seru gitu kan beda.” Namun ternyata sinetron Jilbab In Love tidak seperti yang ia bayangkan pada awalnya. Menurutnya walupun pemeran utamanya sudah
78
menggunakan Jilbab sesuai dengan aturan-aturan dalam Nilai Syari’ah tetapi hal yang bertolak belakang justru terjadi pada pemeran lainnya. Penggunaan Jilbab pemeran lainnya menurut Ismi masih banyak yang Tabaruz. Bahkan yang lebih mengecewakan lagi, sinetron Jilbab In Love menghadirkan para pemain yang menggunakan Jilbab namun tetap terdapat adegan pacaran yang menurutnya tidak sesuai. “Iya emang kalo buat pemeran utamanya sih udah lumayan gitu sih, kerudungnya udah sesuai gitu sama Syari’ah tapi yang lainnya masih banyak banget yang Tabaruz. Terus juga masa kayak ngajarin pake kerudung tapi pacar-pacaran jadi kayak gak sesuai gitu sih.” Lebih lanjut Ismi menjelaskan bahwa penggunaan Jilbab dalam sinetron sedikit banyak memberikan pengaruh kepada dirinya. Namun pengaruh tersebut bukan dalam bentuk keinginan untuk meniru penggunaan Jilbab dalam sinetron tersebut. Pengaruh yang datang menurutnya lebih kepada rasa ingin dari dalam dirinya untuk terus konsisten menggunakan Jilbab dalam kegiatan sehari-harinya. “Tapi emang sih aku kalau nonton itu tuh jadi pengen terusterusan pake Jilbab. Tapi gak mau yang kayak gitu Jilbabnya.” Ismi juga menekankan bahwa penggunaan Jilbab dalam sinetron Jilbab melanggar salah satu aturan dalam penggunaan Jilbab yang melanggar penggunaanya untuk memakai Jilbab yang membentuk leher dan terlihat pas di leher. “Oiya, yang lehernya gak boleh kebentuk gitu kan, gak boleh ngepas di lehernya.”
79
Melalui diskusi yang dilakukan, Ismi berharap agar kedepannya sinetron yang bernuansa Islami dapat dihadirkan dengan cara yang lebih serius tetapi tetap santai tanpa perlu menggurui. “Kalau bisa sih sinetronnya gak selalu penuh bercandaan. Eh tapi tetep santai juga sih gak serius banget. Biar kesannya gak menggurui aja.”
Tabel 4.8 Hasil Penelitian Informan 6 -
Kalau aku nonton televisi biasanya pas lagi istirahat. Kan pulang sekolah terus les jadi sampe rumah biasanya malem, itu istirahat dulu aja sambil
Penggunaan Televisi
nonton. -
Iya kalo sekarang mah emang cuma itu aja tuh Tukang Bubur tapi kalo dulu mah suka nonton Para Pencari Tuhan Juga.
Tayangan Jilbab In Love
Iya aku juga pasti liat iklannya suka gitu sih sama ceritanya, kayaknya seru gitu kan beda.
Jilbab dalam Sinetron Jilbab In Love
- Iya emang kalo buat pemeran utamanya sih udah lumayan gitu
80
sih, kerudungnya udah sesuai gitu sama Syari’ah tapi yang lainnya masih banyak banget yang Tabaruz. Terus juga masa kayak ngajarin pake kerudung tapi pacar-pacaran jadi kayak gak sesuai gitu sih. - Oiya, yang lehernya gak boleh Penggunaan Jilbab dalam Nilai kebentuk gitu kan, gak boleh Syari’ah ngepas di lehernya. - Tapi emang sih aku kalau nonton Pengaruh Penggunaan Jilbab itu tuh jadi pengen terus-terusan dalam Sinetron Terhadap pake Jilbab. Tapi gak mau yang Informan kayak gitu Jilbabnya. -
Kalau bisa sih sinetronnya gak selalu penuh bercandaan. Eh tapi
Harapan Terhadap Nilai Islam tetep santai juga sih gak serius dalam Sinetron banget. Biar kesannya gak menggurui aja.
81
4.3.7 Informan 7 Informan 7 mengaku bahwa dirinya jarang untuk menonton televisi dikarenakan les yang harus ia ikuti setelah pulang sekolah. Sehingga Dina hanya bisa menonton televisi pada sore hari atau malam hari. “Jarang sih nonton televisinya, biasanya kalau sore-sore aja. Itu juga kalau gak ada les baru bisa nonton televisi pas soresore pulang sekolah.” Selain itu, Dina juga menjelaskan bahwa ia hanya menonton tayangan Tukang Bubur Naik Haji selain tayangan Jilbab In Love. Bahkan Dina mengatakan itu pun jarang sekali ia lakukan. Mengingat yang ia miliki untuk menonton televisi sangat terbatas. “Nah iya itu yang naik haji, itu juga kadang-kadang nontonnya.” Dina mengaku pertama kali mengetahui adanya sinetron Jilbab In Love setelah melihat iklanya di televisi. Hal yang membuatnya tertarik untuk menonton adalah karena tema sinetronnya yang mengangkat tema islam. Selain itu, judulnya yang menggunakan kata Jilbab membuat Dina menjadi lebih penasaran. “Aku sih liatnya dari televisi. Soalnya kan temanya Islam gitu kan. Judulnya aja ada Jilbabnya makanya jadi penasaran pas pertama liat.” Menurut Dina sinetron Jilbab In Love memiliki nilai positif yang berbeda dari sinetron remaja lainnya. Sinetron Jilbab In Love dianggap bisa menarik perhatian para remaja yang belum memiliki kemauan untuk menggunakan Jilbab. Namun walaupun begitu Dina sendiri lebih memilih
82
untuk menggunakan Jilbab seperti yang ia kenalan sekarang tanpa harus mengikuti penggunaan Jilbab dalam sinetron tersebut. “Sebenernya sih sinetron Jilbab In Love tuh ada positifnya ya kayak bisa narik perharian gitu anak-anak yang belum pake Jilbab. Tapi tetep aja kalau aku mah mending yang biasa aja gitu.” Namun walaupun sinetron Jilbab In Love dapat menarik perhatian para remaja lainnya, Dina menekankan bahwa akan lebih baik jika niat untuk menggunakan Jilbab karena Allah. Sayangnya sekarang ini menurut Dina, banyak yang menggunakan Jilbab hanya sebatas untuk mendapat pujian atau mengikuti trend yang sedang populer. “Terus niatnya harus karena Allah bukan karena mau dipuji orang atau ngikutin trend sekarang yang banyak pake Jilbab terus ikutan.” Dina juga berharap agar para remaja yang berkeinginan untuk menggunakan Jilbab karena menonton sinetron Jilbab In Love tidak sepenuhnya meniru penggunaan Jilbab dalam sinetron tersebut. Karena menurutnya penggunaan Jilbab yang digambarkan dalam sinetron itu masih terlalu berlebihan. “Masih terlalu berlebihan gitu pake kerudungnya.” Walaupun
sekarang
ini
makin
banyak
sinetron
yang
mengatasnamakan Ajaran Islam. Namun Dina secara pribadi berharap akan muncul sinetron Islam lainnya yang mengikuti alur cerita Sinetron Para Pencari Tuhan. “Pengennya ada sinetron lagi yang kayak Para Pencari Tuhan.”
83
Tabel 4.9 Hasil Penelitian Informan 7 -
Jarang sih nonton televisinya, biasanya kalau sore-sore aja. Itu juga kalau gak ada les baru bisa nonton televisi pas sore-sore
Penggunaan Televisi
pulang sekolah. -
Nah iya itu yang naik haji, itu juga kadang-kadang nontonnya.
-
Aku sih liatnya dari televisi. Soalnya kan temanya Islam gitu
Tayangan Jilbab In Love
kan. Judulnya aja ada Jilbabnya makanya jadi penasaran pas pertama liat.
Jilbab dalam Sinetron Jilbab In
-
Masih terlalu berlebihan gitu pake kerudungnya.
Love - Terus niatnya harus karena Allah Penggunaan Jilbab dalam Nilai Syari’ah
bukan karena mau dipuji orang atau ngikutin trend sekarang yang banyak pake Jilbab terus ikutan.
Pengaruh Penggunaan Jilbab dalam Sinetron Terhadap
- Sebenernya sih sinetron Jilbab In Love tuh ada positifnya ya kayak
84
Informan
bisa narik perharian gitu anakanak yang belum pake Jilbab. Tapi tetep aja kalau aku mah mending yang biasa aja gitu.
Harapan Terhadap Nilai Islam dalam Sinetron
-
Pengennya ada sinetron lagi yang kayak Para Pencari Tuhan.
4.3.8 Informan 8 Berdasarkan jawaban informasi informan 8 yaitu Putri, peneliti berhasil menemukan beberapa hal. Putri mengaku jarang menonton televisi. Hal itu ia katakana dikarenakan sekolah yang selalu pulang sore sehingga mengharusknya untuk langsung mengerjakan dan beristirahat. Sehingga ia tidak memiliki waktu luang yang banyak untuk menonton televisi. “Aku juga jarang nontonnya, soalnya kalau sekolah kan pulangnya sore terus udah capek banget. Biasanya sih langsung istirahat terus ngerjain tugas jadi jarang nonton.” Putri juga mengakui bahwa selain karena jam pulang sekolah yang selalu sore, salah satu alasan mengapa ia sudah mulai jarang untuk menonton televisi dikarenakan menurutnya sinetron sering membuatnya membayangkan hal-hal yang terjadi di dalam sinetron. Oleh karena alasan itulah ia juga menjadi lebih pemilih dalam menonton televisi. Sehingga ia mengakui bahwa ia jarang menonton sinetron lain selain Jilbab In Love.
85
“Ih tapi kalau aku udah jarang nonton sinetron tau. Soalnya kalau nonton sinetron suka bikin ngayal kayak sinetronnya, jadi ya aku pilih-pilih sinetronnya kalau mau nonton.” Putri mengatakan bahwa pertama kali ia mengetahui sinetron Jilbab In Love ketika ia sedang menonton televisi dan melihat iklan dari sinetron ini. Hal pertama yang menarik perhatian Putri sehingga membuatnya memutuskan untuk menonton sinetron Jilbab In Love adalah tema yang diangkat oleh sinetron tersebut. Putri mengungkapkan bahwa ditengahditengah sinetron remaja yang memiliki tema aneh, adanya sinetron remaja yang mengangkat tema Ajaran Islam tentunya sangat membuat dirinya penasaran. “Iya tuh temanya bener, kan soalnya rata-rata remaja kan sinetronnya aneh-aneh gitu kan makanya itu bikin penasaran gitu ada Islamnya.” Putri juga menambahkan bahwa menurutnya penggunan Jilbab dalam sinetron Jilbab In Love sudah bagus terutama pemeran utamanya. Penggunaan Jilbab dalam sinetron ini menunjukkan bahwa penggunaan Jilbab bisa modis tetapi juga tetap sedehana. Walaupun ia bukanlah penonton setia yang setiap harinya selalu menonton sinetron ini, namun Putri meyakini bahwa penggunaan Jilbab dalam sinetron ini dapat membangkitan rasa ingin untuk menggunakan Jilbab bagi remaja yang menontonnya. “Karena aku emang bukan penonton setia yang tiap hari nonton, tapi untuk pemeran utamanya bagus sih Jilbabnya, modis tapi lebih sedehana. Sebenarnya sih menurut aku bagus sih si pemeran utamanya tuh bisa jadi kayak ngebuat anak SMA tuh pengen juga gitu pake Jilbab.”
86
Putri memang membenarkan bahwa penggunaan Jilbab dalam sinetron Jilbab In Love susah untuk dipraktekan terutama untuk hal-hal yang membutuhkan waktu cepat. Tapi secara jujur Putri mengaku bahwa ia terkadang suka mengikuti penggunaan Jilbab ketika ia pergi untuk menghadiri acara yang resmi. “Iya emang ribet sih apalagi kalau misalnya cuma mau ke warung gitu terus pakenya yang kayak gitu kan jadinya bikin lama. Tapi kadang aku suka pake ngikutin, tapi kalau misalnya mau ke kondangan gitu.” Putri juga menambahkan, menurut tidak masalah mengikuti penggunaan Jilbab dalam sinetron Jilbab In Love, asalkan tidak terlalu melencng dari aturan sesuai Syari’ah Islam. Salah satu larangan utama dalam penggunaan Jilbab adalah dengan menggunakan Jilbab secara berlebihan dan tidak menutup dada. Selain itu disarankan agar selalu menghindari adanya kesamaan dengan penutup kepala pada Kristen Ortodoks. “Tidak berlebihan sih yang paling utama sama dadanya harus ketutup. Oh itu yang Kristen Ortodoks ya?” Putri juga berharap agar sinetron Islam di Indonesia kedepannya dapat menghadirkan cerita yang sederhana tetapi tidak melenceng dan berhasil memberikan gambaran yang sesuai tidak asal-asalan. “Pengennya sih yang ceritanya sederhana tapi penggambaran nilai-nilai Islamnya dapet, gak cuma asalasalan.”
87
Tabel 4.10 Hasil Penelitian Informan 8 -
Aku juga jarang nontonnya, soalnya kalau sekolah kan pulangnya sore terus udah capek banget. Biasanya sih langsung istirahat terus ngerjain tugas jadi jarang nonton.
Penggunaan Televisi -
Ih tapi kalau aku udah jarang nonton sinetron tau. Soalnya kalau nonton sinetron suka bikin ngayal kayak sinetronnya, jadi ya aku pilih-pilih sinetronnya kalau mau nonton.
-
Iya tuh temanya bener, kan soalnya rata-rata remaja kan
Tayangan Jilbab In Love
sinetronnya aneh-aneh gitu kan makanya itu bikin penasaran gitu ada Islamnya.
Jilbab dalam Sinetron Jilbab In Love
- Karena aku emang bukan penonton setia yang tiap hari nonton, tapi untuk
88
pemeran utamanya bagus sih Jilbabnya, modis tapi lebih sedehana. Sebenarnya sih menurut aku bagus sih si pemeran utamanya tuh bisa jadi kayak ngebuat anak SMA tuh pengen juga gitu pake Jilbab. - Tidak berlebihan sih yang paling Penggunaan Jilbab dalam Nilai
utama sama dadanya harus
Syari’ah
ketutup. Oh itu yang Kristen Ortodoks ya? - Iya emang ribet sih apalagi kalau misalnya cuma mau ke warung
Pengaruh Penggunaan Jilbab
gitu terus pakenya yang kayak
dalam Sinetron Terhadap
gitu kan jadinya bikin lama. Tapi
Informan
kadang aku suka pake ngikutin, tapi kalau misalnya mau ke kondangan gitu.
Harapan Terhadap Nilai Islam dalam Sinetron
-
Pengennya sih yang ceritanya sederhana tapi penggambaran
89
nilai-nilai Islamnya dapet, gak cuma asal-asalan.
4.3.9 Informan 9 Qonita mengungkapkan bahwa ia hanya menonton televisi ketika acara yang ia suka sedang tayang. Seperti misalnya ketika ia sedang menyukai sinetron Jilbab In Love, maka ia hanya menonton tayangan itu saja. “Aku sih nontonnya paling kalau ada yang aku suka ya aku tonton. Kayak itu tuh, aku kan suka banget sama Jilbab In Love jadinya ya aku nonton televisinya pas itu aja.” Qonita juga mengakui bahwa selain menonton Jilbab In Love, ia juga sering menonton Tukang Bubur Naik Haji. Namun menurut pengakuannya, ia baru menonton tayangan Tukang Bubur Naik Haji ketika tayangan Jilbab In Love sudah selesai tayang pada Februari lalu. “Sama aku juga paling sekarang mah cuma nonton Tukang Bubur Naik Haji aja soalnya Jilbab In Love udahan kan.” Qonita mengakui bahwa awalnya ia tidak begitu tertarik untuk menonton Jilbab In Love. Satu-satunya hal yang menarik perhatiannya ketika melihat iklan tayangan ini adalah soundtrack yang digunakan dalam sinetron ini. Namun Qonita mengakui bahwa dirinya mulai tertarik dan akhirnya menjadi penonton setia setelah mendengar salah seorang temannya menceritakan tayangan Jilbab In Love kepada dirinya.
90
“Aku udah tau dari awal ada sinetron itu cuma pas denger dari temen baru deh mulai nonton” “Ih lagunya tuh aku juga suka. Apa sih itu judulnya. Pokoknya lagu soundtracknya.” Lebih lanjut Qonita menjelaskan bahwa menurutnya sinetron Jilbab In Love memiliki efek yang positif kepada para remaja. Sinetron ini menurutnya mampu menunjukkan bahwa sekalipun menggunakan Jilbab, kita juga bisa tetapi eksis. Namun memang sangat disayangkan penggunaan Jilbabnya yang belum tepat. Penggunaan Jilbab dalam sinetron tersebut masih Tabaruz. Satu-satunya pemain yang menggunakan Jilbab sesuai Syari’ah adalah pemeran utama dalam sinetron tersebut. “Kalo buat pemeran utamanya sih udah sesuai gitu sama Syari’ah tapi kalau buat pemain yang lainnya masih Tabaruz gitu. Tapi sih sebenernya bagus sih kayak nunjukkin gitu kalau yang pake Jilbab juga bisa eksis gitu. Cuma ya masih belum sesuai aja Jilbabnya.” Walaupun menurutnya penggunaan Jilbab dalam sinetron Jilbab In Love dapat menarik perhatian banyak pihak tetapi Qonita tetap menyaring penggunaan Jilbab seperti apa yang menurutnya pantas untuk dicontoh. Seperti misalnya penggunaan Jilbab oleh pemeran utama sinetron tersebut yang tetap menutup bagian dada tetapi tidak terlihat kaku. “Iya emang bisa narik perhatian tapi kan kita juga harus bisa milij-milih mana yang bisa dicontoh gitu mana yang gak. Kayak misalnya kalau liat Putri pake Jilbab tetep nutupin dada tapi gak kaku gitu loh, masih bisa dipake. Buat anak muda ya paling gitu aja dicontohnya.”
91
Walaupun dibuat agar tidak kaku, bukan berarti kerudung yang digunakan menjadi penuh dengan aksesoris. Karena menurut Qonita hal tersebut tidak sesuai dengan aturan penggunaan Jilbab menurut Syari’ah. “Pake banyak aksesoris gitu, yang ada bunga-bunganya segala. Itu kan berlebihan kalau begitu.” Qonita berharap kedepannya sinetron Indonesia tidak hanya menjual judul yang menggunakan istilah-istilh dalam Agama Islam untuk menarik perhatian. Tetapi diharapkan Ajaran Islam bisa diterapakan sepenuhnya dalam sinetron tersebut. “Iya jadi kalau bisa gak cuma judulnya aja yang ada IslamIslamnya tapi ceritanya juga.”
Tabel 4.11 Hasil Penelitian Informan 9 -
Aku sih nontonnya paling kalau ada yang aku suka ya aku tonton. Kayak itu tuh, aku kan suka banget sama Jilbab In Love
Penggunaan Televisi
jadinya ya aku nonton televisinya pas itu aja. -
Sama aku juga paling sekarang mah cuma nonton Tukang Bubur Naik Haji aja soalnya Jilbab In
92
Love udahan kan. -
Aku udah tau dari awal ada sinetron itu cuma pas denger dari temen baru deh mulai nonton
Tayangan Jilbab In Love -
Ih lagunya tuh aku juga suka. Apa sih itu judulnya. Pokoknya lagu soundtracknya.
-
Kalo
buat
pemeran
utamanya sih udah sesuai gitu sama Syari’ah tapi kalau buat pemain yang Jilbab dalam Sinetron Jilbab In Love
lainnya
masih
Tabaruz
gitu. Tapi sih sebenernya bagus sih kayak nunjukkin gitu
kalau
yang
pake
Jilbab juga bisa eksis gitu. Cuma ya masih belum sesuai aja Jilbabnya. - Pake banyak aksesoris gitu, yang Penggunaan Jilbab dalam Nilai ada bunga-bunganya segala. Itu Syari’ah kan berlebihan kalau begitu. Pengaruh Penggunaan Jilbab
- Iya emang bisa narik perhatian
93
dalam Sinetron Terhadap
tapi kan kita juga harus bisa
Informan
milij-milih mana yang bisa dicontoh gitu mana yang gak. Kayak misalnya kalau liat Putri pake Jilbab tetep nutupin dada tapi gak kaku gitu loh, masih bisa dipake. Buat anak muda ya paling gitu aja dicontohnya. -
Iya jadi kalau bisa gak cuma
Harapan Terhadap Nilai Islam judulnya aja yang ada Islamdalam Sinetron Islamnya tapi ceritanya juga.
4.3.10 Informan 10 Sarah mengaku bahwa dirinya jarang menonton televisi dirumah, bahkan menurutnya ia lebih sering menonton online di situs youtube.com. “Aku jarang nonton televisi dirumah, malah lebih sering nonton youtube di kamar.” Sarah juga mengaku bahwa dirinya tidak menyaksikan sinetron lain selain Jilbab In Love bahkan setelah tayangan tersebut sudah selesai tayang. “Kalau aku mah gak nonton sinetron apa-apa lagi.” Sarah juga meyakini bahwa hampir sebagian besar orang mengetahui sinetron Jilbab In Love dari iklan di televisi sama seperti
94
dirinya. Soundtrack dari Jilbab In Love yang dinyanyikan oleh Fatin merupakan awal mula ketertarikannya terhadap tayangan ini. “Kayaknya emang pasti tau dari televisi sih, soalnya kan itu sinetron.” “Yang penyanyinya Fatin bukan sih? Iya tuh aku juga pas liat iklannya suka sama lagunya.” Sarah mengungkapkan walaupun ia sangat menyukai sinetron Jilbab In Love, namun ia tidak memiliki keinginan untuk meniru penggunaan Jilbab dalam sinetron tersebut. menurutnya Jilbab dalam sinetron itu terlalu rumit dan sulit untuk dicontoh. Ia hanya menganggap penggunaan Jilbab dalam sinetron itu sebagai pengingat untuk terus konsisten menggunakan Jilbab. “Ribet gitu kan soalnya kalau mesti pake Jilbab kayak gitu. Paling itu tuh cuma ngingetin aja kalau mereka aja mau kok pake Jilbab masa aku gak.” Walaupun hanya pemeran utama dalam sinetron itu yang menggunakan Jilbab Syar’i dan yang lainnya masih belum sesuai dengan nilai Syari’ah tetapi penggunaan Jilbab juga bisa mengajak para penonton untuk selalu taat kepada Allah. “Buat pemeran utamanya udah bagus, udah Syar’i tapi yang lainnya belom bisa memenuhi syarat Islam. Tapi sebenarnya pake Jilbab juga udah nunjukkim sih kalau dia taat sama Allah. Cuma negatifnya ya belum sesuai aja gitu.” Salah satu Nilai Syari’ah yang umum diketahui adalah adanya larangan menyanggul tinggi rambut sebelum menggunakan Jilbab sehingga terlihat seperti punduk unta. “Oiya, sama itu gak boleh kayak punduk unta. Rambut atasnya gak boleh tinggi-tinggi gitu kayak disanggul.”
95
Sarah hanya berharap semoga sinetron Indonesia tidak hanya sebatas menjual nama Islam tetapi benar-benar menggambarkan Nilai Islam yang sebenarnya. “Bener banget. Ngegambarin Nilai Islamnya gak cuma asal doang.”
Tabel 4.12 Hasil Penelitian Informan 10 -
Aku jarang nonton televisi dirumah, malah lebih sering nonton youtube di kamar.
Penggunaan Televisi -
Kalau aku mah gak nonton sinetron apa-apa lagi.
-
Kayaknya emang pasti tau dari televisi sih, soalnya kan itu sinetron.
Tayangan Jilbab In Love -
Yang penyanyinya Fatin bukan sih? Iya tuh aku juga pas liat iklannya suka sama lagunya..
Jilbab dalam Sinetron Jilbab In Love
- Buat pemeran utamanya udah bagus, udah Syar’i tapi yang lainnya belom
96
bisa
memenuhi
Islam.
Tapi
syarat
sebenarnya
pake Jilbab juga udah nunjukkim sih kalau dia taat sama Allah. Cuma negatifnya ya belum sesuai aja gitu. - Oiya, sama itu gak boleh kayak Penggunaan Jilbab dalam Nilai
punduk unta. Rambut atasnya gak
Syari’ah
boleh tinggi-tinggi gitu kayak disanggul. - Ribet gitu kan soalnya kalau
Pengaruh Penggunaan Jilbab
mesti pake Jilbab kayak gitu.
dalam Sinetron Terhadap
Paling itu tuh cuma ngingetin aja
Informan
kalau mereka aja mau kok pake Jilbab masa aku gak.
Harapan Terhadap Nilai Islam dalam Sinetron
-
Bener banget. Ngegambarin Nilai Islamnya gak cuma asal doang.
97
4.4 Pembahasan Terdapat tiga tipe audiens menurut Hall (1980, dikutip dalam Anau, 2014, h.34) yaitu Preferred or Dominant (Dominan), Negotiated Meaning (Ternegosiasi), dan Opposittional Decoding (Oposisi). Berdasarkan analisa yang dilakukan peneliti terhadap 10 informan, dapat diketahui bahwa seluruh informan merupakan penonton sinetron Jilbab In Love yang berada dalam posisi Ternegosiasi. Walaupun kesepuluh informan berada dalam posisi Ternegosiasi namun masing-masing dari informan memiliki kadar penolakan dan penerimaan yang berbeda. Sesuai dengan konsep Cultural Studies yang berfokus pada interpretasi yang dilakukan oleh informan. Seperti informan 1 yang menganggap bahwa penggunaan Jilbab dalam sinetron Jilbab In Love belum sesuai dengan Nilai Syari’ah karena masih Tabaruz (berlebihan), rumit, dan tidak menutupi dada. Hal tersebut yang membuatnya tidak tertarik sama sekali untuk mengikuti penggunaan Jilbab dalam sinetron. Keputusan informan 1 untuk tetap menggunakan Jilbab yang biasa ia gunakan tidak terlepas dari pengetahuannya mengenai aturan penggunaan Jilbab menurut Nilai Syari’ah yang yang ia dapat saat mengikuti pengajian di lingkungan rumahnya. Sama halnya dengan informan 1, informan 2, 3, 5, 6, 7, 8, 9, 10 juga menganggap bahwa penggunaan Jilbab dalam sinetron Jilbab In Love belum sesuai dengan Nilai Syari’ah. Menurut para informan, Jilbab yang sesuai dengan Nilai Syari’ah adalah Jilbab yang tidak pendek dan mampu menutup dada. Terlebih lagi informan 3 menambahkan bahwa penggunaan Jilbab
98
berdasarkan Nilai Syari’ah tidak boleh transparan dan memunculkan berbagai macam aksesoris dari balik Jilbab yang digunakan. Bahkan penggunaan Jilbab dalam sinetron Jilbab In Love menurut informan 4 tidak hanya sebatas melanggar aturan penggunaan Jilbab dalam Nilai Syari’ah. Lebih dalam lagi menurutnya penggunaan Jilbab dalam sinetron Jilbab In Love terkesan hanya sebatas menggunakan saja tanpa memikirkan itu benar atau salah. Alasan yang sedikit berbeda ini tentu saja dipengaruhi oleh pengetahuannya dalam memahami penggunaan Jilbab yang benar dan sesuai dengan aturan dalam Nilai Syari’ah. Jika dibandingkan dengan para informan lain, informan 4 memang merupakan informan yang paling lama dalam menerapkan penggunaan Jilbab sesuai dengan Nilai Syari’ah. Maka dapat dikatakan wajar jika penolakan yang dilakukan oleh informan 4 lebih dalam dibandingkan dengan informan lain karena nilai-nlai penggunaan Jilbab dalam Jilbab In Love bertolak belakang dengan nilai yang selama ia pahami dan terapkan dalam dirinya. Namun jika diteliti lebih mendalam lagi, konsep penggunaan Jilbab dalam sinetron Jilbab In Love tidak sepenuhnya melanggar aturan dalam Nilai Syari’ah. Seperti yang diungkapkan oleh para informan bahwa masih terdapat beberapa konsep yang dapat diterima dan sesuai. Pada informan 1 misalnya, ia menganggap bahwa penggunaan Jilbab yang dikenakan oleh Putri (pemeran utama) dan ibunya merupakan penggunaan Jilbab yang masih dapat dia terima karena sesuai dengan Nilai Syari’ah. Namun walaupun dirinya menganggap itu benar, informan 1 mengatakan bahwa dirinya tidak tertarik
99
untuk mengikuti penggunaan Jilbab tersebut. Berdasarkan penjelasan diatas, maka terlihat bahwa informan 1 menerima beberapa konsep penggunaan Jilbab yang dihadirkan dalam sinetron Jilbab In Love namun tetap mempertahankan konsep yang ia pahami sebelumnya. Sesuai dengan penjelasan konsep audiens Ternegosiasi yang menjelaskan bahwa audiens dalam tipe ini menerima beberapa makna yang disodorkan oleh si pembuat program namun memodifikasinya sedemikan rupa sehingga mencerminkan minat pribadi informannya. Sama halnya dengan informan 6, 9, dan 10 yang menyetujui penggunaan Jilbab Syar’i oleh Putri (pemeran utama). Namun pada informan 10, ia menambahkan bahwa penggunaan Jilbab dalam sinetron Jilbab In Love dapat memberikan motivasi pada dirinya untuk tetap konsisten menggunakan Jilbab. Konsistensi dan persamaan persepsi antara keempat informan tersebut tidak terlepas dari kemiripan latar belakang yang dimiliki oleh mereka. Informan 1 dan 9 mengaku bahwa keputusan untuk menggunakan Jilbab merupakan kesadaran yang datang dari dalam diri mereka. Sedangkan informan 6 dan 10 memang mengakui bahwa awalnya mereka mendapat pengaruh dari lingkungan sekitar namun setelah itu mereka konsisten untuk berjilbab atas dasar kesadaran sendiri. Selain itu, keempat informan diatas juga terlibat aktif dalam kegiatan pengajian dan remaja Masjid di lingkungan tempat tinggal mereka. Berbeda halnya dengan informan 2, 3, dan 4. Mereka tidak hanya sebatas menerima dan membenarkan konsep penggunaan Jilbab yang dikenakan oleh
100
Putri (pemeran utama). Informan 2, 3, dan 4 juga tidak segan untuk mengikuti penggunaan Jilbab Syar’I yang dikenakan oleh Putri (pemeran utama). Menurut mereka, Jilbab yang dikenakan oleh Putri tetap sesuai dengan aturan dalam Nilai Syari’ah namun dikemas lebih modis dan tidak kaku. Kesamaan pendapat tiga informan tersebut tidak terlepas dari fakta bahwa mereka memiliki latar belakang yang sama dalam mengambil keputusan untuk berjilbab. Informan 2, 3, dan 4 menggunakan Jilbab bukan karena kesadaran yang datang dari diri mereka sendiri, melainkan karena faktor lain yang berasal dari lingkungan seperti mengikuti teman dan kemauan orangtua. Hal tersebut diperkuat dengan konsep Cultural Studies yang menjelaskan bahwa aspek kejiwaan dalam hal ini kesadaran dapat mempengaruhi keunikan sesorang dalam berpikir. Selain itu, latar belakang mereka bertiga itu pula yang menyebabkan mereka lebih fleksibel dalam menerima perbedaan dan perubahan. Sehingga mudah bagi mereka untuk mengikuti trend Jilbab saat ini selama itu masih sesuai dengan Nilai Syari’ah. Informan 8 juga memiliki penerimaan yang sama terhadap konsep penggunaan Jilbab dalam sinetron Jilbab In Love. Dia mengatakan Jilbab yang dikenakan oleh Putri (pemeran utama) terlihat sederhana namun tetap modis dan tidak kaku. Hal yang membedakan informan 8 dengan informan 2, 3, dan 4 adalah keputusan informan 8 untuk mencontoh juga penggunaan Jilbab yang digunakan oleh para pemain lain meskipun itu tidak sesuai dengan Nilai Syari’ah. Baginya tidak masalah untuk mencontoh penggunaan Jilbab tersebut karena hanya ia gunakan pada acara-acara formal tertentu.
101
Penerimaan informan 8 terhadap penggunaan Jilbab dalam sinetron Jilbab In Love merupakan hal yang tidak diduga, karena jika dilihat dari lingkungan keluarganya. Informan 8 memiliki keluarga yang terlihat cukup taat dan mengerti ajaran Islam. Hal itu bisa dilihat dari fakta bahwa adik perempuannya pernah bersekolah di dalam pesantren. Selain itu, seluruh anggota keluarganya juga menggunakan Jilbab seperti dirinya. Sedangkan jika dilihat pada informan 5 dan 7. Kedua informan ini memiliki anggapann yang berdiri dibandingkan dengan semua informan lainnya. Kedua informan ini, tidak mengatakan secara eksplisit bahwa mereka menerima konsep penggunaan Jilbab dalam sinetron Jilbab In Love, baik itu secara keseluruhan ataupun secara khusus pada penggunaan Jilbab oleh Putri (pemeran utama) seperti informan lainnya. Pada informan 5, ia menganggap bahwa penggunaan Jilbab dalam sinetron bisa ia jadikan sebagai pengetahuan tambahan menyangkut hal model-model penggunaan Jilbab yang banyak digunakan dalam masyarakat. Sekalipun konsep penggunaan Jilbab dalam sinetron Jilbab In Love tidak sesuai dengan konsep penggunaan Jilbab yang ia ketahui selama ini. Berbeda lagi pada informan 7, ia menganggap bahwa penggunaan Jilbab dalam sinetron Jilbab In Love dapat mempengaruhi dan memberikan pengaruh kepada audiens khususnya remaja lainnya agar tertarik untuk menggunakan Jilbab. Sekalipun menurutnya konsep penggunaan Jilbab yang disampaikan belum sesuai dengan Nilai Syari’ah yang selama ini dia pahami.
102
Bila diteliti lebih dalam lagi, sebenarnya kedua informan 5 dan 7 memiliki latar belakang yang hampir sama. Keduanya terbukti menggunakan Jilbab dikarenakan faktor dorongan dari lingkungan sekitar. Informan 5 mengaku bahwa dirinya menggunakan Jilbab karena merupakan kewajiban ketika ia masih duduk di bangku SMP. Sedangkan untuk informan 7 tidak jauh berbeda, ia mengaku bahwa awal mula ia bisa menggunakan Jilbab karena mendapat permintaan dari kedua orangtuanya. Selain itu juga, keduanya mengaku merasas malu jika harus melepas Jilbab yang mereka kenakan di hadapan orang lain, bahkan informan 5 mengaku bahwa dirinya lebih memilih berdiam diri di dalam kamar apabila kedatangan tamu yang tidak ia kenal. Berdasarkan alasan itulah, kedua informan memutuskan untuk hanya menjadikan konsep penggunaan Jilbab dalam sinetron Jilbab In Love sebagai pengetahuan
dan
motivasi
saja
tanpa
berniat
untuk
mencontoh
penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari. Pada intinya, konsep penggunaan Jilbab yang dihadirkan dalam sinetron Jilbab In Love tidak sepenuhnya mengalami penolakan oleh informan. Masih terdapat beberapa konsep penggunaan Jilbab yang masih bisa diterima bahkan dijadikan pengetahuan hingga tidak segan untuk dicontoh dalam kehidupan sehari-hari informan. Selain itu, sesuai dengan konsep Cultural Studies yang merupakan studi untuk mempelajari berbagai pola perilaku manusia dari berbagai aspek seprti kehidupan sosial dan wilayah kejiawaan. Pemaknaan para informan terhadap penggunaan Jilbab dalam sinetron Jilbab In Love yang berbeda dapat dipengaruhi oleh latar belakang budaya dan
103
sosial serta pengetahuan para informan terhadap aturan penggunaan Jilbab berdasarkan Nilai Syari’ah.
104
Tabel 4.13 Pemaknaan Informan Terhadap Penggunan Jilbab dalam Sinetron Jilbab In Love Nama Informan
Penolakan
Penerimaan Jilbab yang dikenakan oleh
Informan 1
Penggunaan Jilbab dianggap Putri (pemeran utama) dan
Ghina
masih banyak yang Tabaruz ibunya sudah sesuai dan dapat
Aribah
(berlebihan) dan rumit. diterima. Masih banyak penggunaan Jilbab yang digunakan oleh
Informan 2
Jilbab yang belum memenuhi Putri (pemeran utama) sudah
Meyzla
Syari’ah Islam. Beberapa dianggap sesuai bahkan tidak
Ativa
Jilbab juga masih Tabaruz dan segan untuk dicontoh. menutup dada. -
Jilbab yang digunakan oleh Putri (pemeran utama) sudah menutupi dada dan
Informan 3
Masih banyak penggunaan informan tidak segan
Nikayati
Jilbab yang Tabaruz. mencotohnya. -
Sudah terdapat beberapa penggunaan Jilbab Syar’i.
Informan 4 Khairiyyah
-
Penggunaan Jilbab dalam
Penggunaan Jilbab Putri
sinetron Jilbab In Love
(pemeran utama) dianggap
105
-
dianggap main-main dan
sudah sesuai dan informan
tidak sesuai aturan.
mencontohnya.
Jilbab yang digunakan digulung-gulung (ribet). Mengakui bahwa beberapa
Informan 5 Jilbab yang digunakan belum
penggunaan Jilbab dalam
Rika menutup dada dan rumit (ribet). sinetron bisa dijadikan sebagai Azzahra pengetahuan tambahan. Penggunaan Jilbab para pemain
Jilbab yang digunakan oleh
selain pemeran utama masih
Putri (pemeran utama) sudah
Tabaruz.
sesuai dengan Syari’ah.
Informan 6 Ismi Rafida Penggunaan Jilbab dalam Informan 7
sinetron dipercaya bisa menarik Penggunaan Jilbab dianggap
Dina
perhatian dan mempengaruhi masih berlebihan.
Melasari
audiens untuk menggunakan Jilbab. -
Jilbab yang digunakan Putri (pemeran utama) tetap
Penggunaan Jilbab dianggap
sederhana tetapi lebih
rumit (ribet) dan memakan
modis.
Informan 8 Putri waktu
-
Penggunaan Jilbab dicontoh untuk digunakan pada acara-acara resmi.
106
Jilbab yang digunakan Putri Informan 9
Penggunaan Jilbab pada (pemeran utama) sudah sesuai
Qonita
pemain selain pemeran utama dengan Syari’ah dan tetap
Salsabila
masih Tabaruz. menutupi dada tapi tidak kaku. -
Jilbab yang digunakan
Penggunaan Jilbab pada
pemeran utamanya sudah
pemeran lainnya selain
Syar’i.
Informan 10 Sarah pemeran utama belum sesuai
-
Penggunaan Jilbab dalam
Refihana dengan syarat Islam dan ribet.
sinetron bisa menjadi motivasi.
107
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
4.5 Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan oleh peneliti melalui proses Focus Group Discussion (FGD) terhadap kesepuluh informan, remaja anggota keputrian penonton sinetron Jilbab In Love terhadap pemaknaan mereka mengenai penggunaan Jilbab, peneliti menyimpulkan halhal sebagai berikut : 1.
Empat dari sepuluh informan membenarkan beberapa konsep penggunaan Jilbab dalam sinetron Jilbab In Love namun memutuskan untuk tetap menggunakan Jilbab sesuai dengan pemahamannya masing-masing. Tiga dari sepuluh informan memilih untuk mempraktikan konsep penggunaan Jilbab dalam sinetron Jilbab In Love yang sesuai dengan pemahaman yang dimiliki sebelumnya. Satu dari sepuluh informan menganggap beberapa konsep belum sesuai dengan pemaham yang dimilikinya namun tetap memutuskan untuk mempraktikan penggunaan Jilbab yang ditampilkan dalam sinetron Jilbab In Love. Sedangkan dua dari sepuluh informan lebih cenderung memaknai penggunaan Jilbab dalam sinetron Jilbab In Love sebagai sesuatu yang salah dan tidak
108
sesuai
dengam
pemaham
yang
dimiliki
namun
masih
menganggapnya sebagai pengetahuan tambahan dan motivasi. 2.
Kesepuluh informan yang sudah dibahas sebelumnya berada dalam posisi Negotiated Meaning atau Ternegosiasi dalam memaknai penggunaan Jilbab dalam sinetron Jilbab In Love. Namun masing-masing informan memiliki kecenderungan yang berbeda. Informan 8 memiliki kadar penerimaan lebih tinggi dibandingkan kadar penolakan sehingga bisa dikatakan Ternegosiasi namun cenderung Dominan. Informan 5 dan 7 memiliki kadar penolakan yang lebih tinggi dibandingkan kadar penerimaan sehingga bisa dikatakan Ternegosiasi namun cenderung Oposisi. Sedangkan sisanya yaitu informan 1,2,3,4,6,9, dan 10 memiliki kadar penerimaan dan penolakan yang seimbang sehingga dapat dikatakan berada dalam posisi Ternegosiasi sepenuhnya.
4.6 Saran Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dianalisis dan dibahas lebih lanjut, maka terdapat beberapa saran yang mengacu kepada kesimpulan dan penemulan penelitian di lapangan. Diharapkan saran yang dikemukakan dapat menjadi masukan bagi pihak-pihak yang memiliki kepentingan dan ketertarikan terhadap penelitian ini.
109
4.6.1 Saran Akademis Penelitian dengan judul “Pemaknaan Remaja Pengguna Jilbab Tentang Penggunaan Jilbab dalam Sinetron Jilbab In Love di RCTI” ini memfokuskan informannya hanya kepada satu komunitas saja yaitu Ekstrakulikuler Keputrian di SMAN 2 Tangerang. Oleh karena itu, diharapakan terdapat pengembangan dalam pemilihan informan agar hasil yang didapat menjadi lebih beragam. Pada penilitian ini juga hanya digunakan satu metode pengumpulan data yaitu Focus Group Discussion, diharapakan pada penelitian selanjutanya dapat menggabungkan dua metode pengumpulan data yaitu Focus Group Discussion dan wawancara mendalam agar dapat mengetahui lebih mendalam mengenai latar belakang informan yang dipilih nantinya. Selain itu, bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan pengembangan dari penelitian ini dengan mencoba mencari efek dari tayangan sinetron Jilbab In Love terhadap para remaja dengan menggunakan pendekatan kuantitatif.
4.6.2 Saran Praktis Atas dasar hasil yang ditemukan dari penelitian ini, bahwa para audiens penonton sinetron Jilbab In Love cenderung untuk menolak konsep penggunaan Jilbab dalam sinetron Jilbab In Love. Berdasarkan hasil tersebut, diharapkan pihak terkait dapat mencari solusi agar konsep penggunaan Jilbab yang dihadirkan bisa sesusai dengan ekspektasi para
110
penontonnya. Ada baiknya pihak terkait juga berusaha lebih memahami aturan-aturan dalam Nilai Syari’ah yang berhubungan dengan tata cara penggunaan Jilbab agar sinetron yang ditayangkan bisa sepenuhnya sesuai dengan ajaran Agama Islam.
111
DAFTAR PUSTAKA
Amal, Taufik Adnan & Panggabean, Samsu Rizal. 2004. Politik Syariat Islam : Dari Indonesia Hingga Nigeria. Jakarta: Pustaka Alvabet Antoni, Riuhnya Persimpangan Itu : Profil dan Pemikiran Para Penggagas Kajian Ilmu Komunikasi. Solo: Tiga Serangkai Bungin, Burhan. 2008. Sosiologi Komunikasi Cetakan Ketiga. Jakarta: Kencana _____________. 2011. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta : Kencana. DeVito, Joseph. 1997. Komunikasi Antar Manusia. Jakarta: Professional Books Endraswara, Suwardi. 2006. Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan : Ideologi, Epistemologi, dan Aplikasi Cetakan Pertama. Yogyakarta: Pustaka Widyatama Eriyanto. 2002. Analisis Framing : Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media Cetakan ke 1. Yogyakarta: LKiS Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia Irwanto. 2006. Focused Group Discussion : Sebuah Pengantar Praktis. Jakarta: Yayasan Obor Kosasih, Engkos. 2006. Bahasa Indonesia 6A. Bogor: Quadra Kushendrawati, Selu Margaretha. 2011. Hiperealitas dan Ruang Publik. Jakarta: Penaku Manshur, Abd Al-Qadir. 2009. Buku Pintar Fikih Wanita. Jakarta: Zaman Maryati, Kun & Suryawati, Juju. 2002. Sosiologi 3. Jakarta: Esis
112
Neuman, W. Lawrance. 2011. Social Research Methods : Qualitative and Quantitative Approaches 7th Edition. Boston: Pearson Nurhayati, Sri. 2013. Akutansi Syariah Di Indonesia Edisi 3. Jakarta: Salemba Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Patton, Michael Quinn. 2002. Qualitative Research and Evaluation Methods 3rd Edition. California: Sage Publications Pawito. 2007. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: LKiS Pranggono, Bambang. 2006. Mukjizat Sains Dalam Al-Qur’an : Menggali Inspirasi Ilmiah. Bandung: Ide Islami Sari, Endang S. 1993. Audience Research : Pengantar Studi Penelitian Terhadap Pembaca, Pendengar, dan Pemirsa. Yogyakarta: Andi Offset Sendjaja, Sasa Djuarsa., Naina, Akhmadsyah., Siregar, Amir Effendi,. Dkk. 2008. Manusia Komunikasi, Komunikasi Manusia. Jakarta: Kompas Soebagijo, Azimah. 2008. Pornografi : Dilarang tapi Dicari. Jakarta: Gema Insani Soemabrata, Iskandar AG. 2006. Pesan-Pesan Numerik Al-Quran. Jakarta: Penerbit Republika Stokes, Jane. 2007. How To Do Media And Cultural Studies : Panduan Untuk Melaksanakan Penelitian Dalam Kajian Media Dan Budaya Cetakan kedua. Yogyakarta: Bentang Sumarto, Hetifah Sj. Inovasi, Partisipasi, dan Good Governance. Jakarta: Yayasan Obor
113
Surbakti, E,B. 2008. Awas Tayangan Televisi. Jakarta: Elex Media Komputindo. ___________. 2009. Kenalilah Anak Remaja Anda. Jakarta: Elex Media Komputindo Sutisno. 1993. Pedoman Praktis Penulisan Skenario Televisi dan Radio. Jakarta: Grasindo Turner, Lynn H & West, Richard. 2008. Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi Edisi ke Tiga. Jakarta: Salemba Humanika Vipond, Mary. 2011. The Mass Media In Canada 4th Edition. Canada: James Lorimer & Company Vivian, John. 2008. Teori Komunikasi Massa Edisi Kedelapan. Jakarta: Kencana Quthb, Sayyid. 2004. Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Diabawah Naungan Al-Qur’an (Surah Ash-Shaaffaat 102 – Al-Hujuraat) Jilid 10. Jakarta: Gema Insani Press Wiyono, Slamet. 2005. Cara Mudah Memahami Akuntansi Perbankan Syariah. Jakarta: Grasindo Zen, Fathurin. 2004. NU Politik : Analisis Wacana Media Cetakan ke 1. Yogyakarta: LKiS
Antasari, Maulana. 2008. Televisi Sebagai Media Informasi Anak (Studi Deskriptif Tentang Fungsi Televisi Sebagai Media Informasi Bagi Anak di SD Melati Komplek Marelan Medan). Medan: Universitas Sumatera Utara. Diakses 30 Maret 2015. http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/30683/Chapter%20II. pdf?sequence=4
114
Afiyanti, Yati. 2008. “Focus Group Discussion Sebagai Metode Pengumpulan Data Penelitian Kualitatif”. Jurnal Keperawatan Indonesia, vol. 12, no. 1, h. 58-62.
Diakes
07
Mei
2015.
http://jki.ui.ac.id/index.php/jki/article/viewFile/201/pdf_66 Adi, Tri Nugroho. 2012. “Mengkaji Khalayak Media Dengan Metode Penelitian Resepsi”. Acta DiumA, vol. 8, no. 1, h. 26-30. Diakses 9 Juli 2015. http://komunikasi.unsoed.ac.id/sites/default/files/Tri%20Nugroho%20Adi%2 0%20Mengkaji%20Khalayak%20Media%20dengan%20Metode%20Penelitian %20Resepsi.pdf Hendriyani. 2008. “Wajah Buram Sinetron Remaja Indonesia”. Beyond Borders : Communication Modernity & History. Diakses 30 Maret 2015. https://books.google.co.id/books?id=fyj35c6ZfuAC&pg=PA156&dq=sinetro n&hl=id&sa=X&ei=KQMZVefEM4yguQTY5oGoBw&redir_esc=y#v=onep age&q=sinetron&f=false Hidayat, Mien. 2008. Makna Dan Pemaknaan Aplikasi Dalam Penelitian. Bandung: Universitas Padjadjaran. Diakses 17 Agustus 2015. http://www.academia.edu/7084510/MAKNA_DAN_PEMAKNAAN_APLIK ASI_DALAM_PENELITIAN Badan Pusat Statistik. 2012. “Proporsi Penduduk Berumur 10 Tahun ke Atas yang Menonton Acara Televisi Selama Seminggu Terakhir menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Jenis Kelamin,2012”. Diakses 26 Oktober 2014. http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1519
115
Nielsen. 2010. “An Extra 21% Audience Watches TV in Ramadhan”. Diakses 17 Maret 2015. http://www.agbnielsen.net/Uploads/Indonesia/Nielsen_Newsletter_Aug_2010 -Eng.pdf Elzatta Hijab. 2015. “Kerudung Aisyah Putri Sinetron Jilbab In Love”. Diakses 15 Maret 2015. http://elzattashop.com/blog/kerudung-aisyah-putri-sinetronjilbab-in-love/ RCTI. 2014. “Tentang Jilbab In Love.” Diakses 17 Maret 2015. http://www.rcti.tv/program/view/459/JILBAB-IN-LOVE#.VQgziUu7cpE Indosiar. 2013. “Adjie Dukung Sinetron Religius”. Diakses 15 Maret 2015. http://www.indosiar.com/gossip/adjie-dukung-sinetron-religius_42419.html
Aisyah, Farah & Muskita, Ade. 2015. “Polwan Diperbolehkan Pakai Jilbab”. Indosiar.com. Diakses 16 Agustus 2015. http://www.indosiar.com/fokus/polwan-diperbolehkan-pakaijilbab_124014.html Luzar, Laura Christina. 2014. “Cultural Studies. Binus University School of Design. Diakses 9 Juli 2015. http://dkv.binus.ac.id/2014/09/21/culturalstudies/ Pratomo, Yulistyo. 2014. “Fenomena Jilboobs, Jilbab Seksi yang Bikin Kontroversi”. Merdeka.com. Diakses 9 Juli 2015. http://www.merdeka.com/peristiwa/fenomena-jilboobs-jilbab-seksi-yangbikin-kontroversi.html
116
Romli, ASM. 2013. “Pengertian Media Massa”. Komunikasai UIN Bandung. Diakses 25 Maret. http://komunikasi.uinsgd.ac.id/pengertian-media-massa/ Rayendra, Panditio. 2014. “Satu Lagi Sinetron yang Diadaptasi dari Novel Asma Nadia”. Tabloid Bintang. 24 Oktober. Diakses 6 Maret 2015. http://www.tabloidbintang.com/articles/film-tv-musik/sinopsis/13999-satulagi-sinetron-yang-diadaptasi-dari-novel-asma-nadia _____________________. 2014. “Dari 3 Sinetron Upcoming SinemArt Ini, Mana yang Paling Anda Nantikan?”. Tabloid Bintang. 1 September. Diakses 6 Maret 2015. http://www.tabloidbintang.com/articles/film-tvmusik/kabar/11799-dari-3-sinetron-upcoming-sinemart-ini-mana-yangpaling-anda-nantikan “Khazanah Trans7”. 2014. Tvguide. 15 April. Diakses 6 Maret 2015. http://tvguide.co.id/program_acara_rutin/khazanah-trans7 “Prinsip Dasar dan Tujuan Teori Belajar Kognitif”. 2013. Emakalah. 19 April. Diakses 31 Maret 2015. http://www.emakalah.com/2013/04/prinsip-dasardan-tujuan-teori-belajar.html “Sinetron Ramadan Jadul Ini Pasti Buatmu Kangen!”. 2014. Kapan Lagi. 14 Juli. Diakses 6 Maret 2015. http://www.kapanlagi.com/showbiz/sinetron/sinetronramadhan-jadul-ini-pasti-buatmu-kangen-1000ce-1.html “Rahasia Ilahi Dongkrak Posisi TPI”. 2005. Kapan Lagi. 7 April. Diakses 6 Maret 2015. http://www.kapanlagi.com/showbiz/televisi/rahasia-ilahi-dongkrakposisi-tpi-dprmokn.html
117
“Tinjauan Umum Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam”. 2013. Warta Madani. Juni. Diakses 6 Maret 2015. http://www.wartamadani.com/2013/06/tinjauanumum-nilai-nilai-pendidikan.html “Aisyah Putri The Series : Jilbab In Love Tayang Senin di RCTI”. 2014. Studio Kita. Oktober. Diakses 17 Maret 2015. http://tv.studiokita.net/2014/10/sinetron-baru-rcti-jilbab-in-love.html “Belum Lama Tamat, RCTI Akan Tayangkan ‘Jilbab In Love’ Season 2”. 2015. Wow Keren. 17 Februari. Diakses 15 Maret 2015. http://www.wowkeren.com/berita/tampil/00067787.html
118