BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latarbelakang Dalam perundang-undangan di Indonesia, perlindungan anak sudah diatur dalam Undang-Undang no 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Undangundang tersebut memiliki tujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan matabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak dan sejahtera. Anak sendiri memiliki arti seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun dan termasuk anak yang masih dalam kandungan. 1 Dalam rangka mewujudkan tujuan dari undang-undang tersebut, pemerintah melalui kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
telah mengeluarkan Keputusan Menteri No. SK-
49/MEN.PP/IV/2007 tentang Penetapan Kabupaten/Kota Pengembangan Model Kota Layak Anak.2 Dalam keputusan menteri tersebut, kota Surakarta menjadi salah satu kota model percontohan dalam penerapan kota layak anak. 3 Kota Layak Anak sendiri memiliki prinsip non diskriminasi, kepentingan terbaik untuk anak, setiap anak mempunyai hak hidup, kelangsungan hidup dan berkembang maksimal serta mendengar dan menghormati pandangan anak. 4 Urusan pemerintahan di bidang perlindungan anak berupa kebijakan, program, dan kegiatan untuk menjamin terpenuhinya hak anak merupakan kewajiban pemerintahan daerah kabupaten/kota sehingga perlu realisasikan kebijakan tersebut dengan optimal.
1
R.I., Undang-Undang Republik Indonesia no 23 tahun 2002, tetang “Perlindungan Anak”, Bab I, pasal 1 ayat 2 2 Eva Agustinawati. 2009. Pemenuhan Hak-Hak Anak di Surakarta Menuju Kota Layak Anak , Jurnal Sosiologi, Volume 21 Nomor 2 : 25 3 Ruang Teraju, Republika (Jakarta), Rabu, 17 April, hlm. 28 4 Lenny N. Rosalin. 2011. Kota Layak anak untuk mewujudkan Indonesia layak anak. Sosialisasi kebijakan perlindungan PPdan PA melalui bakohumas. Jakarta : Kementerian PP dan PA FH-UNS
KPKM DIKTI 2013
|
1
Walaupun sudah terdapat berbagai peraturan dan kebijakan mengenai perlindungan anak, hak-hak anak untuk mamperoleh pendidikan yang layak anak masih belum dapat terealisasikan dengan maksimal. 5Permasalahan ini juga terjadi di Kota Surakarta yang mana merupakan kota percontohan program kota layak anak di Indonesia. Reklame rokok di sekitar kawasan sekolah, jajanan kantin sekolah yang tidak sehat dan bergizi , serta adanya karyawan sekolah yang masih merokok di lingkungan sekolah merupakan salah satu bukti belum adanya sekolah yang benar-benar layak untuk anak di kota Surakarta.6 Permasalahan dalam penerapan sekolah ramah anak diatas merupakan salah satu bukti bahwa penerapan kebijakan kota layak anak masih belum dapat berjalan maksimal. Belum maksimalnya penerapan kebijakan ini berdampak pada tidak terpenuhinya hak-hak anak untuk dapat mengembangkan dirinya. Apabila permasalahan ini terus berlanjut maka perkembangan kualitas anak di Indonesia akan terhambat. Berdasarkan hal tersebut, sangatlah penting bagi kita untuk membenahi konsep sebuah pendidikan yang menyelenggarakan sistem belajar mengajar yang menghargai setiap potensi yang ada, serta diselaraskan dengan kondisi psikologi siswa, sehingga otak mereka akan sangat mudah untuk bekerja sama dalam proses pembelajaran dan proses belajar pun akan menjadi sangat optimal dan efektif. 7 Siswa tidak hanya dikurung di dalam kelas, tetapi juga belajar di ruang terbuka dengan berbagai variasi model pembelajaran dan dikemas dalam aktivitas yang menantang dan permainan edukatif. Dengan demikian “Belajar” akan menjadi sangat bermakna dan mampu mencetak pribadi-pribadi berkualitas yang lebih dikenal dengan konsep pendidikan ramah anak yang selanjutnya akan disebut sekolah ramah anak.8
5
http://www.tempo.co/read/news/2012/07/14/058417023/Surakarta-Belum-Jadi-Kota-RamahAnak 6 Solopos. 3 Juni , 2013 . Anak SD Merokok, DPRD Solo Minta Pertegas Pengaturan Iklan Rokok, Solopos, hlm. 1 7 Kristanto, Ismatul Khasanah, Mila Karmila. 2011. Identifikasi Model Sekolah Ramah Anak (SRA) Jenjang Satuan Pendidikan Anak Usia Dini se-Kecamatan Semarang Selatan. PAUDIA. Volume 1 Nomor 1 : 38 8 http://fahmina.or.id/artikel-a-berita/berita/928-kpai-pentingnya-sekolah-ramah-anak-ditengah-meningkatnya-kekerasan-di-sekolah.html FH-UNS
KPKM DIKTI 2013
|
2
Sekolah ramah anak adalah sebuah konsep sekolah yang terbuka, berusaha mengaplikasi pembelajaran yang memperhatikan perkembangan psikologis siswanya. Mengembangkan kebiasan belajar sesuai dengan kondisi alami dan kejiwaan anak. Model sekolah ramah anak lebih banyak memberikan prasangka baik kepada anak, guru menyadari tentang potensi yang berbeda dari semua peserta didiknya sehingga dalam memberikan kesempatan kepada siswanya dalam memilih kegiatan dan aktivitas bermain yang sesuai minatnya. 9 Untuk memastikan apakah implementasi program Children Friendly School telah berjalan dengan baik di Kota Surakarta, kami akan mengulas lebih mendalam melalui karya tulis ini. Lewat kritisi implementasi program sekolah ramah anak yang ada di kota Surakarta, diharapkan akan terwujud suatu peningkatan kualitas perlindungan terhadap anak melalui suatu sekolah yang ramah anak. Adanya peningkatan kualitas perlindungan terhadap anak akan semakin mendukung kebijakan kota layak anak khususnya kebijakan kota layak anak yang ada di kota Surakarta. Oleh karena itu, penelitian ini disusun dengan judul “Kritisi Implementasi Perlindungan Anak Melalui Children Friendly School dalam Mewujudkan Kota Layak Anak di Kota Surakarta”
1.2 Rumusan masalah Guna memberikan arah dan panduan mengenai bahasan yang dikaji dalam suatu penelitian, perumusan masalah sebagai sebuah konsepsi permasalahn yang akan di cari jawabannya perlu ditentukan terlebih dahulu. Adapun permasalahan yang diangkat dalam karya tulis ini adalah : a.
Bagaimana pengaturan mengenai kebijakan kota layak anak (KLA) di Kota Surakarta ?
b.
Bagaimanakah implementasi kebijakan perlindungan anak melalui Children Friendly School dalam mewujudkan kota layak anak di Kota Surakarta ?
9
Aqib, Zainal (2008). Sekolah ramah Anak. Jakarta: Yrama Widya FH-UNS
KPKM DIKTI 2013
|
3
1.3 Tujuan Penulisan 1.
Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui pengaturan mengenai kebijakan Kota Layak Anak (KLA) yang ada di Kota Surakarta. b. Mengetahui implementasi kebijakan perlindungan anak melalui Children Friendly School dalam mewujudkan Kota Layak Anak di Kota Surakarta.
2.
Tujuan Subyektif a.
Menambah pengetahuan penulis di bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia, khususnya mengenai hak asasi bagi anak.
b.
Melatih kemampuan peneliti dalam menerapkan teori ilmu hukum yang didapat selama perkuliahan guna mengetahui seberapa besar perlindungan hak anak melalui Children Friendly School dalam perwujudan program Kota Layak Anak di Kota Surakarta.
c.
Untuk diajukan dalam Kompetisi Pemikiran Kritis Mahasiswa (KPKM) 2013, yang diselenggarakan oleh Direktoran Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Budaya.
1.4 Manfaat Penulisan 1.
Manfaat Teoritis Memberikan gambaran yang jelas mengenai perlindungan anak melalui Children Friendly School dalam mewujudkan kota layak anak di kota Surakarta.
2.
Manfaat Praktis a.
Manfaat praktis bagi masyarakat adalah memberikan pengetahuan yang jelas mengenai perlindungan anak, sehingga dalam kehidupan masyarakat, anak akan lebih mendapatkan perlindungan nyata khususnya perlindungan di sekolah.
b.
Manfaat praktis bagi pemerintah adalah supaya pemerintah mampu mewujudkan perlindungan terhadap anak-anak secara luas dan berkelanjutan.
FH-UNS
KPKM DIKTI 2013
|
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perlindungan Anak Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan. 10 Menurut UUD 1945 Pasal 28B (2) menyatakan bahwa “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh kembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi” dan dalam Konvensi Hak Anak yang diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada tahun 1989 dimana Indonesia telah meratifikasinya dalam Kepres 39 tahun 1990, setiap anak tanpa memandang ras, suku bangsa, jenis kelamin, asal usul keturunan, agama maupun bahasa mempunyai hak yang meliputi hak untuk hidup, hak untuk tumbuh dan berkembang, hak untuk memperoleh perlindungan serta hak untuk berpartisipasi. 11 Menurut Pasal 1 ayat (2) Undang Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UUPA) bahwa yang dimaksud perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak daan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Tujuan daripada pembuatan dan pelaksanaan upaya perlindungan anak sesuai dengan UUPA adalah demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak dan sejahtera. Pada tahun 2012 Pemerintah Kota Surakarta telah mengesahkan Peraturan Daerah kota Surakarta no 4 tahun 2012 tentang perlindungan anak. Dengan disahkannya perda tersebut maka semakin kuat pengakuan hak-hak anak khususnya hak-hak anak kota Surakarta yang tidak dapat dikurangi satupun dan oleh siapapun. 12
10
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Yusuf Supiandi, dkk. 2012. Petunjuk Teknis Penerapan Sekolah Ramah Anak. Jakarta : Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak : 3 12 Peraturan Daerah kota Surakarta no 4 tahun 2012 tentang perlindungan anak 11
FH-UNS
KPKM DIKTI 2013
|
5
2.2 Kota Layak Anak Kota Layak Anak menurut Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Nomor 2 Tahun 2009 Tentang Kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak yaitu sistem pembangunan satu wilayah administrasi yang mengintegrasikan komitmen dan sumber daya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam program dan kegiatan pemenuhan hak anak.13 Kota Layak Anak merupakan upaya pemerintahan kabupaten/kota untuk mempercepat implementasi Konvensi Hak Anak (KHA) dari kerangka hukum ke dalam definisi, strategi, dan intervensi pembangunan seperti kebijakan, institusi, dan program yang layak anak. 14 Dalam
pelaksanaan
KLA
maka
hal
yang
harus
diperhatikan
kabupaten/kota terdapat 4 prinsip KLA sesuai dengan KHA yaitu: a. Non-diskriminasi Pelaksanaan dan pengembangan kebijakan KLA dilaksanakan dalam rangka perlindungan anak tanpa membedakan suku, ras, agama, jenis kelamin, status social, asal daerah, kondisi pisik maupun psikis anak. b. Kepentingan yang terbaik bagi anak Menjadikan kepentingan yang terbaik bagi anak sebagai pertimbangan utama dalam setiap pengambilan keputusan yang dilakukan oleh, pemerintah, badan legislatif, badan yudikatif dan lembaga lainnya yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan anak. c. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan Perlindungan hak asasi anak sebagai hak yang paling mendasar dalam kehidupan anak yang perlu dilindungi oleh negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua. d. Penghargaan terhadap pendapat anak.
13
Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 11 Tahun 2011 tentang Kebijakan Pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak; 14 http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2013/06/03/159404/Hanya-EmpatKabupatenKota-Penuhi-Kriteria-Kota-Layak-Anak
FH-UNS
KPKM DIKTI 2013
|
6
Penghormatan atas hak anak untuk berpartisipasi dan menyatakan pendapatnya dalam penambilan keputusan terutama jika menyangkut hal-hal yang mempengaruhi kehidupan anak.
2.3 Children Friendly School (Sekolah Ramah Anak) 2.3.1 Pengertian Children Friendly School Kata sekolah secara bahasa berasal dari bahasa latin: skhole, scola, scolae, schola yang berarti “waktu luang” Untuk memahami apa sebenarnya waktu luang, Sokobere (2011) dalam Krishnamurti menerangkan: “Arti senggang ialah batin mempunyai waktu tak terbatas untuk mengamati apa yang terjadi di sekelilingnya dan apa yang berlangsung dalam dirinya sendiri; mempunyai waktu senggang untuk mendengarkan, dan untuk melihat dengan jelas. Senggang yang mempunyai arti bahwa batin tenang, tidak ada motif, dan karena itu tidak ada arah. Inilah senggang, dan hanya dalam keadaan inilah batin mungkin belajar, tidak hanya sains, sejarah, matematik, tetapi juga tentang dirinya sendiri”. 15 Menurut UNICEF Innocentty Research dalam kata ramah anak (CFC), ramah anak berarti menjamin hak anak sebagai warga kota. Sedangkan Anak Indonesia dalam masyarakat ramah anak mendefinisikan kata ramah anak berarti masyarakat yang terbuka, melibatkan anak dan remaja untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial, serta mendorong tumbuh kembang dan kesejahteraan anak. 16 Karena itu, dapat dikatakan bahwa ramah anak berarti menempatkan, memperlakukan dan menghormati anak sebagai manusia dengan segala hakhaknya. Dengan demikian ramah anak dapat diartikan sebagai upaya sadar untuk menjamin dan memenuhi hak anak dalam setiap aspek kehidupan secara terencana dan bertanggungjawab. Prinsip utama upaya ini adalah “non diskriminasi”, kepentingan yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan serta penghargaan terhadap pendapat anak. 15
Kristanto, Ismatul Khasanah, Mila Karmila. 2011. Identifikasi Model Sekolah Ramah Anak (SRA) Jenjang Satuan Pendidikan Anak Usia Dini se-Kecamatan Semarang Selatan. PAUDIA. Volume 1 Nomor 1 : 38 16 Education Section Programme Division, UNICEF. (2009). Child Friendly School (Sekolah Ramah Anak). New York: UNICEF. : 35 FH-UNS
KPKM DIKTI 2013
|
7
Sekolah Ramah Anak adalah sekolah/madrasah yang aman, bersih, sehat, hijau, inklusif dan nyaman bagi perkembangan fisik, kognisi dan psikososial anak perempuan dan anak laki-laki termasuk anak yang memerlukan pendidikan khusus dan/atau pendidikan layanan khusus. 17 2.3.2 Prinsip Children Friendly School (CFS) Prinsip-prinsip dalam penerapan SRA disusun berdasarkan dalam Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 11 Tahun 2011 tentang Kebijakan Pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak Pasal 5 . Prinsip-prinsip tersebut meliputi: a.
Tata pemerintahan yang baik, yaitu transparansi, akuntabilitas, partisipasi, keterbukaan informasi, dan supremasi hukum;
b.
Non diskriminasi, yaitu tidak membedakan suku, ras, agama, jenis kelamin, bahasa, paham politik, asal kebangsaan, status ekonomi, kondisi fisik maupun psikis anak, atau faktor lainnya;
c.
Kepentingan terbaik bagi anak, yaitu menjadikan hal yang paling baik bagi anak sebagai pertimbangan dalam setiap kebijakan, program, dan kegiatan;
d.
Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan anak, yaitu menjamin hak anak untuk hidup dan tumbuh kembang semaksimal mungkin dalam semua aspek kehidupannya, termasuk aspek fisik, emosional, psikososial, kognitif, sosial, budaya; dan
e.
Penghargaan terhadap pendapat anak, yaitu mengakui dan memastikan bahwa setiap anak memiliki hak untuk berkumpul secara damai, berpartisipasi aktif dalam setiap aspek yang mempengaruhi kehidupan mereka, untuk mengekspresikan pandangannya secara bebas terhadap segala sesuatu hal yang mempengaruhi dirinya dan mendapatkan pendapat mereka didengar dan ditanggapi dengan sungguh-sungguh.
2.3.3 Peran Berbagai Pemangku Kepentingan
17
Yusuf Supiandi, dkk. 2012. Petunjuk Teknis Penerapan Sekolah Ramah Anak. Jakarta : Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak : 8 FH-UNS
KPKM DIKTI 2013
|
8
Dalam rangka mewujudkan Sekolah Ramah Anak diperlukan peran dari berbagai pemangku kepentingan. Peran tersebut diantaranya 18: a.
Pemerintah : Melakukan sosialisasi dan advokasi penerapan SRA, Sinkronisasi
kebijakan penerapan SRA dan pengintegrasiannya ke dalam tugas dan fungsi kewenangan masing-masing instansi,
Koordinasi dalam meningkatkan
kapasitas Sekretariat Tim Pembina UKS/M menjadi Sekretariat Tetap untuk Pembinaan dan Pengembangan Gerakan Aman, Sehat, Hijau, Inklusi dan Ramah bagi Anak dalam dukungan keluarga di sekolah/madrasah, Pemantauan dan Evaluasi penerapan SRA di tingkat nasional dan Memperkuat peran Gubernur dan Bupati/Walikota dalam upaya Penerapan SRA. b.
Pemerintah Kabupaten/Kota Menyusun peraturan daerah dalam mendukung upaya penerapan SRA,
menerapkan prinsip-prinsip dan nilai-nilai SRA dalam pengambilan kebijakan terkait PHPA secara langsung maupun tidak langsung, meningkatkan partisipasi publik termasuk anak dalam melakukan optimalisasi penerapan SRA melalui alokasi sekurang-kurangnya 20 (duapuluh) persen dari APBD untuk pendidikan dalam kelima ruang lingkupnya dan melakukan pembinaan, pengendalian, pengawasan dan pelaporan terhadap penerapan SRA. c.
Kecamatan dan Kelurahan/Desa Melakukan koordinasi dan sinkronisasi penerapan SRA dan Melakukan
pendampingan, supervisi dan pemantauan terhadap penerapan SRA serta Pembinaan dan bimbingan penerapan SRA. d.
Satuan Pendidikan Menyusun rencana kegiatan penerapan SRA, koordinasi dengan para
pemangku kepentingan melalui Komite sekolah/madrasah, menerapkan SRA; dan menyusun pelaporan terhadap penerapan SRA. e.
18
Media Massa
Ibid., hlm : 25 FH-UNS
KPKM DIKTI 2013
|
9
Membangun pencitraan yang baik terhadap penerapan SRA secara transparan dan bertanggung jawab; dan sosialisasi dan publikasi praktek-praktek baik penerapan SRA. f.
Masyarakat Masyarakat penyelenggara pendidikan formal, PAUD, pendidikan
nonformal/informal berupaya secara sungguh-sungguh untuk menerapkan SRA, masyarakat secara proaktif memberikan dukungan sumber daya yang diperlukan dalam penerapan SRA , Masyarakat dapat bekerjasama dalam melakukan
kajian
kerentanan
anak
terhadap
masalah-masalah
yang
menghambat penerapan RA; dan secara proaktif melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap kebijakan dan alokasi anggaran penerapan SRA. g.
Keluarga Keluarga terutama orangtua/wali, guru dan anak melakukan diskusi rutin
mengenai perkembangan penerapan SRA, Keluarga terutama orangtua/wali bersama-sama dengan warga sekolah/madrasah menyusun Rencana Tahunan Penerapan SRA, Prinsip-prinsip dan nilai-nilai SRA diterapkan oleh orangtua/wali dan anggota keluarga dalam pendidikan, perawatan dan pengasuhan anak sejak usia dini untuk menjamin kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak; dan Keluarga dapat bergabung dalam komunitas tertentu untuk mendukung anak-anak mereka dalam mempelajari, memantau dan menyebarluaskan penerapan SRA. h.
Anak Peserta didik memanfaatkan ruang apresiasi dalam melembagakan
aktivitas penerapan SRA di bawah koordinasi Ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), Peserta didik menjadi tutor sebaya bagi sekolah/madrasah yang belum atau telah menerapkan SRA; dan Peserta didik dapat membentuk atau bergabung dengan Forum Anak di tingkat Kabupaten/Kota dan berpartisipasi secara aktif menggiatkan SRA.
FH-UNS
KPKM DIKTI 2013
|
10
BAB III METODE PENULISAN
3.1 Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris, sehingga dalam penelitian ini berarti terdapat suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. 19 Penelitian ini termasuk penelitian hukum empiris , karena data yang diperoleh berasal dari hasil wawancara di berbagai instansi pemangku kepentingan terkait sekolah ramah anak. Penelitian hukum didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya. Selain itu juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta untuk memecahkan masalah yang bersangkutan. 20 3.2 Jenis Penelitian Ditinjau dari sifat penelitian, maka penelitian ini tergolong dalam kategori penelitian yang bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan sebuah penelitian yang berupa gambaran terhadap pelaksanaan mekanisme penyelesaian kasus. Penelitian deskriptif ini mempelajari masalah yang timbul di masyarakat serta situasi tertentu termasuk kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandanganpandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena. 21 3.3 Sumber Data Sumber data merupakan subyek darimana data dapat diperoleh. 22 Data yang dibutuhkan dalam penelitian terdiri dari dua jenis, yakni 23:
19
Peter Mahmud Marzuki. 2007. Penelitian Hukum. Jakarta : Kencana , hlm. 35 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. 2006. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta : Raja Grafindo Persada, hlm. 43. 21 Moh Nazir. 2003. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia, hlm. 54-55 22 Suharsimi Arikunto. 1991. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta, hlm . 102 20
FH-UNS
KPKM DIKTI 2013
|
11
3.3.1 Data Kepustakaan Data ini diperoleh dengan melakukan kajian kepustakaan dengan menggunakan literatur yang berhubungan dengan perlindungan atas hak asasi anak, program Kota Layak Anak, dan program Children Friendly School atau Sekolah Ramah Anak. 3.3.2 Data lapangan Data lapangan diperoleh langsung dari sumbernya yaitu narasumber melalui wawancara dan melalui observasi terhadap fenomena-fenomena yang terjadi dan mengumpulkan dokumentasi. 3.3.3 Sumber data penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Narasumber Narasumber sebagai sumber data dalam penelitian ini meliputi dua kelompok (trianggulasi) sebagai berikut: 1)
Kelompok Pemerintah / Government
Dalam hal ini diwakili oleh Kepala Sekolah yang dijadikan sampel, Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kota Surakarta (Disdikpora), Badan
Pemberdayaan
Masyarakat
Perlindungan
Perempuan
,
Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (Bapermas PP PA KB ). 2)
Kelompok Masyarakat atau Non Government
Penelititan ini menentukan bahwa kelompok non Government yang dijadikan sebagai narasumber adalah Masyarakat Peduli Pendidikan Surakarta, serta Forum Anak Kota Surakarta. b. Dokumen Data ini dikumpulkan melalui cara mengutip dan meneliti dokumendokumen yang terdiri dari buku literatur, jurnal-jurnal ilmiah yang ada, catatan-catatan, arsip, data statistik, , hasil penelitian terdahulu dan literatur lain yang relevan.
23
Andi Prastowo.2012.Metode Penelitian.Hal:203-207
Penelitian
Kualitatif
FH-UNS
dalam
Perspektif
KPKM DIKTI 2013
Rancangan
|
12
3.3.4 Bahan Hukum Dalam penulisan ini, bahan hukum yang dijadikan acuan data adalah bahan hukum primer. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundangundangan , catatan-catatan resmi atau risalah dalam peraturan perundangundangan. 24 Bahan hukum yang digunakan adalah berbagai jenis peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Pembangunan Hukum Nasional berbasis Pendidikan Karakter. Bahan hukum yang dimaksud antara lain : 1. Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 31 ayat 3 tentang pendidikan dan kebudayaan 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak 3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia 4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengeloaan dan Penyelenggaraan Pendidikan 5. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional 6. Peraturan daerah kota Surakarta no 4 tahun 2012 tentang perlindungan anak 7. Peraturan daerah kota Surakarta no 4 tahun 2010 tentang Pendidikan
3.4 Teknik Analisis Data Analisis data adalah kegiatan untuk memaparkan data, sehingga dapat diperoleh suatu kebenaran atau ketidak benaran dari suatu hipotesis. Batasan ini diungkapkan bahwa analisis data adalah sebagai proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan ide seperti yang disarankan oleh data sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan ide.
25
Data yang telah terkumpul melalui kegiatan pengumpulan data belum memberikan arti apa-apa bagi tujuan suatu penelitian. Penelitian belum dapat ditarik kesimpulan bagi tujuan penelitiannya, sebab data itu masih merupakan data 24 25
Peter Mahmud Marzuki. 2005. Penelitian Hukum. Jakarta : Kencana , hlm. 141 Lexy J. Moleong. 1994, Metode penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hlm:103 FH-UNS
KPKM DIKTI 2013
|
13
mentah dan masih diperlukan usaha atau upaya untuk mengolahnya. Proses yang dilakukan adalah dengan memeriksa, meneliti data yang telah diperoleh untuk menjamin apakah data dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan kenyataan. Penulis menggunakan teknik analisis data kuantitatif sehingga data yang terkumpul tersebut dibahas, dihitung, dipersentase dan di kumpulkan secara induktif, sehingga dapat diberikan gambaran yang tepat mengenai hal-hal yang sebenarnya terjadi. 3.5 Teknik Pengolahan Data Menurut Sugiyono, yang dimaksud dengan pengelolaan data adalah proses untuk mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari wawancara, observasi dan catatan kecil dilapangan. Dalam penelitian ini, analisis data di sederhanakan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut. Tahapan pertama mengidentifikasi data yang diperoleh dari lapangan. 26 Baik dengan cara wawancara, interview, observasi, maupun dokumentasi, yang bersumber dari buku, literatur dan foto. Tahapan kedua yakni mengklasifikasikan data yang masuk , kemudian disesuaikan dengan permasalahan dan tujuan penelitian. Tahap ketiga yakni melakukan interpretatif terhadap faktor yang mempengaruhi. Hasil analisis data disajikan secara gabungan antara informal dan formal. Informal, yaitu penguraian dalam deskripsi kata-kata (naratif). Selain itu juga disajikan data formal berupa bagan, tabel dan diagram. Secara sistematika, sajian penulisan penelitian ini dituangkan dalam lima bab, tiap-tiap bab dikembangkan menjadi sub bab-sub bab dan seterusnya.
26
Sugiyono, 2007, Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV Alfabeta, hlm. 244 FH-UNS
KPKM DIKTI 2013
|
14
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Pengaturan Kebijakan Kota Layak Anak (KLA) di Kota Surakarta 4.1.1 Regulasi Nasional Peraturan Perundang-undangan yang berlaku secara nasional yang menjadi dasar hukum Children Friendly City / Kota Layak Anak adalah sebagai berikut: a. Undang-Undang
Dasar
Negara
Republik
Indonesia
Tahun
1945
Amandemen Pasal 28 dan Pasal 31, Pasal 34 ayat 2; b. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak; c. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia; d. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak; e. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301); f. Keputusan Presiden 36 Tahun 1990 tentang Ratifikasi Konvensi Hak Anak; g. Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pemenuhan Hak Pendidikan Anak; h. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor
11 Tahun 2011 tentang
Kebijakan Pengembangan
Kabupaten/Kota Layak Anak; i. peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 12 Tahun 2011 tentang Indikator Kabupaten/Kota Layak Anak; j. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Nomor
13
Tahun
2011
tentang
Panduan
Pengembangan
Kabupaten/Kota Layak Anak; k. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 14 Tahun 2011 tentang Panduan Evaluasi Kabupaten/Kota Layak Anak;
FH-UNS
KPKM DIKTI 2013
|
15
4.1.2 Regulasi Daerah Dalam rangka pemenuhan hak anak melalui kebijakan kota layak anak, pemerintah kota Surakarta telah menyiapkan beberapa peraturan daerah. Peraturan daerah yang terkait dengan penyelenggaraan kota layak anak diantaranya adalah : a. Peraturan daerah kota Surakarta no 4 tahun 2012 tentang perlindungan anak b. Peraturan daerah kota Surakarta no 5 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan reklame c. Peraturan daerah kota Surakarta no 2 tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah 2005-2025 d. Peraturan daerah kota Surakarta no 4 tahun 2010 tentang Pendidikan
4.2 Implementasi Kebijakan Perlindungan Anak Melalui Children Friendly School dalam Mewujudkan Kota Layak Anak di Kota Surakarta 4.2.1 Kebijakan Children Friendly School di Kota Surakarta Kebijakan sekolah ramah anak di kota Surakarta masih dalam tahap rintisan sebagai turunan dari kebijakan kota layak anak. Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Christina selaku kepala bagian perlindungan anak Badan Pemberdayaan Masyarakat kota Surakarta, sekolah ramah anak menjadi program yang masih dibawah program kota layak anak. Untuk menyelenggarakan program tersebut, pemerintah kota Surakarta memperoleh bantuan dana dari United Nation International Children Foundation (UNICEF). Pada tahap awal pengimplementasian program, pemerintah kota Surakarta membentuk gugus tugas dalam satuan kerja pelaksana daerah (SKPD) kota layak anak yang terdiri dari Badan perencanaan daerah (Bapeda), Badan pemberdayaan masyarakat (Bapermas) dan dinas pendidikan pemuda dan oleh raga (Disdikpora). Menyangkut mengenai sekolah ramah anak, SKPD kota layak anak ini telah mengadakan beberapa sosialisasi dengan bantuan dana dari UNICEF. Dalam sosialisasi tersebut, disdiknas berperan sebagai penyedia narasumber. Selain menyediakan narasumber, disdikpora juga berperan sebagai pihak yang mengumpulkan peserta. Peserta dalam sosialisasi sekolah ramah anak ini terdiri
FH-UNS
KPKM DIKTI 2013
|
16
dari para pendidik , masyarakat, serta pelajar dari SD, SMP dan SMA. Sosialisasi yang dilakukan terdiri dari dua jenis yaitu sosialisasi yang hanya melibatkan pendidik saja dan sosialisasi yang dilakukan di sekolah-sekolah dengan keterlibatan pendidik dan pelajar. Untuk para pendidik, sosialisasi telah berhasil dilakukan secara menyeluruh, akan tetapi dalam melaksanakan sosialisasi di sekolah-sekolah, disdikpora dan bapermas belum bisa menjangkau keseluruhan sekolah di kota Surakarta karena keterbatasan tenaga dan dana. Walaupun demikian, jumlah sekolah yang disosialisasi dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2011 terdapat 4 sekolah yang disosialisasi, kemudian pada tahun 2012 terdapat 10 sekolah, yang terakhir pada 2013 direncanakan ada 14 sekolah yang akan di sosialisasi. Tabel 1. Jumlah sekolah di kota Surakarta :
sumber : dinas pendidikan pemuda dan olahraga kota surakarta Apabila kita membandingkan antara jumlah sekolah yang telah disosialisasi dengan kuantitas sekolah di kota Surakarta, akan terlihat bahwa sosialisasi mengenai sekolah ramah anak masih belum dapat dilakukan secara komprehensif. 4.2.2 Implemantasi Kebijakan Perlindungan Anak Melalui Sekolah Ramah Anak / Children Friendly School di Kota Surakarta Untuk mengetahui implementasi program sekolah ramah anak di kota Surakarta, kami menggunakan metode wawancara dan observasi langsung untuk memperoleh data yang akurat untuk menjawab rumusan masalah dalam karya tulis ini. Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala bagian bidang perlindungan anak bapermas, permasalahan utama dalam pengimplementasian program sekolah
FH-UNS
KPKM DIKTI 2013
|
17
ramah anak meliputi masalah pelanggaran izin kawasan reklame rokok di lingkungan sekolah, masih adanya guru/pegawai/karyawan sekolah yang merokok di dalam lingkungan sekolah, kualitas jajanan anak di sekolah yang tidak bergizi dan sehat, serta dalam bidang pengawasan di sekolah. Menurut beliau, permasalahan dalam implementasi sekolah ramah anak di Surakarta merupakan permasalahan yang kompleks dan dilematis. Setelah kami mengetahui permasalahan dalam implementasi sekolah ramah anak di Surakarta, kami melakukan observasi lapangan yaitu ke beberapa sekolah dasar di Surakarta. Pada observasi pertama yaitu di SD. Mangkubumen no 16, kami mendapati satpam sekolah yang sedang merokok sambil bercengkrama dengan pelajar anak-anak saat jam istirahat sekolah berlagsung. Selain itu kami juga melakukan observasi di kantin sekolah dan jajanan di depan sekolah dasar tersebut. Ditempat itu kami temukan bahwa jajanan anak masih berupa makanan yang tidak bergizi dan sehat. Kami juga melakukan observasi ke sekolah swasta yang diklaim menjadi percontohan sekolah lain dalam penerapan program sekolah ramah anak. pada sekolah ini kami mendapati kualitas sarana prasarana yang layak untuk anak. model pembelajaran juga telah menerapkan sekolah inklusif. Namun sayangnya kawasan diluar pagar sekolah masih belum menggambarkan suatu kawasan pendidikan yang ramah anak. sekolah ramah anak bukan hanya bertumpu pada internal sekolah naum juga pada kawasan di sekitar sekolah tersebut. Kemudian kami pergi ke beberapa sekolah dasar lain. Keadaan di sekolah dasar tersebut tidak jauh berbeda dengan sekolah yang pertama, di sekitar kawasan sekolah tersebut, kami menemukan bahwa terdapat reklame iklan rokok yang berada di depan sekolah dasar tersebut. Adanya reklame tersebut merupakan bentuk pelanggaran dari pasal 10 ayat 2 Perda kota Surakarta no 5 tahun 2012 tentang penyelenggaraan reklame. Dalam perda tersebut, tertulis jelas bahwa keberadaan reklame dikawasan pendidikan adalah dilarang. Dari hasil observasi ke beberapa sekolah dan wawancara dengan beberapa kepala sekolah terkait, kami dapat mengambil informasi bahwa implementasi FH-UNS
KPKM DIKTI 2013
|
18
program sekolah ramah anak masih belum dapat terlaksana dengan baik. Factor kurang tegasnya pemerintah daerah dalam menegakkan peraturan daerah seperti perda penyelenggaraan reklame merupakan salah satu penyebab dari belum dapat terlaksananya program sekolah ramah anak. selain itu pengawasan pihak sekolah terhadap oknum guru/pegawai/karyawan sekolah yang merokok juga masih sangat kurang. Antar pihak dalam satu sekolah terkesan tidak perduli dengan bentuk penyimpangan perlindungan anak tersebut. Kemudian pengawasan pemerintah daerah maupun sekolah mengenai jajanan sekolah juga merupakan hal yang belum menjadi perhatian dalam menjalankan program sekolah ramah anak. 4.2.3 Alternatif Solusi Pemecahan Masalah dalam Implementasi Kebijakan Perlindungan Anak Melalui Children Friendly School di kota Surakarta Pada pembahasan 4.2.3 telah kita ketahui bahwa implementasi program sekolah ramah anak di kota Surakarta masih belum berjalan dengan baik. Kendala pendanaan dan kurangnya tenaga pengawas menjadi factor belum dapat terlaksananya sosialisasi dan pengawasan ke seluruh sekolah di Surakarta. Permasalahan ini sebenarnya dapat teratasi apabila dalam penerapan program rintisan sekolah ramah anak, seharusnya pemerintah daerah sudah menganggarkan dana untuk program ini. Sehingga implementasi program dapat berjalan dengan optimal tanpa harus tergantung dengan bantuan dana dari para donatur. Selanjutnya permasalahan mengenai masih adanya reklame rokok di kawasan sekolah. Permasalahan ini dapat teratasi apabila pemerintah daerah tidak profit oriented. Pemerintah daerah dianggap lebih menitik beratkan penerimaan retribusi iklan dari pada perlindungan hak anak. selain itu untuk reklame liar, satuan polisi pamong praja juga tidak dimanfaatkan secara maksimal. Yang terakhir adalah pengawasan terhadap guru/pegawai/karyawan sekolah yang merokok dan juga jajanan sekolah yang tidak bergizi dan sehat. Pada masalah ini diperlukan suatu peningkatan intensitas pengawasan oleh pengawas sekolah di disdikpora. Kemudian pihak dinas kesehatan juga wajib melakukan inspeksi atas kualitas jajanan anak di lingkungan sekolah di kota Surakarta.
FH-UNS
KPKM DIKTI 2013
|
19
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Perlindungan hak anak merupakan kewajiban negara. Salah satu upaya pemenuhan hak anak adalah melalui kebijakan kota layak anak. Didalam kebijakan kota layak anak terdapat hak anak dalam memperoleh lingkungan pendidikan yang layak untuk anak. Untuk mewujudkan hal tersebut terdapat program Children Friendly School atau sekolah ramah anak di kota Surakarta. 1.
Dasar hukum utama yaitu Undang-undang Dasar Republik Indonesia
Tahun 1945 pasal 31 ayat 3 tentang pendidikan dan kebudayaan, UndangUndang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan daerah no 4 tahun 2012 tentang perlindungan anak dan Peraturan daerah no 4 tahun 2010 tentang Pendidikan. 2.
Melalui dasar hukum tersebut, implementasi sekolah ramah anak dikota
Surakarta ternyata masih belum berjalan baik, padahal kota Surakarta merupakan percontohan kota layak anak. Beberapa masalah dalam implementasi sekolah ramah anak di kota Surakarta diantaranya ; pendanaan untuk sosialisasi kurang, sumber dana program sekolah ramah anak hanya dari UNICEF, tenaga pengawasan oleh pemerintah kurang, masih adanya reklame
rokok
di
kawasan
pendidikan,
masih
adanya
guru/pegawai/karyawan sekolah yang merokok, jajanan sekolah yang tidak bergizi dan sehat banyak diperdagangkan di kawasan sekolah, dll.
5.2 Rekomendasi 1.
Pengaturan mengenai sekolah ramah anak perlu di pertegas oleh
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. 2.
Untuk
melindungi
hak
anak,
pemerintah
daerah
seharusnya
menyediakan anggaran yang cukup. Selain itu, pemerintah daerah juga harus meningkatkan kuantitas dan kualitas pengawasan pada sekolah.
FH-UNS
KPKM DIKTI 2013
|
20