BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pengobatan tradisional merupakan pengobatan dan/atau perawatan dengan cara, obat dan pengobatnya mengacu kepada pengalaman, keterampilan turun temurun dan atau pendidikan atau pelatihan, dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat (Kemenkes RI, 2003). Keberadaan pengobat tradisional dan obat tradisional sebagai bagian yang tidak dapat diabaikan dalam pelayanan kesehatan diatur dalam Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan. Menurut WHO (2008), dalam Congress on Traditional Medicine disebutkan bahwa pelayanan kesehatan tradisional yang aman dan bermanfaat dapat diintegrasikan ke dalam sistem pelayanan kesehatan dan WHO mendorong negaranegara anggotanya agar mengembangkan pelayanan kesehatan tradisional di negaranya sesuai kondisi setempat (Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA, 2011). Pengobatan
tradisional
yang
dapat
dipertanggungjawabkan
manfaat
dan
keamanannya perlu terus dibina, ditingkatkan, dikembangkan dan diawasi untuk digunakan dalam mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat (Latief, 2001). Pengobat tradisional (Battra) adalah orang yang melakukan pengobatan dan atau perawatan dengan cara, obat, dan pengobatnya yang mengacu pada pengalaman, keterampilan turun temurun, dan atau pendidikan/pelatihan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku (Kemenkes RI, 2003) 1
2
Pembinaan dan pengawasan terhadap pelayanan kesehatan tradisional telah dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat rumah tangga, masyarakat, pelayanan kesehatan dasar di puskesmas, kabupaten atau kota, Provinsi dan Kementerian Kesehatan bersama lintas sektoral terkait dan mengikutsertakan asosiasi pengobat tradisional (Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA, 2011). Sejak tahun 2009, pengobatan tradisional alternatif dan komplementer merupakan salah satu bagian dari subsistem upaya kesehatan dan dimasukan dalam rencana strategis kementerian kesehatan
2010-2014
berupa
peningkatan
penelitian,
pengembangan
dan
pemanfaatan obat tradisional Indonesia. Meskipun demikian, belum banyak penerapan pengobatan tradisional di unit pelayanan kesehatan walaupun pemerintah telah mendorong pemanfaatannya Permenkes nomor 1109/Menkes/IX/2007 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Komplementer-Alternatif di fasilitas kesehatan. Menurut Yuningsih (2012), pelayanan pengobatan tradisional yang sudah diterapkan di beberapa unit pelayanan kesehatan di Indonesia hingga akhir tahun 2011 sebanyak 42 puskesmas yang memberikan ramuan dan 31 Puskesmas memberikan pelayanan acupressure. Puskesmas sebagai unit pelayanan kesehatan dengan skala kecil, dalam pelaksanaan pengobatan tradisional perlu dilakukan pengawasan yang ketat melalui peningkatan pelatihan tenaga Puskesmas dalam upaya menerapkan pengobatan tradisional tersebut. Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Provinsi Bali (2015), diperoleh bahwa jumlah pengobat tradisional (Battra) yang ada di Provinsi Bali adalah sebanyak 3.024 orang pengobat tradisional yang tersebar di 114 Puskesmas dimana terdiri dari 2.546 jenis keterampilan dan 478 jenis ramuan dimana hanya 515 orang pengobat tradisional yang mendapat pembinaan. Di Kabupaten Badung yang merupakan
3
daerah dengan pendapatan per kapita tertinggi di Provinsi Bali, memiliki jumlah pengobat tradisional sebanyak 317 orang, yang merupakan kelima terbesar setelah Karangasem (572 orang), Jembrana (498 orang), Bangli (327 orang) dan Buleleng (318 orang). Sebagian besar pengobat tradisional yang terdapat di Kabupaten Badung adalah pengobat tradisional penata rambut (83 orang) dan pijat urut (55 orang). Salah satu puskesmas di Daerah Kabupaten Badung yang memiliki program pengembangan pengobatan tradisional adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) Puskesmas Mengwi II yang mulai aktif sejak tahun 2012 dengan nama program pelayanan kesehatan tradisional, alternatif dan komplementer (Yankestradkom), dimana program tersebut terdiri dari pengawasan, monitoring pengobat tradisional dan Tanaman Obat Keluarga (TOGA). Berdasarkan hasil studi pendahuluan melalui wawancara terhadap pemegang program pada tanggal 12 Nopember 2015 diketahui bahwa secara keseluruhan jumlah pengobat tradisional di wilayah kerja UPT. Puskesmas Mengwi II sebanyak 70 pengobat tradisional, sedangkan pengobat tradisional Bali/Balian 55 (78,6%), namun pelaksanaan program pengembangan Yankestradkom tersebut belum terlaksana secara optimal karena berbagai kendala, diantaranya belum pernah dilakukan evaluasi secara langsung kepada pengobat tradisional, dan tidak adanya dukungan dana dari Pemda. Pencapaian program Yankestradkom di wilayah kerja UPT. Puskesmas Mengwi II dari tahun 2014 sampai tahun 2015 mengalami penurunan diantaranya pembinaan pengobat tradisional pada tahun 2014 mencapai 39,3 (target 50%) sedangkan pada tahun 2015 menjadi 20,7%. Pembinaan pengobat tradisional di wilayah kerja UPT.
4
Puskesmas Mengwi II sangatlah penting, pembinaan yang optimal dapat menentukan kualitas pelayanan dari pengobat tradisional tersebut yang secara tidak langsung dapat meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat.. Dewi (2014) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa pelaksanaan program pengobatan tardisional di UPT. Puskesmas Mengwi II tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih dan berkompeten di bidangnya, pendanaan yang kurang, pembinaan dilakukan terbatas pada pengobat tradisional yang memiliki surat terdaftar pengobat tradisional (STPT) dan surat ijin pengobat tradisional (SIPT), pembinaan dan kunjungan dari puskesmas belum terlaksana dengan rutin dan optimal, pengobat tradisional kebanyakan memiliki pengetahuan yang kurang tentang informasi pembuatan SIPT dan STPT sehingga banyak pengobat tradisional yang tidak memiliki ijin. Evaluasi terhadap pelaksanaan pengobatan tradisional di puskesmas dilakukan melalui penilaian terhadap program atau indikator tentang pengobatan tardisional secara umum. Namun evaluasi terhadap pelaksanaan pengobat tradisional dalam masyarakat belum pernah dilakukan evaluasi secara optimal. Salah satu pengobat tradisional yang ada di UPT. Puskesmas Mengwi II dan merupakan salah satu pengobatan tradisional yang merupakan ciri khas daerah Bali disebut balian. Balian adalah seseorang yang diakui atau dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai orang yang mampu melakukan pengobatan secara tradisional (Latief, 2012). Berdasarkan studi pendahuluan terhadap balian yang terdapat di wilayah UPT. Puskesmas Mengwi II dari 55 orang balian campuran. Cakupan pengobatan kesehatan sudah mencakup 53,6 % Kabupaten /Kota dari 416 Kabupten/Kota di Indonesia (Kemenkes, 2013). Hasil Survey Sosial Ekonomi
5
Nasional (Susenas) tahun 2007 menunjukkan penduduk Indonesia yang mengeluh sakit dalam waktu kurun satu bulan ada sebanyak 30,90%, dari penduduk yang mengeluh sakit, 65,01% memilih pengobatan sendiri menggunakan obat dan atau obat tradisional. Provinsi Bali menunjukkan bahwa 55,04% penduduk yang memiliki keluhan kesehatan memutuskan untuk berobat sendiri atau obat tradisional (Susenas, 2007 dalam Kristiani, 2013). Masyarakat di wilayah kerja UPT. Puskesmas Mengwi II masih banyak mengakses pengobat tradisional/balian yang datang dengan berbagai keluhan dari yang ringan sampai berat. Masyarakat yang berobat ke pengobat tradisional sebanyak 21.500 orang pada tahun 2013, 22.825 orang tahun 2014 dan 23.485 orang tahun 2015. Balian tersebut merupakan balian campuran, dan mempunyai peran yang sangat penting dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Sampai saat ini belum ada studi untuk mengetahui atau mendalami implementasi praktik pengobatan tradisional terutama tentang balian di wilayah kerja UPT. Puskesmas Mengwi II. Menurut Lifawati (2015), banyaknya masyarakat yang mengakses pengobatan tradisional dibandingkan pengobatan modern dikarenakan oleh faktor sugesti, pelayanan yang cepat, efektif dan murah. Pemerintah daerah saat ini tidak menyediakan dana khusus untuk pembinaan pengobat tradisional balian, namun masyarakat sangat membutuhkan balian tersebut. Dengan demikian, penelitian ini menjadi sangat penting karena akan memberikan gambaran sehingga hasil penelitian ini dapat dipakai untuk masukan dalam menyusun kegiatan program Yankestradkom di UPT. Puskesmas Mengwi II dan sebagai bahan masukan bagi pemangku kepentingan terkait.
6
1.2 Rumusan Masalah Penelitian tentang analisis program Yankestradkom di UPT. Puskesmas Mengwi II telah dilakukan pada tahun 2014 dengan hasil dimana pelaksanaan program belum optimal dilihat dari sumber daya dan pendanaan yang kurang memadai, namun evaluasi program tersebut hanya menganalisis secara Input, proses dan output dari tinjauan Puskesmas. Evaluasi tersebut tidak dilakukan secara langsung terhadap pelaksanaan pengobatan tradisional yang bersangkutan. Selain itu, program Yankestradkom tersebut juga belum didukung oleh Pemda, walaupun demikian masih banyak masyarakat yang memanfaatkan pengobat tradisional dan merupakan pilihan pertama masyarakat dalam melakukan akses pelayanan kesehatan. Sampai saat ini, pembinaan khusus terhadap pengobat tradisional terutama balian belum dilaksanaan secara optimal serta belum ada penelitian yang meneliti tentang balian tersebut. Maka dalam hal ini, peneliti berpikir untuk menganalis lebih mendalam dan menggambarkan tentang hal yang belum dievaluasi dalam program evaluasi Yankestradkom tersebut dengan memberi gambaran berupa pelaksanaan pengobatan secara kualitatif, serta bagaimana harapan dari praktisi pengobatan tradisional dalam hubungannya dengan program pengembangan Yankestradkom di UPT. Puskesmas Mengwi II terutama tentang praktik yang dilakukan oleh balian dalam kaitannya dengan pengobatan tradisional di masyarakat. 1.3 Pertanyaan Penelitian Bagaimana praktik pengobatan tradisional oleh balian di wilayah kerja UPT. Puskesmas Mengwi II ?
7
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui praktik pengobatan tradisional oleh balian di wilayah kerja UPT.Puskesmas Mengwi II. 1.4.2 Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus penelitian ini yaitu sebagai berikut. 1.
Realitas dan harapan praktik balian dalam pengobatan tradisional di wilayah kerja UPT. Puskesmas Mengwi II
2.
Persepsi dan harapan masyarakat terhadap praktik pengobat tradisional yang dijalankan oleh balian di wilayah kerja UPT. Puskesmas Mengwi II
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis Penelitian ini bermanfaat bagi manajemen UPT. Puskesmas Mengwi II untuk mengetahui pelaksanaan praktik yang dilakukan oleh praktisi pengobatan tradisional di wilayah kerja UPT. Puskesmas Mengwi II sehingga dapat dilakukan tindakan yang lebih optimal untuk meningkatkan kinerja pengobat tradisional dan kualitas pelayanan pengobat tradisional dalam masyarakat 1.5.2 Manfaat Praktis Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat yaitu menambah kajian ilmu terkait konsep administrasi kebijakan kesehatan khususnya dalam evaluasi program yankestradkom 1.6 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup Ilmu Manajemen Pelayanan Kesehatan Dasar, khususnya tentang Program Yankestradkom. Penelitian ini dilakukan terbatas
8
pada praktik pengobatan tradisional oleh balian yang meliputi realitas dan harapan praktik balian serta persepsi dan harapan masyarakat terhadap profesi balian.