BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Indonesia merupakan suatu negara kepulauan terbesar di dunia yang
terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km, merupakan garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada (Dahuri, 1998b). Sebagian besar dari pulau-pulau tersebut merupakan pulau-pulau berukuran kecil yang tersebar dari Sabang hingga Merauke. Pulau-pulau ini memiliki nilai penting dari sisi politik, sosial, ekonomi, budaya dan pertahanan keamanan Indonesia (Laimeheriwa, 2002) Pulau-pulau kecil memiliki keunikan ekologis, hal ini dapat dilihat dari potensi sumberdaya alam antar pulau yang bervariasi. Ekologis pulau kecil relatif homogen dengan posisi terisolir dan ekosistem laut mendominasi karakteristik pulau ini. Keunikan ini menawarkan suatu potensi yang menarik karena secara natural berbeda dengan pulau besar, sehingga memberi peluang diversifikasi upaya pembangunan (Dahuri,1998b) Unsur klimat mempengaruhi hampir semua aspek kegiatan pertanian baik melalui perencanaan jangka panjang, jangka pendek maupun sehari-hari. Kebutuhan akan informasi klimat yang tepat semakin dirasakan strategis dalam menunjang program pembangunan pertanian. Oleh karena itu, usaha yang paling bijaksana adalah menyesuaikan pola pertanian dan jenis tanaman/komoditas pertanian yang diusahakan dengan pola klimat setempat (Irianto, dkk., 2000) Penyesuaian tersebut harus didasarkan kepada identifikasi, pemahaman atau
2 interpretasi yang tepat terhadap klimat pada setiap agroekosistem dan lokasi spesifik atau lahan. Dengan demikian dalam memilah-milah wilayah dengan kondisi klimat yang sesuai untuk komoditas pertanian tertentu, atau komoditas pertanian untuk wilayah tertentu diperlukan identifikasi dan interpretasi klimat yang lebih komprehensif (Laimeheriwa, 2002). Pulau-pulau kecil mempunyai karakteristik klimatik yang khas, salah satunya adalah pengaruh keberadaan laut yang mengelilinginya. Keberadaan gunung berapi sebagai salah satu bagian terbentuknya pulau-pulau tersebut juga akan mempengaruhi karakteristik klimat wilayah pulau-pulau tersebut. Selain itu keberadaan pulau-pulau tersebut dalam suatu kawasan regional juga akan mempunyai watak klimat yang khas sesuai dengan watak kawasan. Dengan demikian kejadian hujan di pulau-pulau tersebut diduga akan merupakan gabungan pengaruh klimat makro dan mikro. Secara klimatologis pola hujan di Indonesia dibagi menjadi 3, yaitu pola monsoon, pola equatorial dan pola local. Pola monsoon dicirikan dengan bentuk pola hujan yang unimodial (satu puncak musim hujan yang terjadi sekitar bulan Desember). Secara umum musim kemarau berlangsung dari bulan April sampai bulan September dan musim hujan dari bulan Oktober sampai nulan Maret (Boer, 2003). Indonesia merupakan Negara yang dilewati garis katulistiwa serta dikelilingi oleh dua samudra dan dua benua. Posisi ini menjadikan Indonesia sebagai daerah pertemuan sirkulasi meridional (Utara – Selatan) dikenal sebagai sirkulasi Hadley dan sirkulasi Zonal (Timur – Barat) dikenal sebagai sirkulasi
3 Walker, dua sirkulasi ini sangat mempengaruhi keragaman hujan di Indonesia (Boer, 2003) Secara makro kejadian hujan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh gerakan angin muson tropis yang bergerak dari benua Australia ke daratan Asia dan sebaliknya. Pemisahan watak hujan akibat kedua pengaruh klimat mikro dan makro di suatu pulau kecil akan dapat memberikan informasi tentang kekhasan watak hujan secara spasial dan memberikan peluang untuk dikembangkan sebagai salah satu informasi untuk pembangunan pertanian. Salah satunya adalah untuk penentuan pola dan rencana tanam di berbagai zonasi watak klimat.
1.2.
Perumusan Masalah Salah satu masalah serius yang membatasi pengembangan pulau Lombok
adalah kondisi ekologi dan lingkungan yang ada. Pulau Lombok merupakan salah satu pulau di propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang merupakan wilayah kering di Indonesia. Curah hujan hanya terbatas sampai 3 bulan atau kurang. Umumnya hujan turun bulan Desember sampai Februari. Cuaca menjadi kering mulai bulan Maret sampai April dan pada bulan Mei sampai November menjadi sangat kering. Curah hujan setahun antara 1200 sampai 2500 mm dan sangat bervariasi antar lokasi. Bentuk geografi kemungkinan berpengaruh besar terhadap curah hujan. Badai lokal yang besar dapat mencurahkan sebagian besar curah hujan setahun hanya dalam beberapa hari atau jam. Volume hujan yang besar ini melebihi kapasitas infiltrasi tanah sehingga menghasilkan aliran permukaan dan erosi yang besar. Kondisi klimat yang ekstrim ini sering menimbulkan salah
4 penafsiran terhadap data curah hujan Nusa Tenggara, sebab curah hujan tidak menyebar normal sepanjang tahun. (Monk et al., 1997). Sebagian besar tanah di pulau Lombok memiliki kemampuan yang terbatas untuk pertanian. Meskipun sifat fisik dan kimia tanahnya beragam, informasi umum berikut ini cukup akurat. Bentuk wilayah bergunung, lahan miring, tanah dangkal dan masih berkembang. Curah hujan yang rendah dan musim kering yang panjang membatasi produktivitas tanah. Vegetasi penutup tanah sangat tipis akibat kondisi kekeringan dan konversi vegetasi alam untuk kegunaan pertanian. Hal ini mengakibatkan tanah peka terhadap kekeringan yang disebabkan radiasi matahari dan angin serta kerusakan akibat pukulan hujan yang lebat. Struktur dan kesuburan tanah menjadi lebih miskin karena kurangnya bahan organik dan kebakaran yang sering terjadi di musim kemarau. Erosi alami umum terjadi di Nusa Tenggara, disebabkan oleh bahan induk yang peka terhadap erosi, lereng curam, usia geologi masih muda, dan perkembangan tanah masih berlanjut. Penggunaan lahan yang tidak tepat, khususnya penanaman tanaman semusim dan pembakaran pada lahan miring dan lahan marjinal lainnya, mempercepat laju erosi (Roshetko, 2002). Sebagian besar penduduk pulau Lombok tinggal di daerah pedesaan dan menggantungkan hidupnya pada pertanian. Pertanian lahan kering oleh petani kecil, merupakan basis pertanian di pulau Lombok. Sistem asli ini belum mendapat keuntungan dari teknologi lanjut dari ilmu-ilmu pertanian (Suhardi, 1993). Suatu analisis perencanaan pertanian tidak akan terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya, diantaranya yang utama adalah lingkungan fisik (tanah
5 dan klimat). Dalam analisis awal faktor tanah dipertimbangkan sebagai faktor yang relatif dapat dimodifikasi, sedangkan faktor klimat dalam skala meso hingga makro merupakan faktor yang tidak dapat dimodifikasi. Untuk itu dalam suatu perencanaan pertanian, analisis klimat dan karakterisasi sumberdaya klimat merupakan hal penting yang mendukung keberhasilan perencanaan tersebut. Tanaman yang tumbuh, berkembang dan berproduksi optimum terus menerus memerlukan kesesuaian klimat. Kondisi kesesuaian tersebut memungkinkan suatu wilayah untuk dikembangkan menjadi pusat produksi komoditi pertanian. Pusat produksi tanaman adalah suatu daerah yang telah terbukti memenuhi persyaratan kesesuaian klimat pada wilayah yang cukup luas dengan produktivitas tinggi (ton/ha/musim panen) dalam jangka waktu lama. Dalam konteks ini perlu dipertimbangkan dua cakupan pokok, yaitu optimalisasi pemanfaatan lahan intersektoral dan penataan dalam sektor pertanian sendiri. Kebutuhan lahan di luar sektor pertanian (non-land based industries) mempunyai karakteristik tersendiri dilihat dari segi kualitas lahan, lokasi, dan dukungan infrastrukturnya. Kebutuhan lahan untuk sektor pertanian juga relatif bervariasi
antar
sub-sektor
(tanaman
pangan,
hortikultura,
perkebunan,
peternakan, dan perikanan) yang pada dasarnya juga membutuhkan kualifikasi lahan yang berbeda dari segi kualitas, pewilayahan, dan dukungan infrastruktur. Permasalahan mendasar penataan lahan di dalam sektor pertanian adalah relatif masih terbatasnya hasil penelitian karakterisasi dan pemetaan potensi lahan sebagai basis perencanaan pembangunan pertanian khususnya untuk pulau kecil. Keberhasilan realisasinya di lapangan sangat ditentukan oleh koordinasi dan
6 konsolidasi
lembaga
pengembangannya.
riset
daerah
dan
dinas
teknis
terkait
dalam
Pada tingkat wilayah (zonasi pengembangan) dan rumah
tangga tani, disamping kebutuhan akan teknologi spesifik lokasi sebagai basis perumusan aktivitas usahatani dengan potensi teknologi yang lebih tinggi, juga diperlukan identifikasi kendala sumberdaya dan subyektif yang dihadapi. Semua elemen tersebut dibutuhkan dalam proses realokasi sumberdaya (khususnya lahan) dalam rangka maksimalisasi pengembangan ekonomi wilayah dan pendapatan petani. Pulau Lombok merupakan daerah penghasil utama komoditi pertanian khususnya padi bagi masyarakat di Propinsi Nusa Tenggara Barat. Penyebaran klimat berdasarkan data terbaru sangat dibutuhkan untuk menunjang peningkatan produksi pertanian di pulau Lombok. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelitian pengembangan zonasi klimatik dan penggunaannya untuk prediksi neraca supply demand
beras di pulau Lombok. Penelitian ini akan
dilaksanakan di pulau Lombok untuk melihat kemampuan saat ini dan diprediksikan untuk 50 tahun yang akan datang.
1.3.
Batasan Masalah Pengembangan zonasi klimatik dan penggunaannya untuk prediksi neraca
supply demand
beras di pulau Lombok
merupakan pembagian wilayah
berdasarkan ketersediaan air dan klimat (sinar matahari, kelembaban, temperatur, angin dan hujan). Ketersediaan air dan klimat, merupakan batasan masalah yang
7 akan dikaji dalam tulisan ini. Sedangkan tanaman yang akan dikaji pada penelitian ini terbatas pada komoditas pangan, yaitu: Padi
1.4. Keaslian Kajian Penelitian State of the art Dari aplikasi keilmuan klasifikasi klimat yang digunakan sekarang, masih difokuskan pada dinamika anasir klimat. Klasifikasi tersebut belum diproyeksikan dalam zonasi yang dikaitkan dengan karakter klimat yang tegas secara spasial di pulau kecil. Keaslian Kajian Zonasi klimatik berbasis karakter klimat pulau kecil, yang memiliki gunung berapi dan berada di tropical munsoon. Zonasi dikaitkan dengan keseimbangan air klimatik untuk prediksi neraca supply demand beras. Penelitian tentang pewilayahan komoditas sudah banyak dilakukan, Nazam dkk (2004) melakukan penelitian tentang pewilayahan komoditas wilayah Lombok Tengah bagian Selatan.
Mulyani dan Alkusuma (2003) melakukan
penelitian tentang potensi sumberdaya lahan dan perubahan penggunaan lahan di kabupaten Lombok Timur. Pembangunan wilayah pulau kecil dikembangkan dengan pendekatan daratan (pulau besar). Demikian juga penelitian yang sudah dilakukan oleh Mulyani & Alkusuma (2003) menggunakan daratan (pulau besar) sebagai acuan, padahal pulau kecil mempunyai karaktersitik sendiri. Karakteristik pulau kecil
8 yaitu antara lain, sangat dominannya pengaruh lautan terhadap perubahan klimat, serta proses terbentuknya pulau juga mempengaruhi jenis tanah dan kesuburannya. Menurut Wulandari (2004) untuk meningkatkan produktivitas, stabilitas dan sustainabilitas dalam suatu
sistem pertanian perlu pendekatan
terpadu terhadap faktor-faktor atau komponen agroekosistem, termasuk klimat/cuaca. Pemahaman terhadap karakter klimat setiap lokasi/lahan dimana terdapat kegiatan pertanian merupakan kunci keberhasilan pemanfaatan sumberdaya klimat/cuaca tersebut. Variasi suhu di kepulauan Indonesia tergantung pada ketinggian tempat (altitude/elevasi). Keberadaan lautan di sekitar pulau Lombok ikut berperan dalam menekan perubahan suhu udara yang timbul (Lakitan, 2002). Menurut Hidayati (2001) karena Indonesia berada di wiayah tropis maka selisih suhu siang dan malam hari lebih besar. Hujan merupakan unsur klimat yang paling beragam baik menurut waktu maupun tempat, hujan juga sebagai faktor penentu serta faktor pembatas bagi kegiatan pertanian, oleh karena itu klasifikasi klimat untuk wilayah Indonesia dikembangkan dengan menggunakan curah hujan sebagai kriteria utama (Lakitan,2002) Keadaan cuaca menentukan kondisi aktual hasil panen sedangkan kondisi klimat menentukan kapasitas hasil dan rutinitas panen.
Dengan demikian,
pengambilan keputusan untuk mengusahakan suatu jenis tanaman haruslah memperhitungkan kemungkinan buruk bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman selama siklus hidupnya.
Berbagai cara/metode pendekatan dapat
dilakukan misalnya, analisis neraca air lahan/tanaman, penentuan/ penetapan
9 periode tumbuh tersedia dan perencanaan pola tanam, analisis peluang curah hujan, dan sebagainya (Laimeheriwa, 2002) Meskipun sudah banyak dilakukan penelitian tentang pewilayahan komoditas tetapi permasalahan mendasar penataan lahan di dalam sektor pertanian adalah relatif masih terbatasnya hasil penelitian karakterisasi dan pemetaan potensi lahan sebagai basis perencanaan pembangunan pertanian. Zonasi klimatik
dan penggunaannya untuk perencanaan penyediaan beras
berbasis lahan sawah beririgasi di pulau kecil belum dilakukan. Penelitian ini diharapkan dapat dipakai untuk menentukan pengambilan keputusan kebijakan dalam perencanaan penyediaan pangan khususnya beras.
1.5. Kebaruan Hasil Penelitian yang diajukan Kebaruan hasil penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut: 1.
Zonasi berbasis klimat di wilayah munsoon tropis di pulau Lombok
2.
Prediksi neraca supply demand untuk penyediaan pangan khususnya beras berbasis zonasi klimat dan karakteristik lanskap.
1.6. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: Secara umum penelitian bertujuan: 1.
Identifikasi karakter klimat di pulau Lombok untuk menyusun zonasi klimat
10 2.
Penyusunan zonasi klimat untuk kepentingan produksi pertanian
3.
Analisis neraca air klimatik
4.
Simulasi neraca supply demand beras berbasis zonasi klimat
1.7. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini memberi manfaat sains dan manfaat praktis. Manfaat kajian pengembangan zonasi klimatik dan penggunaannya untuk prediksi neraca supply demand beras di pulau Lombok, diharapkan dapat menambah khasanah sistem pembangunan pertanian yang merupakan suatu sistem yang kompleks yang memadukan unsur-unsur human (sumber daya manusia dalam wujud pola pikir, sosial ekonomi dan budaya)
dan
non human (komoditi yang akan
dibudidayakan). Selain itu penelitian ini dapat memperjelas sektor pertanian di pulau kecil, sebagai bahan analisis tingkat swasembada pangan dan bahan analisis komoditas unggulan. Secara praktis, penelitian ini menghasilkan produk berupa peta zonasi klimatik. Peta zonasi klimatik ini mengandung informasi tentang zonasi dengan ketersediaan airnya untuk budidaya padi, sehingga sangat bermanfaat untuk acuan dan arahan pengembangan pertanian khususnya padi di pulau Lombok. Bagi pembangunan nasional, kajian ini, merupakan konsep dasar untuk menyusun
program
pembangunan
pertanian.
Dengan
program
tersebut
diharapkan kinerja sistem pembangunan pertanian dapat diperbaiki sehingga produktivitas pertanian meningkat, pendapatan petani meningkat, dan ketahanan pangan nasional menguat.