BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Penelitian Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 pasal 32 ayat 1 dan 2 tentang keuangan
negara mensyaratkan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntasi Pemerintahan yang disusun oleh suatu komite standar yang independen dan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (selanjutnya disingkat PP) setelah terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari Badan Pemeriksaan Keuangan. Kewajiban menyelenggarakan akuntansi (UU No. 1 Tahun 2004 pasal 5 ayat 1) tentang perbendaharaan negara mewajibkan Menteri Keuangan/Pejabat Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum Negara/Daerah, dan Menteri/Pimpinan Lembaga/Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selaku Pengguna Anggaran untuk transaksi pembiayaan yang perhitunganya serta transaksi pendapatan dan belanja yang berada dalam tanggungjawabnya masing-masing. Pelaksanaan kedua undang-undang tersebut diwujudkan dengan lahirnya PP No. 71 Tahun 2010 tanggal 22 Oktober 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah (SAP). Pemerintah berkewajiban untuk memberikan informasi keuangan yang akan digunakan untuk pengambilan keputusan ekonomi, sosial, dan politik oleh pihak– pihak berkepentingan. Informasi keuangan digunakan untuk (a) membandingkan kinerja keuangan aktual dengan yang dianggarkan, (b) menilai kondisi keuangan dan
1
2
hasil–hasil operasi, (c) membantu menentukan tingkat kepatuhan terhadap peraturan perundangan yang terkait dengan masalah keuangan dan ketentuan lainnya, serta (d) membantu dalam mengevaluasi efisiensi dan efektivitas (Mardiasmo, 2002). Kriteria dan unsur-unsur pembentuk kualitas informasi yang menjadikan informasi dalam laporan keuangan pemerintah mempunyai nilai atau manfaat yang disebutkan dalam Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan (PP No. 71 Tahun 2010) terdiri dari: (a) relevan, (b) andal, (c) dapat dibandingkan, dan (d) dapat dipahami. Apabila informasi yang terdapat di dalam laporan keuangan pemerintah daerah memenuhi kriteria karakteristik kualitatif laporan keuangan pemerintah seperti yang diisyaratkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010, berarti pemerintah daerah mampu mewujudkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah. Informasi yang terkandung di dalam laporan keuangan yang dihasilkan oleh pemerintah daerah harus sesuai dengan kriteria nilai informasi yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan. Apabila tidak sesuai dengan perundang-undangan, kekurangan
daerah,
maka
akan
kekurangan
mengakibatkan penerimaan,
kerugian
daerah,
kelemahan
potensi
administrasi,
ketidakhematan, ketidakefisienan, ketidakfektifan (Sukmaningrum, 2009). Pemerintah juga mengeluarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Tujuan penting reformasi akuntansi dan administrasi sektor publik adalah akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan pemerintah pusat
3
maupun daerah (Badjuri dan Trihapsari, 2004). Akuntabilitas dan transparansi tersebut dimaksudkan untuk memastikan bahwa pengelolaan keuangan pemerintah yang dilakukan aparatur pemerintah berjalan dengan baik. Hal tersebut seiring dengan tuntutan masyarakat agar organisasi sektor publik meningkatkan kualitas, profesionalisme dan akuntabilitas publik dalam menjalankan aktivitas pengelolaan keuangan pemerintah pusat/daerah (Badjuri dan Trihapsari, 2004). Laporan
Keuangan
Pemerintah
Daerah
(LKPD)
adalah
laporan
pertanggungjawaban pemerintah daerah atas pelaksaan APBD yang terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. LKPD ini setiap tahun dinilai oleh auditor Pemerintah yang dalam hal ini dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kemudian hasilnya dinyatakan dalam bentuk opini. Opini adalah kesimpulan pemeriksa mengenai tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Pernyataan atau pendapat profesional yang merupakan kesimpulan pemeriksa mengenai tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada (a) kriteria kesesuaian
dengan
Standar
Akuntansi
Pemerintah
(SAP),
(b)
kecukupan
pengungkapan (Adequate Disclosures), (c) kepatuhan terhadap peraturan perundangundangan, dan (d) efektifitas Sistem Pengendalian Intern. Opini dari BPK meliputi Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Disclaimer, dan Wajar Dengan Pengecualian (WDP). WTP adalah opini yang menyatakan bahwa laporan keuangan entitas yang diperiksa menyajikan secara wajar dalam semua hal
4
yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Disclaimer adalah pemeriksa tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan, karena bukti pemeriksaan tidak cukup untuk membuat kesimpulan. Sedangkan WDP adalah opini yang menyatakan bahwa laporan keuangan entitas yang diperiksa menyajikan secara wajar dalam semua hal yang meterial, posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas entitas tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, kecuali untuk hal-hal yang dikecualikan. Menurut BPK (2012) pada periode 2008 - 2011 terjadi penurunan kualitas laporan keuangan pemerintah daerah di Jawa Barat. Sejak tahun buku 2008 belum ada satu pun pemerintah daerah yang mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Bahkan jumlah daerah yang tidak diberikan pendapat oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau disclaimer justru bertambah. Opini disclaimer diberikan terhadap laporan keuangan karena BPK mengalami kesulitan dalam menerapkan prosedur audit pada beberapa pos yang disajikan. Rendahnya kualitas laporan keuangan, secara umum disebabkan penyusunan laporan keuangan yang belum memenuhi standar akuntansi pemerintah. Meskipun demikian kualitas laporan keuangan pemerintah daerah terus membaik pada periode tahun 2014 – 2015. Berdasarkan data BPK tahun 2009, pendapat WTP diberikan kepada 15 dari 504 daerah atau sekitar 3%. Tetapi, pada
5
2013 pendapat WTP diberikan kepada 153 dari 456 daerah atau sekitar 33%. Hal ini menjadi indikasi semakin baiknya kualitas laporan keuangan pemerintah daerah. Kota Bandung yang merupakan salah satu ibu kota Jawa Barat yang memiliki potensi begitu besar dan menjadi salah satu pusat perekonomian di negara Indonesia pengelolaan keuangannya masih kurang sesuai dengan yang diharapkan. Berikut ini opini BPK yang diberikan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) di kota Bandung. Tabel 1.1 Daftar Opini Audit BPK atas LKPD Kota Bandung Tahun 2009-2014 No.
Tahun
Opini BPK
1
2009
Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer)
2
2010
Wajar Dengan Pengecualian (Qualified Opinion)
3
2011
Wajar Dengan Pengecualian (Qualified Opinion)
4
2012
Wajar Dengan Pengecualian (Qualified Opinion)
5
2013
Wajar Dengan Pengecualian (Qualified Opinion)
6
2014
Wajar Dengan Pengecualian (Qualified Opinion)
Sumber: www.bpk.go.id Tabel 1.1 di atas menunjukan bahwa BPK memberikan opini terhadap kota Bandung pada tahun 2009 dengan opini Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer), pada tahun 2010 mengalami perbaikan dengan opini Wajar Dengan Pengecualian
6
(Qualified Opinion), pada tahun 2011 keadaan stabil dengan opini Wajar Dengan Pengecualian (Qualified Opinion), pada tahun 2012 keadaannya tetap stabil dengan opini Wajar Dengan Pengecualian (Qualified Opinion), pada tahun 2013 dan pada tahun 2014 keadaan masih stabil dengan opini Wajar Dengan Pengecualian (Qualified Opinion). Salah satu kriteria pemberian opini terhadap laporan keuangan menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara adalah penilaian kepatuhan terhadap perundangundangan. Hasil pemeriksaan atas laporan keuangan mengungkapkan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan yang mengakibatkan kerugian negara atau daerah, kekurangan penerimaan, administrasi, ketidakekonomisan, ketidakefisienan dan ketidakefektifan. Ada 5 pengecualian terkait opini WDP Kota Bandung, yakni (1) masalah asset tetap yang belum tertib, (2) penyaluran hibah bantuan sosial, (3) pertanggungjawaban belanja hibah bantuan sosial, (4) pertanggungjawaban yang tidak sesuai dalam pembayaran gaji PNS yang telah pensiun, dan (5) juga penggunaan langsung atas retribusi daerah. Oleh karena itu opini BPK yang diraih oleh Kota Bandung adalah tetap Wajar Dengan Pengecualian. Menurut Kepala BPK Provinsi Jabar (2012), setidaknya ada lima hal yang direkomendasikan untuk memperbaiki opini LKPD, yaitu: (1) Melakukan tindak lanjut secara tuntas dan menyeluruh terhadap rekomendasi BPK di LKPD tahun sebelumnya, (2) Komitmen kepala daerah yang juga harus didukung oleh seluruh
7
elemen untuk menertibkan pengelolaan uang dan barang, (3) Inventarisasi, penilaian dan rekonsiliasi pelaporan aset secara tuntas dan menyeluruh sampai level Unit Pelaksana Teknis (UPT), (4) Membangun dan mengimplementasikan sistem informasi
pengelolaan
keuangan
daerah
secara
bertahap
dan mengurangi
ketergantungan kepada konsultan, serta (5) Peningkatan kompetensi SDM yang terkait dengan penyusunan LKPD. Rekomendasi Kepala BPK Jabar di atas yang terkait dengan komitmen Kepala Daerah beserta tindak lanjut atas rekomendasi BPK perihal LKPD sebelumnya, sebenarnya merupakan faktor akuntabilitas kinerja daerah terkait kualitas laporan keuangan. Menurut SK Kepala LAN No. 239/IX/6/8/2003 tentang Penyusunan Laporan Akuntabilitas Instansi Pemerintah, Akuntabilitas diartikan sebagai kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menjelaskan kinerja dan tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan kolektif suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak/berkewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban. Akuntabilitas dapat hidup dan berkembang dalam suasana yang transparan. Oleh karena itu kedua faktor ini, yaitu transparansi dan akuntabilitas, merupakan parameter penting dalam penentuan kualitas laporan keuangan. Berdasarkan fenomena yang diuraikan di atas, penulis akan membuat penelitian dengan judul : “Pengaruh Transparansi dan Akuntabilitas Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (Studi survey pada 17 Dinas Kota Bandung)”.
8
1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian, maka penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut: 1. Seberapa besar pengaruh transparansi terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah pada 17 dinas di Kota Bandung . 2. Seberapa besar pengaruh akuntabilitas terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah pada 17 dinas di Kota Bandung . 3. Seberapa besar pengaruh transparansi dan akuntabilitas terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah pada 17 dinas di Kota Bandung .
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan penelitan ini adalah untuk: 1. Untuk mengetahui sebarapa besar pengaruh transparansi terhadap kualitas laporan keuangan pada 17 dinas di Kota Bandung. 2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh akuntabilitas terhadap kualitas laporan keuangan pada 17 dinas di Kota Bandung. 3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh transparansi dan akuntabilitas secara simultan terhadap kualitas laporan keuangan pada 17 dinas di Kota Bandung.
9
1.4
Manfaat Penelitian Adapun kegunaan yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1.
Bagi Peneliti, Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai pengaruh dari penyajian dan aksesibilitas terhadap kualitas keuangan daerah.
2.
Bagi Praktisi, Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintahan daerah dan dapat menjadi acuan dalam pembuatan kebijakan di masa yang akan datang sehingga dapat lebih meningkatkan kesejahteraan rakyat.
3.
Bagi Akademisi, Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi akademisi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang akuntansi pemerintahan khususnya mengenai pengaruh dari penyajian dan aksesibilitas terhadap kualitas keuangan daerah.
4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk penelitian berikutnya.
10
1.5
Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk memperoleh data sehubungan dengan masalah yang akan dibahas dalam penyusunan penelitian ini, maka lokasi Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai bagian akuntansi atau penatausahaan keuangan di 17 dinas Pemerintahan Kota Bandung. Adapun waktu penelitian dimulai dari bulan April 2015 sampai dengan bulan Februari 2016.