BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain
daging, ikan dan susu. Umumnya telur yang dikonsumsi berasal dari jenis-jenis unggas, seperti ayam, bebek, burung puyuh dan angsa. Telur merupakan bahan makanan yang sangat akrab dengan kehidupan kita sehari-hari. Telur sebagai sumber protein mempunyai banyak keunggulan antara lain, kandungan asam amino paling lengkap dibandingkan bahan makanan lain seperti ikan, daging, ayam, tahu, tempe, dan lain-lain. Telur mempunyai citarasa yang enak sehingga digemari oleh banyak orang. Telur juga berfungsi dalam aneka ragam pengolahan bahan makanan. Selain itu, telur termasuk bahan makanan sumber protein yang relatif murah dan mudah ditemukan. Hampir semua orang membutuhkan telur (Mietha, 2008) Telur yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia umumnya adalah telur ayam, telur puyuh, dan telur itik. Bobot dan ukuran telur itik rata-rata lebih besar dari telur ayam, namun karena baunya yang amis, telur itik jarang dikonsumsi jika dibandingkan dengan telur ayam. Sebagai usaha untuk mengurangi bau amis tersebut maka telur itik diolah menjadi telur asin, hal ini memungkinkan karena telur itik memiliki pori-pori telur yang besar. Pori-pori ini menguntungkan saat proses pengasinan karena garam bisa lebih terabsorbsi kedalam telur bila dibandingkan dengan telur lainnya (Marssy, 2007).
1
2
Harga telur di Indonesia relatif murah. Kondisi tersebut cukup kuat untuk dijadikan alasan mengapa telur sangat digemari oleh masyarakat untuk dijadikan sebagai pengganti protein yang murah. Kebutuhan gizi terutama protein dalam kehidupan masyarakat memegang peranan penting bagi tercapainya status kesehatan yang memadai. Untuk mencapai hal tersebut telur merupakan salah satu produk pilihan yang cukup murah dan mudah didapat dan selalu tersedia setiap saat tanpa mengenal musim (Medhy, 2008). Untuk mempertahankan mutu telur biasanya dilakukan dengan cara pengawetan. Pengawetan telur menurut koswara (1991) pada prinsipnya adalah mencegah penguapan air dan terlepasnya gas-gas dari dalam isi telur serta mencegah masuk dan tumbuhnya mikroba dalam telur selama mungkin. Sebelum melakukan pengawetan yang perlu diperhatikan adalah kebersihan kulit telur. Pembersihan kulit telur dapat dilakukan dengan cara merendam telur dalam air bersih, dapat diberi sedikit detergen kemudian dicuci hingga kotoran yang menempel hilang, atau dengan mencuci telur dengan air hangat-hangat kuku yang mengalir. Setelah kulit telur bersih dapat dilakukan pengawetan telur. Salah satu cara pengawetan telur yaitu membuat telur asin. Telur asin adalah telur yang diolah dalam keadaan utuh, dimana kandungan garam dapat menghambat perkembangan mikroorganisme dan sekaligus memberikan aroma khas, sehingga telur dapat disimpan dalam waktu yang relatif lama (Wasito dan Rohaeni 1994). Menurut Widjaja (2003) bahwa telur asin merupakan telur segar yang diawetkan dengan menggunakan garam. Selain baunya yang amis, telur itik juga mempunyai pori-pori yang besar,
3
sehingga sangat baik untuk diolah menjadi telur asin (Astawan, 2006). Murtidjo (1988) mengemukakan bahwa telur itik yang diasinkan mengandung keuntungan seperti: a) nilai gizi telur dapat dipertahankan dalam waktu yang relatif lama, b) nilai ekonomis telur dapat ditingkatkan, c) memenuhi selera konsumen telur itik dan, d) merupakan alternatif pamasaran disamping telur segar. Metode pengasinan yang dilakukan sampai sekarang adalah perendaman didalam larutan garam atau pembalutan dengan adonan garam dan bubuk batu bata atau adonan garam dan abu gosok. Waktu yang dibutuhkan untuk perendaman ataupun pembalutan kurang lebih 14 hari. Hasil yang didapat dari metode tersebut dipengaruhi oleh kadar NaCl di dalam larutan ataupun adonan. Rasa asin yang terlalu tinggi pada putih telur kurang disukai oleh konsumen. Sebagai pengganti media yang telah umum dilakukan, peneliti ingin mencoba menggunakan kulit buah manggis untuk dimanfaatkan sebagai media pembuatan telur asin. Mengingat kulit buah manggis tersebut memiliki kandungan zat-zat yang bermanfaat bagi kesehatan. Buah manggis (Garcinia mangostana L), merupakan buah yang eksotik karena memiliki warna yang menrik dan kandungan gizi yang tiggi serta rasanya yang manis, karena itu buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan (Wijaya, 2004). Kandungan kimia kulit buah manggis adalah xanthon, mangostin, garsinon, flavonoid dan tanin (Iswari, dkk., 2005). Kandungan xanthon tidak ditemukan pada buah-buah lain. Oleh karena itu, manggis diberi julukan queen of fruits atau si ratu buah (Moongkamdi, et al., 2004).
4
Buah manggis terdiri atas bagian kulit buah seberat 70-75%, daging buah 10-15 %, dan biji 15-20 %. Kandungan xanthon tertinggi terdapat dalam kulit buah, yaitu mencapai 107,76 mg/100 gram kulit buah (Iswari, dkk., 2005). Xanthon mempunyai kemampuan sebagai antioksidan, antibakteri, antitumor, dan antikanker. Sifat antioksidan pada buah manggis melebihi vitamin E dan C (Martin, 1980). Melihat banyaknya manfaat kulit buah manggis bagi kesehatan, maka penting untuk dilakukan penelitian mengenai pengaruh penggunaan media kulit buah manggis terhadap kualitas telur asin yang dihasilkan.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka dirumuskan permasalahan sebagai
berikut: 1. Bagaimanakah kualitas telur asin yang dibuat menggunakan media kulit buah manggis dan media batu bata ditinjau dari perubahan beratnya? 2. Bagaimanakah kualitas telur asin yang dibuat menggunakan media kulit buah manggis dan batu bata ditinjau dari diameter kantung udaranya? 3. Bagaimanakah kualitas telur asin yang dibuat menggunakan media kulit buah manggis dan batu bata ditinjau dari warna kuning telurnya?
5
1.3
Tujuan Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui kualitas telur asin yang dibuat menggunakan media kulit buah manggis ditinjau dari perubahan beratnya. 2. Untuk mengetahui kualitas telur asin yang dibuat menggunakan media kulit buah manggis ditinjau dari diameter kantung udaranya. 3. Untuk mengetahui kualitas telur asin yang dibuat menggunakan media kulit buah manggis ditinjau dari warna kuning telurnya. 4. Memanfaatkan limbah organik yang memiliki kandungan yang bermanfaat bagi kesehatan sebagai media pembuatan telur asin. 5. Menambah nilai jual telur asin yang dihasilkan.
1.4
Manfaat Manfaat yang didapatkan dari penelitian ini adalah: 1. Memanfaatkan limbah organik yang memiliki kandungan yang bermanfaat bagi kesehatan sebagai media pembuatan telur asin. 2. Menambah nilai jual telur asin yang dihasilkan.
1.5
Kerangka Konsep Telur itik merupakan bahan pangan yang mudah rusak sehingga tidak
tahan lama tanpa perlakuan. Selama proses penyimpanan, telur akan mengalami penurunan kualitas ditandai dengan adanya beberapa perubahan seperti : (1) isi telur yang semula terbagi dua (kuning dan putih), berubah menjadi cair dan
6
tercampur, (2) timbulnya bau busuk, (3) berbunyi bila diguncang, (4) timbul keretakan/pecah pada kulit luarnya dan (5) bila dimasukkan ke dalam air akan mengapung atau melayang mendekati permukaan air (Suprapti, 2002). Kualitas telur tidak bisa dipertahankan tanpa perlakuan khusus. Di ruang terbuka (suhu kamar), telur segar hanya mempunyai masa simpan yang pendek, yaitu selama 2 minggu. Penyimpanan pada suhu kulkas memiliki tujuan agar masa simpannya lebih lama sehingga masih layak konsumsi. Lama penyimpanan ini akan menentukan kondisi telur. Perubahan kualitas telur dipercepat oleh suhu ruang, dan akhirnya telur mengalami perubahan fisik dan kimia, sehingga penting untuk mendinginkan telur dengan segera. Semakin lama telur disimpan, kualitas dan kesegaran telur semakin merosot (Haryoto, 2010). Kualitas telur ditentukan oleh kualitas bagian dalam (kekentalan putih dan kuning telur, posisi kuning telur dan ada tidaknya noda atau bintik darah pada putih atau kuning telur). Kualitas bagian luar (bentuk dan warna kulit, permukaan telur, keutuhan dan kebersihan kulit telur). Menurut Suprapti (2002), telur akan mengalami perubahan kualitas seiring dengan semakin lamanya waktu penyimpanan. Menurunnya kualitas telur ini terjadi hampir disemua bagian telur. Secara keseluruhan, telur yang mengalami penurunan kualitas mempunyai ciri-ciri berat telur berkurang, specific gravity berkurang & timbulnya bau busuk, apabila telur sudah rusak. Selain secara keseluruhan telur yang menurun kualitasnya dapat dilihat dari ciri-ciri dari masing-masing bagian telur yang mengalami penurunan kualitas yaitu ruang udara (air sac) bertambah lebar, perubahan kuning telur, putih telur dan kulit telur.
7
Kuning telur akan mengalami penurunan volume, kadar fosfor berkurang, kadar ammoniac bertambah dan letak kuning telur bergeser. Pada putih telur, kadar air akan berkurang karena mengalami evaporasi, berkurangnya kemampuan dalam mengikat protein, kadar fosfor bertambah, menjadi lebih encer, terjadi penguapan karbon dioksida dari dalam telur dan kulit telur biasanya timbul titik - titik dan warnanya cenderung berubah. Umumnya telur akan mengalami kerusakan setelah disimpan lebih dari 2 minggu di ruang terbuka. Kerusakan tersebut meliputi kerusakan yang nampak dari luar dan kerusakan yang baru dapat diketahui setelah telur pecah. Kerusakan pertama berupa kerusakan alami (pecah, retak). Kerusakan lain adalah akibat udara dalam isi telur keluar sehingga derajat keasaman naik. Sebab lain adalah karena keluarnya uap air dari dalam telur yang membuat berat telur turun serta putih telur encer sehingga kesegaran telur merosot. Kerusakan telur dapat pula disebabkan oleh masuknya mikroba ke dalam telur, yang terjadi ketika telur masih berada dalam tubuh induknya. Kerusakan telur terutama disebabkan oleh kotoran yang menempel pada kulit telur. Cara mengatasi dengan pencucian telur sebenarnya hanya akan mempercepat kerusakan. Jadi pada umumnya telur yang kotor akan lebih awet daripada yang telah dicuci. Penurunan mutu telur sangat dipengaruhi oleh suhu penyimpanan dan kelembaban ruang penyimpanan. Pengasinan telur adalah salah satu cara pengawetan yang banyak dilakukan oleh masyarakat. Tujuan dari proses pengasinan ini adalah untuk mencegah kerusakan dan kebusukan telur serta memberi citarasa khas dari telur (Sirait,
8
1986). Salah satu hal penting yang perlu diperhatikan di dalam pengawetan telur adalah mutu awal dari telur yang akan mengalami proses pengawetan. Tujuan dari tindakan pengawetan adalah menunda kerusakan fisik dan kimia serta mencegah pertumbuhan bakteri. Pengasinan telur dapat dilakukan dengan cara merendam telur didalam larutan garam ataupun dengan membungkus telur dalam adonan garam dan batu bata atau abu gosok. Pengasinan dengan cara perendaman di dalam larutan garam pada prinsipnya diawali dengan pembuatan larutan garam jenuh dan selanjutnya telur yang sudah dicuci direndam dalam larutan garam tersebut selama kurang 2 minggu. Pengasinan dengan cara pembungkusan menggunakan adonan garam dan media yang dapat berupa abu gosok atau bubuk bata, dilakukan selama 12-14 hari (Sudaryani 1996). Buah manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu buah yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Umumnya masyarakat mengkonsumsi buahnya, sedangkan kulitnya dibuang. Pada masa panen, limbah kulit manggis menjadi melimpah dan terbuang sia-sia. Di dalam kulit buah manggis terkandung nutrisi seperti karbohidrat (82,50%), protein (3,02%), dan lemak (6,45%). Selain itu kulit buah manggis juga mengandung senyawa yang berperan sebagai antioksidan seperti antosianin (5,7-6,2 mg/g), xanthon dan turunannya (0,7-34,9% mg/g). Penelitian Weecharangsan et al (2006) menunjukan bahwa ekstrak kulit buah manggis mempunyai potensi penangkap radikal bebas. Selain itu kulit buah manggis memiliki manfaat sebagai antikanker, antiinflamasi, antibakteri dan antiaging (Moongkarndi, 2004). Pemanfaatan kulit manggis dapat menjadi produk
9
minuman serta obat-obatan. Di dalam kulit manggis terkandung makro molekul xanthon yang merupakan gabungan dari 40 jenis molekul antioksidan. Berbagai penelitian juga mengungkapkan bahwa beberapa komponen xanthon dipastikan mempunyai fungsi aktif sebagai antikanker, antibakteri, antijamur, dan antivirus. Tidak hanya itu kulit buah manggis tersebut juga memliki senyawa tanin, saponin, flavonoid dan alkaloid (Tjahjaningtyas, 2011).
1.6
Hipotesis 1. Tidak terjadi perbedaan penurunan berat telur asin yang dibuat dengan mengunakan media batu bata dan kulit buah manggis. 2. Tidak terjadi perbedaan diameter kantung udara telur asin yang dibuat dengan media batu bata dan kulit buah manggis. 3. Nilai uji warna kuning telur asin yang dibuat dengan media kulit buah manggis lebih tinggi jika dibandingkan dengan telur asin yang dibuat dengan batu bata.