BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Trilogi pembangunan yang salah satunya berbunyi pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju pada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat, telah dilaksanakan pada beberapa Pelita (Pembangunan Lima Tahun) dan sampai sekarang terus digalakkan dan dilaksanakan. Upaya pembangunan berorientasi pada pembangunan manusia. Indeks pembangunan manusia Indonesia masih tergolong rendah, ini dilihat dari tingkat pendapatan masyarakat yang masih sangat rendah. Pembangunan dapat dijalankan dengan baik bila didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas termasuk mempunyai kemampuan dan keterampilan yang cukup, sumber daya alam yang cukup, serta lingkungan politik, ekonomi, dan sosial budaya yang kondusif. Perwujudan pemerataan pembangunan mengandung makna berupa upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat pada umumnya, dan masyarakat pedesaan khususnya dalam penanggulangan kemiskinan. Pengentasan kemiskinan harus ditangani dari berbagai dimensi seperti ekonomi, akhlak, dan keilmuan. Sasaran penanggulangan kemiskinan dengan meningkatkan pendapatan dan kesempatan berusaha kelompok masyarakat miskin, meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap permodalan, bantuan teknis, dan berbagai sarana dan prasarana produksi. Dalam penanggulangan kemiskinan masyarakat pesisir, departemen kelautan dan perikanan telah memprogramkan anggaran sebesar 104.7 milyar (Bappenas, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Pembangunan kawasan pesisir diperlukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat pesisir yang sebagian besar nelayan dan petani tambak yang tergolong miskin (Kompas, 14 April 2007). Pendayagunaan sumber daya perikanan ditujukan untuk mendukung pembangunan ekonomi serta memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha. Taraf hidup masyarakat pesisir dapat ditingkatkan jika pendapatannya sudah dapat memenuhi kebutuhan hidup. Pendapatan masyarakat pesisir tidak terlepas dari banyaknya tangkapan ikan yang mereka dapatkan. Untuk memperoleh pendapatan yang tinggi maka nelayan dan petani tambak harus bisa meningkatkan hasil perikanan dan budi daya tambak. Selain itu nelayan dan petani tambak juga harus bisa menjaga dan memperbaiki kualitas tangkapan dan budi daya tambak. Buruknya kualitas tangkapan ikan disebabkan pengolahan tidak sesuai prosedur yang baik. Kerusakan hasil perikanan yang antara lain disebabkan busuknya ikan dalam perjalanan dari tempat penangkapan sampai ketempat penjualan (Kompas, 12 April 2007). Untuk menjaga dan memperbaiki kualitas tangkap dan budi daya ikan, diperlukan adanya peralatan (teknologi) yang memadai serta tenaga kerja yang berpengalaman. Kabupaten Aceh Utara merupakan salah satu kabupaten yang ada di Nanggro Aceh Darussalam (NAD) yang terdiri dari 22 kecamatan dengan jumlah penduduk pasca tsunami 502.288 jiwa. Secara geografis Kabupaten Aceh Utara terletak pada posisi 04. 46.00o – 05. 00. 40o Lintang Utara (LU) dan 96.52.00o – 97. 31.00o Bujur Tmur (BT), dengan luas wilayah 3.296,86 Km2, memiliki sumber daya kelautan yang potensial, juga memiliki letak kelautan yang strategis. Di sepanjang pantai terdapat
Universitas Sumatera Utara
tambak-tambak air payau dan air asin. Penduduk di sekitar pantai sebagian besar mata pencaharian pokoknya sebagai nelayan dan juga sebagai petani tambak (air asin dan air payau). Masyarakat yang mata pencaharian sebagai nelayan adalah orang yang aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan di laut. Masyarakat nelayan ini tinggal di desa pesisir dan mata pencaharian utama
sehari-hari adalah melaut.
Sedangkan petani tambak adalah orang yang aktif melakukan pekerjaan mengelola tambak dalam memperoleh pendapatannya. Petani tambak ini tinggal di desa pesisir atau berdekatan dengan lokasi tambak dan mata pencaharian utamanya berasal dari mengelola tambak. Saat ini jumlah tenaga kerja di bidang perikanan tangkap (nelayan) sebanyak 5.222 orang dan jumlah tenaga kerja di bidang perikanan budidaya (tambak) sebanyak 5.406 orang. Bagi nelayan dan petani tambak, kebutuhan fisik minimum atau kebutuhan konsumsi keluarga sangat ditentukan oleh pendapatan yang diterimanya. Rata-rata pendapatan per bulan kepala rumah tangga untuk nelayan perahu motor Rp1.867.583,- sedangkan untuk petani tambak Rp 1.258.518,- (BPS, 2006). Jumlah produksi, nilai produksi hasil perikanan laut (nelayan) dan budi daya tambak (petani tambak) di Kabupaten Aceh Utara tahun 2006 sebagaimana disajikan dalam Tabel 1.1 berikut ini:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1.1 Jumlah Produksi, Nilai Produksi Perikanan Laut dan Budidaya Tambak tahun 2006 Jenis Usaha (Kegiatan)
Jumlah Produksi (Ton)/Th
Nilai Produksi (000 Rp)/Th
10.003
117.030.200
2.764,89
81.642.570
1. Perikanan laut (nelayan) 2. Budi daya tambak (petani tambak) Sumber: Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Aceh Utara (2006) Dalam perkembangannya pendapatan nelayan dan petani tambak sulit ditentukan. Seringkali nelayan dan petani tambak memperoleh pendapatan tinggi, rendah dan bahkan tidak memperoleh pendapatan sama sekali. Keadaan ini tergantung pada beberapa faktor, diantaranya seperti harga ikan dan musim bagi nelayan juga faktor penyakit ikan bagi petani tambak. Pasca tsunami nelayan dan petani tambak di Kabupaten Aceh Utara banyak yang menggunakan pola tradisional baik dalam melaut maupun dalam mengelola tambak. Di tambak-tambak belum adanya kincir air dan pengatur oksigen, serta belum teraturnya air masuk dan keluar yang secara langsung mempengaruhi kualitas air bagi udang atau ikan di dalam tambak. Demikian juga para nelayannya masih ada yang menggunakan perahu dayung, meskipun sudah banyak yang menggunakan perahu motor tetapi masih merupakan perahu ukuran kecil. Hal ini disebabkan antara lain kesulitan modal, kurangnya pengalaman, kurangnya luas lahan tambak serta status perahu dan tanggungan keluarga.
Universitas Sumatera Utara
Sejak dilanda konflik yang berkepanjangan, petani tambak di Kabupaten Aceh Utara tidak dapat seperti biasa menjalankan aktifitas pertambakannya. Banyak tambak (lahan) mereka terbengkalai begitu saja. Di tambah lagi dengan bencana alam gempa dan gelombang tsunami telah menghancurkan infrastruktur dan melumpuhkan perekonomian daerah seperti kerusakan pada bidang perikanan dan kelautan. Sebagian besar korban adalah masyarakat pesisir. Mereka kehilangan sanak keluarga, tempat tinggal, dan sarana lainnya termasuk tempat pencaharian pendapatan mereka. Pasca tsunami banyak perahu nelayan (hampir 80%) yang mengalami kerusakan maupun hilang serta banyaknya lahan pertambakan yang rusak akibat endapan lumpur bergaram. Bagi nelayan, hal ini tentu saja memerlukan modal yang cukup untuk dapat kembali melaut. Demikian juga dengan petani tambak, untuk dapat bertambak kembali tidak hanya memerlukan modal yang cukup tetapi juga memerlukan waktu yang cukup lama untuk kestabilan struktur tanah. Dalam hal ini pemerintah daerah khususnya pemerintah Kabupaten Aceh Utara bersama Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) telah menyusun perencanaan dan melakukan berbagai upaya rehabilitasi dan rekonstruksi di semua bidang yang mengalami kerusakan, salah satunya adalah sektor perikanan. Walaupun belum sepenuhnya, namun Pemerintah telah banyak merehabilitasi kerusakan di bidang perikanan dan kelautan, seperti pemberian perahu bermotor, perbaikan tempat pelelangan ikan (TPI), pemberian peralatan melaut atau bertambak serta pembersihan kembali lahan pertambakan yang sudah terendam lumpur tsunami.
Universitas Sumatera Utara
Pemerintah Kabupaten Aceh Utara dan NGO’s memberikan bantuan perahu motor dan bantuan lainnya kepada nelayan yang usahanya terkena dampak dari stunami baik secara individu maupun perkelompok. Modal nelayan yang menerima bantuan pada daerah ini umumnya berasal dari berbagai sumber baik dari modal sendiri, kredit, bantuan pemerintah/NGO’s, atau toke/pengusaha. Nelayan ini pada umumnya telah menekuni profesi sebagai nelayan lebih kurang sepuluh tahun. Banyaknya tenaga kerja yang digunakan atau yang bekerja menentukan tingkat pendapatan dari nelayan, namun hal ini tidak terlepas dari pada besar kecilnya perahu yang digunakan oleh nelayan. Mengenai jadwal berlayar, biasanya nelayan didaerah ini berlayar setiap hari kecuali hari jum’at. Mereka setiap hari pergi pagi pulang sore atau pergi sore maupun malam pulang pagi, bahkan ada yang berlayar lebih dari satu hari tergantung dari besar kecilnya perahu yang digunakan. Demikian juga dengan petani tambak, setelah terjadinya tsunami semua pertambakan dangkal (terendam lumpur tsunami) dan alat-alat pertambakan banyak rusak bahkan saluran air tidak dapat digunakan lagi. Oleh pihak pemerintah daerah dan BRR membersihkan semua pertambakan yang sudah dangkal akibat lumpur tsunami dan memperbaiki semua saluran air sehingga semua tambak dapat digunakan lagi oleh petani tambak. Pada dasarnya banyak pertambakan di Aceh Utara yang digunakan untuk pemeliharaan udang. Namun setelah tanah pertambakan terendam lumpur tsunami, sisa-sisa lumpur mengakibatkan struktur tanah pertambakan tidak stabil sehingga udang-udang sering terkena penyakit dan banyak yang mati. Petani tambak akhirnya banyak beralih memelihara ikan bandeng.
Universitas Sumatera Utara
Pada umumnya petani tambak yang ada di Aceh Utara mengelola pertambakan secara tradisionil. Modal petani tambak pada daerah ini umumnya berasal
dari
berbagai
sumber
baik
dari
modal
sendiri,
kredit,
bantuan
pemerintah/NGO’s, atau pengusaha tambak. Banyaknya tenaga kerja tambak yang dipakai oleh pemilik tambak tergantung kepada besarnya luas lahan tambak. Petani tambak ini merupakan orang yang sudah berpengalaman di bidangnya dan bertambak merupakan pekerjaan utama mereka. Dalam hal memelihara ikan, pemilik tambak juga banyak dibantu oleh pihak keluarga baik oleh anak-anak atau istri mereka. Dengan adanya rehabilitasi dan bantuan tersebut dari pemerintah, sudah sewajarnyalah perkembangan produksi tangkap dan budidaya ikan akan meningkat. Sehingga pendapatan nelayan dan petani tambak juga akan meningkat. Dengan meningkatnya pendapatan seharusnya kesejahteraan nelayan dan petani tambak juga akan semakin meningkat. Namun pada kenyataan dilihat dari struktur sosial ekonomi kehidupan masyarakat nelayan dan petani tambak di Kabupaten Aceh Utara belum mencerminkan tingkat pendapatan nelayan dan petani tambak itu lebih baik, bahkan pada musim tertentu kehidupan mereka terlihat begitu memprihatinkan. Oleh karena itu penulis ingin menganalisa lebih jauh tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan nelayan dan petani tambak di Kabupaten Aceh Utara.
Universitas Sumatera Utara
1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Sejauh mana pengaruh faktor-faktor modal, pengalaman, tenaga kerja dan lama melaut (jam kerja) terhadap tingkat pendapatan nelayan di Kabupaten Aceh Utara. 2. Sejauh mana pengaruh faktor-faktor modal, pengalaman, tenaga kerja, dan luas lahan terhadap tingkat pendapatan petani tambak di Kabupaten Aceh Utara. 3. Sejauh mana perbedaan antara tingkat pendapatan nelayan dan petani tambak di Kabupaten Aceh Utara.
1.3.Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk
mengetahui
pengaruh
dan
menganalisis
faktor-faktor
modal,
pengalaman, tenaga kerja, dan lama melaut (jam kerja) terhadap tingkat pendapatan nelayan di Kabupaten Aceh Utara. 2. Untuk
mengetahui
pengaruh
dan
menganalisis
faktor-faktor
modal,
pengalaman, tenaga kerja, dan luas lahan terhadap tingkat pendapatan petani tambak di Kabupaten Aceh Utara.
Universitas Sumatera Utara
3. Untuk mengetahui perbedaan tingkat pendapatan antara nelayan dan petani tambak di Kabupaten Aceh Utara.
1.4. Manfaat Penelitian Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat : 1. Bagi para nelayan dan petani tambak yang ingin memperbaiki produktivitas usahanya, agar dapat memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan sehingga pendapatan dapat ditingkatkan dan dapat terciptanya kesejahteraan hidup. 2. Bagi Pemerintah Kabupaten Aceh Utara Sebagai masukan untuk dijadikan bahan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat Nelayan dan Petani Tambak. 3. Bagi peneliti dapat menambah wawasan dan pengalaman serta dapat memperluas ilmu pengetahuan dalam bidang ekonomi khususnya mengenai faktor-faktor produksi. 4. Bagi pihak-pihak lain atau peneliti selanjutnya dapat menjadi acuan atau referensi dalam melakukan penelitian yang sama dimasa mendatang dengan pendekatan dan ruang lingkup yang berbeda.
Universitas Sumatera Utara
1.5.
Kerangka Pemikiran Menurut Raharja dan Manurung (2000) besarnya pendapatan seseorang sangat
tergantung dari produktivitasnya. Sementara produktivitas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya seperti keahlian (skill), mutu modal manusia (human capital), juga kondisi kerja (working conditions). Usaha nelayan ataupun usaha petani tambak pada prinsipnya dapat digolongkan sama dengan bentuk perusahaan, dimana untuk memproduksi secara umum diperlukan modal, tenaga kerja, teknologi, dan kekayaan alam (Sukirno, 1985). Bagi nelayan dan petani tambak, produksi ikan yang dihasilkan sama dengan pendapatan. Menurut Soekartawi (2002), modal dalam usaha tani dapat diklasifikasikan sebagai bentuk kekayaan baik berupa uang maupun barang yang digunakan untuk menghasilkan sesuatu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam suatu proses produksi. Dengan demikian pembentukan modal mempunyai tujuan untuk yaitu : a) untuk menunjang pembentukan modal lebih lanjut ; dan b) untuk meningkatkan produksi dan pendapatan usaha tani. Menurut Samuelson dan Nordhaus (2004), input tenaga kerja terdiri dari kuantitas tenaga kerja dan ketrampilan angkatan kerja. Kualitas input tenaga kerja, yaitu keterampilan, pengetahuan, dan disiplin angkatan kerja, adalah satu-satunya unsur penting dari pertumbuhan ekonomi. Barang-barang modal, dapat digunakan dan dirawat secara efektif hanya oleh tenaga-tenaga kerja yang trampil dan terlatih.
Universitas Sumatera Utara
Sasmita (2006), mencoba memasukkan variabel pengalaman sebagai nelayan dalam penelitiannya yang berjudul analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usaha nelayan di Kabupaten Asahan. Dengan menggunakan analisis regresi menemukan hasil penelitian bahwa variabel modal kerja, tenaga kerja, dan waktu melaut (jam kerja) berpengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan pendapatan usaha nelayan. Sedangkan variabel pengalaman sebagai nelayan berpengaruh positif, tetapi tidak signifikan terhadap peningkatan pendapatan usaha nelayan. Modal kerja sangat dominan mempengaruhi peningkatan pendapatan usaha nelayan. Menurut Daniel (2002), luas penguasaan lahan pertanian merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses produksi ataupun usaha tani dan usaha pertanian. Dalam usaha tani misalnya pemilikan atau penguasaan lahan sempit sudah pasti kurang efisien dibanding lahan yang lebih luas. Semakin sempit lahan usaha, semakin tidak efisien usaha tani yang dilakukan. Kecuali bila suatu usaha tani dijalankan dengan tertib dan administrasi yang baik serta teknologi yang tepat. Sementara Adnan (2006), dalam penelitiannya yang berjudul hubungan program motorisasi terhadap peningkatan produksi dan pendapatan nelayan bertujuan mengetahui pengaruh perubahan teknologi armada penangkapan terhadap tingkat produksi (hasil tangkapan nelayan) dan mengetahui perbedaan pendapatan nelayan berdasarkan teknologi armada penangkapan yang digunakan oleh nelayan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi hasil tangkapan ikan paling besar di capai oleh kapal motor, perahu motor tempel, dan terakhir diikuti perahu tradisional. Lebih
Universitas Sumatera Utara
lanjut dapat disimpulkan bahwa antara teknologi memberikan perbedaan pendapatan yang diterima oleh nelayan. Berdasarkan uraian diatas dapat ditentukan bahwa tingkat pendapatan sangat dipengaruhi oleh produktivitas. Produktivitas sangat ditentukan oleh faktor-faktor produksi. Produktivitas dalam menangkap ikan ditentukan oleh modal fisik, modal manusia, sumber daya alam, dan pengetahuan teknologis. Bagi nelayan dan petani tambak, produksi ikan (hasil tangkapan) sama dengan pendapatan dan dalam memproduksi memerlukan faktor-faktor produksi di atas. Penelitian yang dilakukan berkenaan dengan penelitian Sasmita (2006), dimana variabel pendapatan dipengaruhi oleh variabel faktor-faktor produksi dan dengan model yang digunakan mampu menjelaskan hubungan faktor-faktor produksi dengan pendapatan. Berdasarkan pemikiran yang telah diuraikan, secara singkat dapat digambarkan dalam bentuk kerangka konseptual sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Usaha Nelayan
Faktor-faktor yang Mempengaruhi : 1. Modal 2. Pengalaman 3. Tenaga kerja 4. Lama melaut (jam kerja)
Pendapatan nelayan
Perbedaan
Petani Tambak
Gambar 1.1:
Faktor-faktor yang Mempengaruhi : 1. Modal 2. Pengalaman 3. Tenaga kerja 4. Luas lahan
Pendapatan petani tambak
Kerangka pemikiran faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan nelayan dan petani tambak
1.6. Hipotesis Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah dan kerangka pemikiran maka dapat dibuat hipotesis sebagai berikut : 1. Faktor-faktor modal, pengalaman, tenaga kerja, dan lama melaut (jam kerja) berpengaruh terhadap tingkat pendapatan nelayan di Kabupaten Aceh Utara.
Universitas Sumatera Utara
2. Faktor-faktor modal, pengalaman, tenaga kerja, dan luas lahan berpengaruh terhadap tingkat pendapatan petani tambak di Kabupaten Aceh Utara. 3. Terdapat perbedaan tingkat pendapatan antara nelayan dan petani tambak di
Kabupaten Aceh Utara.
Universitas Sumatera Utara