I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain daging, ikan dan susu. Telur merupakan bahan pangan hasil ternak unggas yang memiliki sumber protein hewani yang memiliki rasa yang lezat, mudah dicerna dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah didapatkan, harganya relatif murah dan dapat memenuhi kebutuhan gizi protein pada anak-anak maupun orang dewasa dan ibu hamil. Namun pada dasarnya telur mudah mengalami penurunan kualitas yang disebabkan oleh faktor lingkungan, kimia, dan biologi. Telur memiliki sifat yang mudah rusak karena kandungan gizinya yang cukup tinggi sehingga merupakan media yang cocok untuk perkembangbiakan mikroorganisme. Selain itu kerusakan telur juga diakibatkan oleh penguapan air dan karbondioksida (CO2) yang terdapat dalam telur apabila disimpan dalam waktu yang lama, untuk itu perlu dilakukan pengawetan serta penanganan sehingga memperpanjang umur simpan dengan kualitas baik (Astawan, 2006). Oleh karena itu, perlu dilakukan diversifikasi bahan makanan. Salah satunya adalah pengawetan telur dengan cara pengasinan. Kebanyakan telur yang diasinkan adalah telur itik, meski tidak menutup kemungkinan untuk telur-telur lainnya, karena telur itik mempunyai pori-pori yang lebih besar, ketebalan kerabang yang lebih kompleks dan nilai gizi yang lebih tinggi daripada telur lainnya. Keuntungan telur yang diasinkan bersifat stabil dan dapat disimpan lebih lama, karena dengan pengasinan rasa amis telur akan berkurang, rasanya enak dan sangat praktis untuk dihidangkan. Menurut Lesmayeti dan Rohaeni (2014) 1
menytakan bahwa lama pemeraman telur asin yang terbaik yang disukai oleh konsumen adalah selama 15 hari dan 20 hari. Telur asin merupakan bentuk olahan telur itik yang diawetkan dengan cara pengasinan. Tujuan pengasinan telur ini selain membuang rasa amis dan menciptakan rasa yang khas adalah untuk memperpanjang masa simpan telur. Faktor utama dalam proses pengasinan telur adalah garam yang berfungsi sebagai bahan pengawet untuk mencegah pembusukan telur, sehingga meningkatkan daya simpannya. Amir dan Jafar (2012), menyatakan bahwa penambahan garam yang berlebihan juga mengakibatkan protein mengalami denaturasi. Protein didalam telur mengalami denaturasi disebabkan adanya gangguan atau perubahan pada struktur sekunder dan tersier akibat terjadinya interaksi dengan garam. Namun pada dasarnya telur asin yang diasinkan dengan garam saja hanya dapat bertahan sebentar saja. Oleh sebab itu, peningkatan konsumsi telur asin dapat dilakukan dengan pembuatan telur asin beraneka rasa dengan penambahan suatu zat atau perlu inovasi baru yang dapat menjadikan telur tersebut sebagai pangan fungsional. Pangan fungsional adalah Salah satu tumbuhan yang mengandung antioksidan yaitu kunyit putih (Curcuma zedoaria) atau biasanya dikenal juga dengan nama kunir putih dikalangan masyarakat Indonesia. Menurut Widjaya
(2005)
antioksidan
dalam
pangan
berperan
penting
untuk
mempertahankan mutu produk, mencegah ketengikkan, perubahan nilai gizi, perubahan warna dan aroma, serta kerusakan fisik lain yang diakibatkan oleh reaksi oksidasi. Kunyit putih mengandung komponen fenol berupa kurkuminoid yang berfungsi sebagai antioksidan. Penambahan kunyit putih dalam bahan makanan 2
dapat mempertahankan kesegaran dan nilai gizinya, meningkatkan palatabilitas dan untuk memperpanjang masa simpan. Kunyit putih diharapkan efektif sebagai antoksidan sehingga dapat diaplikasikan sebagai pengawet alami makanan. (Mu’addimah, Thohari, Rosyidi ,2015). Menurut Sudibyo(1996), kurkuminoid dalam kunyit berkisar antara 2,5-8,1%. Kunyit putih (Curcuma zedoaria) tersebut merupakan salah satu rempahrempah yang digunakaan dalam obat-obatan tradisional. Didaerah Gadur, Kecematan Enam Lingkung, Kabupaten Padang Pariaman kunyit putih banyak ditemukan di lahan kebun milik warga yang mana kunyit putih tersebut tidak dimanfaatkan karena tidak mengetahui manfaat dari kunyit tersebut. Menurut Rukmana (1994), kandungan minyak atsiri pada kunyit putih sekitar 0,85%. Komponen utama minyak atsiri kunyit putih yang menyebabkan bau harum adalah zingiberene. Kadar pati pada kunyit putih sekitar 55,4%, kadar serat 3,83%, dan kadar abu sekitar 5, 87%. Sedangkan menurut Nurdin (2009), warna minyak dari ekstraksi rimpang kunyit putih berwarna putih jernih. Kandungan minyak atsiri yang terkandung dalam kunyit putih dapat berfungsi sebagai antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Vibrio comma dan Escherichia coli. Sedangkan kandungan kurkuminoid berfungsi sebagai antioksidan alami. Berdasarkan uraian diatas maka penulis bermaksud untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Lama Pengasinan Telur Itik Menggunakan Larutan Kunyit Putih (Curcuma Zedoria) terhadap Kadar Air, pH, Aktivitas Antioksidan, dan Nilai Organoleptik Telur Asin”.
3
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian sebelumnya dapat dirumuskan permasalahannya yaitu apakah ada pengaruh lama pengasinan telur itik menggunakan larutan kunyit putih terhadap kadar air, pH, antioksidan, dan nilai organoleptik telur asin. 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa lama pengasinan menggunakan larutan kunyit putih terbaik terhadap kadar air, pH, aktivitas antioksidan, dan nilai organoleptik telu rasin. Manfaat penelitian ini untuk memberikan informasi dan pengetahuan pada masyarakat tentang lama pengasinan telur itik menggunakan larutan kunyit putih terhadap kadar air, pH, aktivitas antioksidan, dan nilai organoleptik telur asin sehingga dapat dibuat produk yang lebih berkualitas. 1.4 Hipotesis Penelitian Lama pengasinan telur itik menggunakan larutan kunyit putih pada telur asin berpengaruh terhadap kadar air, pH, aktivitas antioksidan dan nilai organoleptik.
4
5