PENDAHULUAN
Latar Belakang Bawang merah merupakan tanaman yang cukup populer di masyarakat. Karena biasa digunakan sebagai bumbu penyedap rasa. Selain itu, bawang merah dapat dijadikan sebagai obat tradisional. Karenanya, kebutuhan masyarakat terhadap bawang merah akan terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk. Mengingat kebutuhan terhadap bawang merah yang terus meningkat maka pengusahaannya memberikan prospek yang cerah. Cerahnya prospek bawang merah didukung oleh tidak adanya bahan pengganti (barang subtitusinya), baik sintetik maupun alami. Dengan demikian keberadaan bawang merah tentu akan tetap dibutuhkan. Dengan
meningkatnya kebutuhan terhadap
bawang
merah maka
produksinya harus ditingkatkan. Peningkatan produksi dapat diupayakan dengan memperbaiki kultur teknis seperti perawatan tanaman, pemupukan yang tepat dan sistem draenasi. Saat ini, kondisi kandungan C organik pada lahan pertanian (sawah dan kering) sangat rendah. Hal ini disebabkan lahan – lahan yang dikelola secara intensif tanpa memperhatikan kelestarian kesehatan tanah ( tanpa usaha pengembalian bahan organik ke tanah). Ini menjadi salah satu sebab terjadinya pelandaian produktifitas meskipun jenis dan dosis pupuk kimia ditingkatkan, karena tanah telah menjadi sakit. Karena tanah sudah sakit maka perlu memperbaiki kesuburan tanah dengan menambah C organik dengan menggunakan
Universitas Sumatera Utara
pupuk organik hingga tanah kembali normal. Dengan menggunakan pupuk organik dan mengurangi penggunaan pupuk kimia akan memperoleh manfaat jangka panjang yaitu meningkatkan kesuburan tanah dan meningkatkan produksi pertanian. Dari uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian pupuk organik dan anorganik terhadap pertumbuhan dan produksi beberapa varietas bawang merah. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian pupuk organik dan anorganik terhadap pertumbuhan dan produksi beberapa varietas bawang merah. Hipotesis Penelitian Ada perbedaan respons yang nyata pada pertumbuhan dan produksi beberapa varietas bawang merah akibat perbedaan varietas, pemberian pupuk organik dan anorganik serta interaksi kedua faktor tersebut. Kegunaan Penelitian Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang memerlukan.
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Tanaman
bawang
merah
dapat
diklasifikasikan
sebagai
berikut
Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Class: Monocotyledoneae, Ordo: Liliaceae, Family: Liliales, Genus: Allium, Species: Allium ascalonicum L. (Tjitrosoepomo, 2005). Bawang merah Berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal dan bercabang terpencar, pada kedalaman antara 15 – 30 cm di dalam tanah (http://www.lablink.or.id, 2010). Daun pada bawang merah hanya mempunyai satu permukaan, berbentuk bulat kecil memanjang dan berlubang seperti pipa. Bagian ujung daunnya meruncing dan bagian bawahnya melebar seperti kelopak dan membengkak (Tim Bina Karya Tani, 2008). Tangkai bunga keluar dari ujung tanaman (titik tumbuh) yang panjangnya antara 30 – 90 cm, dan di ujungnya terdapat 50 – 200 kuntum bunga yang tersusun melingkar (bulat) seolah berbentuk payung. Tiap kuntum bunga terdiri atas 5 – 6 helai daun bunga yang berwarna putih, 6 benang sari berwarna hijau atau kekuning-kuningan, 1 putik dan bakal buah berbentuk hampir segitiga. Bunga bawang merupakan bunga sempurna (hermaprodite) dan dapat menyerbuk sendiri atau silang (http://www.lablink.or.id, 2010). Tajuk dan umbi bawang merah serupa dengan bawang bombay, tetapi ukurannya lebih kecil. Perbedaan yang lain adalah umbinya, yang berbentuk seperti buah jambu air, berkulit coklat kemerahan, berkembang secara
Universitas Sumatera Utara
berkelompok di pangkal tanaman. Kelompok ini dapat terdiri dari beberapa hingga 15 umbi (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Tanaman bawang merah memiliki 2 fase tumbuh, yaitu fase vegetatif dan fase generatif. Tanaman bawang merah mulai memasuki Fase vegetatif setelah berumur 11- 35 hari setelah tanam (HST), dan fase generatif terjadi pada saat tanaman berumur 36 hari setelah tanam (HST). Pada fase generatif, ada yang disebut fase pembentukan umbi ( 36 – 50 hst ) dan fase pematangan umbi ( 51- 65 hst ) (http://infokebun.wordpress.com, 2009). Syarat Tumbuh Iklim Angin merupakan faktor iklim yang juga berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman bawang merah. Sistem perakaran tanaman bawang merah yang sangat dangkal dan angin kencang yang berhembus terus menerus secara langsung dapat menyebabkan kerusakan tanaman, terutama tanaman sering roboh (Tim Bina Karya Tani, 2008). Tanaman bawang merah membutuhkan suhu antara 20-260 C dan lama penyinaran 11 jam, tetapi biasanya tanaman bawang merah menyukai temperatur yang lebih rendah (Siemonsma and Pileuk, 1994). Tanaman bawang merah yang ditanam pada daerah yang tidak cukup mendapat sinar matahari, sering berkabut atau tempat yang terlindungi oleh pepohonan, maka pembentukan umbinya tidak sempurna sehingga mengakibatkan ukuran umbinya kecil-kecil (Tim Bina Karya Tani, 2008). Tanah
Universitas Sumatera Utara
Tanaman bawang merah menghendaki tanah gembur subur dengan drainase baik. Tanah berpasir memperbaiki perkembangan umbinya. PH tanah yang sesuai sekitar netral, yaitu 5,5-6,5 sedangkan temperatur cukup panas 25-320 C (Ashari, 1995). Persyaratan tanah untuk bawang merah adalah subur, gembur dan banyak mengandung bahan organik. Jenis tanah yang paling baik yakitu lempung berpasir atau lempung berdebu, pH tanah 5,5 – 6,5 dan drainase serta aerasi tanah baik (http://sultra.litbang.deptan.go.id, 2010). Bawang merah dapat tumbuh hampir pada semua jenis tanah dengan pH lebih dari 5,6 dan menyukai jenis tanah lempung berpasir. Di Indonesia 70 % penanaman dilakukan pada dataran rendah di bawah 450 meter. Bawang merah membutuhkan banyak air tetapi kondisi yang basah menyebabkan penyakit busuk (Siemonsma and Pileuk, 1994). Pupuk Kondisi kandungan C organik pada lahan pertanian (sawah dan kering) sangat rendah (rata-rata < 2 %) Hal ini disebabkan lahan – lahan yang dikelola secara intensif tanpa memperhatikan kelestarian kesehatan tanah ( tanpa usaha pengembalian bahan organik ke tanah). Hal ini menjadi salah satu sebab terjadinya pelandaian produktifitas meskipun jenis dan dosis pupuk kimia ditingkatkan, karena tanah telah menjadi sakit. Karena tanah sudah sakit maka kita perlu memperbaiki kesuburan tanah dengan menambah C organik dengan menggunakan pupuk organik hingga tanah kembali normal. Dengan menggunakan pupuk organik dan mengurangi pupuk kimia atau bahkan sama sekali tidak menggunakan pupuk kimia kita memperoleh manfaat jangka panjang untuk
Universitas Sumatera Utara
menjaga kelestarian kesuburan tanah dan meningkatkan produksi pertanian (http://id.shvoong.com/exact-sciences/1902608-pupuk-organik, 2009). Pupuk digolongkan menjadi dua, yakni pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari sisa-sisa makhluk hidup yang diolah melalui proses pembusukan (dekomposisi) oleh bakteri pengurai, contohnya adalah pupuk kandang dan pupuk kompos. Pupuk anorganik adalah jenis pupuk yang dibuat oleh pabrik dengan cara meramu berbagai bahan kimia sehingga memiliki persentase kandungan hara yang tinggi, contohnya adalah Urea, TSP dan Gandasil (Novizan, 2005). Pupuk kandang yang baik digunakan adalah pupuk kandang matang yang telah terfermentasi dengan baik. Tandanya warna cenderung kehitaman, dan teksturnya lebih remah dibanding pupuk kandang mentah. Pupuk kandang yang banyak digunakan umumnya adalah pupuk kandang kambing, karena disamping mengandung unsur nitrogen yang cukup dan bentuknya yang berupa butiran membuat pupuk kandang kambing lebih awet dan tidak mudah hancur apabila terkena siraman air. Kekurangan pupuk kandang adalah apabila tidak disterilisasi dengan baik, maka pupuk kandang cenderung mengandung bibit penyakit dan hama bagi tanaman. Selain itu penggunaan pupuk kandang secara berlebihan sering membuat tampilan keseluruhan tanaman dan pot menjadi kurang indah (http://www.emirgarden.com/komponen-media-tanam.html, 2009). Penambahan pupuk kandang dapat meningkatkan kesuburan dan produksi pertanian. Hal ini disebabkan tanah lebih banyak menahan air sehingga unsur hara akan terlarut dan lebih mudah diserap oleh bulu akar. Selain itu unsur mikro yang tidak terdapat pada pupuk lainnya bisa disediakan oleh pupuk kandang misalnya
Universitas Sumatera Utara
S, Mn, Co, Br dan sebagainya. Pupuk kandang juga banyak mengandung mikroorganisme yang dapat membantu pembentukan humus di dalam tanah dan mensintesa senyawa tertentu yang berguna bagi tanaman (Hanum, 2008). ABG Daun (ABG-D) adalah pupuk dasar yang digunakan pada fase vegetatif (masa pertumbuhan) tanaman agar tanaman cepat tumbuh dan berkembang serta memiliki perakaran yang baik. Dengan perakaran yang baik, maka perkembangan tanaman akan baik. Manfaat pupuk ABG Daun adalah sebagai berikut meningkatkan efisiensi pupuk dasar, memperbesar ukuran daun, memperpanjang umur produktif daun, memperpanjang umur produktif tanaman, menekan perkembangbiakan penyakit, bakteri antagonistik yang ada di dalam ABG Daun dapat meningkatkan dominasi bakteri menguntungkan pada daerah perakaran dan daun, sehingga dominasi mikroorganisme merugikan perlahan akan tersingkir. Adapun komposisi yang terdapat pada pupuk ABG Daun (ABG-D) adalah C-org 6%, N 14 %, P2O5 6%, K2O 8%, CaO 0,5%, MgO 0,8%, S 1%, unsur hara mikro (B, Fe, Zn, Mn, Mo, Cu, Cl), asam amino, senyawa bio aktif (auksin,
sitokinin,
giberelin),
mikroba
menguntungkan
bagi
tanaman
(http://www.abgorganik.wordpress.com, 2009). ABG Bunga dan Buah adalah pupuk cair organik yang di formulasi khusus untuk fase generatif pertumbuhan tanaman dengan tujuan memaksimalkan pertumbuhan bunga, proses perubahan bunga menjadi buah dan pembesaran buah. ABG Bunga Buah diformulasi karena selain memiliki kandungan K dan P yang lebih besar dibandingkan ABG daun juga mengandung hormon pertumbuhan bunga dan buah. Pupuk ABG Bunga Buah memiliki kandungan 6% C organik, 8% P2O5, 14% K2O, 1% CaO, 0,8 % MgO, 1% S dan hara mikro (B, Fe, Zn,
Universitas Sumatera Utara
MN, Mo, CU) serta asam-asam amino, asam humat dan senyawa bioaktif (GA3 800 ppm) (http://www.abgorganik.wordpress.com, 2009). Varietas Varietas adalah sekumpulan individu tanaman yang dapat dibedakan oleh setiap sifat (morfologi, fisiologi, sitologi, kimia dan lain-lain) yang nyata untuk usaha pertanian dan bila diproduksi kembali akan menunjukkan sifat-sifat yang dapat dibedakan dari yang lainnya (Mangoendidjojo, 2003). Ada dua macam perbedaan antara individu organisme : (1) Perbedaan yang ditentukan oleh keadaan luar yaitu yang dapat ditelusuri dari lingkungan, (2) Perbedaan yang dibawa sejak lahir yaitu yang dapat ditelusuri dari kebakaan. Suatu fenotipe (penampilan dan cara fungsinya) individu merupakan hasil interaksi antara genotipe (warisan alam) dan lingkungannya. Walaupun sifat khas dari suatu fenotipe tertentu tidak dapat ditentukan oleh perbedaan fenotipe atau lingkungan, ada kemungkinan perbedaan fenotipe antara yang terpisahkan itu disebabkan oleh perbedaan lingkungan atau keduanya (Loveless, 1989). Pada umumnya tanaman memiliki perbedaan fenotipe dan genotipe yang sama. Perbedaan varietas cukup besar mempengaruhi perbedaan sifat dalam tanaman. Keragaman penampilan tanaman terjadi akibat sifat dalam tanaman (genetik) atau perbedaan lingkungan kedua-duanya. Perbedaan susunan genetik merupakan suatu untaian susunan genetik yang akan diekspresikan pada satu atau keseluruhan fase pertumbuhan
yang berbeda dan dapat diekspresikan pada
berbagai sifat tanaman yang mencakup bentuk dan fungsi tanaman dan akhirnya menghasilkan keragaman pertumbuhan tanaman (Sitompul dan Guritno, 1995).
Universitas Sumatera Utara
Hasil maksimum akan dapat dicapai apabila suatu kultivar unggul menerima respons terhadap kombinasi optimum dari air, pupuk dan praktek budidaya lainnya. Semua kombinasi input ini penting dalam mencapai produktivitas tinggi (Nasir, 2002). Heritabilitas Nilai heritabilitas suatu sifat tergantung pada tindak gen yang mengendalikan gen tersebut. Jika heritabilitas dalam arti sempit suatu sifat bernilai tinggi, maka sifat tersebut dikendalikan oleh tindak gen aditif pada kadar yang tinggi. Sebaliknya jika heritabilitas dalam arti sempit bernilai rendah, maka sifat tersebut dikendalikan oleh tindak gen bukan aditif (dominan dan epistasis) pada kadar yang tinggi. Heritabilitas akan bermakna jika varians genetik didominasi oleh varians aditif karena pengaruh aditif setiap alel akan diwariskan dari tetua kepada progeninya (Suprapto dan Khairuddin, 2007). Heritabilitas dinyatakan sebagai persentase dan merupakan bagian pengaruh genetik dari penampakan fenotip yang dapat diwariskan dari tetua kepada turunannya. Heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa variabilitas genetik besar dan variabilitas lingkungan kecil. Dengan makin besarnya komponen lingkungan, heritabilitas makin kecil (Crowder, 1997). Heritabilitas juga merupakan parameter yang digunakan untuk seleksi pada lingkungan tertentu, karena heritabilitas merupakan gambaran apakah suatu karakter lebih dipengaruhi faktor genetik atau faktor lingkungan. Nilai heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa faktor genetik relatif lebih berperan dibandingkan faktor lingkungan. Sifat yang mempunyai heritabilitas tinggi maka sifat tersebut akan mudah diwariskan pada keturunan berikutnya (Alnopri, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Variasi keseluruhan dalam suatu populasi merupakan hasil kombinasi genotipe dan pengaruh lingkungan. Proporsi variasi merupakan sumber yang penting dalam program pemuliaan karena dari jumlah variasi genetik ini diharapkan terjadi kombinasi genetik yang baru. Proporsi dari seluruh variasi yang disebabkan oleh perubahan genetik disebut heritabilitas. Heritabilitas dalam arti yang luas adalah semua aksi gen termasuk sifat dominan, aditif, dan epistasis. Nilai heritabilitas secara teoritis berkisar dari 0 sampai 1. Nilai 0 ialah bila seluruh variasi yang terjadi disebabkan oleh faktor lingkungan, sedangkan nilai 1 bila seluruh variasi disebabkan oleh faktor genetik. Dengan demikian nilai heritabilitas akan terletak antara kedua nilai ekstrim tersebut (Welsh, 2005).
Universitas Sumatera Utara