Jurnal Ultima Humaniora, September 2013, hal 83-102 ISSN 2302-5719
Vol. I, Nomor 2
Videografi sebagai Sarana Pembelajaran OSCAR JAYANAGARA Universitas Multimedia Nusantara Jl. Boulevard Gading Serpong, Scientia Garden, Tangerang - Banten Telpon: 021-54220808 ext. 3510 Surel:
[email protected] Diterima: 31 Juli 2013 Disetujui: 14 Agustus 2013
ABSTRACT
Videography as a learning tool is an effective way to influence and to inspire audiences. Objectively, videography can be called as an Applied Science. The major problem with learning videography as a science is that to understand the function of one phase or one piece of equipment, we should already know all of the others. As an object, this article provides an overview of the initial technical television production process, and three phases of production. As a subject, videography emphasizes on the learner. To support the learner who is concerned to obtain the knowledge, this article gives an exploration of cognitive, affective, and psychomotor Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives. The learning outcomes represent the level of understanding, intellectual, creativity, and behavior. Keywords: Videography, learning tool, phases, pre production, production, post production, Bloom’s Taxonomy
Pendahuluan Video, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, adalah rekaman gambar hidup atau program televisi untuk ditayangkan lewat pesawat televisi (KBBI, 2007: 1261). Walaupun anak kalimat ditayangkan lewat pesawat televisi ini dapat diperdebatkan lebih jauh1, tidak bisa dipungkiri bahwa tayangan video telah be-
gitu melekat dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Dari pagi sampai malam hari, baik di rumah, di sekolah, di kampus, di jalan-jalan, di rumah makan, di mal, di Anjungan Tunai Mandiri melalui berbagai peralatan elektronik di sekitar kita, seperti telepon genggam, televisi, layar digital besar di persimpangan jalan maupun di dinding mal, laptop,
1
Di era digital abad ke-21, video dalam bentuk klip, iklan layanan masyarakat, iklan pariwara, film pendek, dan lain-lainnya, tidak hanya ditayangkan lewat pesawat televisi, tetapi juga lewat media lain seperti telepon genggam, laptop, komputer, bioskop, anjungan tunai mandiri, layar LCD raksasa, dan sebagainya (Millerson dan Owens, 2008: 1-2). Baca juga Reardon, N. (2006).
08-OSCAR JAYANAGARA.indd 83
10/26/2013 10:00:29 PM
84
Videografi sebagai Sarana Pembelajaran
komputer, bioskop, kita disuguhi tayang an video terus menerus. Tayangan video tersebut bisa berupa tayangan edukasi, tayangan tutorial, tayangan dokumentasi, tayangan berita, tayangan porno, tayangan hiburan, dan sebagainya. Entah tayangan visual tersebut memiliki kandungan yang ‘tersurat’ ataupun ‘tersirat’, yang pasti pesan yang terkandung akan membentuk persepsi audiens. Video sebagai hasil akhir program televisi tidak bisa dipisahkan dari sistem penyiaran dunia (World Broadcasting System).2 Saat menyaksikan acara televisi di kanal televisi daerah, kanal televisi nasional, kanal televisi internasional, kanal televisi berbayar, seseorang akan melihat sebuah karya audio visual dalam bentuk video. Program acara yang ingin ditonton bisa berupa program News (Dunia Dalam Berita TVRI, Halo Bandung Pagi PJTV Bandung, Seputar Indonesia RCTI, Reportase Pagi Trans TV, dan seterusnya), program Documentary (Nat Geo Wild National Geographic, Storm Chasers Discovery Channel, Call of The Wild Man Animal Planet, The Life of Andy Murray BBC, dan seterusnya), program Feature (Hidden Story BBC, Maestro Metro TV, Jejak Nusantara Kompas TV, dan seterusnya), Talkshow (Kampus 100 Kompas TV, Kick Andi Metro TV, Bukan Empat Mata Trans 7, dan seterusnya), Game Show (Temukan Kata Kompas TV, Ranking Satu Trans TV, dan seterusnya), Film (FTV Pagi Indosiar, Big Movies Global TV, dan seterusnya), Reality show (Minta Tolong RCTI,
Vol I, 2013
Termehek-mehek Trans TV, dan seterusnya), Komedi (Stand Up Comedy Kompas TV, Opera Van Java Trans 7, dan seterusnya), Talent Scot (Indonesia Mencari Bakat Trans TV, Indonesian Idol RCTI, dan seterusnya), Program Musik (K 20 Kompas TV, Dahsyat RCTI, dan seterusnya), program religi (Solusi SCTV, Tukang Bubur Naik Haji RCTI, dan seterusnya), program anak (Spongebob, Nickolodeon, Doraemon RCTI, Bolang: Bocah petualang Trans TV, dan seterusnya), program remaja (Dahsyat RCTI, Putih Abu-Abu SCTV, dan seterusnya), program dewasa (Obat Malam RCTI, Para Pencari Tuhan SCTV, dan seterusnya), dan berbagai program lainnya. Di luar penyiaran radio, sistem penyiaran di seluruh dunia sekarang ini tidak bisa lepas dari tayangan video. McKernan menyebutnya sebagai sebuah Era Videografi, The Age of Videography (McKernan, 1996). Video tidak hanya mendominasi dunia penyiaran, tetapi juga sudah merambah dunia teknologi informasi.3 Seseorang yang tidak punya televisi di rumahnya dan ingin menyaksikan program televisi kesukaannya, dapat pergi ke warung internet dan menyewa komputer untuk menyaksikan tayangan tunda (Extended version), tayangan regular (Series or Single Regular Show), tayangan berbayar (Video on Demand), maupun tayangan langsung (Live Show), sebuah acara televisi melalui streaming internet. Stasiun-stasiun televisi daerah nasional, maupun internasional memanfaatkan betul VideoBlog, Website, YouTube,
World Broadcasting System Television / Video Formats: NTSC (National Television System Committee) PAL (Phase Alternate Line) PAL / SECAM, and SECAM (Sequential and Memory) http://www.dcamediasolutions.com/ video-conversions/web-world-broadcasting-system.pdf 3 Teknologi Informasi berkorelasi erat dengan internet. Dibawah ini ada beberapa contoh berita (tayangan video) yang dimuat oleh CNN melalui Internet: Google’s Android operating system will face its first big court challenge on Monday as a trial gets under way in California to consider a claim from software group Oracle that could top $1bn (April 16, 2012). A cloudcomputing company is building what it calls “the world’s first zero-emission data center” in Iceland (September 28, 2011). http://topics.cnn.com/topics/information_technology. Lihat juga berita atau dokumentari di BBC: http://uit.co.nz/ news/bbc-technology 2
08-OSCAR JAYANAGARA.indd 84
10/26/2013 10:00:29 PM
Videografi sebagai Sarana Pembelajaran
Cloud Computing System, dalam menyimpan dan menayangkan program-program acara televisi mereka. Video kini telah merambah wilayah telekomunikasi (Telecommunication System).4 Antara tahun 1990–2000, orang mengenal telepon genggam sebagai alat komunikasi jarak jauh nirkabel. Tetapi kemudian, memasuki abad ke-21 terjadi penemuan yang fenomenal, telepon genggam tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi jarak jauh, melainkan juga dapat berfungsi sebagai televisi mini (Small TV Device) yang dapat menerima/menangkap siaran televisi secara regular maupun live-streaming. Seseorang yang ingin menyaksikan acara televisi kesukaannya tidak lagi dibatasi oleh ruang, tetapi juga dapat menonton di luar ruangan seperti di taman, di parkiran motor, sedang menunggu antrian panjang, dan sebagainya. Selain itu fasilitas kamera perekam video pada beberapa telepon genggam juga memudahkan seseorang melakukan tatap muka jarak jauh (Long Distance Video Conference), pembelajaran jarak jauh melalui audio visual (Long Distance Learning through Audio Visual). Dalam kapasitas terbatas, beberapa telepon genggam bahkan dapat mengunduh dan mengunggah tayangan-tayangan video dengan mudah.
oscar jayanagara
85
Video juga telah merambah perempatan-perempatan jalan besar, serta dinding kaca atau atap mal-mal besar5. Di kota-kota metropolitan di seluruh dunia, seperti Kuala Lumpur, Beijing, Tokyo, Manila, Bangkok, New York, London, Sydney, Paris, Milan, Jakarta, dan lainnya, di se tiap perempatan jalan besarnya terdapat pariwara berbentuk layar besar berisi Video Commercials. Pariwara berbentuk Billboard (Still Image) telah berganti menjadi Motion Picture Commercial. Bahkan di perempatanperempatan jalan utama kota-kota satelit/ kota-kota penyangga (Sub-Urban City), layar super besar yang menayangkan Video Commercials tersebut dapat dengan mudah kita jumpai. Industri pariwara telah memanfaatkan tayangan-tayangan video sedemikian rupa, yang tentu saja pada akhirnya melahirkan banyak pekerja seni kreatif dan memajukan industri itu sendiri. Singkat kata, video tanpa disadari maupun disadari telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Di Amerika Serikat,sebuah karya video bernama Sesame Street6 dipakai sebagai sarana untuk pembelajaran, sarana untuk mengedukasi masyarakat.7 Program video serial dengan target audiens anak-anak (usia 3 – 6 tahun) yang diciptakan Joan Ganz Cooney dan Lloyd Morrisett tahun
Sistem telekomunikasi disetiap negara atau regional berbeda perusahaan penyedia jasanya. Di Indonesia telepon pintar (Smart Phone) BlackBerry (BB) memakai jasa perusahaan RIM (Research In Motion) dalam menjalankan sistem operasi (Operating system) telekomunikasi-penyiarannya, termasuk mengunggah dan mengunduh video, menonton siaran langsung TV (Life Streaming TV), berselancar (Browsing) di Internet, dan sebagainya. Di Eropa memakai jasa ESTEC (European Space Agency’s Testing Center) SmallGEO dari Belanda: Untuk lebih jelasnya, bisa dikunjungi laman berikut http://www.esa.int/esaTE/SEM1HGKTYRF_index_0.html 5 Allan M Brandt baru berusia tujuh tahun ketika orang tuanya mengajaknya ke New York pada tahun 1961, dan sebagai anak kecil, ia terkagum-kagum menyaksikan baliho raksasa Camel Man, ikon rokok Camel, berada di atas Times Square sambil tak henti mengepulkan cincin-cincin asap (Lih. Brandt.(2007). The Cigarrete Century: The Rise and Fall, and Deadly Persistence of the Product that Defined America.Harvard Publisher). 6 Sesame Street was conceived in 1966 during discussions between television producer Joan Ganz Cooney and Carnegie Foundation vice president Lloyd Morrisett. Their goal was to create a children’s television show that would “master the addictive qualities of television and do something good with them” (Davis, 2008: 8) 7 Menurut Michael Davis, di pertengahan tahun 1970-an, the show had become “an American institution” (Davis, 2008: 220).
4
08-OSCAR JAYANAGARA.indd 85
10/26/2013 10:00:29 PM
86
Videografi sebagai Sarana Pembelajaran
1966 dan ditayangkan perdana pada 10 November 1969 ini dikenal dengan konten pembelajaran, kreatifitas komunikasinya yang unik menggunakan boneka muppet Jim Henson, animasi, film pendek, humor, dan memakai pendekatan kajian budaya. Lewat tayangan video, anak-anak Amerika diajak bermain sambil belajar tentang angka, huruf, warna, bentuk, gambar, waktu, ruang, kehidupan sehari-hari, dan sebagainya. Video dengan pendekatan pembelajaran yang unik ini sangat disukai audiens Amerika, sampai-sampai pemerintah federal Amerika Serikat turut mendanai pembuatannya bersama dengan Yayasan Carnegie dan Yayasan Ford, dan program TV ini terus berkembang ke seluruh dunia (Finch, 1993: 53). Tayangan video ini kemudian berkembang menjadi model Pembelajaran Program Televisi Anak (Children’s Television Workshop - CTW) (Cooney dalam Fisch & Truglio, 2001: xi), yaitu sebuah sistem acara televisi yang mana perencanaan, produksi, dan evaluasididasarkan pada kolaborasi antara para produser, para penulis, para pendidik, dan para peneliti. Cooney dalam bukunya“G” is for Growing: Thirty Years of Research on Children and Sesame Street (Cooney dalam Fisch & Truglio, 2001: xii) menemukan lebih dari seribu kajian penelitian yang berhubungan dengan pengaruh, dampak, efek dari tayangan Sesame Street pada kajian budaya Amerika. Pada ulang tahunnya yang ke-40 tahun 2009, karya visual ini (International Version of Sesame Street) sudah disiarkan di lebih dari 140 negara,
Vol I, 2013
dan disaksikan lebih dari satu milyar audiens di seluruh dunia (Gikow, 2009). Data ini menunjukkan bahwa tayangan video Sesame Street merupakan tayangan yang terbanyak yang pernah disaksikan audiens. Video Sesame Street bisa dikatakan sebagai video yang persepsi atau komunikasinya dilihat dan dimengerti, dan pada akhirnya sa ngat memengaruhi kehidupan audiensnya. Di Indonesia, pada 2006, lewat rumah produksi Indigo, Sesame Street diadaptasi dan diproduksi ulang dengan pendekatan budaya Indonesia, dan diberi nama Jalan Sesama (Jakarta Post, 24 Maret 2006). Jalan Sesama berarti “Jalan Untuk Semua”, terinspirasi oleh konsep Kebersamaan dan Keberagaman (Togetherness and Diversity) di Indonesia (Jakarta Post, 13 Januari 2007). Sebagai tambahan dari konsep pembelajaran dasar huruf dan angka, “Jalan Sesama” juga mengedukasi konsep kebersamaan dan keberagaman, kepedulian alam dan lingkungan8, dan pembangunan karakter yang positif. Dengan melibatkan beberapa artis sebagai bintang tamu, video ini membantu anak-anak Indonesia belajar kognitif dasar dan keterampilan pergaulan sosial, juga mempresentasikan kekayaan dan keberagaman budaya Indonesia. Tema-tema sehari-hari seperti “Kebiasaan Yang Sehat” sampai “Bersih-bersih Sehabis Banjir,” menjadikan tayangan video ini9 berpenga ruh besar kepada audiens anak-anak Indonesia (Sinar Harapan, 24 Maret 2007). Pencetus ide dan pembuat (Creator) “Jalan Sesama”, Muhammad Zuhdi, berhasil meraih penghargaan dari Pemerintah
8
Tayangan video Jalan Sesama selain memakai karakter utama Sesame Street seperti Big Bird, Ernie, Elmo, juga memakai beberapa karakter boneka Hand Puppet dan Live Size Puppet berkarakteristik nama anak atau satwa Indonesia, seperti karakter Momon (berkarakter anak Indonesia berumur 5 tahun yang suka menggambar dan berhitung), karakter Putri (berkarakter anak perempuan Indonesia yang aktif, tetapi sering minta tolong pada Momon), karakter Tantan (berkarakter Orang Utan wanita yang bijak), karakter Jabrik (berkarakter anak Badak bercula satu yang sering mengeluh, tapi juga sering tertawa). 9 Tayangan Jalan Sesama ditayangkan harian (Daily Show) di stasiun televisi Trans7 dari 18 Februari 2008 sampai 2010. Setelah itu mulai 9 September 2011 di tayangkan di Kompas TV (Kompas, 9 September 2011).
08-OSCAR JAYANAGARA.indd 86
10/26/2013 10:00:29 PM
Videografi sebagai Sarana Pembelajaran
Australia dalam Australian Alumni Award for Excellence in Education 2011. (Kompas. com, 12 Juni 2011). Ia telah bertahun-tahun menceburkan diri di dunia pendidikan, baik sebagai dosen di Fakultas Ilmu Tarbiyah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah maaupun sebagai praktisi pendidikan anak usia dini dengan memproduksi video Jalan Sesama. Sebagai seorang creator, tugas Zuhdi dan timnya adalah meramu dan merumuskan pesan pendidikan yang akan dimasukkan ke dalam video tersebut. “Jadi desain produksinya selain menghibur, ada pesan pendidikannya juga,” tutur Zuhdi, sesaat setelah menerima Australian Alumni Award. Atas segala upaya kerasnya, tayang an “Jalan Sesama” berhasil meraih beberapa penghargaan. Penghargaan tersebut antara lain Golden Award dari World Media Festival di Jerman pada tahun 2009 dan penghargaan dari Kementerian Pendidik an Nasional tahun 2010 dalam kategori “Program yang Peduli terhadap Pendidik an Anak-anak” (Indra, 2011). Yang menarik adalah kemudian muncul penelitian atas tayangan Jalan Sesama yang dilakukan oleh Dr. Dina Borzekowsky dari John Hopkins University, Amerika Serikat. Ia melakukan penelitian di bebe rapa daerah di Banten. Borzekowsky melihat impact10 dari tayangan Jalan Sesama ini terhadap anak-anak dan terbukti cukup
oscar jayanagara
87
signifikan (Borzekowsky, 2011). Ini hanya lah salah satu uraian contoh bagaimana video sebagai hasil karya bisa mempengaruhi kehidupan audiensnya secara “positif.” Masih banyak hasil karya video lain yang mempengaruhi audiensnya secara positif, seperti, Laskar Pelangi (Mira Lesmana), Kick Andi (Andi F Noya), Solusi dan Jalan Kasih (Oscar Jayanagara), The Oprah Winfrey Show (Oprah Winfrey), The Little House on The Prairie (Michael Landon), dan lain-lain. Beberapa karya video penulis yang ditayangkan stasiun televisi seperti Solusi11, Jalan Kasih12, PSA Pancasila13 sering penulis pakai untuk menstimulasi pencarian ide dalam proses pembelajaran mahasiswa. Karya video penulis yang non-tayang di stasiun televisi juga penulis tunjukkan dalam proses pembelajaran mahasiswa. Pengalaman berikut adalah salah satu contoh pembuatan tayangan video ciptaan penulis yang non-tayang di stasiun televisi. Penulis menggunakan tayangan video ini untuk menjelaskan proses-proses dalam produksi. Tahun 2009, penulis pernah diminta oleh asosiasi produsen otomotif Jepang melakukan riset menggunakan video mengenai perbandingan kualitas mobil-mobil truk buatan Jepang keluaran tahun 2001 – 2009 berpenggerak (wheel drive) 4x2, 4x4, 4x6, dan 6x8, di Indonesia. Riset ini dibuat untuk mengetahui bebarapa hal berikut ini:
10
The impact of Jalan Sesama on the educational and healthy development of Indonesian preschool children: An experimental study:Jalan Sesama was developed to address the developmental needs of Indonesian children ages 3 to 6 years… This paper describes how an educational media intervention can have great benefits, even in locales where the children face difficult hardships and lack basic resources (Borzekowski, 2011: 169 - 170). 11 Solusi adalah sebuah tayangan video hasil ciptaan penulis dengan format docudrama, ditayangkan mingguan (weekly show) di SCTV dari tahun 1999 sampai sekarang (2013), yang berisi kisah nyata – kisah nyata berbagai ragam orang, di mana penulis mencoba mengkonstruksikan kisah nyata mereka yang sangat unik dan menginspirasikan dalam sebuah videografi. Berdasarkan hasil survey AC Nielsen Indonesia dari tahun ke tahun, tayangan Solusi telah menginspirasi banyak audiens Indonesia, yang pada tahap berikutnya format dan gaya pembuatannya banyak diikuti tayangan videografi lain di stasiun TV yang berbeda. 12 Jalan Kasih adalah sebuah tayangan videografi ciptaan penulis dengan format Realiti Dokumentari ditayangkan mingguan di SCTV dari tahun 2005 – 2007, dan di TVRI (bernama Kasih) dari tahun 1999 sampai sekarang (2013). 13 PSA (Public Service Announcement) Pancasila adalah tayangan Iklan Layanan Masyarakat Pancasila ciptaan penulis, bekerjasama dengan Mahkamah Konstitusi Indonesia, ditayangkan di Metro TV (setiap hari Selasa selama bulan November 2012), dan di Kompas TV pada hari lahir Pancasila yang ke-68 (1 Juni 2013).
08-OSCAR JAYANAGARA.indd 87
10/26/2013 10:00:29 PM
88
Videografi sebagai Sarana Pembelajaran
mengapa memakai/memilih merk tersebut (The Purpose Driven Brand), ada berapa merk dan jenis armada truk yang dimiliki (how many trucks), berapa kali perjalanan bolak-balik dalam seminggu (Weekly Quantity Travelling), bagaimana daya tahan me sin dan roda (Mechanical and Tires Indurances), seberapa sering mengganti sparepart (Spareparts Changing), berapa perbandingan konsumsi bahan bakar dengan jarak tempuh (Fuel Consumption), seberapa buruk/ baik kondisi jalan lintas Sumatra dan Jawa (Highway Condition), ketersediaan alat dan servis purna jual (After Sales Services and Spareparts), berapa tahun pergantian armada lama dengan armada baru (Re-Purchase), dan sebagainya. Untuk mendapatkan ‘kebenaran’ yang dapat dipertanggungjawabkan, penulis menggunakan metode kualitatif. Pertama, dengan terjun ke lapangan mengikuti perjalanan lintas Jawa – Sumatra – Jawa supir-supir truk yang menggunakan berbagai merk dan tipe truk keluaran Jepang, di antaranya: Mitsubishi Canter dan Fuso, Hino Dutro, Toyota Dyna, Isuzu Elf, Nissan DAT. Penulis merekam suara dan gambar de ngan menggunakan telepon genggam serta kamera prosumer DSLR, dan melakukan interaksi percakapan dengan para supir maupun asistennya (kenek). Kedua, penulis melakukan wawancara mendalam terhadap pemimpin usaha atau pemilik usaha. Se tiap selesai satu rekaman percakapan (fase produksi), malamnya penulis mengeditnya dengan memakai laptop, memberi teks terjemahan ke dalam Bahasa Inggris (fase pasca produksi), dan mengirimnya lewat internet. Penulis memanfaatkan teknologi informasi dengan cara mengunggah melalui internet hasil rekaman video tersebut. Kemudian pihak peminta jasa mengunduh rekaman video tersebut. Evaluasi hasil video pun oleh pihak peminta jasa kepada penulis dilakukan via Skype.
08-OSCAR JAYANAGARA.indd 88
Vol I, 2013
Penulis tidak perlu lagi harus keluar kota, atau keluar negeri hanya untuk menyerahkan materi rough atau materi utama (Master Program). Penulis juga tidak perlu lagi mengirim karya video tersebut melalui pos atau ekspedisi, kecuali di awal mula pemesanan (First Contract Agreement) yang memerlukan tatap muka, selebihnya sejak awal fase pra-produksi, fase produksi, hingga fase pasca produksi dilakukan tanpa dibatasi ruang dan waktu. Penulis dapat mengirim Cerita Gambar (Story Board), Desain Produksi (Production Design) maupun Hasil Sementara (Rough Cut) videografi pada pagi, siang maupun malam hari. Pro ses pengiriman dilangsungkan ketika penulis berada di rumah, di perjalanan dengan mobil, ataupun di kantor. Kurang lebih dua bulan proyek riset videografi ini selesai. Melalui pembuatan videografi ini, penulis mendapatkan pengetahuan baru tentang industri ekspedisi berbasis angkutan darat, dan Asosiasi industri otomotif Jepang juga mengetahui kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan tentang kualitas truk-truk buatan Jepang keluaran 2001-2009. Ketika penulis membagikan pengalam an ini dalam proses pembelajaran di kelas maupun pembelajaran di lapangan, maha siswa mendapatkan gairah, dorongan, stimulus untuk belajar membuat video yang baik. Setiap mahasiswa yang mengambil mata kuliah videografi selalu bermimpi ingin menjadi subyek atau pelaku dalam industri media kreatif, ketika sudah lulus sarjana. Penulis selalu memulai awal pertemuan kelas dengan perkenalan. Salah satu acara perkenalan itu adalah mahasiswa bercerita latar belakang sekolahnya, mengapa mengambil fakultas seni rupa dan desain, dan apa cita-citanya. Dari ke sempatan ini sedikit banyak penulis terbantu untuk mengetahui karakteristik ma hasiswa dan harapan-harapannya. Ada sejumlah mahasiswa yang ingin memiliki
10/26/2013 10:00:29 PM
Videografi sebagai Sarana Pembelajaran
rumah produksi, ingin menjadi produser, sutradara, kameraman, editor, animator, creator special effect, dan sebagainya. Oleh karena itu penulis melihat betapa pentingnya mahasiswa mengerti esensi dari videografi, bagaimana proses mengkonstruksikan se buah realita ke dalam sebuah videografi, bagaimana desain produksinya, dan lainlain. Videografi sebagai Teori Karya video yang kita lihat ada di manamana tentunya dibuat dengan konsep dan desain yang jelas (memiliki pemaknaan atau simbol tertentu), kualitas yang baik (memenuhi pengukuran tertentu), dan telah memenuhi spesifikasi industri penyiaran yang telah ditentukan14 para pelaku industri ini (Zettl, 2009: 57). Untuk membuat tayangan video yang ‘berkualitas’ tersebut diperlukan sebuah pendekatan yang bernama Videografi (Videography). Menurut Knoblauch dan Tuma, videografi adalah sebuah pendekatan interpretatif15 terhadap rekaman video melalui interaksi sosial mikro (Knoblauch dan Tuma dalam Margolis dan Pauwels, 2011: 414 - 430). Jadi menurut Knoblauch dan Tuma, videografi (baca rekaman video interpretatif) merupakan suatu pendekatan yang menimbulkan kesan, pendapat, tafsiran, atau pandangan teoritis terhadap sesuatu melalui rekaman video. Sedangkan menurut Kiger, seorang sineas dari Amerika Serikat, videografi adalah sebuah inter disiplin ilmu seni dan pengetahuan
oscar jayanagara
89
yang melibatkan metode pengembangan gradual penulisan menjadi pertanyaan-pertanyaan untuk mengetahui atau mengerti, menciptakan interaksi antara persepsi dan komunikasi (Kiger, 1972). Menurut American Cinematographer, videografi itu berasal dari bahasa Latin, yaitu vid (mengetahui), vide(re) yang artinya melihat, vide + o “video” memiliki arti ‘saya melihat’atau ‘saya mengerti’, dan graphia yang artinya menulis (American Cinematographer, 1972). Dengan demikian, videografi menurut asal katanya bisa dikatakan sebagai tulisan (atau rekaman gambar bergerak) yang membuat audiens melihat atau mengerti. Ada penyampaian persepsi atau komunikasi lewat gambar bergerak untuk membuat audiens mengerti; minimal persepsi yang dimengerti audiens hampir sama atau tidak berbeda jauh dengan maksud atau persepsi si pembuat video. Secara obyektif, videografi dapat dipahami sebagai sebuah ilmu (seperti matematika, fisika, geografi, dan sebagainya). Dengan memandang videografi sebagai sebuah ilmu, terdapat jarak antara videografi (sebagai obyek) dan manusia (sebagai subyek). Memahami videografi sebagai obyek berarti juga memahaminya secara teknis. Secara teknis videografi itu sendiri mengacu kepada 3 fase proses produksi (Zettl, 2009: 4 - 41) yaitu: (1) fase pra produksi (proses menemukan ide, mengevaluasi ide), sasaran acara, tujuan acara, target penonton/audiens, format acara, perlakuan acara, metode produksi, bujet, sketsa ceri-
14
The digital broadcast system now is using the High Definition Television (HDTV), and the HDTV has at least twice the picture detail of standard television. HDTV requires 720p, 1080p, 1420p, 1920p (P for Progressive), instead of below 480p for standard television. The 720p uses 720 visible or active, lines that normally scanned progressively each 1/60 second. The HDTV widthto-height aspec ratio is 16 x 9, and the Standard Television is 4 x 3. The small portable media (cell phone) screens have various aspect ratios (Zettl, 2009: 57). 15 Interpretatif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia: bersifat adanya kesan, pendapat, dan pandangan; berhubung an dengan adanya tafsiran (KBBI, 2007: 439).
08-OSCAR JAYANAGARA.indd 89
10/26/2013 10:00:29 PM
90
Videografi sebagai Sarana Pembelajaran
ta, desain produksi, jadwal produksi, pencarian pemain, fasilitas dan alat produksi yang dipakai, penunjukan staf produksi, penulisan naskah, pengurusan ijin dan hak cipta atau hak siar, pembuatan promosi dan publisitas; (2) fase produksi (proses pengambilan gambar bergerak dengan menggunakan media elektronik, dan (3) fase pasca produksi (pendataan gambar), mengambil gambar, melakukan transkrip
Fase
Vol I, 2013
suara, mengedit suara dan gambar, memberi transisi dan efek, memberi efek suara dan efek gambar, menggabungkan, serta mengatur kualitas produksi. Di bawah ini penulis akan memberikan penjelasan dari fase-fase produksi, dan penjabaran ruang lingkup kerjanya. Tabel 1. Proses Pembuatan Video/Sinema (Video / Film Making)16
Penjabaran Kerja
Pra Produksi
Proses menemukan ide (Generating Idea) – Mengevaluasi ide (Is the idea worth and doable?) – Proposal acara (Program Proposal) – Tujuan acara (Program Objective) – Target penonton/audiens (Target Audience) – Format acara (Show Format) – Perlakuan acara (Show Treatment) – Metode produksi (Production Method) – Budget (Tentative and Actual budget) – Sketsa cerita (Story Board) – Desain produksi (Production Design) – Jadwal produksi (Production Schedule), pencarian pemain (Talent Casting) – Fasilitas dan alat produksi yang dipakai (Equipment and Facilities Requirement) – Penunjukkan staf produksi (Crew Hiring) – Penulisan naskah (Script Writing, termasuk Screenplay) – Pengurusan ijin dan hak cipta / hak siar (Permit and Clearance) – Pembuatan promosi dan publisitas (Publicity and Promotion) – Persetujuan (Green Light).
Produksi
Latihan pengarahan (Directing Rehearsal) – Latihan pemosisian (Blocking Rehearsal) – Latihan shooting seluruh naskah dengan memakai kostum (Run Through) – Proses pengambilan gambar bergerak (Video Recording) dengan menggunakan media elektronik (Video Tape, Direct Disk Recording, Memory Card) – Analisis naskah (Script Analysis) – Visualisasi (Visualization).
Pasca Produksi
Pendataan gambar (Time Coding) – Mengambil gambar (Capturing) – Melakukan transkrip suara (Audio Transcription) – Mengedit suara dan gambar (Audio Video Editing: Shorten, Combine, Correct, Build) – Memberi transisi dan efek (Transitions and Effect) – Memberi efek suara dan efek gambar (Sound Effectand Special Effect) – Memberi latar suara (Sound Track) – Menggabungkan (Mixing) – Mengatur kualitas produksi (Controlling Quality) – Pembuatan hasil akhir (Master Program).
nya, si pembelajarnya, maka videografi bisa Pembelajaran adalah proses yang kom- dipandang secara subyektif. Yang menjadi pleks dan beragam (Gagne, 1985). Kar- penekanan dari cara pandang ini adalah ena kompleks dan beragam itulah, untuk manusianya, si pembelajar. Videografi dimenghasilkan kapabilitas yang mumpuni, pandang sebagai media untuk mengeks diperlukan instruksi yang berbeda, ber- presikan diri. Hal-hal teknis seperti frambagai pra kondisi, dan tindakan-tindakan ing, angle, komposisi, pencahayaan, dan oleh pembelajar. Jika dilihat dari manusia lainnya akan dipandang menjadi sekunder, Videografi sebagai Pembelajaran
16
Sistem produksi dan fase-fase produksi antara videografi dan sinematografi pada hakekatnya adalah sama. Yang membedakan adalah media perekamannya. Pada videografi proses perekaman menggunakan media elektronik, seperti kaset dvd digital, memory card, hard disk external, computer, laptop, dan sebagainya. Sedangkan pada sinematografi proses perekaman menggunakan pita seluloid.
08-OSCAR JAYANAGARA.indd 90
10/26/2013 10:00:30 PM
Videografi sebagai Sarana Pembelajaran
apabila itu dapat membebaskan ekspresi si pembelajar. Yang terjadi atau dialami si pembelajar dari proses pembelajarannya akan membentuk atau mengkondisikan sistem pembelajarannya (Conditions of Learning). Tahapan-tahapan belajar di dalam diri pembelajar hingga menemukan skill baru atau pengetahuan adalah Internal Conditions of Learning. Sementara stimulus dari lingkungan yang diperlukan untuk mendukung tahapan belajar di dalam diri pembelajar disebut External Conditions of Learning. Jadi ada kondisi internal dan eks ternal untuk mendukung proses pembelajaran (Gagne, 1985). Videografi dalam sebuah karya merupakan suatu bentuk konkret dari pengejawantahan serangkaian proses berpikir yang didasari oleh kemampuan kognitif, kemampuan afektif, kemampuan psikomotor, seperti pra-produksi, yang terdiri dari pengumpulan ide dan konseptualisasi, produksi, dan pasca produksi. Serangkaian proses berpikir diatas hingga menjadi sebuah karya (Videografi) merupakan sebuah kumulatif dari proses belajar atau disebut pembelajaran (Gagne, 1965). Menurut Gagne, pertama pembelajaran (Learning) adalah kumulatif. Pembentukan intelektual manusia adalah sebuah pembangunan dari pertumbuhan struktur yang kompleks dari kapabilitas atau kemampuan manusia. Yang kedua, pembelajaran adalah sebuah mekanisme, yang olehnya seseorang menjadi berfungsi sesuai kompetensinya dalam masyarakat. Yang ketiga, pembelajaran menghasilkan berbagai ragam perilaku manusia, berbagai ragam kapabilitas manusia, yang mana untuk menghasilkan berbagai ragam di atas diperlukan
oscar jayanagara
91
stimulus dari lingkungan, dan proses kognitif yang dilakukan si pembelajar. Untuk lebih spesifik, penulis membagi teori pembelajaran ke dalam lima jenis teori-teori pembelajaran berikut ini: 1. Taksonomi Edukasi (The Classification of Educational Goals: Taxonomy of Educational Objectives). Benjamin S. Bloom memformulasikan klasifikasi tujuan pendidikan ke dalam tiga aspek, yaitu aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotor (Bloom, 1956). Masing-masing aspek memiliki tahapan perubahan dan tingkatan kesulitan yang berbeda. Aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berpikir secara intelektual, dari yang sederhana sampai yang kompleks. Aspek afektif adalah lima tahapan yang berorientasi pada perasaan, emosi, sistem, nilai, dan sikap. Aspek psikomotor berorientasi kepada berbagai kegiatan yang dapat dilakukan secara fisik, yang berhubungan dengan penggunaan anggota tubuh, didukung oleh mental dan emosi. Bagi penulis sebagai dosen pengampu mata kuliah videografi17 pada Fakultas Desain Komunikasi Visual dan Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Multimedia Nusantara, hasil karya videografi adalah bentuk konkret dari pembelajaran yang menggunakan: a. Aspek kognitif dan aspek afektif berupa kegiatan pra-produksi yang meliputi: proses mencari dan menemukan ide/gagasan, proses mengevaluasi ide, proses membuat desain acara, proses membuat tujuan acara, proses menentukan target penonton/audiens, proses
17
Videografi sekarang ini telah menjadi interdisiplin ilmu, baik ilmu seni rupa dan desain, ilmu komunikasi, psikologi, sosiologi, dan lain-lain (Kiger, 1972)
08-OSCAR JAYANAGARA.indd 91
10/26/2013 10:00:30 PM
92
Videografi sebagai Sarana Pembelajaran
Vol I, 2013
menyusun format acara, proses menyusun strategi perlakuan acara, proses menyusun metode produksi, proses menyusun anggaran, proses membuat sketsa cerita, proses mendesain produksi, proses menyusun jadwal produksi, proses pencarian pemain, proses menyiapkan fasilitas dan alat produksi yang dipakai, proses melakukan penunjukkan staf produksi, proses penulisan naskah, proses pengurusan ijin dan hak cipta atau hak siar, proses perencanaan pembuatan promosi dan publisitas.
b. Aspek psikomotor dan aspek afektif berupa kegiatan produksi, yaitu proses pengambilan gambar ber gerak dengan menggunakan media elektronik. c. Aspek kognitif dan aspek afektif berupa kegiatan pasca produksi yang meliputi: pendataan gambar, mengambil dan memindahkan gambar, melakukan transkrip suara, mengedit suara dan gambar, memberi transisi dan efek, memberi efek suara dan efek gambar, menggabungkan, dan mengatur kualitas produksi.
Tabel 2.Videografi sebagai sarana pembelajaran Domain Kognitif
Taksonomi Evaluasi
Deskripsi Membuat konsep berdasarkan kriteria dan parameter kelompok. Memahami proses evaluasi (Doable? or worth doing?)
Penerapan dalam videografi
Kegiatan
Dapat memproduksi konsep ke dalam tahap produksi video dan audio dengan kualitas hasil, proses, dan kinerja yang terukur
Menkonseptualisasi Mengevaluasi Merevisi Mempertimbangkan Mengkonsep ulang
Menemukan karakteristik nilai individu, baik perorangan maupun dalam kelompok kerja
Mengikuti proses Melakukan proses Membuktikan proses Memperlihatkan kerja Mempraktikkan kerja Memadukan kerja
Mempertimbangkan kemungkinan konsep lain Afektif
Pembentukan karakter (Characterization)
Pelibatan diri dalam team work / kelompok, menemukan nilai-nilai, dan menjadikan pola kerja
Mengerjakan proses produksi (pra, Prod, dan pasca) sesuai dengan tenggat waktu, baik perorangan maupun dalam kelompok kerja
08-OSCAR JAYANAGARA.indd 92
10/26/2013 10:00:30 PM
Videografi sebagai Sarana Pembelajaran
Psikomotor
Kreativitas
oscar jayanagara
Membuat inisiatif baru Merancang sesuatu yang baru Membuat inovasi dan perkembangan terhadap konsep dan proses sebelumnya
Melakukan inovasi baru terhadap proses perancangan atau produksi Mengubah pola pikir dan konsep untuk menghasilkan bentuk produksi yang baru
93
Merancang konsep Mengombinasikan Menciptakan karya Mendesain karya Mengadaptasi proses Mengatur produksi Mengubah produksi Mengoptimalkan prod Menginovasi produksi
Mengembangkan proses yang sama terhadap ide atau aplikasi pada jenis produksi yang baru
Tabel 3. Ciri-ciri yang terlihat pada Videografi Unsur Audio Teknik (Audio recording, correctness, synchronization, audio compositing, editing)
Unsur Visual Teknik (Lighting, angle, framing, shooting, camera visualization)
Peran yang terlihat dari aspek kognitif Peran yang terlihat dari aspek kognitif
Ekspresi (audio style, characteristic, sound desain, sound track, scoring music, sound effect) (Fitness)
Ekspresi (Composition style, special effect, graphic design, tilting)
Peran yang terlihat dari aspek afektif
Peran yang terlihat dari aspek afektif
Kreativitas (sound effect creation, scoring music creation, sound design) (Goodness)
Kreativitas (light effect, camera effect, etc)
Peran yang terlihat dari aspek motorik
Peran yang terlihat dari aspek motorik
08-OSCAR JAYANAGARA.indd 93
Ciri yang terlihat pada hasil videografi Penguasaan materi dan teori videografi (pencahayaan 3D, bentuk, estetika, symbol): Praproduksi Penerapan prinsip dan elemen audio visual: produksi * Kesatuan (harmoni dan keutuhan gambar) *) Irama point of Interest *) Balancing (Selective focus) *) Proporsional (frame composition) *) angle dan perspective *) kesan 3D (Lighting & shadowing) *) Cahaya dan bentuk (Light and shape) *) Gaya dan desain produksi *) Perwujudan ekspresif dalam audio visual (ekspresi wajah, gesture, karakter pemeran, suasana) *) Proporsional
*) kontekstual (sesuai aturan, memiliki tujuan yang jelas/purpose) *) optimalisasi dan eksplorasi terhadap konteks *) original (inovatif, berbeda dengan kategori pada umumnya) *) wawasan (aplikasi kedalaman research dalam proses perancangan) *) keberanian (braveness to execute)
10/26/2013 10:00:30 PM
94
Videografi sebagai Sarana Pembelajaran
Vol I, 2013
2. Teori Evaluasi Edukasi. Teori ini me ngatakan evaluasi menghasilkan perpaduan dari tantangan-tantangan imajinatif yang mana melihat pendidikan sebagai sebuah pengetahuan, dan pendidikan sebagai sebuah usaha manusia (Eisner, 1985). Dalam bukunya The Art of Education Evaluation: A Personal View, Eisner menjelaskan pentingnya evaluasi dalam proses pembelajaran untuk mengukur tingkat konsep, representasi, dan perkembangan aspek kognitif, afektif serta psikomotor dari individu pembelajar (Eisner, 1985). Bentuk akhir videografi dalam pembelajaran mahasiswa tersebut, yang berupa tayangan audio visual, tentunya harus diterjemahkan penulis dalam sebuah penilaian yang outputnya berupa angka. Proses yang didasarkan pada rumusan penilaian ini bisa jadi didasarkan pada kriteria kualitas ketiga aspek (Kognitif, Afektif, dan Psikomotor) dalam pro ses kegiatan produksi (Pra produksi, produksi, dan pasca produksi), bisa jadi didasarkan pada dampak atau pengaruh (besar/kecil pengaruhnya, atau positif/ negatif pengaruhnya) kepada audiens, atau bisa jadi didasarkan pada kriteria lainnya.
tian, bahasa, pesan, dan pengalaman, serta kebutuhan hidup manusia, mahasiswa diharapkan dapat menemukan ‘kebenaran’ atau ‘pengetahuan’. Kandungan kebenaran atau pengetahuan dalam hasil karya videografi dapat penulis kategorisasikan menjadi dua yaitu Struktur dan Makna. Struktur dalam sebuah karya lebih banyak berbicara mengenai audio visual yang memunculkan persepsi, di mana dalam struktur tersebut terdapat elemen dan prinsipal dari seni rupa dan desain, yaitu bentuk, warna, kesatuan, irama, komposisi, dan sistem. Permainan pengelompokan, kesatuan, dan sistem yang terdapat dalam struktur inilah yang mendasari atau memunculkan persepsi audiens terhadap tingkatan keterbacaan (video = melihat dan mengerti), proporsi, keseimbangan, point of interest, point of view, dan keindahan terhadap visual desain. Makna dalam sebuah visual desain adalah bagaimana keseluruhan struktur tersebut ‘berbicara’ kepada audiens. Ini merupakan pesan yang terkandung dalam keseluruh an maupun pada masing-masing bagian dari elemen seni rupa dan desain, yang juga mampu berbicara melalui penataan dan sistem yang terbangun dalam desain videografi tersebut. Efektifitas pesan dan jenis pesan yang terkandung di dalamnya Dalam evaluasi videografi sebagai ditentukan oleh persamaan pengetahuan karya audio visual, penulis membagi krite- (epistemologi) antara pembuat videografi ria penilaian menjadi dua yaitu Pengujian dan audiens. Kriteria penilaian yang kedua adadan Pengukuran. Pengujian adalah esensi utama penulis untuk melihat apakah pem- lah pengukuran. Berdasarkan barometer belajar (mahasiswa) dalam membuat vid- pengukuran, penulis menyatakan apakah eografi menemukan atau memungkinkan sebuah karya videografi disebut layak atau adanya pengetahuan. Lewat pengujian ini tidak layak memasuki kriteria penilaian, dinilai apakah videografi mahasiswa ‘ber- bukan berdasarkan baik atau buruk, bagus bicara’ kepada audiensnya. Pengukuran atau jelek gambarnya. Ketika videografi adalah alat ukur objektif penulis. Setelah tersebut lahir karena adanya kebutuhan, menjalani proses atau tahapan produksi, yang menjadi barometer pengukuran bulewat rasa ingin tahu, minat, kesaksian, in- kan baik atau buruk, bagus atau jelek, ka gatan, pikiran, penalaran, logika, penger- rena baik dan buruk lebih mengutamakan
08-OSCAR JAYANAGARA.indd 94
10/26/2013 10:00:30 PM
Videografi sebagai Sarana Pembelajaran
faktor estetik daripada fungsinya, namun korelasi tingkat pemenuhan detail terhadap tujuanlah yang menjadi parameter detail penilaian sehingga kriteria pengukur an penulis menjadi tingkatan layak, atau tidak layak “Layak” di sini berarti semakin mendekati purpose videografi dibuat, dan “tidak layak” berarti semakin menjauh dari yang diminta (Audiens’s Demand) atau menjauhi tujuan videografi dibuat (Video’s Purpose/Objective). Dalam membuat barometer pengukuran ini penulis merujuk pada Taksonomi Bloom (Bloom, 1956). Dalam proses pembelajaran di kelas videografi, mahasiswa sering menggunakan pendekatan-pendekatan di bawah ini ketika meneliti permasalahan yang ingin diangkatnya, atau ketika mengonstruksikan sebuah realita ke dalam videografi: Empirisme. Empirisme adalah suatu cara/metode dalam filsafat yang mendasarkan cara memperoleh pengetahuan de ngan melalui pengalaman (Locke, 1690). Kata empirisme berasal dari bahasa Yunani emperia yang berarti pengalaman. Jadi empirisme merupakan sebuah paham yang menganggap bahwa pengalaman adalah sumber pengetahuan. Empirisme juga berarti sebuah paham yang menganggap bahwa pengalaman manusia didapat dari pengalaman-pengalaman yang nyata dan faktual. Pengalaman yang nyata tersebut didapatkan dari tangkapan pancaindra manusia sehingga pengetahuan yang didapat melalui pengalaman merupakan sebuah kumpulan fakta-fakta. Doktrin empirisme tersebut adalah lawan dari rasionalisme. Empirisme berpendapat bahwa pengetahuan tentang kebenaran yang sempurna tidak diperoleh melalui akal, melainkan diperoleh atau bersumber dari panca indera manusia, yaitu mata, lidah, telinga, kulit dan hidung. Dengan kata lain, kebenaran adalah sesuatu yang sesuai dengan pengalaman manusia. Mahasiswa yang
08-OSCAR JAYANAGARA.indd 95
oscar jayanagara
95
memakai pendekatan ini biasanya learning by doing. Mahasiswa atau tim mahasiswa terjun belajar langsung di lapangan. Rasionalisme. Menurut Descartes, budi atau rasiolah yang menjadi sumber dan pangkal segala pengertian dan budilah yang memegang pimpinan dalam segala pengertian. Itulah sebabnya aliran ini di sebut rasionalisme (Poedjawijatna, 1970: 237). Kedaulatan rasio diakui sepenuhnya bahkan dilebih-lebihkan oleh Descartes dengan mengabaikan nilai pengetahuan indra, yang menurut dia kerap kali menyesatkan manusia. Secara terminologi rasio nalisme berasal dari bahasa Inggris rationalism. Kata ini berakar dari bahasa Latin ratio yang berarti “akal” (Lacey, 1996). Lacey menambahkan bahwa berdasarkan akar katanya, rasionalisme adalah sebuah pandangan yang berpegangan bahwa akal merupakan sumber bagi pengetahuan dan pembenaran. Sementara itu, aliran ini dipandang sebagai aliran yang berpegang pada prinsip bahwa akal harus diberi peranan utama dalam penjelasan. Ia menekankan akal budi (rasio) sebagai sumber utama pengetahuan, mendahului atau unggul atas, dan bebas (terlepas) dari pengamatan inderawi. Rasionalisme berpendirian bahwa sumber pengetahuan terletak pada akal. Bukan karena rasio nalisme mengingkari nilai pengalaman, melainkan pengalaman paling-paling dipandang sebagai sejenis perangsang bagi pikiran. Para penganut rasionalisme yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak di dalam ide kita, dan bukannya di dalam diri atau suatu barang. Jika kebenaran mengan dung makna mempunyai ide yang sesuai dengan atau menunjuk kepada kenyataan, maka kebenaran hanya dapat ada di dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal budi saja (Tafsir, 2006: 129). Mahasiswa yang menggunakan pendekat an ini harus kuat di fase pra-produksinya,
10/26/2013 10:00:30 PM
96
Videografi sebagai Sarana Pembelajaran
karena banyak menggunakan data yang akurat. Penulis menganjurkan kepada mahasiswa yang memakai pendekatan ini untuk mencari referensi-referensi tepercaya sebagai dasar tema yang mau dikonstruksikan ke dalam videografi. Fenomenalisme. Fenomenologi atau feno menalisme adalah aliran atau faham yang menganggap bahwa gejala adalah sumber pengetahuan dan kebenaran (Sudarsono, 1993). Fenomenalisme bergerak di bidang yang pasti. Hal yang menampakkan diri nya dilukiskan tanpa meninggalkan bidang evidensi yang langsung. Barang sesuatu sebagaimana terdapat dalam dirinya sendiri merangsang alat inderawi kita dan dite rima oleh akal kita dalam bentuk-bentuk pengalaman dan disusun secara sistematis dengan jalan penalaran. Karena itu kita tidak pernah mempunyai pengetahuan tentang barang sesuatu seperti keadaannya sendiri, melainkan hanya tentang sesuatu seperti yang menampak kepada kita, artinya, pengetahuan tentang gejala atau phenomenon (Yunani: φαινόμενoν) (Maksum, 2008). Melalui metodologi ini, peneliti ingin melihat apakah ada mahasiswa yang dalam proses penelitian/menciptakan karya videografinya itu, melihat atau mengamati gejala-gejala yang timbul atau yang terjadi di masyarakat. Dari pengamatan terhadap subyek tersebut, tahap selanjutnya tim mahasiswa akan mengkonstruksikan pengamatannya dalam tahapan-tahapan produksi videografi. Intuisionisme. Menurut Bergson ([1896] 2004), intuisi adalah suatu sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika. Analisa, atau pengetahuan yang diperoleh dengan jalan pelukisan, tidak akan dapat menggantikan hasil pengenalan secara langsung dari pengetahuan intuitif. Salah satu di antara unsur-unsur yang berharga dalam intuisionisme Bergson ialah bahwa paham ini memungkinkan adanya suatu
08-OSCAR JAYANAGARA.indd 96
Vol I, 2013
bentuk pengalaman di samping pengalam an yang dihayati oleh indera. Dengan demikian data yang dihasilkannya dapat merupakan bahan tambahan bagi pengetahuan di samping pengetahuan yang dihasilkan oleh penginderaan. Penganut intusionis me tidak mengingkari nilai pengalaman inderawi yang biasa dan pengetahuan yang disimpulkan darinya. Intuisionisme – setidak-tidaknya dalam beberapa bentuk--hanya mengatakan bahwa pengetahuan yang lengkap diperoleh melalui intuisi, sebagai lawan dari pengetahuan yang nisbi, yang meliputi sebagian saja yang diberikan oleh analisis. Ada yang berpendirian bahwa apa yang diberikan oleh indera hanyalah apa yang menampak belaka, sebagai lawan dari apa yang diberikan oleh intuisi, yaitu kenyataan. Mereka mengatakan, barang sesuatu tidak pernah merupakan sesuatu seperti yang menampak kepada kita, dan hanya intuisilah yang dapat menyingkapkan kepada kita keadaannya yang nyata (Mustansyir dan Munir, 2004). Mahasiswa yang melakukan pendekatan ini biasanya suka akan hal-hal yang bersifat pengetahuan metafisik. Dialektis. Kata dialektis atau dialektika berasal dari kata Yunani dialegesthai yang berarti komunikasi dua arah. Istilah ini telah ada sejak masa Yunani kuno ketika filsuf Herakleitos (535 – 475 SM) mengatakan panta rhei kai uden menei yang berarti, “semuanya mengalir dan tidak ada se suatupun yang tinggal tetap.” Hal ini menegaskan karakter pemahaman manusia sebagai sesuatu yang dialektis (Poedjawijatna, 2005). Kemudian Hegel menyempurnakan konsep dialektika dan menyederhanakannya dengan memaknai dialektika ke dalam trilogi tesis, anti-tesis dan sintesis (Suseno, 1999). Menurut Hegel tidak ada satu kebenaran yang absolut karena berlaku hukum dialektik. Yang absolut hanyalah semangat
10/26/2013 10:00:30 PM
Videografi sebagai Sarana Pembelajaran
oscar jayanagara
97
puasan atau ketidaksenangan melihat karya orang lain atau pendapat yang sudah ada. Dari ketidaksukaan tadi, mahasiswa lalu “Pengandaian dasar dialektika Hegel adamelakukan penelitian untuk membuat kar lah relasionalisme internal, yakni pengertian ya kebalikan atau karya parodinya. Karya bahwa keseluruhan kenyataan, dipahami sebagai manifestasi-diri roh, senantiasa terakhir videografinya biasanya berupa film hubung satu sama lain dalam jejalin yang parodi, dokumenter kritis, dan sebagai tak putus. Secara logis, teks A hanya bisa nya. dimengerti sejauh ada juga teks non-A yang Etnografi. Etnografi merupakan pen darinya A ditentukan sifatnya. Secara ontoldekatan empiris dan teoritis yang bertuogis, Ada dapat dimengerti sejauh ia koekjuan mendapatkan deskripsi dan analisis sis dengan Ketiadaan: Ketiadaan internal dalam definisi Ada dan Ada internal dalam mendalam tentang kebudayaan atau kedefinisi Ketiadaan. Relasionalisme internal biasaan-kebiasaan berdasarkan penelitian segala hal-ihwal inilah yang memungkin lapangan (fieldwork) yang intensif. Menukan terwujudnya determinasi resiprokal rut Geertz dalam The Interpretation of Culantar elemen dari realitas. Dengan berlantures (1973), tugas seorang etnograf adalah daskan pengertian Spinoza bahwa “omnis membuat suatu gambaran tebal dan mendeterminatio est negatio” (semua determinasi adalah negasi), bagi Hegel, relasi determidalam (thick descriptions) mengenai “kejanasi resiprokal ini adalah pula relasi negasi makan struktur-struktur konseptual yang resiprokal: afirmasi (A), negasi (non-A) dan kompleks,” termasuk asumsi-asumsi yang afirmasi pada tataran yang lebih tinggi atau tak terucap dan taken-for-granted tentang “negasi atas negasi” (non-non-A yang menkehidupan sosial budaya masyarakat. Lecakup intisari A dan non-A). Inilah yang biwat pendekatan ini, penulis dituntut unasanya kita kenal sebagai dialektika antara tesis-antitesis-sintesis. Dialektika inilah tuk memaparkan asumsi, pandangan dan yang dimengerti Hegel sebagai dinamika posisi-posisi mahasiswa yang akan diteliti. internal dari realitas dan pikiran” (SuryaDalam model penulisan etnografi, konsuljaya, 2010). tasi dengan ”para subyek” etnografi perlu dilakukan agar etnografi bukan sekedar ekMahasiswa yang memakai pendeka- spedisi pencarian fakta-fakta (Arifiannto, tan ini, biasanya berangkat dari ketidak- tanpa tahun).
revolusionernya (perubahan/pertentangan atas tesis oleh anti-tesis menjadi sintesis).
Bagan Videografi sebagai Teori dalam pembelajaran mahasiswa (pandangan objektif)
Sistem Pembelajaran
Mahasiswa
Videografi sebagai Teori
Gambar 2.
08-OSCAR JAYANAGARA.indd 97
10/26/2013 10:00:30 PM
98
Videografi sebagai Sarana Pembelajaran
Vol I, 2013
3. Teori Instruksional (Instructor – Led). nyampaian informasi (Roblyer, 2006). Teori konstruktivisme di sisi yang lain Gagné, seorang ahli perilaku – kognitif percaya bahwa pengetahuan dihasilmenyatakan bahwa perilaku dan prinkan oleh pembelajar melalui aktivitas sip-prinsip penyampaian informasi daberdasarkan pengalaman (experiencedpat diaplikasikan secara teknis untuk based activities) daripada melalui inpengarahan (instruction) dan pelatistruksi langsung pengajar. Dengan han (training) (Gagné, dkk., 2005). Ia kata lain, pembelajar sebagai pencipta percaya bahwa sebuah sistem instrukkreatif pengetahuan, dapat belajar sional untuk membangun kemampuan dengan cara mengobservasi, merekaintelektual harus dibangun secara teryasa, menginterpretasi, dunia sekeli struktur, linear, dan dalam tahapanling mereka sebagaimana pembelajar tahapan yang teratur. Penguasaan kemerasakan pengalaman pembelajaran mampuan dasar yang baik merupakan mereka (Trollip dan Alessi, 2001). Para prasyarat untuk meraih kemampuan penganut pandangan konstruktivisme yang lebih tinggi. Tugas pembelajaran seperti Vlotsky dan Bruner menyatadapat diatur melalui: pengenalan stimkan bahwa pembelajaran adalah proses ulus, generalisasi respons, mengikuti kolaboratif dalam interaksi sosial, seprosedur, mengaplikasikan terminolohingga lewat interaksi sosial tersebut gi, rekayasa, memformulasi konsep, pembelajar mengalami pengalaman menerapkan aturan, dan penyelesaian pembelajaran (Driscoll, 2000). Bruner masalah. Hasil pembelajaran dapat menyatakan bahwa pembelajaran adadiidentifikasi sebagai: a) kemampuan lah proses interaksi sosial untuk meneintelektual seperti kemampuan memukan (discovery), di mana pembelajamecahkan masalah sebagai pembelaran itu dipengaruhi oleh latar belakang jaran yang lebih tinggi, mampu memdan pengalaman budaya seseorang (Scbedakan obyek dan mengerti definisi hunk, 2004). konsep, b) strategi kognitif, c) informasi 5. Teori Elaborasi (Instructor & Learner verbal atau kemampuan mengingat, d) Centered). Tujuan dan pengembangan kemampuan motorik, dan e) sikap. teori elaborasi memastikan bahwa 4. Teori Konstruktivisional (Learner-Cenproses pembelajaran adalah untuk tered). Teori ini merupakan perpaduan memotivasi dan memberi pengertian dari dua pendekatan atau kepercayaan. penuh. Pembelajar memiliki pilihan Pendekatan pertama menyatakan bahdari keputusan pembuatan tahapanwa pengetahuan manusia dibangun tahapan selama proses pembelajaran dari hasil pengaturan atau pengelolaan tersebut (Reigeluth, 1999a). Teori elabyang alamiah. Pendekatan kedua meorasi menyatakan bahwa strukturisasi nyatakan bahwa objektivitas dibangun ide selama proses penyusunan dan pedi atas dasar sejumlah asumsi bahwa nyatuannya dapat dibagi ke dalam tiga pengetahuan hadir terpisah di luar presentasi: a) elaborasi konsep (what is), b) elaborasi teoritis (how and why it persepsi-persepsi manusia dan harus works), dan 3) penyederhanaan (how it dikomunikasikan melalui metode inworks) (Beissner dkk, 1993; Reigeluth, struksional langsung berdasarkan pe1999b; Roblyer, 2006). rilaku, perilaku-kognitif, dan teori pe-
08-OSCAR JAYANAGARA.indd 98
10/26/2013 10:00:31 PM
Videografi sebagai Sarana Pembelajaran
oscar jayanagara
99
Perhatikan bagan di bawah ini untuk lebih jelasnya. Bagaimana mahasiswa mendapatkan Ilmu Pengetahuan ketika mengkonstruksikan videografi (sebagai ekspresi) dalam pembelajarannya (pandangan subjektif) Metodologi yang kemungkinan digunakan mahasiswa
Penilaian dari dosen
Penilaian dari dosen
Gambar 3
08-OSCAR JAYANAGARA.indd 99
10/26/2013 10:00:31 PM
100
Videografi sebagai Sarana Pembelajaran
Penutup Videografi sebagai sarana pembelajaran sangat efektif diterapkan pada sistem pendidikan di tingkat apapun. “Jalan Sesama” dan Sesame Street telah menjadi bukti nyata bagaimana videografi mampu meraih target audiensnya secara signifikan. Anakanak dan orang tua yang merupakan target utama dari program ini merasakan manfaat dari ide dan inspirasi si pembuat videografi tersebut. Orang tua merasa terbantu dalam mengenalkan dan mengajarkan anakanaknya tentang angka, huruf, warna, bentuk, flora, fauna, dan budaya global. Penulis sebagai seorang pelaku industri multimedia dan pendidik menemukan betapa efektifnya penggunaan karya videografi dalam bentuk audio visual ini sebagai sarana pembelajaran mahasiswa di kelas. Videografi sebagai teori akan memberikan ilmu baru kepada mahasiswa dalam mengkonstruksi sebuah ide atau realita. Konsekuensinya, mahasiswa sebagai subyek pembelajar dapat menemukan suatu kebenaran ketika mengkonstruksi sebuah ide atau realita dalam wujud vi deografi. Daftar Pustaka Arifiannto, S. (tanpa tahun). “Konstruksi Teori-teori dalam Perspektif ‘Kajian Budaya dan Media’” yang bisa diakses di http://balitbang.kominfo.go.id/ balitb ang/aptika-ikp/files/2013/02/ KONTRUKSI-TEORI-TEORI-DALAMP E R S P E K T I F - K A J I A N - B U D AYA DAN-MEDIA-.pdf Beissner, D. J., dkk. (1993). Structural Knowledge: Techniques for Representing, Conveying, and Acquiring Structural knowledge. New Jersey, USA: Lawrence Erlbaum Associates. Bergson, H. ([1896] 2004). Matter and Memory. London, UK: Forgotten Books.
08-OSCAR JAYANAGARA.indd 100
Vol I, 2013
Bloom, B. S. (1956). Taxonomy of Educational Objectives: The Classification of Educational Goals. New York, USA: Longman Publishers. Borzekowski, D. L. dan Henry, H. K.(2011). “The Impact of Jalan Sesama on The Educational and Healthy Development of Indonesian Preschool Children: An Experimental Study “ dalam International Journal of Behavioral Development, Maret 2011, vol. 35 (2), hlm. 169-179 Brandt, A. M. (2007). The Rise, Fall, and Deadly Persistence of the Product that Defined America. Boston, USA: Harvard Publishers. Davis, M. (2008). Street Gang: The Complete History of Sesame Street. New York, USA: Viking Penguin. Driscoll, M. (2000). Psychology of Learning for Instruction (2nd ed.). Boston, USA: Allyn & Bacon. Eisner, E. W. (1985). The Art of Educational Evaluation: A Personal View. London (UK): Falmer Press. Finch, C. (1993). Jim Henson: The Work: The Art, The Magic, The Imagination. New York, USA: Random House. Gagné, R. M. (1965). The conditions of learning and theory of instruction (1st ed.). New York, NY: Holt, Rinehart & Winston _____. (1985). The conditions of learning and theory of instruction (4th ed.). New York, NY: Holt, Rinehart & Winston _____., Walter W. Wager, Katharine Golas, dan John M. Keller. (2005). Principles of Instructional Design (5th ed.). California, USA: Wadsworth/ Thompson Learning. Geertz, Clifford. (1973). The Interpretation of Cultures. NY, USA: Basic Books. Gikow, L. A. (2009). Sesame Street: A Celebration Forty Years of Life on the Street. New York, USA: Black Dog & Leventhal. Greg, James.(2011). “Jalan Sesama adalah Sesame Street Versi Indonesia”, dalam Kompas, 9 September 2011.
10/26/2013 10:00:31 PM
Videografi sebagai Sarana Pembelajaran
_____. “Jalan Sesama is the Indonesian version of Sesame Street” dalam The Jakarta Post 24 Maret 2006. Indra. (2011). “Penghargaan buat Pencetus ‘Jalan Sesama’” dalam Kompas, 12 Juni 2011, diakses hari Selasa, 23 Juli 2013, jam 13.58 WIB. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. (2007). Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi ketiga). Jakarta: Balai Pustaka. Kiger, B. (1972). “Videography”What Does It All Mean? dalam American Cinematographer, 10. Lacey, A. (1996). A Dictionary of Philosophy (3rd ed.). London, UK: Routledge. Locke, J. (1690). An Essay Concerning Human Understanding. Oxford, UK, Christ Church: Oxford University. _____. (1689). Two Treatises of Government. Oxford, UK, Christ Church: Oxford University. Maksum, A. (2008). Pengantar Filsafat dari Masa Klasik hingga Postmodernisme. Yogyakarta: Ar-Pcazz Media. Margolis, E.dan Pauwels, L. (2011). The Sage Handbook of Visual Methods. California, USA, Thousand Oaks: SAGE. McKernan, B. (1996). The Age of Videography. California, USA: Miller Freeman Publishing. Millerson, Gerald dan Owens, Jim. (2008). Video Production Handbook, Fourth Ed., MA, USA: Focal Press. Moynihan, Jason. (2007). “Indonesia: Sesame Street’s Coming to Town!” dalam The Jakarta Post, 13 Januari 2007. Mustansyir, Rizal dan Misnal Munir. (2004). Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Njoto. (1962). Marxisme: Ilmu dan Amalnya (paparan populer). Jakarta: Harian Rajat. Poedjawijatna. (1970). Pembimbing ke Arah Alam Filsafat (1st ed.). Jakarta: Pustaka Sarjana.
08-OSCAR JAYANAGARA.indd 101
oscar jayanagara
101
_____. (2005). Pembimbing Ke Arah Alam Filsafat (4th ed.). Jakarta: Rineke Cipta. Reardon, N. (2006). On Camera, How To Report, Anchor & Interview. Burlington, USA, MA: Focal Press. Reigeluth, C.M. (1999a). “What is instructional-design theory and how is it changing?” dalam C.M. Reigeluth (Ed.). Instructional-Design Theories and Models: A New Paradigm of Instructional Theory. (Volume II). Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Assoc., hlm. 5 - 29. _____. (1999b). “The Elaboration Theory: Guidance for Scope and Sequence Decisions,” dalam C.M. Reigeluth (Ed.), Instructional-Design Theories and Models: A New Paradigm of Instructional Theory. (Volume II). Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Assoc., hlm. 425 - 454. Roblyer, M. (2006). Integrating Educational Technology into Teaching (4th ed.). New Jersey, USA: Pearson Prentice Hall. Schunk, D. H. (2004). Learning Theories: An Educational Perspective (4th ed.). New Jersey, USA: Merril & Prentice Hall. Sudarsono. (1993). Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Cipta. Suryajaya, Martin. (2010). “Berpikir dengan Pendekatan Materialisme Dialektis dan Historis” dalam http://problemfilsafat. wordpress.com/2010/10/26/berpikirdengan-pendekatan-materialisme-dialektis-dan-historis/ Suseno, F. M. (1999). Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Tafsir, A. (2006). Filsafat Umum: Akal dan Hati sejak Thales sampai Capra. Yogyakarta: Rosda. Trollip, S. R. dan Alessi, S. M. (2001). Multimedia for Learning: Methods and Development (3rd ed.). Boston, USA: Allyn & Bacon.
10/26/2013 10:00:31 PM
102
Videografi sebagai Sarana Pembelajaran
Vol I, 2013
Truglio, R. T. dan Fisch, S. F. (2001). “G” is index_O.html (n.d.), diakses hari Selasa, for Growing: Thirty Years of Research on 23 Juli 2013, jam 12.35 WIB. Children and Sesame Street. New Jersey, http://www.dcamediasolutions.com/videoconUSA: Lawrence Erlbaum . versions/web-world-broadcasting-system. Zettl, H. (2009). Television Production Handpdf. (n.d.), diakses hari Senin, 22 Juli th book (10 ed). California, USA: Wads2013, jam 13.50 WIB. worth Cengage Learning. http://topics.cnn.com/topics/information_techhttp://uit.co.nz/news/bbc-technology (n.d.). nology (n.d.). Retrieved from cnn.com, Retrieved from bbc-technology, diakses diakses hari Selasa, 23 Juli 2013, jam hari Selasa, 23 Juli 2013, jam 12.30 WIB 13.55 WIB. http://www.esa.int/esaTE/SEM1HGKTYRF_
08-OSCAR JAYANAGARA.indd 102
10/26/2013 10:00:31 PM