BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Setiap daerah di Indonesia memperoleh hak untuk melakukan otonomi daerah dengan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab yang dapat menjamin perkembangan pembangunan daerah yang tercantum dalam undang-undang no 22 tahun 1999. Pemberian otonomi kepada daerah kabupaten dan kota menyebabkan peran pemerintah pusat semakin kecil, sebaliknya peran pemerintah daerah semakin besar dalam pembangunan. Pembangunan daerah sebagian besar merupakan merupakan wewenang daerah dan dilaksanakan sendiri oleh pemerintah daerah secara otonom. Pembangunan daerah melalui otonomi daerah memberikan peluang dan kesempatan bagi pemerintah yang bersih dan baik di daerah. Pelaksanaan tugas pemerintah daerah harus didasarkan pada prinsip efektif, efisien, partisipatif, terbuka, dan accountability. Dengan adanya otonomi daerah, maka daerah akan dituntut untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, memudahkan masyarakat untuk memantau dan mengontrol penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran pendapatan Belanja Daerah (APBD), selain itu menciptakan persaingan yang sehat antar daerah dan mendorong timbulnya inovasi. Sumber-sumber penerimaan daerah yang potensial harus digali secara maksimal, namun tentu saja dalam koridor peraturan perundangan yang berlaku, diantaranya adalah pajak daerah dan retribusi daerah yang sudah lama menjadi unsur pendapatan asli daerah yang utama. Pemberian kewenangan dalam
1
2
pengenaan pajak daerah dan retribusi daerah diharapkan lebih dapat mendorong pemerintah daerah terus berupaya untuk mengoptimalkan Pendapatan Asli daerah (PAD), khususnya yang berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah. Salah satu pendapatan asli daerah pada era otonomi daerah adalah dibidang pariwisata khususnya tempat wisata, karena pada sektor inilah yang potensial menghasilkan pendapatan yang besar karena sifatnya yang multi sectoral dan multi effect. Saat ini Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terkenal sebagai daerah tujuan wisata utama di pulau jawa, dan merupakan daerah tujuan wisata kedua setelah Bali. Perannya sebagai kota wisata, kota perjuangan, kota pelajar, dan pusat pendidikan, serta daerah kebudayaan, ditunjang dengan panorama yang indah telah mengangkat jogja sebagai daerah yang menarik untuk dikunjungi dan mempesona untuk disaksikan. Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta juga memiliki berbagai fasilitas dengan kualitas yang memadai yang tersedia dalam jumlah yang cukup. Semua yang tersedia dapat memperlancar dan memberi kemudahan bagi para wisatawan yang berkunjung ke Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sarana transportasi, akomodasi dan berbagai sarana penunjang lainnya seperti kuliner, dan aneka ragam cinderamata, dapat dengan mudah diperoleh di kota ini. Gempa yang mengguncang Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tanggal 27 Mei 2006 tidak melewatkan beberapa objek wisata yang ada di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Beberapa situs budaya di propinsi ini mengalami kerusakan parah, diantaranya Keraton Yogjakarta, makam imogiri, dan pusat kerajinan perak Kotagede. Hal ini membuat bingung pemerintah, kerena kerusakan akibat gempa di Propinsi ini akan berpengaruh pada pendapatan pariwisata Yogyakarta yang selama
3
ini menjadi andalan Propinsi ini. Sebagai konsekuensi, tempat wisata DIY dapat di katakan lesu, beberapa saat setelah bencana gempa. Rusaknya beberapa objek wisata membuat para wisatawan enggang datang ke Propinsi daerah Istimewa Yogyakarta, dan sejak gempa terjadi banyak tempat wisata yang sepi pengunjung. Setelah lebih dari setahun sesudah gempa, Yogyakarta kini perlahan-lahan mulai pulih kembali. Indikasi yang mampu menggambarkan pulihnya kondisi pariwisata di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta antara lain stabilnya jumlah penumpang yang datang melalui bandara Adi Sucipto, tingkat hunian hotel-hotel berbintang di Yogyakarta, serta tetap datangnya wisatawan kebeberapa tempat wisata di Propinsi daerah Istimewa Yogyakarta. Pasca satu tahun bencana gempa bumi yang mengguncang propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, kebangkitan disektor pariwisata khususnya tempat wisata di Daerah Istimewa Yogyakarta mulai terlihat. Salah satu nadi kehidupan masyarakat di Propinsi ini dinyatakan sudah benar-benar siap menerima kunjungan wisatawan. Berbagai sarana dan prasarana kepariwisataan seperti hotel dan restoran yang rusak akibat gempa hampir seluruhnya sudah dapat difungsikan. Kehidupan masyarakat yang setiap hari berkecimpung disektor kepariwisataan sudah pulih seperti sebelum gempa (www.YogYes.com).
1.2. Rumusan Masalah •
Bagaimana tingkat efisiensi dari retribusi tempat wisata sebelum dan sesudah gempa di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta?
4
•
Bagaimana kontribusi dari retribusi tempat wisata sebelum dan sesudah gempa terhadap pendapatan asli daerah di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta?
•
Bagaimana tingkat keunggulan daerah dari retribusi tempat wisata tempat wisata sebelum dan sesudah gempa di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta?
1.3. Tujuan Penelitian Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk melengkapi salah
satu syarat
kurikulum Tingkat Sarjana pada Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat efisiensi dari masing-masing daerah, tingkat kontribusi dari retribusi tempat wisata, dan tingkat keunggulan daerah dari retribusi tempat wisata sebelum dan sesudah gempa terhadap pendapatan asli daerah di Propinsi Daearah Istimewa Yogyakarta.
1.4. Kontribusi Penelitian •
Bagi Pemerintah Membantu pemerintah untuk mengetahui apakah ada perbedaan pendapatan dari retribusi tempat wisata sebelum dan sesudah gempa di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
5
•
Bagi Penulis Penelitian ini menjadi tambahan pengetahuan bagi penulis tentang keterkaitan teori-teori yang di peroleh dengan kenyaaan yang ada didalam penelitian.
1.5. Batasan masalah Penulis membatasi lingkup penelitian untuk memudahkan dalam menganalisis masalah. Batasan masalah yang diteliti antara lain: 1. Tempat penelitian Penelitian ini dilakukan di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang meliputi: Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman, Kabupaten Kulonproga, Kabupaten Gunung Kidul. Dalam penelitian ini di kota Yogyakarta tidak terdapat retribusi tempat wisata karena tempat wisata yang ada di Kota Yogyakarta tidak dikelola oleh pemerintah daerah setempat, melainkan dikelola langsung oleh pihak-pihak terkait. 2. Objek wisata yang menjadi tempat penelitian adalah objek wisata alam, dan objek wisata budaya yang ada di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 3. Sumber data yang digunakan adalah pendapatan retribusi tempat wisata dari tahun 2005 dan 2007, serta pendapatan asli daerah dari tahun yang sama.