BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Sumber Daya Manusia (SDM), sebagaimana pemikir neo modernis Fazlur Rahman mengatakan bahwa any Islamic reform now must begin with education, yaitu pembaharuan Islam dalam bentuk apapun harus dimulai dari pendidikan, dari sini dapat dimengerti bahwa pendidikan ini memiliki arti penting dalam kehidupan.1 Oleh karena itu dapat dikatakan wajar apabila setiap tahun ajaran baru masyarakat berbondong-bondong memilih lembaga pendidikan yang terbaik untuk anaknya. Dari sini, pendidikan di negeri ini diharapkan sanggup menjawab kebutuhan masyarakat dan dapat menangkap isyarat zaman dengan menghasilkan out put yang berkualitas. Hal ini penting mengingat masyarakat memiliki pertimbangan tertentu dalam memilih lembaga pendidikan untuk anak-anaknya. Terdapat tiga hal yang menjadi pertimbangan tersebut, yaitu nilai (agama), status sosial dan cita-cita2. Semakin terpelajar suatu masyarakat, maka semakin kompleks pula pertimbangannya dalam memilih pendidikan bagi anak-anaknya, berbeda dengan kondisi masyarakat tempo dulu yang tidak terlalu banyak
1 2
Fazlur Rahman, Islam (Bandung: Pustaka, 1996), 36-37. Malik Fadjar, Visi Pembaharuan Pendidikan Islam (Jakarta: LP3NI, 1998), 8.
1
2
pertimbangan. Menurut beliau pada masa lalu, pendidikan lebih merupakan model untuk
pembentukan
serta
pewarisan
nilai-nilai
keagamaan
dan
tradisi
masyarakatnya. Artinya keberhasilan suatu pendidikan diukur dari sikap positif anak dalam beragama dan dalam memelihara tradisi masyarakatnya. Jadi nilai (agama) disini yang berperan, sedangkan untuk status sosial dan cita-cita merupakan persoalan selanjutnya. Akan tetapi pada masyarakat yang sudah semakin terdidik dan terbuka, pada umumnya lebih rasional, pragmatis dan berpikir jangka panjang, maka ketiga aspek tersebut (nilai, status sosial dan citacita) dijadikan pertimbangan secara bersama-sama. Bahkan dua pertimbangan terakhir cenderung lebih dominan3. Oleh karena itu merupakan tantangan bagi lembaga pendidikan Islam untuk merealisasikan harapan masyarakat tersebut. Namun masalah yang dihadapi lembaga pendidikan Islam untuk sampai kesana tidaklah mudah, dalam hal ini berbagai masalah yang berkaitan dengan pendidikan Islam, seperti tujuan pendidikan, kurikulum, guru, metode, pendekatan dan sarana-prasarana pendidikan yang perlu segera dibenahi. Menurut Azyumardi Azra terdapat tiga fungsi pokok pendidikan, yaitu Sosialisasi, Schooling, dan Education4. Lebih lanjut dijelaskan bahwa sosialisasi artinya pendidikan sebagai wahana bagi integrasi anak didik kedalam nilai-nilai kelompok atau sosial yang dominan, Schooling (pembelajaran) berarti mempersiapkan anak didik menjadi orang yang memiliki kualifikasi-kualifikasi 3
4
Ibid. Azyumardi Azra, Pembaruan Pendidikan Islam
(Jakarta: CV. Amissco, 1996), 3.
3
pekerjaan dan potensi yang akan membuat mereka mampu memainkan peranan dalam masyarakat, dan Education berarti mempersiapkan pendidikan ingin menciptakan kelompok elit yang dapat memberikan distribusi pada kelanjutan program pembangunan.5 Dengan demikian pendidikan diharapkan tidak hanya menyentuh ranah kognitif (pengetahuan), tetapi juga masuk pada wilayah afektif (pembentukan perilaku), bahkan juga psikomotorik (ketrampilan dan kemampuan atau skill). Artinya, di dalam melaksanakan proses pendidikan, lembaga pendidikan dituntut harus mencapai ketiga ranah tersebut secara komprehensif. Yaitu di samping pendidikan sebagai wahana pengembangan intelektual, juga sebagai wahana pembinaan spiritual dan ketrampilan. Sebagai lembaga pembinaan moral spiritual, peranan pendidikan khususnya Pendidikan Islam saat ini masih dipertanyakan; tingginya frekuensi perkelahian antar pelajar di kota-kota besar, kenakalan remaja yang semakin meningkat, akrabnya sebagian anak muda dengan obat terlarang, seringkali diangkat oleh masyarakat sebagai indikator ketidakberhasilan pendidikan6. Begitu juga dengan kejadian-kejadian yang mencoreng dunia pendidikan akhir-akhir ini, diantaranya adalah terkuaknya kasus ”pelacur intelektual” (plagiator akademis)
Djam’an Satori, Implementasi Life Skills Dalam Konteks Pendidikan Di Sekolah. Dapat ditelusuri di http://www.pdk.go.id/Jurnal/34/implementasi life skills. htm. 6 Tajuk Kompas, Pendidikan Nasional, 2 Mei 2001, 2. 5
4
dan maraknya pergaulan bebas (free sex) yang dilakukan oleh pasangan berlabel mahasiswa yang nota bene adalah orang yang berpendidikan7. Dari sini menimbulkan pertanyaan, what’s wrong dengan dunia pendidikan kita? Meskipun sebenarnya pendidikan merupakan tanggung jawab Tri Pusat Pendidikan yaitu tanggung jawab keluarga, lembaga pendidikan sekolah dan masyarakat. Setidaknya lembaga pendidikan juga patut memikirkan kesuksesan pendidikan, karena keluarga dan masyarakat sudah memberikan amanah kepada lembaga pendidikan tersebut untuk mendidik dan mengajar peserta didik. Sebenarnya sangat pelik kalau membahas masalah pendidikan, karena pasti saling terkait antara satu bagian dengan yang lain. Dalam hal ini pendidikan
disebut
sebagai
suatu
sistem,
yaitu
terdapat
komponen-
komponen yang saling terkait, diantaranya adalah: (1) instrumental input: tenaga edukatif, materi, evaluasi, sarana-prasarana; (2) raw input : siswa (peserta didik) dan (3) environmental input : lingkungan (milieu), adat kebisaaan, dan teknologi8. Dari ketiga komponen tersebut hendaknya berjalan seirama, tentunya dengan didukung oleh komponen luar lembaga pendidikan seperti oleh keluarga dan masyarakat, sehingga diperoleh tujuan pendidikan secara optimal. Yaitu lulusan yang menguasai ilmu pengetahuan, keahlian dan ketrampilan yang
7 8
Jawa Pos, Radar Malang, 10 Oktober 2002, 25. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta : Bumi Aksara, 1993), 7.
5
dibutuhkan penghidupan yang layak dan sejahtera. Juga memiliki bekal pengetahuan agama, moral dan akhlak yang mulia. Mengenai problem pendidikan seperti di atas, yaitu bahwa pendidikan (agama) banyak dipengaruhi oleh trend Barat yang lebih mengutamakan pengajaran dari pada pendidikan moral,9 dengan kata lain lebih cenderung pada sisi kognitif atau penguasaan materi dari pada pembentukan perilaku atau moral dari pengetahuan tersebut. Sedangkan tugas pendidik dalam pandangan Islam secara umum sama dengan teori Barat yaitu mendidik, artinya mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak didik, baik potensi psikomotor, kognitif maupun potensi afektif. Ketiga potensi tersebut harus di kembangkan secara seimbang sampai ketingkat setinggi mungkin menurut ajaran Islam10. Oleh karena itu harus ada langkah progresif, inovatif, dan revolusioner untuk menghadapi kendala atau bahkan tantangan yang dihadapi dunia pendidikan dewasa ini. Hal ini dimaksudkan agar kualitas peserta didik tidak hanya canggih dalam bidang kognitif (pengetahuan) tetapi juga agung dalam tataran moral dan perilaku serta terampil dan memiliki kesiapan hidup dalam masyarakat.
9
Harun Nasution, Islam Rasional (Bandung: Mizan, 1995), 428. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam (Bandung: Rosda Karya, 1994),
10
74-75.
6
Dalam hal ini menarik apa yang dikatakan oleh UNESCO bahwa pendidikan di abad ke-21 diprediksi akan jauh berbeda dari pendidikan sebelumnya.11 Hal ini dibuktikan bahwa UNESCO mulai tahun 1997 sudah mulai menggali kembali dan memperkenalkan The Four Pillars of Education, yaitu Learning to Know, Learning to Do, Learning to Be dan Learning to Live Together, untuk mengantisipasi perubahan yang akan terjadi dalam masyarakat yang mengglobal.12 The Four Pillars of Education berarti Empat Pilar Pendidikan yaitu: Belajar untuk mengetahui, belajar untuk berbuat, belajar untuk hidup bersama, dan belajar untuk menjadi diri sendiri. Keempat pilar pendidikan ini dimulai dari belajar untuk mengetahui (Learning to Know). Setelah dapat belajar untuk mengetahui diharapkan peserta didik dapat menerapkannya (Learning to Do). Lebih dari itu peserta didik juga diharapkan dapat belajar hidup bersama serta belajar untuk menjadi diri sendiri atau mempunyai jati diri, sehingga tidak terombang-ambing dalam pergaulan bebas yang membahayakan diri sendiri. Dengan latar belakang di atas, peneliti merasa perlu mengkaji dan meneliti tentang kesesuaian konsep UNESCO dengan pelaksanaan pembelajaran PAI di MA Darul Huda dengan judul ”IMPLEMENTASI KONSEP PENDIDIKAN UNESCO DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
11
Wuri Soedjatmiko, Pendidikan Tinggi dan Demokrasi. Dalam Sindhunata (Ed), Menggagas Paradigma Baru Pendidikan (Yogyakarta: Kanisius, 2000), 55. 12 Ibid. 56.
7
(FIQIH, AL-QUR’AN, HADITS, AQIDAH AKHLAK, BAHASA ARAB & SKI) (Studi Kasus di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo)”.
B. Fokus Penelitian Untuk membatasi permasalahan yang akan diteliti, maka peneliti memfokuskan penelitian ini pada masalah konsep UNESCO (Learning to know, learning to do, learning to be dan learning to live together) dalam pembelajaran PAI di MA “Darul Huda” Mayak Tonatan Ponorogo.
C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, selanjutnya dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana konsep learning to know dalam pembelajaran PAI di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo ? 2. Bagaimana konsep learning to do dalam pembelajaran PAI di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo? 3. Bagaimana konsep learning to be dalam pembelajaran PAI di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo? 4. Bagaimana konsep learning to live together dalam pambelajaran PAI di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo?
8
D. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui konsep learning to know dalam pembelajaran PAI di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo. 2. Untuk mengetahui konsep learning to do dalam pembelajaran PAI di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo. 3. Untuk mengetahui konsep learning to be dalam pembelajaran PAI di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo. 4. Untuk mengetahui konsep learning to live together dalam pambelajaran PAI di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo.
E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan akan memiliki kegunaan sebagai berikut: 1. Secara Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan sealigus dapat dijadikan sebagai sumbangan pemikiran dalam pelaksanaan proses belajar mengajar di lingkungan pendidikan sekolah. 2. Secara Praktis a. Sebagai bahan informasi bagi guru dan siswi dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagai pendidik dan peserta didik dalam dunia pendidikan khususnya pendidikan Islam.
9
b. Sebagai masukan kepada lembaga khususnya MA Darul Huda agar dapat meningkatkan
pemberian
stimulus
kepada
peserta
didik
dalam
mengembangkan konsep pendidikan UNESCO.
F. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Dalam penelitian ini digunakan metodologi penelitian dan pendekatan kualitatif yang memiliki karakteristik alamiah (natural setting) sebagai sumber data langsung, deskriptif, proses lebih dipentingkan dari hasil. Analisis dalam penelitian kualitatif cenderung dilakukan secara analisis induktif dan makna merupakan hal yang esensial.13 Dan dalam hal ini, jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus, yaitu suatu deskripsi intensif dan analisis fenomena tertentu atau satuan sosial seperti individu, kelompok, institusi atau masyarakat.Studi kasus dapat digunakan secara cepat dalam banyak bidang.Disamping itu merupakan penyelidikan secara rinci satu setting, satu subyek tunggal, satu kumpuulan dokumen atau satu kejadian tertentu. Adapun studi kasus dalam hal ini dilakukan oleh penulis di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo.
13
Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dialami, lihat dalam Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Karya, 2000), 3.
10
2. Kehadiran Peneliti Ciri khas kualitatif tidak dapat dipisahkan dari pengamatan berpean serta, sebab peranan penelitian yang menentukan keseluruhan skenarionya.14 Untuk itu, dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai instrument kunci, partisipan penuh sekaligus pengumpul data, sedangkan instrument yang sebagai penunjang. 3. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini adalah di MA Darul Huda yang berada di Jln. Ir. H. Juanda VI/38 Mayak Tonatan Ponorogo. Pemelihan lembaga ini karena ada keunikan , dan kesesuain dengan topik yang peneliti pilih. Dengan pemiihan lokasi ini, penelitin diharapkan menemukan hal-hal yang bermakna dan baru. 4. Sumber Data Sumber data utama dalam penelitian ini adalah guru pendidikan agama Islam (Fiqih, Al-Qur’an, Hadits, Aqidah Akhlak, Bahasa Arab & SKI) yang mengajar di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo. Selebihnya adalah dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian ini serta buku-buku sebagai data.
14
Pengamatan berperan serta adalah sebagai peneliti yang bercirikan interaksi social yang memakan waktu cukup lama antara penelitia dengan subyek dalam lingkungan subyek. Dan data itu dalam bentuk catatan tersebut berlaku tanpa gangguan, lihat dalam Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 117.
11
5. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian kualitatif, teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi berperan serta (participant observation), wawancara mendalam (indepth interview) dan dokumentasi.15 Sebab bagi peneliti kualitatif fenomena dapat dimengerti maknanya secara baik, apabila dilakukan dengan interaksi dengan subyek melalui wawancara mendalam dan diobservasi pada latar, di mana fenomena tersebut berlangsung dan di samping itu untuk melengkapi data, diperlukan dokumentasi (tentang bahanbahan yang ditulis oleh atau tenteng subyek). a. Teknik Wawancara Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Maksud digunakannya wawancara antara lain adalah: 1) Mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain. 2) Mengkonstruksi kebulatan-kebulatan demikian sebagai yang dialami masa lalu. 3) Memproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagai yang telah diharapkan untuk dialami pada masa yang akan datang. 4) Memverifikasi, mengubah dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain.
15
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2005), 63.
12
5) Memverifikasi,
mengubah
dan
memperluas
konstruksi
yang
dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota.16 Dalam penelitian ini pihak-pihak yang akan diwawancarai adalah guru pendidikan agama Islam yang mengajar di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo. Hasil wawancara dari informan tersebut ditulis lengkap dengan kode-kode dalam transkrip wawancara. Tulisan lengkap dari wawancara ini dinamakan transkrip wawancara. b. Tenik Observasi Dalam penelititan kualitatif, observasi diklasifikasikan menurut tiga cara. Pertama, observasi menjadi observasi berpartisipasi (participant observasi). Kedua, observasi yang secara terang-terangan dan tersamar (over observation dan convert observation). Ketiga, observasi yang tidak berstruktur.17 Pada observasi ini, peneliti mengamati aktifitas-aktifitas seharihari di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo, karakteristik fisik, situasi sosial, dan bagaimana perasaan pada waktu menjadi bagian dari situasi tersebut. Selama peneliti di lapangan, jenis observasinya tidak tetap. Dalam hal ini peneliti mulai dari observasi deskriptif (descriptive observations) secara luas, yaitu berusaha melukiskan secara umum situasi 16
Ibid. 63.
13
sosial dan apa yang terjadi di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo. Kemudian, setelah perekaman dan analisis data pertama, peneliti menyempurnakan pengumpulan datanya dan mulai melakukan observasi terfokus (focused observations). Akhirnya, setelah dilakukan lebih banyak lagi analisis dan observasi yang berulang-ulang di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo. Peneliti dapat dapat menyempatkan lagi penelitiannya dengan melakukan observasi selektif (selective observations). Sekalipun demikian, peneliti masih terus melakukan observasi deskriptif sampai akhir pengumpulan data. Hasil observasi dalam penelitian ini, dicatat dalam catatan lapangan (CL), sebab catatan lapangan merupakan alat yang sangat penting dalam penelitian kualitatif. Dalam penelitian kualitatif, peneliti mengandalkan pengamatan dan wawancara dalam pengumpulan data dilapangan. Pada waktu di lapangan dia membuat “catatan”,setelah pulang kerumah atau tempat tinggal barulah menyusun “catatan lapangan”. Dapat dikatakan bahwa dalam penelitian kualitatif, jantungnya adalah catatan lapangan. Catatan lapangan pada penelitian ini bersifat deskriptif. Artinya bahwa catatan lapangan ini berisi gambaran tentang latar pengamatan, orang, tindakan, dan pembicaraan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan fokus penelitian. Bagian dekriptif
17
Ibid., 64.
14
tersebut berisi beberapa hal diantaranya adalah gambaran dan fisik, rekonstruksi dialog, deskripsi latar fisik, catatan tentang peristiwa khusus, gambaran kegiatan dan perilaku pengamat. Format rekaman hasil observasi
(pengamatan)
catatan
lapangan
dalam
penelitian
ini
menggunakan format rekaman hasil observasi. c. Teknik Dokumentasi Teknik dokumentasi ini digunakan untuk mengumpulkan data dari sumber non insani, sumber ini terdiri dokumentasi dan rekaman.18 Rekaman adalah setiap pernyataan tertulis yang disusun oleh seseorang atau lembaga untuk keperluan pengujian suatu peristiwa atau penyajian akunting. Sedangkan dokumen adalah digunakan untuk mengacu atau bukan selain rekaman, yaitu tidak dipersiapkan secara khusus untuk tujuan tertentu, seperti; surat menyurat, foto-foto, buku harian, catatan khusus, dan sebagainya. Teknik dokumentasi ini sengaja digunakan dalam penelitian ini mengingat: 1) Sumber ini selalu tersedia dan murah terutama ditinjau dari konsumsi waktu.
18
Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kialitatif, 161.
15
2) Rekaman dan dokumen merupakan sumber informasi yang stabil. Baik keakuratannya dalam merefleksikan situasi yang terjadi di masa lampau, maupun dapat dianalisis kembali tanpa mengalami perubahan. 3) Rekaman dan dokumen merupakan sumber informasi yang kaya, secara kontekstual relevan dan mendasar dalam konteksnya. 4) Sumber ini sering merupakan pernyataan yang legal yang dapat memenuhi akuntabilitas. Hasil pengumpulan data melalui cara dokumentasi ini, dicatat dalam format transkrip dokumentasi. Metode ini digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data mengenai sejarah dan perkembangan MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo, struktur organisasi MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo, jumlah siswa MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo, serta keadaan sarana-prasarana MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo. 6. Analisis Data Teknik analisis data dalam kasus ini menggunakan analisis data kualitatif, mengikuti konsep yang diberikan Miles dan Huberman dan Spradley. Miles and Huberman (1984) mengemukakan bahwa aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktifitas dalam
16
analisis data, yaitu data reduction,19 data display,20 dan conclusion drawing21 atau verification. Model interaktif dalam analisis data ditunjukkan pada gambar sebagai berikut: Data Colection
Data Reduction
Data Display
Conclusions: Drawing/Veryfying
7. Pengecekan Keabsahan Data Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbaharui dari konsep kesahihan (validitas) dan keandalan (realiabilitas).22 Derajat kepercayaan dari keabsahan data (kredibilitas data) dapat diadakan pengecekan dengan teknik pengamatan yang tekun, dan triangulasi.
19
Mereduksi data dalam konsep penelitian yang dimaksud adalah merangkum, memilih halhal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, membuat kategori. Dengan demikian data yang telah direduksikan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya. Mattew B. Milles dan As Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif, Tjetjep Rohadi, (Jakarta: UI Press, 1992), 16. 20 Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data atau menyajikan data ke dalam pola yang dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, grafik, matrik, network dan chart. Bila pola-pola yang ditemukan telah didukung oleh data selama penelitian, maka pola tersebut sudah menjadi pola yang baku yang selanjutnya akan didisplaykan pada laporan akhir penelitian. Ibid., 17. 21 Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif dalam penelitian ini adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Ibid., 19. 22 Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kialitatif, 171.
17
Ketekunan pengamatan yang dimaksud adalah adalah menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang dicari. Ketekunan pengamatan ini dilaksanakan penelitian dengan cara: a. Mengadakan pengamatan dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan terhadap faktor-faktor yang menonjol yang ada hubungannya dengan keterampilan proses guru pendidikan agama Islam dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo. b. Menelaahnya secara rinci sampai pada suatu titik, sehingga pada pemeriksaan tahap awal tampak salah satu seluruh faktor yang ditelaah sudah difahami dengan cara yang biasa. Teknik triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Ada empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan: sumber, metode, penyidik dan teori.23 Dalam penelitian ini digunakan teknik triangulasi dengan sumber, berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Hal itu dapat dicapai peneliti dengan jalan: a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
23
Ibid., 178.
18
b. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi. c. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu. 8. Tahap-Tahap Dan Rancangan Penelitian Tahap-tahap penelitian dalam penelitian ini ada tiga tahapan dan ditambah dengan tahap akhir dari penelitian yaitu tahap penulisan laporan hasil penelitian. Tahap-tahap penelitian itu adalah : (a) Tahap pra lapanagan, yang
meliputi:
menyusun
rancangan
penelitian,
memilih
lapangan
penelitian,mengurus perizinan, menjajaki dan menilai keadaan lapangan, memilih dan memanfaatkan informan, menyiapkan perlengkapan penelitian dan yang menyangkut dalam etika penelitian.(b) tahap pekerjaan lapangan, yang meliputi: memahami latar penelitian dan persiapan diri, memasuki lapangan, dan berperan serta sambil mengumpulkan data; (c) tahap analisis data, yang meliputi: analisis selama dan setelah pengumpulan data;(d) tahap penulisan hasil laporan penelitian.Hal itu dapat dicapai peneliti dengan jalan:(a) membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.(b) membandingkan apa yang dikatakan secara peribadi.(c) membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.(d) membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang
19
yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang pemerintah,(e) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
G. Sistematika Pembahasan Agar pembahasan skripsi ini mudah dipahami, maka penulis merasa perlu untuk membatasi penulisan ini dengan Sistematika pembahasan secara global untuk memenuhi target yang diinginkan oleh penulis, Yaitu terdiri dari: Bab I Pendahuluan, yang berisi tinjauan secara global permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini, yaitu terdiri dari latar belakang masalah, fokus penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian yang meliputi: pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, dan tahapan-tahapan penelitian serta sistematika pembahasan. Bab II berisi tentang kajian teori sebagaimana pedoman umum yang digunakan untuk landasan dalam melakukan penelitian. Dalam kajian teori ini menjelaskan tentang implementasi konsep pendidikan UNSECO dan pendidikan agama Islam. Bab III berisi tentang gambaran umum mengenai data umun, yang meliputi: sejarah berdirinya MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo, letak geografis MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo, struktur organisasi MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo, keadaan guru MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo, struktur kurikulum MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo, sarana dan prasarana MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo. Adapun data khusus
20
meliputi: data mengenai konsep learning to know dalam pembelajaran PAI di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo, data mengenai konsep learning to do dalam pembelajaran PAI di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo, data mengenai konsep learning to live together dalam pembelajaran PAI di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo, data mengenai konsep learning to be dalam pembelajaran PAI di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo. Bab IV berisi tentang analisis data, yang meliputi: analisis tentang konsep learning to know dalam pembelajaran PAI di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo, analisis tentang konsep learning to do dalam pembelajaran PAI di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo, analisis tentang konsep learning to live together dalam pembelajaran PAI di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo, analisis tentang learning to be dalam pembelajaran PAI di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo. Bab V merupakan bab penutup yang berisi Kesimpulan dan Saran.
21
RANCANGAN DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN HALAMAN MOTTO ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I
: PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Fokus Penelitian C. Rumusan Masalah D. Tujuan Penelitian E. Manfaat Penelitian F. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian 2. Kehadiran Peneliti 3. Lokasi Penelitian
22
4. Sumber Data 5. Prosedur Pengumpulan Data 6. Analisis Data 7. Pengecekan Keabsahan Data 8. Tahapan-Tahapan Penelitian G. Sistematika Pembahasan BAB II
: KONSEP PENDIDIKAN UNESCO DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM A. Konsep Pendidikan UNESCO 1. Sekilas Tentang UNESCO 2. Pengertian Pendidikan UNESCO 3. Pilar Pendidikan Dalam Pembelajaran UNESCO B. Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Pendidikan Agama Islam 2. Tujuan Pendidikan Agama Islam 3. Fungsi Pendidikan Agama Islam 4. Konsep Dasar Pendidikan Agama Islam 5. Sumber Pendidikan Agama Islam
23
BAB III
: DATA PENELITIAN KONSEP PENDIDIKAN UNESCO DALAM PEMBELAJARAN
PAI
DI
MA
DARUL
HUDA
MAYAK
TONATAN PONOROGO A. Data Umum 1. Sejarah berdirinya MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo 2. Letak geografis MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo 3. Struktur organisasi MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo 4. Keadaan guru MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo 5. Struktur kurikulum MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo 6. Sarana dan prasarana MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo. B. Data Khusus 1. Data mengenai konsep learning to know dalam pembelajaran PAI di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo 2. Data mengenai konsep learning to do dalam pembelajaran PAI di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo 3. Data mengenai konsep learning to be dalam pembelajaran PAI di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo. 4. Data mengenai konsep learning to live together dalam pembelajaran PAI di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo
24
BAB IV
: ANALISA TENTANG IMPLEMENTASI KONSEP UNESCO DALAM PEMBELAJARAN PAI DI MA DARUL HUDA MAYAK TONATAN PONOROGO A. Analisa data tentang konsep learning to know dalam pembelajaran PAI di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo B. Analisa data tentang konsep learning to do dalam pembelajaran PAI di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo C. Analisa data tentang konsep learning to be dalam pembelajaran PAI di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo. D. Analisa data tentang konsep learning to live together dalam pembelajaran PAI di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo
BAB V
: PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN BIOGRAFI PENULIS
25
BAB II KONSEP PENDIDIKAN UNESCO (UNITED NATIONS EDUCATIONAL AND SCIENTIFIC CULTURAL ORANIZATION) DAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
A. Pendidikan UNESCO 1. Sekilas Tentang UNESCO UNESCO adalah singkatan dari United Nations Educational and Scientific Cultural Organization, yaitu Badan PBB yang menangani Masalah Pendidikan dan Kebudayaan. Tujuan utama pendirian UNESCO adalah "To contribute to peace and security by promoting collaboration among the nations through education, science and culture in order to further the universal respect for justice, for the rule of law and for human rights and fundamental freedoms which are affirmed for the peoples of the world, without distinction of race, sex, language or religion"24. Yaitu menyumbangkan kepada perdamaian dan keamanan dengan cara meningkatkan kerjasama antar negara anggota UNESCO melalui kegiatan Pendidikan, Ilmu pengetahuan, Kebudayaan agar dapat menghargai Keadilan, Hak Azasi Manusia, dan kemerdekaan masyarakat dunia tanpa melihat suku, sek, bahasa dan agama. “Its constitution was adopted by the London Conference in November 1945, and entered into effect on the 4th of November 1946 when 20 states had deposited instruments of acceptance. It currently has 188 Member States (as 24
Dapat di telusuri di http://www.aspnet.or/id/pedoman-asp.php
26
of 19 October 1999). UNESCO was established on 16th of November 1945. It has its headquarters in Paris, France and field offices and units in different parts of the world”.25 UNESCO telah disetujui pada konferensi London 16 Nopember 1945, dan mulai berlaku pada tanggal 4 Nopember 1946 ketika 20 negara telah memberi sambutan. Sampai pada 19 Oktober 1999 memiliki anggota 188 Negara. UNESCO mempunyai kepala bagian di Paris, Prancis, dan berbagai kantor dan beragam unit di dunia. 2. Pengertian Pendidikan UNESCO UNESCO merupakan Badan PBB yang menangani Masalah Pendidikan dan Kebudayaan. Oleh karena itu kegiatan yang dilaksanakannya adalah berkenaan dengan pendidikan dan kebudayaan. Di antara kegiatan yang berkenaan dengan pendidikan adalah the report to UNESCO of the International Commission on Education for the Twenty-first Century, Learning: the treasure within. Yaitu Laporan UNESCO pada Komisi Internasional untuk Pendidikan abad 21, Belajar: Harta Karun Di Dalamnya. Pengertian
Pendidikan
UNESCO
yang dimaksud
adalah
Paradigma
pendidikan versi UNESCO yang dilaporkan pada komisi Internasional tersebut mengenai Pendidikan untuk Abad 21.
25
Dapat di telusuri di http://www.unesco.org/general/eng/about/what.shtml
27
Visi pendidikan Unesco mengenai pembelajaran adalah mengarahkan anak didik untuk: (1) learning to know (belajar untuk mengetahui); (2) learning to do (belajar untuk berbuat); (3) learning to be (belajar untuk menjadi diri sendiri) dan (4) learning to live together (belajar untuk hidup bersama).26 Dalam versi Paulo Freire, ahli pendidikan dari Brasilia yang akhirakhir ini banyak disebut oleh para pemerhati pendidikan, tujuan pendidikan itu
adalah
mencerdaskan,
mendewasakan,
membebaskan,
dan
memanusiawikan manusia (anak didik). Terlalu naif, bahkan sederhana, kalau tujuan pendidikan diartikan sekedar menyiapkan anak didik mampu melakukan pekerjaan tertentu.27 3. Konsep Pendidikan UNESCO UNESCO (United Nations Educational Screntrfre and cultural organization) dalam world education forum menetapkan 4 (empat) pilar pendidikan pada tahun 1998yang harus diperhatikan secara sungguh-sungguh oleh pengelola dunia pendidikan, yaitu learning to know, lerarning to do, learning to be dan learning to live together.28
26
Dapat ditelusuri di http://www. bl.ac.id/sp/agustus/pendekatan.htm. Tentang “Pendidikan Kompetensi Dalam Sistem Pembelajaran” Oleh Sutrisna Hari. 27 Paulo Freire, Pendidikan Yang Membebaskan, Pendidikan Yang Memanusiakan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hal. 445. 28 Rusfida, dalam peranan pendidikan jarak jauh. Dapat ditelusuri dari http:// www. Pdk.90.Id/jurnal /34/peranan-pendidikan-tinggi-jarak-jauh-htm.atau dari http://6dg.sentrn.nert.Id/fmunjani/dot-12.htm
28
a. Learning to know Learning to know. "Given the rapid changes brought about by scientific progress and the new form of economic and social activity. The emphasis has to be on combining a sufficiently broad general education with the posibilitity of in-depth work on a selected number of subjects. Such a general background provides, so to speak, the passport to lifelong education, in so far as it gives people a faste-but also lays the foundations-for learning throughout life".29 Learning to know telah memberikan perubahan yang cepat terhadap kemajuan ilmu pengetahuan, bentuk-bentuk baru pada ekonomi dan aktivitas sosial. Menekankan kombinasi pendidikan secara umum dengan kemungkinan pekerjaan atas terseleksinya sejumlah mata pelajaran. Seperti menetapkan latar belakang secara umum, berbicara kunci pendidikan seumur hidup (pendidikan sepanjang hayat), sejauh memberikan kepuasan kepada masyarakat juga meletakkan dasar-dasar untuk belajar seumur hidup. Dr. Victor Ordonez sebagai keynote speaker pertama menyatakan bahwa learning to know dalam abad ke-21 akan berbicara tentang tiga hal, yaitu:
materi
pembelajaran,
proses
pembelajaran,
dan
metode
pembelajaran mungkin akan berbeda. 30
29
Jaques delorset al learning; the treasure within: report to UNESCO of international commission on Education for the 21st century, UNESCO publishing. Dapat ditelusuri di http://unesdoc.UNESCO.org/images/0010.001-95/10959000.pdf. 30 Victor Ordenez adalah direktur UNESCO Principle Regional Office of Asia and the Pacific, Bangkok adalah keynote speaker pertama dalam Education dalam Education for the 21stCentury in the Asia-Pacific Region 29 Maret-3 April 1998. dapat ditelusuri di http://www.sofweb. vic.edu.au/news/unesconf/ordonez.htm.
29
1) Materi pembelajaran Materi pembelajaran sebagai sebuah pengetahuan, selalu mengalami maju mundur dengan begitu cepat, sehingga dapat dikatakan bahwa sebagian hal yang dipelajari peserta didik hari ini akan menjadi kuno pada lima tahun mendatang. Sedangkan apa yang dibutuhkan peserta didik di masa mendatang bukanlah sesuatu yang dapat direka-reka begitu dsaja. Oleh karena itu materi pendidikan sekarang mempunyai peran dan bertanggung jawab terhadap perubahan yang sangat mendasar ini. Ia harus lebih dari sekedar informasi, karena dimasa mendatang peserta didik bukannya disibukkan oleh search informasi, tetapi memfilter informasi yang begitu banyak yang membuat seseorang kewalahan memilih. Menyitir pendapat Prof. Carneiro, materi pembelajaran bukan sekedar informasi tetapi budaya yang hidup (living culture), dan tradisi etika. Materi ditentukan oleh lembaga pendidikan berdasarkan belajar untuk dapat belajar sepanjang hayat. Dalam pengertian yang lebih luas, ilmu pengetahuan yang terpenting adalah mengetahui bagaimana cara mengetahui, pembelajaran untuk belajar seumur hidup dan harus mempunyai alat untuk menganalisa dan mengorganisasikan ilmu
30
pengetahuan kemudian mengaturnya dan akhirnya digunakan secara bagus.31 2) Proses pembelajaran Proses pembelajaran mengalami transformasi yang dinamis pada abad berikutnya serta memiliki persiapan yang matang dengan fokus yang jelas karena sekolah atau Perguruan Tinggi bukan lagi sebagai sumber utama gudang Ilmu pengetahuan. Peserta didik akan dapat memperoleh informasi dari mana-mana dan fungsi dosen adalah sebagai fasilitator. Dalam memberikan pengajaran, hendaklah dosen atau pengajar mengerti apa yang seharusnya peserta didik pelajari, misalnya dengan dengan memberikan pemahaman tentang bagaimana mereka memahami keadaan dingin dan apa yang harus dilakukan dengan hal itu dari pada memberikan pengajaran dan menekankan untuk menghafal nama-nama planet tata surya. Atau lebih konsentrasi untuk mengajar table-tabel bahan kimia dari pada apa yang terjadi ketika mobil mogok di tengah jalan sedangkan kita tidak punya ide sama sekali bagaimana mobil bisa berjalan. Oleh karena itu seorang pendidik, guru atau dosen harus kreatif dan inofatif dalam mendesain pembelajarannya.
31
Dapat ditelusuri di http://www.Unesco.org/delors/members.html
31
3) Metode pembelajaran Metode pembelajaran di abad ke-21 mungkin sekali juga amat berbeda dari yang sebelumnya. Jika pelajar yang belajar dikultur Asia yang sangat berbeda, maka cara berfikir dan bersikap pun pasti berbeda, serta berbicara dengan bahasa dan paradigma yang berbeda pula. Di masa akan datang generasi muda muncul pada suatu lingkungan yang secara substansi berbeda dengan lingkungan kita, maka haruslah diasumsikan bahwa mereka akan berfikir, bertindak dan dimotivasi oleh beberapa cara yang secara substansi berbeda dengan cara kita. Artinya guru dan dosen akan menghadapi siswa dan mahasiswa dengan logika berpikir yang berbeda karena mereka sudah masuk dalam video games, realitas virtual dan batas geografis yang makin kabur. Apabila pengajar di masa akan datang tidak memahami logika berpikir pembelajar dan tidak berusaha memasuki dunia anak muda, tidak menyikapi materi pembelajaran secara benar, dan tidak mengikuti proses pembelajaran untuk abad ke-21, mereka akan ketinggalan. Dalam hal ini learning how to know (belajar bagaimana mengetahui) adalah pendidikan yang berorentasi pada pengetahuan logis dan rasional sehingga learner berani menyatakan pendapat dan bersikap kritis serta memilki semangat membaca yang tinggi. Seorang pendidik (tenaga edukatif) seyogyanya berfungsi sebagai fasilitator, di
32
samping itu dosen dituntut untuk dapat berperan sebagai teman sejawat dalam berdialog dengan peserta didik dalam mengembangkan penguasaan pengetahuan maupun ilmu tertentu.32 b. Learning to Do Learning to do. In addition to learning to do a job of work, it should, more generally, entail the acquisition of a competence that enables people to deal with a variety of situations, often unforeseeable, and to work in teams, a feature to wich educational methods do not at present pay enough attention. Learning to do, disamping belajar untuk dapat mengerjakan suatu pekerjaan, yang lebih umum pendidikan juga memerlukan kemahiran yang memungkinkan masyarakat menghadapi berbagai macam situasi yang sering tak terduga, dan bekerja dalam kelompok, karena metode pembelajaran sekarang tidak mendapatkan perhatian yang cukup. Learning to do, lebih banyak terkait dengan pendidikan vokasional dan pasar kerja. Ada dua pendekatan yang mendasari kegiatan learning to do, yaitu sebagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri dan bukan sebagai aplikasi mata kuliah tertentu, dan yang lain adalah bagian dari mata pelajaran atau mata kuliah teori yaitu kegiatan laboratorium, praktikum, Praktek Kerja Lapangan (PKL) dan lain-lain.33
32
Jagues Delors et al. 1992. learning: the Treasure within: Report to UNESCO of international Commission on Education for the 21stcentury. UNESCO publishing. 1998 dapat ditelusuri di http://Unesdot.UNESCO.org/Images/0010/001095/109590e0.pdf. 33 Jagues delors et al. learning: the Teasure within: Report to UNESCO of international Commission on Education for the 21stcentury. UNESCO publishing. 1992 dapat ditelusuri di http://Unesdoc.UNESCO.org/Images/0010/001095/109590e0.pdf
33
Pada masa yang akan datang kemampuan untuk menjalin hubungan interpersonal akan mengalahkan keterampilan intelektual. Jenis pekerjaan diprediksi akan berubah kepada industri jasa (konsultan, manajemen, keuangan, akuntansi, layanan sosial, kesehatan, pendidikan dan lain-lain) yang membutuhkan hubungan interpersonal, komunikasi dan informasi.34 Tantangan seperti ini dikemukakan oleh Jacques Delors sebagai berikut: “Bagaimana anak dapat berfikir jika mereka telah meletakkan pada praktek dan bagaimana pendidikan dapat disesuaikan dengan pekerjaan mendatang, jika tidak dapat melihat dengan tepat bagaimana pekerjaan yang akan dilakukan”. Learning to do untuk masa depan sudah tidak lagi terpaut dengan pendidikan
keterampilan
fisik
rutin,
tetapi lebih memperhatikan
“kompetensi personal yang menggabungkan keterampilan dan bakat, seperti perilaku sosial, prakarsa personal dan kehendak untuk mengambil resiko.35 Kompetensi yang diharapkan ini mestinya tidak jauh dari kelima keterampilan pokok yang diperlukan untuk memberdayakan lulusan, yang menurut laporan komisi, dilandasi oleh keterampilan dasar (membaca,
34 35
Wuri Soedjatmiko, Pendidikan Tinggi dan Demokrasi (Yogyakarta: Kanisius, 2000), 56. Dapat ditelusuri dari http://mirror.japan.unesco.org/delors/itodo.htm.
34
menulis, berbcara, mendengarkan, berhitung), keterampilan berpikir (kemampuan
berfikir kreatif, mengambil kepurusan, penyelesaian
permasalahan, memvisualisasikan, belajar dan menggunkan nalar), dan beberapa
kualitas
kepribadian
(tanggung
jawab,
kemampuan
bersosialisasi, integritas, kejujuran). Dari sini dapat dipahami bahwa meskipun pembelajaran yang dilakukan dalam bentuk yang bermacam-macam pada dasarnya adalah untuk kepentingan pendidikan, aktifitas dan standar yang menyangkut definisi yang mengakar dan berasal dari dunia kerja.36 Aspek yang ingin dicapai dalam visi learning to do (belajar untuk berbuat) adalah keterampilan seorang peserta didik dalam menyelesaikan problem keseharian. Dengan kata lain pendidikan diarahkan pada how to solve the problem, hal ini dapat berjalan apabila lembaga sekolah atau perguruan tinggi memfasilitasi peserta didik untuk mengaktualisasikan keterampilan yang dimilikinya, bakat dan minatnya serta ada bimbingan dari guru selaku mengajar. c. Learning to Be Learning to Be. This was the dominant theme of the Edgar Faure report Learning to Be: The World of Education Today and Tomorrow, published by Unesco in 1972. Its recommendations are still very relevant, for in the twenty-first century everyone will need to exercise greater 36
Jagues delors adalah pimpinan komisi pendidikan Abad ke-21stdalam Education for the 21st century in the Asia-paciffic Region 29 Maret-3 April 1998. dapat ditelusuri di http://Unesco.org/Images/0010/001095/109590e0.pdf
35
independence and judgment combined with a stronger sense of personal responsibility for the attainment of common goals.37 Learning to Be. merupakan tema utama laporan Edgar Faure. Belajar menjadi diri sendiri: Dunia Pendidikan Sekarang dan Esok, diterbitkan oleh UNESCO tahun 1972. Rekomendasi dari laporam ini sangat relevan, karena memasuki abad 21 setiap orang akan bebas tetapi masih mempunyai rasa tanggung jawab untuk mencapai cita-cita. Learning to Be merupakan pilar pendidikan ketiga yang menyodorkan gagasan utopia: sebuah masyarakat pembelajar dilandasi oleh pemerolehan, pembaruan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan.38 Dasar yang diperlukan dalam pengembangan pendidikan adalah tradisi spiritual, perasaan, nilai hubungan interpersonal, pengekangan perilaku dan tindakan kolektif, serta tanggung jawab. Dalam Learning: The Treasure Within dikemukakan bahwa tujuan dari pengembangan manusia adalah terciptanya perkembangan yang semaksimal dan seutuhnya dalam kepribadian, seluruh bentuk ekpresi dan komitmennya baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat. Dari gambaran di atas, kita harus berpikir untuk menata kembali pendidikan kita, melihat ulang pada sumber identitas dan mengembangkan 37
Jagues delors et al. 1992. Learning: The Teasure Within: Report to UNESCO international Commission on Education for the 21stcentury. UNESCO Publishing. Dapat ditelusuri http://Unesdoc.UNESCO.org/Images/0010/001095/109590eo.pdf. 38 Jagues delors et al. 1992. Learning: The Teasure Within: Report to UNESCO international Commission on Education for the 21stcentury. UNESCO Publishing. Dapat ditelusuri http://Unesdoc.UNESCO.org/Images/0010/001095/109590eo.pdf.
of di of di
36
filosofi dan strategi belajar mengajar yang berasal dari nilai-nilai kebudayaan
kita.
Kita
perlu
mengembangkan
program-program
pendidikan yang berdasarkan pada budaya-budaya setempat dimana para pelajar tumbuh dan bersosialisasi dan menilai ulang ilmu pengetahuan yang diajarkan di sekolah-sekolah serta menciptakan lingkungan belajar yang lebih demokratis.39 Begitu juga dengan pendidikan guru, kita perlu mempersiapkan para guru yang akan berperan dengan menjadi teladan yang baik bagi para siswa dan bukan sekedar menjadi fasilitator. Kita harus berubah dari mempersiapkan teknisi untuk pembelajaran di ruang kelas menjadi usaha untuk mempersiapkan manusianya, yang tidak sekedar mengajarkan kedamaian tetapi juga bisa damai dalam diri mereka sendiri. Learning to Be (belajar menjadi diri sendiri) menjadi sangat penting mengingat masyarakat modern dewasa ini tengah dilanda krisis kepribadian dan krisis spiritual. Orang sekarang biasanya lebih melihat diri sebagai “what you have, what you wear, what you eat, what you drive” dan lain-lain. Seperti yang diungkapkan oleh Karl Jaspers yang dikutip
oleh
despiritualisasi
Fakhry yang
Ali
bahwa
tunduk
pada
dunia
benar-benar
rezim
kemajuan
mengalami teknologi
(despiritualization ot the world and it’s subjection to regime of advance
39
Fakhri Ali Islam, Ideologi Dunia dan Dominasi Struktural (Bandung: Mizan, 1985), 45.
37
technique). Manusia mampu menghapuskan dirinya untuk kehilangan dirinya sendiri serta mendapatkan kepuasan dalam keadaan yang impersonality
(tanpa
kepribadian).
Ditambah
dengan
apa
yang
disampaikan oleh Prof. Dr. Suminto A. Sayuti bahwa tujuan akhir yang dicapai dalam dunia pendidikan bukanlah necrophily, yakni perasaan cinta kepada segala sesuatu yang wujudiah yang tidak berjiwa, melainkan kepada situasi biophily, yakni perasaan cinta kepada sesuatu yang maknawiyah yang berjiwa kehidupan.40 Dalam pandangan Suminto di atas, mengisyaratkan bahwa selama ini pendidikan kita masih melahirkan kebudayaan bisu, maksudnya adalah munculnya ketidakberdayaan dan ketakutan untuk mengekpresikan pikiran dan perasaan sendiri, sehingga sikap memilih diam sering dianggap sebagai sikap santun bahkan sakral baik di kalangan masyarakat umum, di kelas-kelas perkuliahan dan pembelajaran di sekolah. Padahal pola semacam itu menurut Suminto hanya akan menghantarkan manusia didik terperangkap dalam situasi disinhenrited-masses, yakni manusia yang terasing dari realitas dirinya, yang “menjadi ada” dalam pengertian “menjadi seperti (orang lain) dan bukannya dirinya sendiri”.
40
Nalar spiritual pendidikan, solusi problem filosofis pendidikan Islam, tiara wacana, yogyakarta. 2002, 20. dan, humanisasi pendidikan Islam dalam Tashwirul Afkar Jurnal Refleksi Pemikiran Keagamaan dan Kebudayaan Edisi No. 11 Tahun 2001, LAKPESDAM dan TAF Jakarta, 23
38
Dalam
perspektif
ini
pendidikan
dipandang
telah
gagal
menempatkan dirinya dalam konteks pemerdekaan dan pemberdayaan. Oleh karena itu, visi pendidikan hendaknya diorientasikan pada bagaimana seorang peserta didik di masa depannya bisa tumbuh dan berkembang sebagai pribadi yang mandiri, memiliki harga diri dan tidak sekedar memiliki having (materi-materi). Dalam Quantum Learning dijelaskan bahwa suasana belajar yang dapat mengaktifkan potensi otak adalah suasana belajar menyenangkan dan kesadaran emosional tidak dalam keadaan tertekan, sebab suasana tersebut akan membuat otak kanan terbuka sehingga daya berfikir intuitif dan holistik yang luar biasa akan terangsang untuk terbuka.41 Dengan demikian sebuah metode yang lebih cocok bagi peserta didik di masa sekarang ini adalah mutlak mesti ditemukan, untuk kemudian diterapkan. Apapun nama dan istilah metode tersebut, misalnya quantum learning, quantum teaching, cooperative learning, active learning dan lain sebagainya yang lebih menekankan peran aktif para peserta didik, dan yang pasti guru atau dosen tetap dianggap lebih berpengetahuan, tapi tidak satu-satunya pemegang kebenaran. Jadi istilahnya guru atau dosen berfungsi sebagai fasilitator yang mengajak merangsang dan memberikan stimulus-stimulus kepada peserta didik agar
41
Porter, Bobbi De, dan Mike Hernarki, Quantum Learning (Bandung: Mizan, 1992), 36-38.
39
menggunakan kecakapannya secara bebas dan bertanggung jawab, juga sebagai
motivator
yang
dapat
memotivasi
peserta
didik
untuk
menggerakkan kegiatan belajar.42 d. Learning to Live Together Learning to Live Together. by developing an understanding of others history, traditions and spiritual values and on this basis, creating a new spirit wich, guided by recognition of our growing interdependence and a common analysis of the risk and challenges of the future, would induce people to implement common projects or to manage the inevitable conflicts in an intelligent and peaceful way. Learning to Live Together. Mengembangkan sikap saling pengertian, tradisi dan sejarah mereka, nilai-nilai spiritual dan dasar ini menciptakan semangat baru dengan adanya saling ketergantungan dan menganalisa secara umum terhadap resiko dan tantangan masa depan, akan menyebabkan masyarakat menghindari konflik dengan cara damai.43 Prof. Zhou Nan-Zhai dalam ceramahnya mengemukakan tiga hal, yaitu: 1) Urgensi learning to live together dalam pembelajaran, 2) Implikasi Learning to Live Together.
42
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), 45. 43 Jagues delors adalah pimpinan komisi pendidikan Abad ke-21stdalam Education for the 21st century in the Asia-paciffic Region 29 Maret–3 April 1998. dapat ditelusuri di http://Unesdoc. unesco.org/Images/0010/001095/109590e0.pdf
40
Untuk lebih jelasnya akan dipaparkan ketiga poin di atas sebagai berikut: 1) Urgensi Learning to Live Together Dalam Pembelajaran Learning to Live Together menjadi penting khususnya menghadapi dunia yang penuh konflik dan tekanan. Ia merupakan sebuah pembelajaran yang mendukung untuk memungkinkan manusia memecahkan kembali konflik-konflik dengan mengembangkan rasa hormat pada manusia lain, nilai budaya, serta agama mereka. Adapun faktor yang menyebabkan Learning to Live Together menjadi penting adalah: a) Belajar untuk hidup bersama dimandatkan oleh misi etik dan peran intelektual dari UNESCO. b) Belajar untuk hidup bersama merupakan impresif untuk Asia dan Pasifik sebagai sebuah daerah yang dikarakteristikkan oleh perbedaan kultural yang besar. c) Belajar untuk hidup bersama lebih dari sebuah keperluan dari globalisasi dan pertumbuhan interdependensi, yang mendominasi abad 21. d) Belajar untuk hidup bersama diperlukan untuk mengatasi situasi yang urgen terhadap tekanan dan ekslusivitas manusia, untuk memecahkan persoalan secara kontinyu. Hal ini penting mengingat
41
problematika pelik segera membutuhkan solusi, persoalan gender, kesenjangan ekonomi, suku, agama dan ras, permasalahan lingkungan, kesehatan, pasar tenaga kerja dan pengangguran secara keseluruhan tanpa memandang negara serta batasan geografi. e) Belajar untuk hidup bersama dibutuhkan dalam usaha umum untuk menjaga tradisi luhur serta identitas kultural. f) Belajar untuk hidup bersama merupakan kebutuhan dari revolusi teknologi yang cepat, khususnya teknologi informasi dan bioteknologi. g) Belajar untuk hidup bersama juga sangat penting untuk pencapaian dari tujuan yang sebenarnya dari pendidikan itu sendiri, yaitu “pendidikan sepanjang hayat”.44 Ke tujuh aspek di atas merupakan alasan logis mengingat tujuan fundamental pendidikan adalah integrasi fisik, intelektual, emosional serta etika dari individu untuk menjadi manusia yang lengkap. Pengembangan dari “seorang manusia yang lengkap” berimplikasi tidak hanya akuisisi dari ilmu pengetahuan, keterampilan dan kompetensi. Akan tetapi membutuhkan pemikiran yang inklusif
44
Dapat ditelusuri http://www.unesco.org.
42
menuju dunia luar, sikap untuk memahami manusia lain serta perilaku actual untuk perkembangan hubungan sosial yang harmonis.45 2) Implikasi Learning to Live Together Adapun implikasi dari Learning to Live Together (belajar untuk hidup bersama) adalah sebagai berikut: a) Belajar untuk hidup bersama mengisyaratkan belajar untuk mengetahui dirinya masing-masing, mengetahui pihak lain, mengembangkan rasa empati dalam terminology perilaku sosial sepanjang hidupnya. b) Belajar untuk hidup bersama berimplikasi menghormati pihak lain dengan dasar persamaan. c) Belajar untuk hidup bersama mengimplikasikan toleransi dari perbedaan serta resolusi konflik pada sebuah dialog. d) Belajar
untuk
hidup
bersama
mengimplikasikan
belajar
mengekspresikan secara efektif dirinya sendiri serta untuk mengefektifkan komunikasi dengan pihak lain. e) Belajar untuk hidup bersama berimplikasi pada pengalaman dalam setting kultur yang berbeda, lintas budaya, serta mempelajari pihak lain.
45
Ibid., 46.
43
f) Pembelajaran untuk hidup bersama mengacu tidak hanya pada hubungan sosial, ia juga mengacu pada hubungan antara manusia dengan alam dan lingkungan. g) Belajar untuk hidup bersama berarti belajar untuk menjaga dan berbagi. h) Belajar untuk hidup bersama mengimplikasikan pembelajaran untuk bekerja sama dengan pihak lain.46 Learning to Live Together (belajar untuk hidup bersama) diarahkan pada pembentukan seorang peserta didik yang berkesadaran bahwa kita ini hidup dalam sebuah dunia yang global bersama banyak manusia dari berbagai bahasa dengan latar belakang etnik, agama dan budaya. Dari sinilah pendidikan akan nilai-nilai semisal perdamaian, penghormatan HAM, pelestarian lingkungan hidup, toleransi, menjadi aspek utama yang mesti menginternal dalam kesadaran learner. Dalam hal ini Zamroni menawarkan tentang paradigma pendiian sistemik organic yang menuntut pendidikan bersifat double tracks, artinya pendidikan sebagai suatu proses tidak bisa dilepaskan dari perkembangan dan dinamika masyarakat.47
46
Jagues delors et al. 1992. learning: the Treasure within: Report to UNESCO of International Commission on Education for the 21st Century. UNESCO publishing. Dapat ditelusuri di http://sofweb.vio.educ,au/news/.UNESCONF/zhow.htm. 47 Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan (Yogyakarta: Bigraf Publishing, 2001), 9.
44
Di dunia yang semakin mengecil dan semakin bersatu akan mendekatkan kelompok-kelompok dan anggota masyarakat, kelompok etnis, kelompok budaya/tradisi, kelompok agama, dan kelompok bangsa semakin dekat satu dengan yang lain. Oleh karena itu, mereka harus dapat belajar untuk hidup bersama. Hidup bersama artinya mengetahui, menghargai, dan memahami adanya perbedaan serta satu sama lain saling menghargai, dan memahaminya sebagai milik seluruh umat manusia dan bukan sebnagai dasar untuk memecah belah kehidupan manusia (desintegrasi). Dengan demikian fungsi lembaga pendidikan sekolah adalah sebagai tempat bersosialisasi yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat hidup bermasyarakat. Hal seperti ini dapat dikondisikan di lingkungan sekolah, melalui kebiasaan hidup bersama, saling menghargai, terbuka,
memberi
dan
menerima.
Kondisi
seperti
inilah
yang
memungkinkan terjadinya proses learning how to live together.48 Di samping empat pilar pendidikan UNESCO di atas, terdapat pula gagasan lain dari UNESCO mengenai Kegiatan Pembelajaran, yang masih berkaitan dengan “learning” yaitu hendaknya metode pengajaran tidak lagi mementingkan subject matter (seperti yang terlihat dalam GBPP) dari pada mahasiswa atau peserta didik sendiri. Sebab metode pengajaran
48
Eddy Soeryanto Soegoto. Menciptakan Strategi Keunggulan Gersang Perguruan Tinggi (Yogyakarta: Graha Ilmu. 2008), 67.
45
dan perkuliahan masih terlalu mementingkan subject matter, akibatnya mahasiswa
atau
peserta
didik
sering dipaksa untuk
menguasai
pengetahuan dan melahap informasi dari dosen atau guru, tanpa memberi peluang kepada para mahasiswa atau peserta didik untuk melakukan perenungan secara kritis. Pada gilirannya kondisi semacam ini melahirkan proses belajar-mengajar menjadi satu arah (top-down). Dosen/guru memberikan berbagai pelajaran dan informasi menurut GBPP, sedang peserta didik dalam kondisi terpaksa harus menelan dan menghafal secara mekanis apa-apa yang telah disampaikan oleh dosen/guru. Metode pengajaran seperti ini mengakibatkan mahasiswa atau peserta didik menjadi tidak memiliki keberanian untuk mengemukakan pendapat, tidak kreatif dan mandiri, apalagi untuk berfikir inovatif dan problem solving. Suasana belajar yang seperti ini berdampak pada hilangnya upaya mengaktivasi potensi otak, sehingga potensi otak yang luar biasa itu belum berhasil mengaktual.
B. Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Pendidikan Islam Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk mengembangkan kepribadian seseorang, sehingga ia menjadi manusia yang cerdas dan mampu memecahkan berbagai permasalahan hidup yang dihadapinya. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan penulis uraikan beberapa definisi pendidikan dari beberapa ahli pendidikan, antara lain:
46
1. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi Pendidikan adalah pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang.49 2. Dalam Undang Undang Republik Indonesia UUD No 2 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 Ayat 1, mendefinisikan Pendidikan sebagai usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang.50 Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Dari beberapa pengertian pendidikan yang diberikan oleh para ahli diatas, meskipun berbeda secara redaksional, namun secara esensial terdapat kesatuan unsur-unsur atau faktor-faktor yang terdapat di dalamnya yaitu bahwa pengertian pendidikan tersebut menunjukkan suatu proses bimbingan, tuntunan atau pimpinan yang didalamnya mengandung unsur-unsur seperti pendidik, anak didik, tujuan dan sebagainya. Dalam kamus Bahasa Arab, pendidikan biasa disebut dengan istilah at-Tarbiyah yang berasal dari tiga kata: Pertama, Rabâ-Yarbû yang berarti bertambah dan tumbuh. Kedua, Rabiya-Yarba berarti menjadi besar. Ketiga, Raba-Yarubu berarti memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, menjaga dan memelihara.51 Pengertian Pendidikan diatas adalah pengertian pendidikan secara umum, sedangkan pengertian pendidikan menurut masyarakat Islam 49
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ke 2. Balai Pustaka, Jakarta, 232. 50 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dapat ditelusuri di http://www.pdk.go.id./uuspn-no-2-89.htm 51 Abdurrahman An-Nahlawi, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam (Bandung : IKAPI, 1996), 31.
47
sekurang-sekurangnya terdapat tiga istilah yang digunakan untuk menandai konsep pendidikan yaitu pertama Tarbiyah. Istilah ini berakar pada 3 kata yaitu Rabâ-Yarbû yang berarti bertambah dan tumbuh. Rabiya-Yarba yang berarti tumbuh dan berkembang. Raba-Yarubu yang berarti memperbaiki, menguasai, memimpin, menjaga, dan memelihara.52 Istilah yang kedua adalah Ta’lim, yang berarti proses pembelajaran secara terus menerus sejak manusia lahir melalui pengembangan fungsi-fungsi pendengaran, penglihatan, dan hati. Pengembangan fungsi-fungsi tersebut merupakan tanggung jawab orang tua ketika anak masih kecil, setelah dewasa hendaknya orang belajar secara mandiri sampai ia tidak mampu lagi meneruskan belajarnya. Istilah yang ketiga adalah ta’dib kata ini dinyatakan sebagai cara Tuhan dalam mendidik Nabi SAW.53 Berdasarkan konsep diatas, Hery Noer Aly mengutip pendapat AlAttas mengenai definisi pendidikan sebagai pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kedalam manusia tentang tempat apa-apa yang tepat dari segala sesuatu didalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga hal ini membimbing kearah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat didalam tatanan wujud dan kepribadian. Paparan tersebut di atas adalah membahas tentang definisi pendidikan, baik secara umum atau khusus. Sedangkan untuk Pendidikan Islam menurut
52 53
Abu Louis, Al-Munjid (Lebanon: Beyrouth, 2003), 243-244. Ibid., 4.
48
HM. Arifin adalah studi tentang proses kependidikan yang progresif dengan landasan Al-Qur’an dan Hadits atau nilai-nilai ajaran Islam. Kemudian kalau pendidikan dilihat sebagai suatu disiplin ilmu maka dia merupakan konsepsi kependidikan yang mengandung berbagai teori yang dikembangkan dari hipotesa-hipotesa atau wawasan yang bersumber dari Qur’an–Hadits baik dilihat dari segi sistem, proses dan produk hasil yang diharapkan, maupun dari segi missionairnya (tugas pokoknya) untuk membudayakan umat manusia agar bahagia dan sejahtera dalam hidupnya. Adapun A Malik Fadjar dengan menyitir pendapat Zarkowi Soejoeti memberikan definisi yang lebih rinci mengenai Pendidikan Islam, yaitu; pertama, jenis pendidikan yang pendirian dan penyelenggaraannya didorong oleh hasrat dan semangat cita-cita untuk mengejawantahkan nilai-nilai Islam, baik yang tercermin dalam nama lembaganya maupun dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakannya. Kedua, jenis pendidikan yang memberikan perhatian dan sekaligus menjadikan ajaran Islam sebagai pengetahuan untuk program studi yang diselenggarakannya. Ketiga, jenis pendidikan yang mencakup kedua pengertian tersebut diatas, yaitu Islam sebagai sumber nilai sekaligus sebagai bidang studi yang diselenggarakannya.54 Pendidikan agama (Islam) dapat dilihat sebagai sumber nilai dan sebagai pengajaran.55 Sebagai sumber nilai, pendidikan Islam berusaha memberikan pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Dan sebagai pengajaran, berusaha untuk menyampaikan pengetahuan keagamaan secara fungsional. 2. Tujuan Pendidikan Agama Islam Tujuan adalah batas akhir yang dicita-citakan seseorang dan dijadikan pusat perhatiannya untuk dicapai melalui usaha. Dalam tujuan terkandung cita-cita, kehendak, dan kesengajaan serta berkonsekuensi penyusunan daya 54
Malik Fadjar, Pengembangan Pendidikan Islam yang menjanjikan Masa Depan (Jakarta: PT. El-Harakah, 1997), 3
49
upaya untuk mencapainya.56 Segala usaha yang tidak mempunyai tujuan tidak akan mempunyai arti apa-apa. Dengan demikian, tujuan merupakan faktor yang sangat menentukan.57 Subari dalam bukunya Supervisi Pendidikan mengutip pendapat Langeveld mengemukakan Tujuan Pendidikan adalah “membentuk manusia dewasa baik jasmani maupun rohani. Ngalim Purwanto dalam bukunya Ilmu Pendidikan mengutip pendapat Langeveld dalam buku Beknopte Theoretische peadagogiek, mengutarakan macam-macam Tujuan Pendidikan sebagai berikut:58 a. Tujuan Umum (Tujuan Sempurna) Tujuan dalam pendidikan, yang seharusnya menjadi tujuan orang tua atau orang lain pendidik, yang telah ditetapkan oleh pendidik dan selalu di hubungkan dengan kenyataan-kenyataan yang terdapat pada anak didik itu sendiri dan dihubungkan dengan syarat-syarat dan alat-alat untuk mencapai tujuan itu. b. Tujuan Tak Sempurna Tujuan yang mengenai segi-segi kepribadian manusia yang tertentu hendak dicapai dengan pendidikan itu yaitu yang berhubungan dengan
55
Muhaimin, Strategi Belajar-Mengajar Penerapannya Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama (Surabaya: Citra Media, 1996), 12 56 Hery Noer Aly, Op.cit. 53. 57 Hasbullah, 2001. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada), 10. 58 Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Mengajar (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), 11.
50
nilai-nilai hidup yang tertentu, seperti keindahan, kesusilaan, keagamaan, dan lain-lain. c. Tujuan Sementara Tujuan sementara ini merupakan tempat-tempat perhentian sementara pada jalan yang menuju ketujuan umum. Seperti anak-anak dilatih untuk belajar kebersihan, belajar berbicara dengan orang lain dan lain-lain.
d. Tujuan Perantara Tujuan ini ditentukan tergantung pada tujuan-tujuan sementara. Misalnya tujuan sementara ialah si anak harus belajar membaca dan menulis. Setelah ditentukan untuk apa anak belajar membaca dan menulis, dapatlah sekarang ditentukan berbagi macam kemungkinan untuk mencapainya itu dipandang sebagai tujuan perantara. Seperti metode mengajar, dan metode membaca e. Tujuan Insidental Tujuan ini hanya sebagai kejadian-kejadian yang merupakan saat yang terlepas pada jalan yang menuju pada tujuan umum.59 Sedangkan tujuan pendidikan di Indonesia adalah selaras dengan tujuan pendidikan nasional yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan
59
Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan (Bandung: CV Remadja Karya, 1988), 24-28.
51
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Menurut Depag, tujuan pendidikan Islam adalah untuk menciptakan manusia yang berakhlak Islam, beriman, bertaqwa, dan meyakininya sebagai suatu kebenaran serta berusaha dan mampu membuktikan kebenaran tersebut melalui akal, perasaan, dalam seluruh perbuatan dan tingkah lakunya seharihari. Pendidikan Islam tidak hanya mengajarkan atau mentranformasikan ilmu dan keterampilan serta kepekaan rasa atau agama. Tetapi seyogyanya memberi perlengkapan kepada anak didik untuk mampu memecahkan persoalanpersoalan yang sudah nampak sekarang maupun yang baru nampak jelas pada masa yang akan datang. Mampu memecahkan persoalan yang di pandang sebagai kewajiban sendiri baik sebagai profesional yang terikat pada kode etik profesinya atau kerena adanya komitmen batin antara dirinya dengan Allah maupun sebagai kewajiban kemanusiaan yang secara sadar dan ikhlas memandang usaha tersebut sebagai langkah yang berguna bagi lingkungannya. Dengan kata lain, pendidikan
52
Islam harus berorientasi ke masa yang akan datang karena sesungguhnya anak didik masa kini adalah generasi penerus pada masa yang akan datang.60 3. Fungsi Pendidikan Agama Islam Di tinjau dari segi antropologi kultural dan sosiologi, fungsi pendidikan adalah: 1. Menumbuhkan kreatifitas subjek didik 2. Menanamkan nilai-nilai insani dan ilahi pada subjek didik 3. Menyiapkan tenaga kerja produktif.61 Pendidikan agama Islam memiliki berbagai macam fungsi diantaranya adalah: 1. Ibadah. 2. Kewajiban Menjalankan Perintah Allah. 3. Kesejahteraan Dunia dan Akhirat. 4. Meninggikan Derajat. 4. Konsep Dasar Pendidikan Agama Islam Untuk memahami lebih jauh mengenai Pendidikan Islam, berikut akan penulis uraikan mengenai konsep dasar yang membentuk pendidikan Islam. Hery Noer Aly, mengemukakan konsep dasar Pendidikan Islam sebagai berikut:
60
Departemen Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Sistem Pendidikan Nasional (Jakarta: Binbaga Islam, 1997), 143.
53
a. Usaha Pendidikan
adalah
usaha,
yaitu
suatu
aktifitas
mengerahkan
kemampuan dalam mengatasi hambatan-hambatan untuk mencapai suatu tujuan. b. Kemanusiaan. Pendidikan merupakan sesuatu yang khas bagi manusia dan karenanya tidak diterapkan pada binatang ataupun pada tumbuh-tumbuhan.
c. Perkembangan Yang diperbuat pendidikan terhadap manusia adalah mengembangkannya untuk menjadi pribadinya, bukan menjadi yang berada diluar pribadinya. d. Proses Perkembangan mengandung arti perubahan demi perubahan. Karenanya pendidikan merupakan usaha yang berproses, dilakukan melalui runtunan aktivitas langkah demi langkah dan tahap demi tahap bukan usaha sekali jadi. e. Bimbingan Proses itu bukan pendidikan manakala tidak diarahkan, dibimbing atau dibentuk. Dengan demikian bimbingan merupakan konsep lain yang mesti ada dalam pendidikan. 61
Noeng Muhadjir, Ilmu Pendidikan Dan Perubahan Sosial Suatu Teori Pendidikan
54
f. Oleh Manusia (proses pendidikan hanya dilakukan oleh manusia). g. Secara Sadar Pendidikan bukan suatu usaha yang berlangsung menurut instink, akan tetapi harus ada kesengajaan atau niat mendidik dari pendidik. Berdasarkan konsep-konsep dasar diatas, dapat dipahami bahwa pendidikan dalam Islam ialah usaha berproses yang dilakukan manusia secara sadar dalam membimbing manusia menuju kesempurnaan berdasarkan Islam.62 5. Landasan Pendidikan Agama Islam Setiap usaha, kegiatan dan tindakan yang disengaja untuk mencapai suatu tujuan harus mempunyai landasan tempat berpijak yang baik dan kuat. Oleh karena itu pendidikan Islam sebagai suatu usaha membentuk manusia harus mempunyai landasan kemana semua kegiatan dan semua perumusan tujuan pendidikan Islam itu dihubungkan. Landasan itu terdiri dari Al-Qur’an dan Sunnah Nabi yang dapat di kembangkan dengan Ijtihad, Al-Maslaha Al- Mursalah, Istihsan, Qiyas dsb. a. Al-Qur’an Al-Qur’an adalah firman Allah yang berupa wahyu yang disampaikan oleh Jibril kepada Nabi Muhammad saw, didalamnya terkandung ajaran pokok yang dapat dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek kehidupan. Ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an itu terdiri dari dua prinsip besar yaitu yang
(Yogyakarta: Penerbit Rake Sarasin, 1987), 15. 62 Hery Noer Aly, op.cit. 11-12.
55
berhubungan dengan masalah keimanan yang disebut Aqidah, dan yang berhubungan dengan amal yang disebut Syari’ah. Sebagaimana firman Allah SWT:
\ْ َمpَ Uْ وَاg َ ُ\ا اlْmnَ ن َ Wَْ آjkَ Uِّ aٌ bَ c َd َ ٌ] َ\ة ْ ُأg ِ لا ِ ْ\] ُ ْ َرNPِ ْQSُ Uَ ن َ Wَْ آYZَ U[ (٢١ :ابxdy )ا.ًاmpْ rِ َآg َ اmَ َو َذ َآmَ t ِu َ ْا Artinya: “Sungguh telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah”. (QS. Al-Ahzab: 21). Pendidikan, karena termasuk kedalam usaha atau tindakan untuk membentuk manusia, termasuk kedalam ruang lingkup mu’amalah. Pendidikan sangat penting karena ia ikut menentukan corak dan bentuk amal dan kehidupan manusia, baik pribadi maupun masyarakat. b. As-Sunnah As-sunnah ialah perkataan, perbuatan atau pengakuan Nabi SAW. Sunnah merupakan sumber ajaran kedua sesudah Al-Qur’an. Sunnah berisi petunjuk untuk kemashlahatan hidup manusia dalam segala aspeknya, untuk menjadi manusia seutuhnya atau muslim yang bertaqwa. Sebagaimana firman Allah SWT:
(١٠٥ :cbU)ا...g ُ كا َ َ}َأرَاk~ِ س ِ W[bU اj َ pْ ~َ Qَ Sُ ْ َ Uِ َ Uْ Wِ~ ب َ WَSِ Uْ ا َ pْ Uََ} ِإbUْ xَ َِإ[}أ Artinya: “Sungguh, Kami telah menurunkan kitab (al-Qur’an) kepadamu (Muhammad) membawa kebenaran, agar engkau mengadili antara manusia dengan apa yang telah diajarkan Allah kepadamu”. (QS. An-Nisa’: 105).
Pendidikan yang pertama kali dilakukan oleh Nabi dalam rangka pembentukan manusia muslim adalah:
1. Menggunakan Rumah Al-Arqam Ibn Abi Arqam 2. Memanfaatkan tawanan perang untuk mengajar baca tulis 3. Mengirim para sahabat kedaerah-daerah yang baru masuk Islam.63
56
c. Ijtihad Ijtihad adalah istilah para fuqoha’, yaitu berfikir dengan menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuwan syari’at Islam untuk menetapkan/menentukan sesuatu hukum syari’at Islam dalam hal-hal yang ternyata belum ditegaskan hukumnya oleh Al-Qur’an dan Sunnah. Ijtihad dalam pendidikan harus tetap bersumber pada Al-Qur’an dan sunnah yang diolah oleh akal yang sehat dari para ahli Pendidikan Islam. Ijtihad tersebut haruslah dalam hal-hal yang berhubungan langsung dengan kebutuhan disuatu tempat pada kondisi dan situasi tertentu. Teori-teori pendidikan baru hasil ijtihad harus dikaitkan dengan ajaran Islam dan kebutuhan hidup. Ijtihad di bidang pendidikan ternyata semakin perlu sebab ajaran Islam yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah adalah bersifat pokok-pokok dan prinsip-prinsipnya saja.64
6. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Muhaimin, memberi penjelasan mengenai Paradigma Pendidikan Islam, bahwa secara historis-sosiologis muncul beberapa paradigma pengembangan pendidikan Islam sebagai berikut:
a. Paradigma Formisme Kata kunci dalam paradigma ini adalah dikotomi atau diskrit, artinya segala sesuatu hanya dilihat dari dua sisi yang berlawanan, seperti laki-laki dan perempuan, bulat dan tak bulat, STAIN dan Non STAIN, pendidikan agama dan pendidukan umum dan seterusnya.
63 64
Zakiah Drajat, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), 19. Ibid, 22
57
Pandangan yang dikotomis tersebut pada giliran selanjutnya di kembangkan dalam melihat dan memandang aspek kehidupan dunia dan akhirat, kehidupan jasmani dan rohani sehingga pendidikan Islam hanya di letakkan pada aspek kehidupan akhirat/ rohani saja.65 Hal yang demikian, bahwa pendidikan Islam (al-Tarbiyah alIslamiyah) berarti al-Tarbiyah al-diniyah / pendidikan keagamaan, ta’lim al-din / pengajaran keagamaan, atau al-Ta’lim al-din al-Islami / pengajaran ke Islaman dalam rangka tarbiyah al-muslimin (mendidik orang-orang islam) serta berorientasi pada kehidupan ukhrowi an sich, sedangkan urusan duniawi (ekonomi, politik, seni budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi dan sebagainya) adalah garapan pendidikan umum. Demikian pula pendekatan yang dipergunakan lebih bersifat keagamaan yang normatif, doktriner dan absolutis. Peserta didik diarahkan untuk menjadi pelaku (aktor) yang loyal (setia), memiliki sikap commitment (keberpihakan), dan dedikasi (pengabdian) yang tinggi terhadap agama yang dipelajari. Sementara itu, kajian-kajian keilmuan yang
bersifat
empiris,
rasional,
analitis-kritis,
dianggap
dapat
menggoyahkan iman sehingga perlu ditindih oleh pendekatan keagamaan yang normatif dan doktriner tersebut.
65
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah (Bandung: Rosda Karya, 2001), 39-47.
58
b. Paradigma Mekanisme Paradigma mechanism memandang kehidupan terdiri atas berbagai aspek, dan pendidikan dipandang sebagai penanaman dan pengembangan seperangkat nilai kehidupan, yang masing-masing bergerak dan berjalan menurut fungsinya, bagaikan sebuah mesin yang terdiri atas beberapa komponen atau elemen-elemen, yang masing-masing menjalankan fungsinya sendiri-sendiri, dan antara satu dengan lainnya bisa saling berkonsultasi atau tidak. Dalam konteks pendidikan Islam (al-Tarbiyah al-Islamiyah) berarti al-tarbiyah al-diniyah/pendidikan keagamaan, ta’lim al-din/ pengajaran keagamaan, atau al-ta’lim al-Islami/ pengajaran ke Islaman merupakan bagian (sub) dari sistem pendidikan yang ada, dalam rangka tarbiyah al-muslimin (mendidik orang-orang Islam). Hubungan antara nilai agama dengan nilai-nilai kehidupan lainnya dapat bersifat horizontal-lateral (independent), lateral-sekuensial, atau bahkan
vertikal
linier.
Relasi
yang
bersifat
horizontal-lateral
(independent), mengandung arti bahwa beberapa mata pelajaran (mata kuliah) yang ada dan pendidikan agama mempunyai hubungan sederajat yang independent, dan tidak harus saling berkonsultasi. Sedangkan relasi vertikal-linier berarti mendudukkan pendidikan agama sebagai sumber nilai atau sumber konsultasi, sementara seperangkat mata pelajaran (mata
59
kuliah) yang lain adalah termasuk pengembangan nilai-nilai insani yang mempunyai relasi vertikal linier dengan agama. Pola relasi lateralsekuensial menghendaki agar pendidikan agama dan sekaligus para guru agamanya mampu memadukan antara mata pelajaran agama dengan pelajaran umum. c. Paradigma Organisme Paradigma organism bertolak dari pandangan bahwa pendidikan Islam adalah kesatuan atau sebagai sistem (yang terdiri atas komponen yang rumit) yang berusaha mengembangkan pandangan/semangat hidup (weltanschaung) Islam, yang dimanifestasikan dalam sikap hidup dan keterampilan hidup yang Islami. Dalam
konteks
pandangan
ini,
al-tarbiyah
al-Islamiyah
(pendidikan Islami) berarti al-tarbiyah fi al-Islam (pendidikan dalam Islam) dan al-tarbiyah ‘inda al-muslimin (pendidikan di kalangan orangorang Islam). Pengertian ini menggaris bawahi pentingnya kerangka pemikiran yang di bangun dari fundamental doctrin dan fundamental values yang tertuang dan terkandung dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah shahihah sebagai sumber pokok, kemudian mau menerima kontribusi pemikiran dari para ahli serta mempertimbangkan konteks historisnya atau kesejarahannya. Karena itu, nilai Ilahi/agama/wahyu didudukkan sebagai sumber konsultasi yang bijak, sementara aspek-aspek kehidupan lainnya
60
didudukkan sebagai nilai-nilai insani yang mempunyai relasi horizontallateral atau lateral-sekuensial, tetapi harus berhubungan vertikal-linier dengan nilai Ilahi/agama. Melalui upaya semacam itu maka sistem Pendidikan Islam diharapkan dapat mengintegrasikan nilai-nilai ilmu pengetahuan, nilainilai agama dan etik, serta mampu melahirkan manusia-manusia yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki kematangan profesional, dan sekaligus hidup di dalam nilai-nilai agama. Sedangkan dalam pandangan Mastuhu, Paradigma Pendidikan Islam memiliki prinsip: tidak ada dikotomi antara ilmu dan agama; ilmu tidak bebas nilai tetapi bebas dinilai; mengajarkan agama dengan bahasa ilmu pengetahuan dan tidak hanya mengajarkan sisi tradisional, melainkan sisi rasional.66
66
Mastuhu, Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam (Jakarta: Logos, 1999), 15.
61
BAB III KONSEP PENDIDIKAN UNESCO DALAM PEMBELAJARAN PAI
DI
MA DARUL HUDA MAYAK TONATAN PONOROGO
A. Data Umum 1. Sejarah Berdirinya MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo Madrasah Aliyah Darul Huda yang berdiri pada tanggal 29 September 1989 dengan nomor ijin operasional W.n. 06.04/00.0352/58. 14/1989 bernaung di bawah yayasan Pondok Pesantren Darul Huda, merupakan salah satu dari sekian madrasah Aliyah yang ada di kabupaten Ponorogo. Madrasah Aliyah Darul Huda mempunyai visi dengan berilmu, beramal dan bertaqwa serta mempunyai misi mewujudkan warga madrasah berilmu yang amaliyah dan beramal yang ilmiyah hingga mencapai insan yang bertaqwa. Madrasah Aliyah Darul Huda sebagaimana yayasan Pesantren Darul Huda tempat bernaung, menggunakan metode
"aِ rَ nْ Yِ َ Uْ اaِ pَ ِ َc [ Uا
Pondok
ِ ْ َ َ َ"
dengan pengertian:
. ِ َ ْ u َ ْ اYِ nْ Yِ َ Uْ W~ِ ُ d ْu َ ْ َوا ِ UِW [ U اQِ nْ Yِ Zَ Uْ َ ا َ aُ َ Pَ W َ kُ Uْ َا
62
Yang artinya tetap melestarikan sesuatu yang lama (konvensional) yang baik dan memadukan sesuatu yang baru (modern) yang lebih baik.67 Sasaran kegiatan peningkatan manajemen mutu pendidikan ini adalah manajemen pendidikan yang dijalankan oleh madrasah. Oleh karena itu seluruh komponen yang terlibat di dalamnya. Mulai dari kepala sekolah, guru murid serta seluruh jajaran pengelola komite madrasah dan masyarakat di lingkungan madrasah sekitar. a. Meningkatkan sumber daya manusia yang di butuhkan dalam manajemen pendidikan di madrasah, baik kepala sekolah, tenaga pengajar, murid, tata usaha dan posisinya masing-masing sehingga secara bersama-sama dapat berperan serta dalam proses pendidikan b. Memberikan kualitas proses belajar mengajar. Disini hak kepala madrasah, guru dan maupun para murid didorong untuk meningkatkan prestasinya, termasuk dalam hal ini adalah upaya meningkatkan wawasan kepala sekolah, guru dan murid. c. Menghasilkan output yang menghasilkan kemampuan akademis dan kepedulian sosial yang tinggi, sehingga di samping menjadi manusia yang berilmu, juga menjadi manusia yang berperan aktif dalam membangun masyarakat
67
Lihat Profil Sejarah Madrasah Aliyah Darul Huda, dikutip 20 April 2008 dalam lampiran hasil penelitian.
63
d. Mendorong seluruh komponen yang terlibat untuk mampu menjadikan fungsi manajemen dan metode. Pembelajaran bagi penyelenggaraan madrasah. Madrasah Aliyah Darul Huda mempunyai target : a. Terciptanya kegiatan di madrasah yang terencana dan terarah dengan acuan manajemen yang baik b. Meningkatnya kualitas para guru dan jajaran pengelola madrasah lainnya, sehingga memungkinkan terciptanya proses belajar mengajar yang kondusif dan menciptakan output yang handal c. Berfungsinya unit-unit pendidikan baik yang berkaitan dengan kegiatan murid, guru dan kepala sekolah serta seluruh jajaran pengelola dan masyarakat. Baik unit organisasional maupun fungsional, sehingga memungkinkan terjadinya kerjasama yang baik dan terbangunnya rasa tanggung jawab bersama antara kita.68 2. Letak Geografis MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo Madrasah Aliyah Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo merupakan lokasi dalam kawasan perkotaan yang mudah dijangkau melalui kendaraan umum maupun kendaraan pribadi. Madrasah Aliyah DH terletak 2 (dua) Km sebelah timur pusat kota Ponorogo dan masih termasuk wilayah Kecamatan Ponorogo. Tepatnya terletak di Jl. Ir. H. Juanda Gang VI Nomor 38
64
Kabupaten Ponorogo. Sebelah utara berbatasan dengan kelurahan Ronowijayan, sebelah Timur berbatasan dengan kelurahan Surodikraman dan sebelah Barat berbatasan dengan kelurahan Bangunsari. Letaknya di sebelah Selatan kota Lama, kira-kira 500 m dan jarak dari pusat kota kira-kira 3 Km2. 3. Struktur MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo Didalam suatu lembaga pendidikan perlu adanya penataan kesetrukturan untuk memudahkan membagi tugas dalam suatu organisasi, begitu pula dalam sekolah. Dengan adanya struktur dalam sekolah. Kewenangan masing-masing unit saling bekerja sama dan membantu untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Struktur personalia Madrasah Aliyah Darul Huda adalah sebagai berikut : a.
Kepala Madrasah
: Drs. Mudhofir
b. Kepala tata usaha
: Ahmad Sujari
c.
: Qoribun S, S.Ag
Waka kesiswaan
d. Waka Kurikulum
: Umar Salim, S.Ag
e.
Waka Sarana
: Mundir Sunani
f.
Waka Humas
: Masyhuri
68
Lihat profil Madrasah Aliyah Darul Huda. Dikutip tanggal 21 April 2008 dalam lampiran
65
g. Koordinator Bp/Bk
: Ahmad Mubaraq, S.Ag
4. Keadaan Guru dan Siswa Madrasah Aliyah Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo a. Keadaan guru/tenaga pelajar Madrasah Aliyah Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo, berjumlah 67 orang. Tenaga pengajar tersebut di antaranya berasal dari alumni pondok salaf, Universitas/ Perguruan Tinggi, dan lulusan dari Madrasah Aliyah Darul Huda sendiri. Dengan rincian sebagai berikut : 1) Sarjana S 1
: 38 orang
2) Sarjana S 2
: 4 orang
3) Sarjana Diploma 1
: 1 orang
4) SLTA
: 15 orang
dan ditambah 9 orang karyawan lulusan S 1 dan SLTA yang membantu jalannya administrasi Madrasah. Sedangkan data guru / pengajar 67. b. Keadaan Siswa Keadaan Madrasah Aliyah Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo pada tahun pelajaran 2007/2008 secara keseluruhan mencapai 1081 siswa.
Tingkatan Kelas Kelas X
Siswa Laki-Laki
Perempuan
Jumlah Siswa
217
219
436
Kelas XI
166
215
381
Kelas XII
127
137
268
510
571
1.081
Jumlah
hasil penelitian.
66
5. Struktur Kurikulum MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo Kurikulum Madrasah Aliyah Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo selalu menggunakan kurikulum Departemen Agama juga ditambah dengan kurikulum lokal. Dengan susunan sebagai berikut : a. Pendidikan Agama 1) Al Qur’an
7) Kalam
2) Akidah Akhlaq
8) Tafsir
3) Fiqih
9) Usul Fiqih
4) SKI 5) Bahasa Arab 6) Hadits b. Kewarganegaraan c. Bahasan dan Sastra Indonesia d. Bahasa Inggris e. Matematika Sains 1) Biologi 2) Fisika f. Pengetahuan Sosial 1) Geografi 2) Ekonomi 3) Sejarah g. Kesenian/kertakes
67
h. Pendidikan Jasmani i. Keterampilan/Teknologi informasi dan komunikasi (TIK)69 Seluruh materi/mata pelajaran diatas disesuaikan dengan alokasi waktu yang dilaksanakan pada masing-masing kelas. 6. Sarana dan Prasarana MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo Sarana dan prasarana Madrasah Aliyah Darul Huda meliputi : ruang kelas, ruang guru, ruang Bp/Bk, ruang tata usaha, ruang UKS, laboratorium komputer, koperasi, ruang OSIS, kamar mandi/WC guru, kamar mandi/WC siswa, aula dan tempat ibadah/masjid.
B. Data Khusus 1. Konsep Learning to Know (Belajar Untuk Mengetahui) Dalam Pembelajaran PAI di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo Secara umum MA Darul Huda bukan SMA dalam pelajaran PAI di bagi menjadi 4 mata pelajaran (aqidah akhlak, bahasa arab, Qur’an Hadist, fiqih) cara penyampaian materi agar siswa/siswi mengetahui masing-masing guru mempunyai strategi yang berbeda-beda, ada yang disampaikan secara langsung atau metode ceramah, ada yang membaca sendiri, ada yang kelompok atau diskusi, ada juga yang menggunakan metode yang lain. Supaya siswa-siswi termotifikasi dalam istilah pelajaran mengetahui yaitu
68
aspek kognitif. Sebagaimana yang diutarakan oleh Ustad Abdullah Hafidz sebagai berikut: Cara penyampaian materi agar siswa dan siswi mengetahui masing-masing guru mempunyai metode yang berbeda-beda, ada yang menggunakan metode ceramah, ada yang membaca sendiri, ada yang kelompok dan lain-lain.70 Adapun
gambaran konsep learning to know (belajar untuk
mengetahui) dalam pembelajaran PAI di MA Darul Huda sebagai berikut : a. Guru harus menguasai materi yang akan disampaikan 71 b. Guru menerangkan atau menggunakan metode ceramah, bagi siswa dan siswi apabila materi yang belum jelas atau faham, maka ditanyakan langsung kepada guru. Sebagaimana yang diutarakan oleh Ustadzah Isna Mufidah sebagai berikut: Siswa dan siswi diberi pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan materi pokok. Seorang guru menerangkan secara ringkas tentang pelajaran yang akan dibahas.72 c. Sebelum pelajaran dimulai siswa dan siswi diberikan pertanyaanpertanyaan yang berkaitan dengan materi pokok, atau disuruh untuk memberikan argumen semampunya, atau seorang guru menerangkan secara ringkas tentang pelajaran yang akan dibahas, sehingga disini guru
69
Lihat Profil Madrasah Aliyah hasil penelitian 70 Lihat Transkip Wawancara Penelitian Ini. 71 Lihat Transkip Wawancara Penelitian Ini. 72 Lihat Transkip Wawancara Penelitian Ini.
Darul Huda dikutip tanggal 23 April 2008 dalam lampiran Nomor : 02/2-W/F-1/26-IX/2008 dalam Lampiran Hasil Nomor : 03/3-W/F-1/17-IX/2008 dalam Lampiran Hasil Nomor : 05/5-W/F-1/24-IX/2008 dalam Lampiran Hasil
69
bisa memberikan stimulus kepada siswa dan siswi untuk mengetahui inti pokok materi secara faham (gamblang).73 2. Konsep Learning to do (Belajar Untuk Berbuat) Dalam Pembelajaran PAI di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo Berbuat dalam istilah lain yaitu psikomotorik, materi yang berkaitan dengan praktek langsung dicontohkan oleh guru dan dilaksanakan oleh siswa dan siswi yang terutama karena di MA Darul Huda masih berada di dalam lingkungan pesantren, guru dapat menilai secara langsung keseharian para siswa dan siswi dalam menerapkan atau berbuat, sehingga apa yang dilakukan mereka, guru bisa mengetahui. Kemudian para siswa dan bisa termotivasi oleh keteladanan guru yang mereka inginkan, ujian praktek yang dilaksanakan di MA Darul Huda itu juga untuk mendukung penerapan konsep learning to do (belajar untuk berbuat), karena apa yang siswa dan siswi lakukan baik dalam perkataan dan perbuatan bisa dicontohkan dan dinilai oleh guru secara langsung. Sebagaimana yang diutarakan oleh Ustad Abdullah Hafidz sebagai berikut: Materi yang berkaitan dengan praktek langsung dicontohkan oleh guru dan dilaksanakan oleh siswa dan siswi yang terutama di MA Darul Huda di dalam lingkungan pesantren. Guru bisa menilai secara langsung keseharian para siswa dan siswi.74
73
Lihat Transkip Wawancara Nomor : 04/4-W/F-1/10-X/2008 dalam Lampiran Hasil Penelitian Ini. 74 Lihat Transkip Wawancara Nomor : 09/2-W/F-2/26-IX/2008 dalam Lampiran Hasil Penelitian Ini.
70
Adapun gambaran konsep learning to do (belajar untuk berbuat) dalam pembelajaran PAI di MA Darul Huda sebagai berikut : a. Praktek. Yaitu : guru menerangkan materi-materi yang belum jelas, sehingga siswa dan siswi memahaminya dan semuanya bisa dipraktekkan. Pada awalnya dipraktekkan di dalam kelas, setelah itu dipraktekkan perilaku di setiap hari baik di rumah atau di mana saja. Sebagaimana yang diutarakan oleh Ustad Sholihin sebagai berikut: Guru menerangkan materi yang belum jelas, kemudian siswa dan siswi mempraktekkan di dalam kelas, setelah itu dipraktekkan di setiap harinya.75 b. Anak mengamalkan setelah memahami dan mendapatkan materi tersebut. Tapi kadang-kadang ada yang mau mengamalkan dan ada yang tidak. c. Anak diberi stimulus dengan beberapa contoh yang telah dilakukan orangorang terdahulu, dan hasil dari orang-orang yang melakukan kebaikan yang berkaitan dengan materi tersebut. Sehingga siswa dan siswi bisa mengetahui manfaatnya dari pada tidak. Anak bisa tertarik jika sudah ada contoh : Si A melakukan kabaikan ini akan seperti ini bisa menambah semangat anak untuk mengamalkannya. Sebagaimana yang diutarakan oleh Ustad Umar Salim sebagai berikut: Mempraktekkan setelah memahami pengalaman tersebut. Setelah mendapatkan materi dipancing-pancing dengan beberapa contoh yang dilakukn orang terdahulu.76 75
Lihat Transkip Wawancara Nomor : 12/5-W/F-2/24-IX/2008 dalam Lampiran Hasil Penelitian Ini.
71
d. Memberikan tugas praktek langsung satu per satu atau secara bersamasama. e. Memberikan contoh yang harus diikuti oleh siswa dan siswi (contoh: Guru membaca satu atau dua ayat, siswa dan siswi mengikutinya)77 3. Konsep Learning to be (belajar untuk menjadi diri sendiri) dalam pembelajaran PAI di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo Belajar untuk menjadi diri sendiri atau afektif memerlukan pengetahuan agama yang cukup, kemudian pengalaman yang cukup. Dalam siswa dan siswi arti mampu membawa dirinya dan tidak tergoyahkan oleh situasi, lingkungan, maupun teman-teman yang lain tidak terbawa oleh arus, dan mantap dengan pengetahuan masing-masing. Melihat dalam karakter siswa dan siswi yang berbeda-beda, kemudian motivasi dan keteladanan guru itu juga berbeda-beda. Maka, untuk mencapai itu memerlukan waktu untuk merubah setiap siswa dan siswi yang belum sesuai. Proses pembiasaan ini terus dikembangkan dengan kejujuran yang diutamakan, hal ini bisa diwujudkan, di antaranya siswa dan siswi menjadi diri sendiri, dalam istilah pesantren menjadi santri yang ilmiah amaliah dan amaliah yang ilmiah.
76
Lihat transkip wawancara nomor : 10 / 3-W/F-2/17-IX/2008 dalam lampiran hasil penelitian ini 77 Lihat transkip wawancara nomor : 11/4-w/F-2/10-x/2008 dalam lampiran hasil penelitian ini.
72
Namun itu sangat sulit diterapkan kalau tanpa disadari oleh masingmasing siswa dan siswi maupun guru. Sebagaimana yang diutarakan oleh Ustad Abdullah Hafidz sebagai berikut: Menjadi diri sendiri yaitu mampu membawa dirinya dan tidak tergoyahkan oleh situasi, lingkungan maupun teman-teman yang lain.78 Adapun gambaran konsep learning to be (belajar untuk menjadi diri sendiri) dalam pembelajaran PAI di MA Darul Huda sebagai berikut: a. Memberikan tugas individu yang harus diselesaikan saat di kelas atau di rumah, sehingga siswa dan siswi terbiasa untuk mempraktekkan apa-apa yang telah dipelajarinya.79 b. Siswa dan siswi bisa mempraktekkan dalam kehidupan sehari-hari, baik itu di lingkungan sekolah maupun di masyarakat.80 4. Konsep learning to live together (belajar untuk hidup bersama) dalam Pembelajaran PAI di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo Belajar untuk hidup bersama dengan pengetahuannya yang cukup, pengalaman dan perbuatan yang cukup, maka akan menghargai kepada orang lain baik itu di lingkungan yang terbatas, terutama di lingkungan pesantren. Kegiatan sehari-hari sudah menjadi bukti. Seperti terbiasa antri makan, mandi dan lain-lain. Hal ini membutuhkan kesabaran dan kejujuran.
ini. ini.
78
Lihat transkip wawancara nomor : 16/2-w/F-3/26-ix/2008 dalam lampiran hasil penelitian
79
Lihat transkip wawancara nomor : 18/4-w/F-3/10-x/2008 dalam lampiran hasil penelitian
73
Contoh: wudlu, ketika siswa dan siswi mengambil gayung itu membutuhkan waktu yang lama dan kesabaran. Maka itu sudah menjadi contoh belajar untuk hidup bersama. Baik di lingkungan pondok pesantran atau lainnya, dan bisa dikembangkan di lingkungan masyarakat. Kebiasaan seperti itu menjadi sangat berharga bagi siswa dan siswi, baik di dalam sekolah itu sendiri atau nanti di dalam suatu organisasi atau di masyarakat. Sebagaimana yang diutarakan oleh Ustad Abdullah Hafidz sebagai berikut: Belajar untuk hidup bersama baik di lingkungan terbatas dalam pesantren dan dikembangkan di masyarakat dan kebiasaan-kebiasaan menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi siswa dan siswi baik di sekolahan, di organisasi serta di masyarakat.81 Adapun gambaran konsep learning to live together (belajar untuk hidup bersama) dalam pembelajaran PAI di MA Darul Huda sebagai berikut: a. Praktek langsung, artinya : pelajaran yang berupa ibadah mahdhah yang berkaitan dengan siswi dan siswi langsung dengan Tuhannya seperti hak Adam.82 b. Tugas kelompok, guru hanya memberikan bentuk tugasnya sedangkan pembagian tugasnya di musyawarahkan secara kelompok, dari sini siswa dan siswi akan belajar menerima bertanggung jawab serta saling
ini. ini. ini.
80
Lihat transkip wawancara nomor : 19/5-w/F-2/24-x/2008 dalam lampiran hasil penelitian
81
Lihat transkip wawancara nomor : 23/2-w/F-4/26-ix/2008 dalam lampiran hasil penelitian
82
Lihat transkip wawancara nomor : 26/5-w/F-4/24-ix/2008 dalam lampiran hasil penelitian
74
menghormati dalam melaksanakan tugas masing-masing sesuai dengan kesepakatan.83 Mengenai konsep pendidikan UNESCO di atas yang terdiri dari 4 pilat yaitu learning to know (belajar untuk mengetahui), learning to do (belajar untuk berbuat), learning to be (belajar untuk diri sendiri) dan learning to live together (belajar untuk hidup bersama) dalam pembelajaran PAI di MA Darul Huda ada beberapa faktor pendukung dan faktor penghambat. Faktor tersebut antara lain : 1. Faktor Pendukung a. Suasana atau kondisi di lingkungan pesantren yang sangat memungkinkan untuk dilaksanakan dan diterapkan prinsip-prinsip konsep di atas, yaitu belajar mengetahui, belajar berbuat, belajar menjadi diri sendiri dan belajar untuk hidup bersama. b. Profesionalisme Guru, sekaligus sebagai suri tauladan siswa dan siswi itu sendiri, guru dengan pengetahuan yang luas, cukup dan serta dalam pergaulannya. c. Visi dan misi madrasah membentuk siswa dan siswa berilmu, beramal bertakwa melalui visi akhlak, kedisiplinan dan organisasi, visi dan misi madrasah sangat mendukung untuk menjadikan 4 konsep tersebut.84
2. Faktor Penghambat a. Minat dan motivasi sesama belum sepenuhnya terbentuk 83
ini.
Lihat transkip wawancara nomor : 25/4-w/F-4/10-x/2008 dalam lampiran hasil penelitian
75
b. Sarana dan prasarana pembelajaran sepenuhnya belum terpenuhi, contoh perpustakaan: bukunya kurang memadai, kantor lab, komputer dan alat pendukung lainnya. c. Banyaknya siswa dan siswi yang tidak mukim, menyebabkan pengawasan terbatas, kemudian menyebabkan santri yang mukim ini terpengaruh oleh santri yang tidak mukim. d. Tidak semua dewan asatidz / ustadzah bermukim di Pondok pesantren dalam kategoris kebersamaan dengan siswa dan siswi sangat terbatas, guru asatidz dan utsdzah ini yang latar belakangnya berbeda, sehingga motivasi terbentuk ilmiah amaliah dan amaliah ilmiah juga berbeda. Berdasarkan hasil wawancara, mengenai konsep pendidikan UNESCO dalam pembelajaran PAI di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo, ada juga konsep Islami Tradisional yang mengutip dari kitab ta’lim muta’alim yaitu : ن ِ MَXYَ Uِ MَZ[ ِ ْ\]ُ ^ ْ _َ ْ`[ َ a َ Xْ Yِ bْ cُd َ # Qٍ SR T ِ Uِ CR ِاEَ Gْ Iِ Jْ ُل اMَNOَ Cَ ,Cَ َا
.أ
ن ٍ Wَ¢ل َز ِ ْ\¡ ُ ٍذ َوWَ] ْ ُد ُاWَْ َوِار# aٍ َ ْ ~ُ ٍر َوWَ ِ ْ ص وَا ٍ ْmd ِ ٍء َوWَُذآ Untuk mencapai 4 konsep tersebut di dukung oleh beberapa faktor pendukung utama dalam kesuksesan belajar :
ٌءWَذ َآ ٌْصmd ِ َو ٌرWَ ِ ْ َوا aٌ َ ْ ~ُ َو 84
penelitian.
: Cerdas : Semangat : Kesabaran / keuletan dalam belajar : Didukung sangu cukup biaya hidup yang cukup, biaya sekolah biaya hidup sehari-harinya
Lihat Transkip Wawancara Nomor: 16/2-W/F-3/26-IX/2008 dalam lampiran hasil
76
ٍذWَ ] ْ ُد ُاW َ َْوِار
: Disertai penambahan pengetahuan dari guru atau petunjuk dari guru
ن ٍ W¢َ ل َز ُ ْ\¡ ُ َو
: Disertai waktu yang cukup / lama.85
Apalagi didukung 6 faktor itu tadi maka siswa dan siswi maupun guru kan menjadi orang yang betul manusia yang bisa menjadi diri sendiri yaitu manusia yang manusia berilmu, beramal, berakhlakul karimah dalam bahasa lain menjadi orang yang ilmiah alamiah atau amaliah ilmiah. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Mujadalah ayat 11 yang berbunyi : I.
ت ٍ Mَf َد َرEَ Gْ Iِ Jْ ُ\اOْ` ُاو َ jْ kِ JRْ وَاElُ Nْ _ِ \ْاNُ _َ ` َا َ jْ kِ JR اm ُ اnِ oَ ْpjَ
Artinya: “Allah akan mengangkat derajat orang yang beriman dan mengamalkan ilmunya ke derajat yang lebih tinggi”. (QS: AlMujadalah: 11). Seperti dalam al-Qur’an surat Az-Zumar ayat 9 yang berbunyi:
.ن َ ْ\kُ َ§ْ nَ y َ j َ nْ ِ U[ن وَا َ ْ\kُ َ§ْ nَ j َ nْ ِ U[W َ ِ\ىc ْ nَ ْ¤َه Artinya: “Apakah sama orang yang tahu (bisa melihat) dan orang tidak tahu (orang yang buta)”. (QS. Az-Zumar: 9) Perbedaan orang yang berilmu dan tidak berilmu seperti yang bisa melihat juga dengan tidak bisa melihat yaitu orang yang buta. Masih banyak lagi perbedaan orang-orang yang berilmu, beramal, bertakwa dan berakhlakul karimah dalam nash Al Qur’an. 86
85 86
ini.
Ali As’ad, Terjemah Ta’lim Muta’alim (Yogyakarta: Menara Kudus, 1978), hal. 19. Lihat transkip wawancara nomor : 25/4-w/F-4/10-x/2008 dalam lampiran hasil penelitian
77
C. Pembelajaran PAI Di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo Pembelajaran PAI pada hakikatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungan, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Dalam interaksi tersebut banyak sekali faktor yang mempengaruhi, baik faktor internal yang datang dari dalam individu maupun faktor external yang datang dari lingkungan Dalam pembelajaran PAI ada materi pembelajaran dan tujuan pembelajaran. Adapun pembelajaran tersebut adalah 1. Materi Pembelajaran Materi adalah komponen yang penting dan sebuah pembelajaran, karena tanpa adanya materi yang sesuai tujuan pembelajaran tidak akan tercapai secara maksimal. Untuk itu maka di susunlah materi-materi pokok yang akan di ajarkan dalam sebuah pembelajaran. Secara umum madrasah Aliyah Darul Huda bukanlah SMA di Madrasah Aliyah Darul Huda pelajaran PAI di bagi menjadi 5 mata pelajaran yaitu : SKI (Sejarah Kebudayaan Islam), Aqidah Akhlaq, Fiqih, Al-Qur’an Hadits, dan Bahasa Arab. Materi yang diajarkan di madrasah Aliyah Darul Huda mengikuti kurikulum Departemen Agama.87
87
Lihat Transkrip Wawancara Nomor: 02/2-W/F-1/26-IX/2008 dalam campuran Hasil Penelitian ini.
78
Pendidikan Agama Islam yang harus dicapai serta didik dalam setiap mata pelajaran meliputi: (1) Al-Qur’an Hadist: Siswa hafal surat-surat dan hadist-hadist pilihan, mampu membaca, menulis, mengartikan dan memahami ayat Al-Qur’an serta menerapkan dalam kehidupan; (2) Aqidah Akhlak: (a) siswa beriman dengan mengenal, memahami dan menghayati rukun iman serta berperilaku sebagai orang yang berikan; dan (b) siswa terbiasa dengan berperilaku dengan sifat-sifat terpuji. Menghindari sifat-sifat tercela dan bertatakrama dalam kehidupan sehari-hari; (3) Fiqih: siswa mengenal, memahami, menghayati, mampu dan mau mengamalkan ajaran Islam tentang ibadah dan mu’amalah; (4) Sejarah Kebudayaan Islam: siswa memahami, menghayati, dan mampu mengambil manfa’at tarikh Islam serta mampu menerapkan dalam kehidupan sehari-hari; dan (5) Bahasa Arab: siswa dan siswi memahami dan mampu mengambil manfaat bahasa arab serta mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Adapun mata pelajaran PAI yang akan dipelajari siswa dan Siswi Madrasah Aliyah Darul Huda adalah sebagai berikut : a. Al-Qur’an Hadist: Hukum dan metode dakwah, tanggung jawab manusia, berlaku adil dan jujur, pergaulan sesama manusia dan tidak berlebihlebihan, makanan yang baik dan halal, pembangunan pribadi dan masyarakat ilmu pengetahuan.
79
b. Aqidah Akhlak: mendekatkan diri kepada Allah, iman kepada Allah, menghormati sesama muslim, menjauhi perbuatan keji dan mungkar, cara bergaul dengan tetangga, kisah-kisah teladan, kisah rasul ulul azmi, akhlak terhadap sesama manusia, cinta pekerjaan, iman kepada hari akhir, kisah orang-orang durhaka, iman kepada Qadha dan Qadar, tuntunan Islam tentang hak, kewajiban warga negara dan akhlak terhadap alam lingkungan. c. Fiqih: bersuci dalam Islam, Ibadah shalat dan hikmahnya, ibadah salat jum’at, hikmah salat sunah, makna ibadah puasa dalam Islam, makna zakat dalam Islam, ibadah Haji dan Umrah, hikmah jurban dan akikah, ketetuan mengurus jenazah, taksiyah dan ziarah kurban, kepemilikan dan akad, jual beli dan khiyar, musyaqah, muzara’ah dan mukabarah. Konsep syirkah dan ji’alah, Hiban dan sedekah Hadrah dan Wakaf, Tata cara wakalah, sulhu, danan, kafalah, Riba, bank, Auransi dan Tabungan. d. Sejarah kebudayaan Islam; riwayat hidup Nabi Muhammad, dakwah dan perjuangan, pembentukan negara Madinah, masa kemajuan Islam, Khilafah Rosyidin, Khilafah Bani Umayah, Khilafah Bani Abbas e. Bahasa Arab
\َ ْ َ ن ِ Wc َ ْ y ِ ْ© ا ُ l ِ َوا,aِ ¢َ m[ Sَ kُ Uْ اaَ Sَ ¢[ ْj¢ِ aٌ UَW] َ ِر,§ِ Pِ W¨ [ U ُم اW¢َ WِUْ َا ْj ُآ,Yِ ِهW َ kُ Uْ اQِ ِّ§َ kُ Uْ © ا ُ َ §ْ ¢َ ,Uَْوy ُ ْ\ْ ِرا ُ §ُ Uْ اPِ Yُ ِc ْ kَ Uْ َا,ªُ ~[ َر .Qُ ْ §ِ Uْ ¬ ُم َوا َ] ْ WِUْ َا,¬ ً «ِ Wَ َ ¢ُ 2. Tujuan Pembelajaran PAI
80
Tujuan pembelajaran PAI di madrasah Aliyah meliputi tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum yang dimaksud adalah tujuan dari keseluruhan pembelajaran PAI. Sedangkan tujuan khusus adalah tujuan dari masing-masing mata pelajaran agama yang diajarkan. Tujuan-tujuan tersebut mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan dalam kurikulum 2004 yang dikenal dengan kurikulum berdasarkan kompetensi.
a. Tujuan Umum Tujuan yang ingin dicapai dari pembelajaran PAI di madrasah Aliyah adalah supaya siswa dan siswi menjadi generasi yang beriman, bertakwa, dan berakhlakul karimah, sehingga dengan keimanan, katawqaan dan beraklakul karimah tersebut anak akan mampu menghadapi arus globalisasi. Dengan adanya pembelajaran PAI di harapkan siswa dan siswi dapat menjadi anak yang baik, yang mampu menguasai ilmu agama baik secara kognitif maupun pengamalannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dengan kemampuannya tersebut bila ada permasalahan di lingkungan bisa mengatasi dengan cara-cara Islami. b. Tujuan Khusus
81
Sebagaimana yang dijelaskan dalam kurikulum madrasah aliyah bahwa pembelajaran PAI meliputi mata pelajaran (Fiqih, Al-Qur’an Hadist, Sejarah Kebudayaan Islam, Bahasa Ara, Aqidah Akhlak). Sehingga tujuannya mengacu dalam kurikulum depag. Maka tujuannya ditentukan oleh masing-masing guru mata pelajaran tersebut atas persetujuan kepala sekolah sebagai mana di lingkapkan oleh guru Isna Mufidah. 1) Al-Qur’an Hadist Pembelajaran Al-Qur’an dan hadist bertujuan agar siswa dan siswa membaca Al-Qur’an dan hadist dengan baik dan benar. Serta mempelajarinya, memahaminya, menyakini kebenarannya, mengamalkan ajaran-ajarannya dan nilai-nilai yang terkandung dalam seluruh aspek kehidupannya.88 2) Aqidah Akhlak Pembelajaran aqidah akhlak bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan peserta didik yang diwujudkan dalam akhlaknya yang terpuji, melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengamalan peserta didik tentang aqidah dan akhlak Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dan meningkat kualitas keimanan dan
82
ketakwaannya kepada Allah SWT. Serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sehingga dalam hal ini, meningkat pengetahuannya, penghayatan dan pengamalan serta hal-al yang dialami peserta didik tentang aqidah akhlak dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.89 3) Fiqih Pembelajaran fiqih dari MA bertujuan untuk membekali peserta didik agar dapat : (1) Mengetahui dan memahami pokok hukum Islam secara terperinci dan menyeluruh, baik berupa dalil naqli dan aqli, pengetahuan dan pemahaman tersebut diharapkan menjadi pedoman hidup dalam kehidupan pribadi dan sosial; dan (2) melaksanakan dan mengamalkan ketentuan hukum dengan benar.90 4) Sejarah Kebudayaan Islam Adapun tujuan pembelajaran sejarah kebudayaan islam di madrasah aliyah sebagai berikut: (1) Memberikan pengetahuan tentang sejarah agama islam, dan kebudayaan islam kepada siswa dan siswi agar memiliki yang obyektif dan sistematis tentang sejarah Islam; (2) 88
Lihat Transkip Wawancara Nomor: 30/4-W/F-5/10-X/2008 dalam Lampiran Hasil Penelitian ini. 89 Lihat Transrip Wawancara Nomor: 10/3-W/F-2/17-IX/2008 dalam lampiran hasil penelitian ini. 90 Lihat Transrip Wawancara Nomor: 28/2-W/F-2/26-IX/2008 dalam lampiran hasil penelitian ini.
83
Mengapresiasi dan mengambil ibrah, makna yang terdapat dalam sejarah Islam; dan (3) Menanamkan penghayatan dan kemauan yang kuat untuk mengamalkan nilai-nilai islam, berdasarkan cermatan atas fakta sejarah yang ada. 5) Bahasa Arab Pembelajaran bahasa arab di madrasah aliyah bertujuan untuk penekanan dalam pembelajaran di kosentrasikan pada mambaca, mendengar, berbicara, maupun menulis bahasa arab di madrasah aliyah di maksudkan untuk membekali siswa dan siswi agar mampu membaca teks arab untuk pembelajaran agama lainnya, seperti alQur’an hadits, fiqih, aqidah akhlak dan lain-lain.91 Proses belajar mengajar merupakan kegiatan pokok pada suatu lembaga pendidikan begitu juga di madrasah aliyah, proses belajar mengajar berlangsung setiap hari, yaitu mulai hari sabtu sampai kamis, sedangkan hari jum’at merupakan hari libur. Sebelum proses belajar mengajar di mulai guru berusaha menyusun perencanaan pembelajaran yaitu setiap guru wajib membuat program tahunan yang di buat pada awal semester kemudian membuat silabus yang akan membantu guru dalam mengelola pembelajaran, tetapi untuk silabus ini sebagian guru tidak membuat dalam bentuk tulisan tetapi
84
dengan mendalami silabus yang biasanya sudah tertera dalam buku pegangan sesuai dengan materi yang akan di berikan.
D. Perencanaan Pembelajaran PAI Di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo Sebelum proses belajar mengajar di mulai guru menyusun perencanaan pembelajaran PAI yang bijaksana dengan memperhatikan kebutuhan siswa dan siswi, tujuan yang akan di capai, berbagai strategi yang relevan digunakan untuk mencapai tujuan tersebut dan kriteria evaluasi.92 Dalam perencanaan pembelajaran PAI agar guru mudah meleksanakan kegiatan belajar mengajar guru menggunakan beberapa perencanaan sebagai berikut: 1. Membuat program tahunan Program tahunan merupakan program umum setiap mata pelajaran PAI untuk setiap kelas yang di kembangkan oleh guru mata pelajaran PAI yang bersangkutan sebagai pedoman bagi pengembangan program-program semester, program mingguan, dan program harian atau program pembelajaran setiap pokok pembahasan. 2. Membuat program semester
91
Lihat Transkrip Wawancara Nomor: 29/3-W/F-5/17-IX/2008 dalam lampiran hasil penelitian ini. 92 Lihat Transkrip Observasi Nomor: 02/O/F-1/30-X/2008 dalam lampiran hasil penelitian ini.
85
Program semester adalah program yang berisikan garis-garis besar mengenai hal-hal yang hendak dilaksanakan dan dicapai dalam semester tersebut. Program semester merupakan penjabaran dari program tahunan. Isi dari program semester adalah tentang bulan. Pokok bahasan yang hendak di sampaikan, waktu yang direncanakan, dan keterangan-keterangan.
3. Membuat program modul atau pokok bahasan Program modul (pokok bahasan) adalah program yang di kembangkan dari setiap kompetensi dari pokok bahasan yang akan di sampaikan yang merupakan penjabaran dari program semester dan berisi lembar kegiatan peserta didik, lembar kerja, kunci lembar kerja, lembar soal, lembar jawaban, dan kunci jawaban.Dengan program modul diharapkan peserta didik dapat belajar secara mandiri. 4. Membuat program mingguan dan harian Program mingguan dan harian merupakan penjabaran dari program semester dan program modul yang di meksudkan untuk mengetahui tujuantujuan yang telah di capai dan yang perlu di ulang bagi setiap siswa dan siswi dan untuk mengidentifikasi kemajuan belajar setiap siswa dan siswi, sehingga dapat di ketahui siswa da siswi yang mendapat kesulitan dalam setiap modul yang di kerjakan siswa dan siswi yang memiliki kecepatan belajar di atas rata-rata kelas.
86
5. Membuat silabus Silabus adalah rencana pembelajaran
pada suatu kelompok mata
pelajaran dengan tema tertentu yang mencakup standar kompetensi. Kompetensi dasar, materi pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar yang di kembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian hasil belajar. Pengembangan terhadap komponen-komponen tersebut merupakan kewenangan mutlak guru PAI, termasuk pengembangan format silabus,dan penambahan komponen-komponen lain dalam silabus di luar komponen minimal semakin rinci silabus semakin membantu memudahkan guru dalam menjabarkannya. Silabus
bermanfaat
sebagai
pedoman
sumber
pokok
dalam
pengembangan pembelajaran lebih lanjut, mulai dari pembuatan rencana pembelajaran, pengelolaan pembuatan pembalajaran, dan pengembangan system pembelajaran.93 6. Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan organisasian pembelajaran untuk mencapai satu
93
Lihat Transkrip Wawancara Nomor: 02/1-W/F-4/26-IX/2008 dalam lampiran hasil penelitian ini.
87
kompetensi dasar yang di tetapkan dalam standar isi dan di jabarkan dalam silabus lingkup rencana pembelajaran paling luas mencakup satuy kompetensi dasar yang terdiri atas satu indikator atau beberapa indikator untuk satu kali pertemuan atau lebih. Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) merupakan persiapan yang harus di lakukan guru PAI sebelum mengajar. Persiapan disini dapat di artikan persiapan tertulis maupun parsiapan mental, situasi emosional yang ingin di bangun, lingkungan belajar yang produktif, termasuk meyakinkan pembelajar untuk mau terlibat secara penuh. Rencana pelaksanaan pembelajaran dengan silabus mempunyai perbedaan, meskipun dalam hal tertentu mempunyai prsamaan. Silabus memuat hal-hal yang perlu di lakukan siswa dan siswi untuk menuntaskan suatu kompetensi secara utuh, artinya di dalam suatu silabus adakalanya beberapa kopetensi yang sejalan akan disatukan sehingga perkiraan waktunya belum tau pasti berapa pertemuan yang akan dilakukan. Sementara itu, rencana pelaksanaan pembelajaran adalah penggalanpenggalan kegiatan yang perlu di lakukan oleh guru PAI untuk setiap pertemuan. Di dalamnya harus terlihat tindakan apa yang perlu di lakukan oleh guru PAI untuk mencapai ketuntasan kompetensi serta tindakan selanjutnya setelah pertemuan selesai.94
94
Lihat Transkrip Wawancara Nomor: 22/1-W/F-4/26-IX/2008 dalam lampiran hasil penelitian ini.
88
E. Kegiatan Pembelajaran PAI Di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo Berdasarkan hasil dari observasi dapat dijelaskan bahwa pembelajaran PAI di madrasah aliyah dilaksanakan di dalam kelas. Pembelajaran ini terdapat tiga langkah: pendahuluan, penyajian, dan penutup. Adapun observasi ini, penulis mengamati pada waktu kegiatan belajar mengajar yang di lakukan oleh ustadzah Isna Mufidah terdapat langkah-langkah sebagai berikut: 1. Pendahuluan, kegiatannya meliputi: a. Guru mengucapkan salam. b. Guru mengkondisikan kelas. c. Guru mengecek kehadiran siswa dan siswi. d. Guru mengadakan tes awal (pre test) baik mengenai materi yang telah di ajarkan atau di sampaikan. 2. Penyajian, kegiatannya meliputi: a. Guru menjelaskan kemampuan dasar yang harus di kuasai sesuai dengan silabus. b. Guru menyampaikan materi dengan menggunakan beberapa metode yaitu : 1) Metode
ceramah,
yaitu
guru
menyampaikan
materi
dengan
menjelaskan secara lisan kemudian siswi mendengarkan apa yang di sampaikan oleh guru tersebut.
89
2) Metode Tanya jawab, yaitu penyampaian materi dengan cara guru mengajukan pertanyaan kepada siswa dan siswi. 3) Metode diskusi, yaitu guru memberikan bahan untuk di diskusikan oleh siswa dan siswi untuk merangsang murid berfikir dan mengeluarkan pendapatnya sendiri-sendiri. 4) Metode demontrasi, yaitu di gunakan untuk mempraktekan sesuatu hal yang berkaitan dengan materi, baik di lakukan guru maupun siswa dan siswi, misalnya: guru membacakan satu atau dua ayat, siswa dan siswi maengikutinya. 3. Penutup, kegiatan meliputi: a. Membuat resume berkaitan tentang materi yang telah disampaikan. b. Tes akhir berupa pertanyaan pada siswa dan siswi atau praktek. c. Memberikan tugas dan memberitahu materi selanjutnya. d. Memberikan motivasi kepada siswi. e. Mengucapkan salam.95 Adapun observasi yang telah penulis amati pada waktu kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh ustadz Abdullah Hafidz terdapat langkah-langkah sebagai berikut: 1. Pendahuluan, kegiatannya meliputi: a. Guru mengucapkan salam.
95
Lihat Transkrip Observasi Nomor: 03/O/F-2/30-X/2008 dalam lampiran hasil penelitian ini.
90
b. Guru mengkondisikan kelas. c. Guru mengecek kehadiran siswa dan siswi.Guru mengadakan tes awal (pre test) baik mengenai materi yang telah di ajarkan atau di sampaikan. 2. Penyajian, kegiatannya meliputi: a. Guru menjelaskan kemampuan dasar yang harus di kuasai sesuai dengan silabus. b. Guru menyampaikan materi dengan menggunakan beberapa metode yaitu : 1) Metode
ceramah,
yaitu
guru
menyampaikan
materi
dengan
menjelaskan secara lisan kemudian siswi mendengarkan apa yang di sampaikan oleh guru tersebut. 2) Metode Tanya jawab, yaitu penyampaian materi dengan cara guru mengajukan pertanyaan kepada siswa dan siswi. 3) Metode diskusi, yaitu guru memberikan bahan untuk di diskusikan oleh siswa dan siswi untuk merangsang murid berfikir dan mengeluarkan pendapatnya sendiri-sendiri. 4) Metode demontrasi, yaitu di gunakan untuk mempraktekan sesuatu hal yang berkaitan dengan materi, baik di lakukan guru maupun siswa dan siswi, misalnya: pengurusan jenazah serta cara mengajarkan shalat dan lain-lain.
91
3. Penutup, kegiatan meliputi: a. Membuat resume berkaitan tentang materi yang telah disampaikan. b. Tes akhir berupa pertanyaan pada siswa dan siswi atau praktek. c. Memberikan tugas dan memberitahu materi selanjutnya. d. Memberikan motivasi kepada siswi. e. Mengucapkan salam.96 Berdasarkan observasi, penulis dapat menjelaskan bahwa dalam kegiatan kegiatan belajar mengajar yang di lakukan oleh ustadz Umar Salim terdapat langkah-langkah sebagai berikut: 1. Pendahuluan, kegiatannya meliputi: a. Guru mengucapkan salam. b. Guru mengkondisikan kelas. c. Guru mengecek kehadiran siswa dan siswi. d. Guru mengadakan tes awal (pre test) baik mengenai materi yang telah di ajarkan atau di sampaikan. 2. Penyajian, kegiatannya meliputi: a. Guru menjelaskan kemampuan dasar yang harus di kuasai sesuai dengan silabus. b. Guru menyampaikan materi dengan menggunakan beberapa metode yaitu :
96
Lihat Transkrip Observasi Nomor: 04/O/F-1/30-X/2008 dalam lampiran hasil penelitian ini.
92
1) Metode
ceramah,
yaitu
guru
menyampaikan
materi
dengan
menjelaskan secara lisan kemudian siswi mendengarkan apa yang di sampaikan oleh guru tersebut. 2) Metode Tanya jawab, yaitu penyampaian materi dengan cara guru mengajukan pertanyaan kepada siswa dan siswi. 3) Metode diskusi, yaitu guru memberikan bahan untuk di diskusikan oleh siswa dan siswi untuk merangsang murid berfikir dan mengeluarkan pendapatnya sendiri-sendiri. 4) Metode demontrasi, yaitu di gunakan untuk mempraktekan sesuatu hal yang berkaitan dengan materi, baik di lakukan guru maupun siswa dan siswi, misalnya: kejujuran dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. 5) Metode keteladanan, yaitu guru memberikan teladan yang baik sehingga akan menjadi contoh bagi siswa dan siswi. 3. Penutup, kegiatan meliputi: a. Membuat resume berkaitan tentang materi yang telah disampaikan. b. Tes akhir berupa pertanyaan pada siswa dan siswi atau praktek. c. Memberikan tugas dan memberitahu materi selanjutnya. d. Memberikan motivasi kepada siswi. e. Mengucapkan salam.97
97
Lihat Transkrip Observasi Nomor: 05/O/F-2/30-X/2008 dalam lampiran hasil penelitian ini.
93
Dalam proses belajar mengajar PAI ini guru berusaha semaksimal mungkin untuk mengembangkan segala potensi yang dimilki siswa,dan siswi yang terkait dengan itu adalah aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik. Pengembangan sikap kognitif pada siswa dan siswi di lakukan dengan memberikan materi-materi sesuai dengan mata pelajaran PAI yang di sampaikan, selain itu guru juga memberikan motifasi sehingga siswa dan siswi mau berusaha mendapatkan wawasan lebih yang berkaitan dengan materi yang telah di berikan. Pengembangan aspek afektif pada siswa dan siswi di lakukan dengan adanya nuansa relegius dalam lingkungan sekolah, siswa dan siswi mampu menghayati apa yang telah ia lakukan di dalam lingkungan sekolah ia mampu menempatkanya di lingkungan yagn berbeda. Dengan harapan out put dari lembaga ini mampu menerapkanya dari lingkungan masyarakat. Pengembangan pada aspek psikomotorik di lakukan dengan menciptakn suasana yang religius di lingkungan sekolah.98 Bagi siswa dan siswi yang mempunyai kemampuan atau nilai yang kurang maka guru akan memberikan perlakuan khusus terhadapnya, yang paling penting dan mendasar adalah kemapuan siswa dan siswi dalam membaca al-Qur’an karena ini merupakan modal mengikuti pelajaran PAI seperti bahasa arab dan alQur’an hadits maka di berikan les khusus membaca al-Qur’an sampai siswa dan siswi merasa mampu. Guru selalu memberikan motivasi kepada siswa dan siswi
98
Lihat Transkrip Wawancara Nomor: 16/2-W/F-3/26-IX/2008 dalam lampiran hasil penelitian ini.
94
untuk selalu balajar, sehingga sebelum guru mengajar siswa dan siswi di harapkan sudah menguasai materi yang di sampaikan. Hal ini di berikan dalam bentuk pemberian tugas merangkum materi yang akan di pelajari selanjutnya, tugas belajar di rumah, dan mengerjakan LKS. Namun pada karyanya kebanyakan siswa dan siswi memiiki kegiatan belajar hanya di sekolah saja, maka ada sebagian guru memberikan ulangan harian tanpa pemberitahuan sehigga ada kemungkinan siswa dan siswi mau belajar. Selama proses belajar mengajar berlangsung guru PAI memberikan kesempatan siswa dan siswi untuk bertanya tentang sesuatu yang belum di pahami.99
95
BAB IV ANALISA TENTANG KONSEP PENDIDIKAN UNESCO DALAM PEMBELAJARAN PAI DI MA DARUL HUDA MAYAK TONATAN PONOROGO
A. Analisa Tentang Konsep Learning to Know (Belajar Untuk Mengetahui) Dalam Pembelajaran PAI di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo Dari penerapan data pada bab 3 dapat diketahui bahwasannya 4 pilar pendidikan ditawarkan oleh UNSECO, salah satunya yaitu yang pertama learning to know (belajar untuk mengetahui) memang telah diterapkan dalam pembelajaran PAI di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo. Dengan adanya learning to know (belajar untuk mengetahui) dapat memberikan pembahasan yang cepat terhadap ilmu pengetahuan, karena dalam konsep itu membicarakan tentang bagaimana menyesuaikan materi pembelajaran. Proses pembelajaran, dan cara siswa dan siswi dalam belajar, materi pembelajaran sebagai pengetahuan sesuai dengan perkembangan di masa mendatang. Karena materi pendidikan sekarang mempunyai peran dan bertanggung jawab terhadap perubahan yang sangat mendasar. Materi ditentukan oleh lembaga pendidikan berdasarkan belajar untuk dapat belajar sepanjang hayat. Dalam pengertian yang lebih luas, ilmu pengetahuan yang terpenting adalah mengetahui bagaimana cara mengetahui. Pembelajaran untuk belajar seumur hidup dan harus mempunyai alat untuk menganalisa dan mengorganisasikan ilmu pengetahun kemudian mengetahuinya dan akhirnya digunakan secara baik. Proses pembelajaran mengalami transformasi yang sangat dinamis yaitu peserta didik akan dapat memperoleh informasi dari mana karena guru adalah sebagai fasilitator dalam memberikan pembelajaran, hendaklah guru mengerti apa yang seharusnya peserta didik pelajari, cara siswa dan siswi belajar yaitu guru harus mengetahui bagaimana siswa dan siswi berfikir, karena logika berfikir siswa dan siswi yang berbeda-beda. Apabila 99
Lihat Transkrip Wawancara Nomor: 05/5-W/F-1/24-X/2008 dalam lampiran hasil penelitian ini.
96
guru dimasa akan datang tidak memahami logika berfikir peserta didik dan tidak berusaha memasuki dunia anak muda, tidak menyikapi materi pembelajaran secara benar-benar dan tidak mengikuti proses pembelajaran maka mereka akan ketinggalan. Konsep pendidikan learning to know (belajar untuk mengetahui) dalam pembelajaran PAI di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo bahwasannya belajar mengetahui itu untuk memunculkan serta mengembangkan pengetahuan yang ada pada siswa dan siswi. Sehingga materi-materi yang telah disampaikan oleh guru bisa benar-benar difahami oleh siswa dan siswi.
Belajar untuk mengetahui yaitu pendidikan yang berorientasi pada pengetahuan logis dan rasional sehingga peserta didik berupaya untuk menggunakan kemampuan berpikiran secara maksimal. Selaras dengan ajaran Islam yang menyuruh pemiliknya untuk senantiasa mengetahui serta berpikir dan menggunakan akal sehatnya untuk merenungkan ciptaan Allah serta faedahnya dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajaran PAI di MA Darul Huda untuk mencapai konsep learning to know (belajar untuk mengetahui) dengan menggunakan pendekatan yang berpusat pada siswa dan siswi. Di sini perlu adanya motivasi yang berupa dorongan-dorongan baik dilihat dari segi fungsi, nilai dan manfaatnya. Motivasi sangat penting dalam pembelajaran karena pembelajaran di sekolah tidak semuanya menarik minat sesuai dengan yang diharapkan oleh siswa dan siswi. Jadi motivasi sangat diperlukan untuk menuntut kreativitas guru. Untuk mencari cara yang relevan dan serasi, guna membangkitkan motivasi belajar siswa dan siswi bebas berkonstruksi dengan pengetahuannya sendiri. B. Analisa Tentang Konsep Learning To Do (Belajar Untuk Berbuat) Dalam Pembelajaran PAI di MA Darul Huda Tonatan Ponorogo Dari penerapan data pada bab 3 dapat diketahui bahwasannya 4 pilar pendidikan ditawarkan oleh UNSECO yang kedua yaitu learning to do (belajar untuk berbuat) memang telah diterapkan dalam pembelajaran PAI di MA Darul
97
Huda Mayak Tonatan Ponorogo. Dengan adanya learning to do (belajar untuk berbuat) di samping itu juga belajar untuk dapat mengerjakan suatu pekerjaan atau praktek yang lebih umum. Pendidikan juga memerlukan kemahiran yang memungkinkan masyarakat menghadapi berbagai macam situasi yang sering tidak terduga dan bekerja dalam kelompok, karena metode pembelajaran sekarang tidak mendapatkan perhatian yang cukup. Pembelajaran yang dilakukan dalam bentuk yang bermacam-macam pada dasarnya adalah untuk kepentingan pendidikan, aktifitas dan standart yang menyangkut definisi yang berasal dari dunia kerja. Berbuat dalam istilah lain yaitu psikomotorik, materi yang berkaitan dengan praktek langsung dicontohkan oleh guru dan dilaksaakan oleh siswa dan siswi, karena di MA Darul Huda masih berada di dalam lingkungan pesantren. Guru dapat menilai secara langsung keseharian para siswa dan siswi dalam menerapkan atau berbuat, sehingga apa yang dilakukan mereka, guru bisa mengetahui. Kemudian para siswa dan siswi bisa termotivasi oleh keteladanan guru yang mereka inginkan. Ujian praktek yang dilaksanakan di MA Darul Huda itu juga untuk mendukung penerapan konsep learning to do (belajar untuk berbuat), karena apa yang dilakukan baik dalam perkataan dan perbuatan bisa dicontohkan dan dinilai oleh guru secara langsung.
Belajar untuk berbuat akan bisa berjalan jika sekolah memfasilitasi siswa dan siswi untuk mengaktualisasikan ketrampilan yang dimilikinya, serta bakat
98
dan minatnya. Walaupun bakat dan minat anak banyak dipengaruhi unsur keturunan. Namun, tumbuh berkembangnya bakat dan minat tergantung pada lingkungan. Ketrampilan dapat digunakan untuk kehidupan seseorang bahkan ketrampilan lebih dominan daripada penguasaan pengetahuan dalam mendukung keberhasilan kehidupan seseorang. Aspek yang ingin dicapai dalam visi ini adalah ketrampilan seorang anak didik dalam menyelesaikan problem keseharian.
C. Analisa Tentang Konsep Learning to be (Belajar untuk Menjadi Diri Sendiri) Dalam Pembelajaran PAI di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo Dari penerapan data pada bab 3 dapat diketahui bahwasannya 4 pilar pendidikan ditawarkan oleh UNSECO, yang ketiga yaitu learning to be (belajar untuk menjadi diri sendiri) memang telah diterapkan dalam pembelajaran PAI di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo. Dengan adanya learning to be (belajar untuk menjadi diri sendiri) dilandasi oleh pemerolehan pembaharuan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan belajar untuk menjadi diri sendiri bahwa tujuan dari pengembangan manusia adalah terciptanya perkembangan yang semaksimal dan seutuhnya dalam kepribadian, seluruh bentuk ekspresi dan komitmennya baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat. Dari gambaran di atas, kita harus berfikir untuk menata kembali pendidikan, kita melihat ulang pada sumber identitas dan mengembangkan strategi belajar mengajar yang berasal dari nilai-nilai kebudayaan kita. Kita perlu mengembangkan program-program pendidikan yang berdasarkan pada budaya-
99
budaya setempat dimana para pelajar tumbuh dan bersosialisasi dan menilai ulang ilmu pengetahuan yng diajarkan di sekolah-sekolah serta menciptakan lingkungan belajar yang lebih demokratis. Begitu juga dengan pendidikan baru, kita perlu mempersiapkan para guru yang akan berperan dengan menjadi teladan yang baik bagi para siswa dan siswi bukan sekedar menjadi fasilitator. Konsep pendidikan Learning to be (belajar menjadi diri sendiri) dalam pembelajaran PAI di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo, bahwasannya belajar menjadi diri sendiri itu untuk mengetahui bagaimana siswa dan siswi di masa depannya bisa tumbuh dan berkembang sebagai pribadi yang mandiri. Belajar untuk menjadi diri sendiri erat hubungannya dengan bakat dan minat. Perkembangan fisik dan kejiwaan anak serta kondisi lingkungannya bagi anak yang agresif proses pengembangan diri akan berjalan bila diberi kesempatan cukup luas untuk berkreasi. Sebaliknya bagi anak yang pasif, peran guru sebagai pengaruh sekaligus fasilitator sangat dibutuhkan untuk pengembangan diri siswa dan siswi secara maksimal. Dalam hal ini selaras dengan sabda Nabi Muhammad SAW bahwa sesungguhnya Allah tidak melihat pada wajah, tidak juga pada harta, melainkan melihat pada amal perbuatan dan hati nurani. Artinya bahwa keadaan fisik seseorang tidak menjadi perhatian Tuhan, tetapi amal perbuatan (Habluminallâh, habluminannâs dan habluminal‘alâm) yang menjadi landasan baik buruknya seseorang. Begitu juga dengan undhur mâ quala walâ tandhur man qâla. Bahwa
100
hendaknya kita menyimak apa yang diucapkan, jangan hanya melihat siapa yang mengucapkan. Hal ini menjadi penting karena seringkali seseorang itu mendengar perkataan dengan melihat siapa dulu yang mengucapkannya artinya perhatiannya hanya dari segi fisik, padahal yang lebih penting dari itu adalah bobot / isi apa dari sebuah perkataan itu sendiri bukan dari siapa yang mengatakan.
D. Analisa Tentang Konsep Learning To Live Together (Belajar Untuk Hidup Bersama) dalam Pembelajaran PAI di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo Dari penerapan data pada bab 3 dapat diketahui bahwasannya 4 pilar pendidikan yang ditawarkan oleh UNSECO yang keempat yaitu learning to live together (belajar untuk hidup bersama) memang telah diterapkan dalam pembelajaran PAI di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo. Dengan adanya learning to live together (belajar untuk hidup bersama) diarahkan pada pembentukan seorang siswa dan siswi yang berkesadaran bahwa kita hidup dalam sebuah dunia yang global bersama banyak manusia, dari berbagai bahasa dengan latar belakang etnik, agama dan budaya. Dari sinilah pendidikan akan nilai-nilai semisal perdamaian, penghormatan, HAM, pelestarian lingkungan hidup, toleransi menjadi aspek utama yang mesti menginternal dalam kesadaran. Dalam hal ini paradigma pendidikan yang menuntut pendidikan sebagai suatu proses tidak bisa dilepaskan dari perkembangan dan dinamika masyarakat.
101
Konsep learning to live together (belajar untuk hidup bersama) dalam pembelajaran PAI di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo bahwasannya belajar untuk hidup bersama itu untuk saling menghargai, terbuka, memberi dan menerima. Learning to be (belajar untuk diri sendiri) menjadi sangat penting mengingat masyarakat modern, karena dilandasi krisis kepribadian dan krisis spiritual. Manusia mampu menghapuskan dirinya untuk kehilangan dirinya sendiri serta mendapatkan kepuasan dalam keadaan tanpa kepribadian. Maksudnya adalah ketakutan untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan sendiri, sehingga sikap memilih diam sering dianggap sebagai sikap santun bahkan baik di lingkungan masyarakat umum. Di kelas dlam pembelajaran di sekolah, padahal semacam itu hanya untuk menghancurkan manusia didik terperangkap, yakni manusia yang terasing dari realitas dirinya yang “menjadi ada” dalam pengertian “menjadi seperti (orang lain) dan bukannya dirinya sendiri”. Oleh karena itu, visi pendidikan hendaknya diorientasikan pada bagaimana seorang siswa dan sisiwi di masa depannya bisa tumbuh dan berkembang sebagai pribadi yang mandiri, memiliki harga diri dan tidak sekedar memiliki materi-materi. Jadi istilahnya guru berfungsi sebagai fasilitator yang mengajak dan memberikan stimulus-stimulus kepada peserta didik agar menggunakan kecakapannya secara bebas dan bertanggung jawab. Juga sebagai
102
motivator yang dapat memotivasi peserta didik untuk menggunakan kegiatan belajar. Visi pendidikan mengajarkan kepada setiap anggota masyarakat untuk menghargai kemajemukan dan membekali mereka dengan kemampuan untuk hidup bersama secara rukun dan damai sebagai umat manusia. Dari visi tersebut dengan jelas pendidikan Islam sarat dengan kesiapan menghadapi masyarakat. Terutama di MA Darul Huda di lingkungan pesantren kegiatan sehari-hari sudah menjadi bukti-bukti seperti terbiasa antri makan, mandi. Ini membutuhkan kesabaran, kejujuran. Di MA mengharapkan supaya nanti siswa dan siswi mengembangkan di masyarakat dan menjadi kebiasaan di lingkungan sekolah itu sendiri, atau nanti di lingkungan masyarakat. Hidup bersama adalah mengetahui, menghargai dan memahami adanya perbedaan satu sama lain. Dari sini dapat dipahami bahwa Islam memiliki pandangan yang universal. Artinya adalah tinggi atau rendahnya derajat taqwa seseorang ditentukan oleh prestasi kerja atau kualitas amal saleh sebagai aktualisasi dari potensi imannya.
103
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Konsep learning to know (belajar untuk mengetahui) dalam pembelajaran PAI di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo, bahwasannya belajar untuk mengetahui memunculkan serta mengembangkan pengetahuan yang ada pada siswa dan siswi, sehingga materi-materi yang telah disampaikan oleh guru benar-benar difahami oleh siswa dan siswi. 2. Konsep learning to do (belajar untuk berbuat) dalam pembelajaran PAI di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo, bahwasannya belajar untuk berbuat memunculkan kreasi siswa dan siswi yaitu berupa praktek. Setelah siswa dan siswi mengetahui maka dipraktekkan langsung. Cara yang digunakan adalah siswa dan siswi melakukan setelah memahami dan mengetahui pelajaran tersebut yaitu mempraktekkan atau menjelaskan kembali di depan temanteman. 3. Konsep learning to be (belajar untuk diri sendiri) dalam pembelajaran PAI di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo, bahwasannya belajar untuk menjadi diri sendiri menjadikan siswa dan siswi dalam pengembangan dirinya akan berjalan bila diberi kesempatan cukup luas untuk berkreasi. Guru juga
104
sebagai pengarah sekaligus fasilitator sangat dibutuhkan untuk pengembangan diri siswa dan siswi secara maksimal. 4. Konsep learning to live together (belajar untuk hidup bersama) dalam pembelajaran PAI di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo, bahwasannya belajar untuk hidup bersama membiasakan hidup bersama, saling menghargai, terbuka, memberi dan menerima, serta memahami adanya perbedaan satu sama lain tanpa memandang itu di bawahnya.
B. Saran 1. Untuk madrasah: agar meningkatkan dan menerapkan konsep UNESCO dalam pembelajaran PAI di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo, sehingga siswa dan siswi benar-benar melaksanakan konsep tersebut dengan sungguh-sungguh. 2. Untuk guru PAI: agar meningkatkan dalam mengembangkan konsep UNESCO dalam pembelajaran PAI di MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo, supaya suasana dan proses pembelajaran mencapai hasil yang maksimal dan tidak membosankan bagi siswa dan siswi.
105
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, H.M. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara, 1993. Azra, Azyumardi. Pembaruan Pendidikan Islam: Sebuah Pengantar. Dalam Marwan Saridjo, Bunga Rampai Pendidikan Islam. Jakarta: CV. Amissco, 1996. Fadjar, H.A. Malik. Visi Pembaharuan Pendidikan Islam. Jakarta: LP3NI, 1998. Jawa Pos, Radar Malang, 10 Oktober 2002. Lonfland. Analizing Social Setting, A Guide to Qualitative Observation and Analysis. Belmont, Cal:Wadsworth Publishing Company,1984. Moleong, Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif.Bandung: PT. Remaja Karya, 2000. Nasution, Harun. Islam Rasional. Bandung: Mizan, 1995. Nasution, S. Metodologi Penelitian Naturalistic Kualitatif . Bandung:Tarsito, 2003 Rahman, Fazlur. Islam. Bandung: Pustaka, 1996. Rianto, Yatim. Metodologi Penelitian Pendidikan,Suatu Tinjauan Pusat. Surabaya: Sic, 1996. Satori, Djam’an Implementasi Life Skills Dalam Konteks Pendidikan Di Sekolah. http://www.pdk.go.id/Jurnal/34/implementasi life skills. htm. Soedjatmiko, Wuri. Pendidikan Tinggi dan Demokrasi. Dalam Sindhunata (Ed), Menggagas Paradigma Baru Pendidikan.Yogyakarta: Kanisius, 2000. Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2005. Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung: Rosda Karya, 1994. Tajuk Kompas, Pendidikan Nasional, 2 Mei 2001.