BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan sistem desentralisasi yang memberikan ruang lebih pada otonomi daerah, menuntut semua pihak untuk melakukan perubahan serta pemahaman tugas dan kewenangan pemerintah daerah. Pemerintah mempunyai kewajiban untuk melaksanakan fungsi dan tugasnya secara tertib dan transparan terutama dalam memenuhi pelayanan umum. Selanjutnya, dalam rangka melaksanakan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggungjawab, tentu menjadi hal yang wajib bila persiapan sumber daya manusia serta manajemen yang baik dan bertanggung jawab dipegang sebagai tugas daerah tersebut.1 Terkait pelaksanaan manajemen yang baik dalam hal ini manajemen keuangan yang baik, berdasarkan pasal 1 ayat 13 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah menyebutkan bahwa perimbangan keuangan antara pemerintah dan pemerintah daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan bertanggung jawab dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah serta besaran pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Ayat tersebut mendeskripsikan dengan jelas bahwa faktor keuangan merupakan titik strategis bagi pembahasan pendanaan setiap daerah
1
Hamzah Bona. Pengaruh Faktor Lingkungan Fisik, Sosial-Budaya dan Sosial-Ekonomi Terhadap Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Pariwisata Melalui PNPM-Mandiri Perdesaan di Desa Lohia Kec. Lohia Kab. Muna. Tesis. Program Magister Kajian Pariwisata Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
1
sesuai potensi daerah masing-masing dengan andil pemerintah pusat. Pengelolaan keuangan oleh pemerintah daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki menjadi indikasi kemampuan suatu daerah untuk mampu mengelola rumah tangganya sendiri. Pasca pemberlakuan undang-undang tentang Otonomi Daerah tersebut, pemerintah daerah berkewajiban untuk memprakarsai serta mengelola kepentingan masyarakatnya sendiri. Dalam hal ini, segala aspek yang dimiliki daerah sudah menjadi tanggung jawab dan kewenangan pemerintah daerah untuk mengelolanya termasuk bidang pariwisata, dan pengembangannya yang diperuntukan demi peningkatan kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan di daerah tersebut. Sementara di sisi lain, pada sistem pemerintahan yang demokratis, konsep partisipasi masyarakat merupakan salah satu konsep yang penting karena berkaitan langsung dengan hakikat demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang berfokus pada rakyat sebagai pemegang kedaulatan. Partisipasi masyarakat memiliki banyak bentuk, dapat berupa keikutsertaan langsung masyarakat dalam program pemerintahan maupun yang sifatnya tidak langsung, seperti berupa sumbangan dana, tenaga, pikiran, maupun pendapat dalam pembuatan kebijakan pemerintah. Secara lebih spesifik bahwa pembangunan pada sistem desentralisasi ini harus lebih memiliki dimensi peningkatan sumber daya manusia sehingga dapat memberikan pelayanan yang tepat kepada masyarakat dan mampu mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan. Untuk itu peran serta masyarakat langsung sangat diperlukan
2
dan perlu terus diperkuat serta diperluas.2 Berdasarkan uraian tersebut, masyarakat sebagai perorangan maupun sebagai kelompok merupakan salah satu aktor yang sangat penting dalam partisipasi pembangunan. Dalam konteks partisipasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata, masyarakat sekitar kawasan , terutama penduduk asli yang bermukim di kawasan wisata menjadi salah satu pemain kunci sektor pariwisata, karena sesungguhnya merekalah yang akan menyediakan sebagian besar atraksi sekaligus menentukan kualitas produk wisata.3 Peranan masyarakat dalam pengelolaan ini dapat dimaksimalkan ketika masyarakat merasa menjadi subjek dalam pembangunan. Sejatinya, masyarakat memiliki kemampuan untuk aktif berkontribusi apabila pemerintah menempatkannya sebagai mitra kerja pembangunan dengan pemahaman dan penghormatan norma-norma yang berlaku di antara keduanya. Sinergi dan integrasi pemerintah bersama masyarakat memiliki tujuan utama dalam penanggulangan dan pengentasan kemiskinan berbasis masyarakat. Sebagai leading sector saat ini, pariwisata menjadi target utama pengentas kemiskinan karena sifat pembangunan pariwisata yang memiliki multiplier effect. Pemerintah Pusat melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri terbukti memiliki perhatian khusus untuk mengentaskan kemiskinan melalui bidang pariwisata. Program ini selanjutnya disebut sebagai Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Parwisata (PNPM Mandiri Pariwisata). PNPM
2
Caroline Paskarina, Perencanaan Partisipatif Dalam Pembangunan Daerah, Puslit Kebijakan Publik dan Pengembangan Wilayah Lembaga Penelitian UNPAD, Bandung, 2005, h.1. 3 Janianton Damanik dan Helmut FW, Perencanaan Ekowisata dari Teori ke Aplikasi, Pusat Studi Pariwisata (PUSPAR UGM) dan Andi, Yogyakarta, 2006.
3
Mandiri Pariwisata merupakan salah satu upaya yang diharapkan mampu menjadi program unutk menanggulangi kemiskinan melalui bidang pariwisata.4 PNPM Mandiri Pariwisata memberikan insentif dana untuk pembangunan dan pengembangan sebuah destinasi yang berbasis masyarakat. Selanjutnya untuk mencapai sasaran pembangunan kepariwisataan nasional melalui PNPM Mandiri Pariwisata tersebut, pengurangan kemiskinan didasarkan pada konsep pariwisata berbasis kerakyatan yang berkelanjutan (community based tourism and sustainability development) yang menekankan pada peningkatan keikutsertaan masyarakat, terutama di sekitar daya tarik wisata. Hal tersebut sesuai dengan sasaran kegiatan PNPM Mandiri Pariwisata yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No.Km.18/HM.001/MKP/2011 Tentang Pedoman PNPM Mandiri Pariwisata pada butir pertama dan ketiga yang menekankan pada: 1.
Meningkatnya kapasitas Lembaga Keswadayaan Masyarakat (LKM) di desa/kelurahan/kampung
dalam
mendorong
tumbuh
dan
berkembangnya partisipasi serta kemandirian masyarakat dalam bidang kepariwisataan. 2. Meningkatnya kapasitas kemampuan berusaha dan berkarya masyarakat di desa wisata dan sekitarnya, yang mencakup wilayah pedesaan atau komunitas masyarakat yang memiliki hubungan atau keterkaitan fungsi dan peran (sebagai objek pendukung, pemasok logistik, dan sebagainya)
4
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI, 2011, Pedoman PNPM Mandiri Pariwisata, Jakarta, h. 1.
4
sehingga masyarakat miskin yang berdomisili di sekitar daya tarik wisata atau pusat-pusat kegiatan pariwisata dan budaya tersebut dapat meningkatkan kesejahteraannya. Berdasarkan pedoman tersebut, PNPM Mandiri Pariwisata secara jelas bertujuan meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat terutama masyarakat miskin melalui pengembangan desa wisata. Dalam hal ini, PNPM Mandiri Pariwisata menyusur target kepada masyarakat pedesaan. Desa atau lingkungan pedesaan yang menjadi tempat terjadinya interaksi sosial adalah sebuah komunitas
yang
selalu
dikaitkan
dengan
kebersahajaan
(simplicity),
keterbelakangan, tradisionalisme, subsistensi, dan keterisolasian.5 Masyarakat desa dalam kehidupan sehari-hari, pada umumnya, menggantungkan pada alam. Alam merupakan segalanya bagi penduduk desa, karena alam memberikan apa yang dibutuhkan manusia bagi kehidupannya. Mereka mengolah alam dengan peralatan yang sederhana untuk dipetik hasilnya guna memenuhi kebutuhan sehari-hari. Alam juga digunakan untuk tempat tinggal.6 Terdapat tiga unsur yang membentuk sistem yang bergerak secara berhubungan dan saling terkait dari sebuah desa7, yaitu : 1.
Daerah tanah yang produktif, lokasi, luas dan batas yang merupakan lingkungan geografis,
5
Rahardjo, Pengantar SosiologiBerat Pedesaan dan Pertanian, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1999. 6 Ni Luh Sutjiati Beratha, Desa, Masyarakat Desa dan Pembangunan Desa, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982. 7
N. Daldjoeni, Geografi Kota dan Desa, Alumni. Bandung, 1999, h.55.
5
2.
Penduduk, jumlah penduduk, pertambahan penduduk, persebaran penduduk dan mata pencaharian penduduk,
3.
Tata Kehidupan, pola tata pergaulan dan ikatan pergaulan warga desa termasuk seluk beluk kehidupan masyarakat desa.
Desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal usul yang bersifat istimewa. Landasan pemikiran mengenai Pemerintahan
Desa
adalah
keanekaragaman,
partisipasi,
otonomi
asli,
demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.8 Masyarakat di pedesaaan merupakan sebuah komunitas kecil yang memiliki ciri-ciri yang khusus dalam pola tata kehidupan, ikatan pergaulan dan seluk beluk masyarakat pedesaan, yaitu ; 1) para warganya saling mengenal dan bergaul secara intensif, 2) karena kecil, maka setiap bagian dan kelompok khusus yang ada di dalamnya tidak terlalu berbeda antara satu dan lainnya, 3) para warganya dapat menghayati lapangan kehidupan mereka dengan baik.9 Selain itu masyarakat pedesaan memiliki sifat solidaritas yang tinggi, kebersamaan dan gotong royong yang muncul dari prinsip timbal balik. Artinya sikap tolong menolong yang muncul pada masyarakat desa lebih dikarenakan hutang jasa atau kebaikan. Gotong royong digolongkan menjadi dua yaitu gotong royong tolong menolong dan gotong royong kerja bakti.10 Gotong royong tolong menolong identik dengan bantuan yang diberikan antar warga
8
HAW. Widjaja, Otonomi Desa: Merupakan Otonomi yang Asli, Bulat, dan Utuh, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003 9 Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi II Pokok – Pokok Etnografi, Rineka Cipta, Jakarta, 2005, h. 70. 10 Nurwanti et al.,. Kajian Sosial, Budaya, dan Ekonomi Masyarakat di Kawasan Situs Sangiran.Cetakan I, Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB), Yogyakarta, 2013, h.80.
6
kepada sesama warga lain yang dihadapkan pada sebuah kesulitan. Sedangkan gotong royong kerja bakti diidentikan dengan kegiatan bersatunya warga dalam membersihkan lingkungan fisik desa. Gotong royong merupakan simbol kebersamaan masyarakat desa. Kegiatan ini seringkali muncul dengan inisiasi oleh lembaga kemasyarakatan. Pemberdayaan merujuk pada pengertian perluasan kebebasan memilih dan bertindak. Bagi masyarakat miskin, kebebasan ini sangat terbatas karena ketidakmampuan bersuara (voicelessness) dan ketidakberdayaan (powerlessness) dalam hubungannya dengan negara dan pasar. Karena kemiskinan adalah multi dimensi, masyarakat miskin membutuhkan kemampuan pada tingkat individu (seperti kesehatan, pendidikan dan perumahan) dan pada tingkat kolektif (seperti bertindak bersama untuk mengatasi masalah). Memberdayakan masyarakat miskin dan terbelakang menuntut upaya menghilangkan penyebab ketidakmampuan mereka meningkatkan kualitas hidupnya. Unsur-unsur pemberdayaan masyarakat pada umumnya adalah11: (1) inklusi dan partisipasi; (2) akses pada informasi; (3) kapasitas organisasi lokal; dan (4) profesionalitas pelaku pemberdaya. Keempat elemen ini terkait satu sama lain dan saling mendukung. Sementara itu terdapat lima strategi pemberdayaan diantaranya12:
11
Herry Darwanto, Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan Berbasiskan Masyarakat Terpencil, Bappenas Publication, http:old.bappenas.go.id/get-file-server/node/8514/, 20 November 2014 (14:35) 12 I. Nyoman Sumaryadi, Perencanaan Pembangunan Daerah Otonom dan Pemberdayaan Masyarakat, Citra Utama, Jakarta, 2005, h.148.
7
1. Bantuan kesejahteraan yaitu berusaha memenuhi kebutuhan tertentu yang dialami individu atau keluarga seperti makanan, kesehatan, dan pendidikan. 2. Strategi pemberdayaan masyarakat atau pembangunan masyarakat dalam skala kecil yaitu pelayanan kesehatan, penerapan teknologi tepat guna, dan pembangunan infrastruktur. Dalam hal ini, penyelesaian persoalan masyarakat akar rumput (grassroot) tidak dapat terselesaikan dengan pendekatan atas bawah (top-down) melainkan dari bawah ke atas (bottom-up). 3. Sistem pengembangan yang berkelanjutan yaitu melihat dampak pembangunan ke arah yang lebih luas diantaranya regional, nasional, dan internasional. 4. Mengembangkan gerakan masyarakat (people movement) yaitu membantu masyarakat mengorganisasi diri, mengidentfikasi kebutuhan lokal, dan memobilisasi sumber daya yang tersedia. 5. Generasi pemberdayaan masyarakat (empowering people) Strategi pemberdayaan dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah berupa PNPM Mandiri Pariwisata akan berjalan efektif dengan adanya partisipasi masyarakat baik secara individu maupun bersama lembaga kemasyarakatan. Konsep pariwisata berbasis masyarakat (Community Based Tourism) didefinisikan sebagai pariwisata yang
memperhitungkan aspek keberlanjutan
8
lingkungan, sosial dan budaya.13 Konsep tersebut mensyaratkan pada masyarakat sebagai bagian yang aktif dalam pembangunan. Dalam PNPM Mandiri Pariwisata ini, masyarakat idealnya dilibatkan sejak awal penyusunan proposal hingga implementasi. Namun, ada beberapa faktor yang perlu menjadi perhatian dalam pelaksanaan PNPM Mandiri melalui partisipasi masyarakat. Sebab masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan terikat oleh suatu bentuk identitas tertentu.14 Maka pelaksanaan PNPM Mandiri Pariwisata yang mensyaratkan berbasis pada partisipasi masyarakat bukanlah hal yang mudah. Beberapa faktor penting menjadi penentu bagaimana masyarakat mampu berpartisipasi dalam kegiatan ini. Untuk itu, penulis melihat bahwa hal-hal seperti faktor demografi merupakan hal penting yang dapat mempengaruhi PNPM Mandiri Pariwisata demi terciptanya keberhasilan program pemerintah tersebut. Dalam penelitian ini, ruang lingkup pelaksanaan PNPM Mandiri Pariwisata diantaranya terkait partisipasi masyarakat, interaksi sosial di dalamnya sebagai tahapan implementasi kebijakan tersebut. Hal itu melatarbelakangi penulisan penelitian dalam rangka menyelesaikan tugas akhir skripsi untuk menempuh gelar kesarjanaan pada bidang pariwisata yang berjudul “Pengaruh Faktor Demografi terhadap PNPM Mandiri Pariwisata di Desa Ketenger, Kab. Banyumas”. Selanjutnya, batasan penelitian yang digunakan tercantum dalam poin-poin rumusan masalah penelitian.
13
Potjana Suansri, Community Based Tourism Handbook, REST Project, Thailand, 2003, h.14. Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1994. 14
9
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dikemukan di atas, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1.
Bagaimana faktor demografi (usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan
tingkat
ekonomi/penghasilan)
Desa
Ketenger,
Kabupaten
Banyumas? 2.
Bagaimana pengaruh faktor demografi terhadap tingkat interaksi sosial, partisipasi masyarakat, dan tingkat pemahaman PNPM Mandiri Pariwisata?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Memperoleh gambaran mengenai faktor demografi (usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
dan tingkat
ekonomi/penghasilan)
Desa
Ketenger, Kabupaten Banyumas. 2. Mengetahui pengaruh faktor demografi terhadap interaksi sosial, tingkat partisipasi masyarakat dalam pengembangan pariwisata, dan tingkat pemahaman PNPM Mandiri Pariwisata di Desa Ketenger, Kabupaten Banyumas.
10
1.4 Manfaat Penelitian Merupakan penjabaran mengenai manfaat dari penelitian yang sedang dilaksanakan. Terdapat 2 manfaat pada penelitian ini yaitu : 1.4.1 Manfaat Teoretis 1. Penelitian ini akan menjadi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya pengembangan ilmu kepariwisataan seputar partisipasi masyarakat, sosiologi pariwisata, dan kebijakan pemerintah dalam pengentasan kemiskinan di sekitar destinasi. 2. Penelitian ini akan menjadi sudut pandang baru pendekatan masyarakat berbasis pariwisata, dalam upaya pengkajian berbagai masalah yang berkaitan dengan perkembangan Ilmu Pariwisata. 1.4.2 Manfaat Praktis 1. Penelitian ini akan menjadi bahan acuan keberhasilan dan evaluasi bagi masyarakat di Desa Ketenger dalam kaitan pengembangan pariwisata. 2. Penelitian ini akan menjadi bahan masukan dan pertimbangan bagi institusi terkait khususnya Dinas Pariwisata Kabupaten Banyumas. 1.5 Tinjauan Pustaka Beberapa studi yang pernah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya mengenai PNPM Mandiri Pariwisata menyebutkan bahwa sebagai subyek pengembangan, masyarakat menjadi pelaku penting dan terlibat aktif dalam perencanaan dan pengembangan kegiatan kepariwisataan. Sedangkan sebagai penerima manfaat, masyarakat diharapkan dapat memperoleh nilai manfaat ekonomi yang signifikan
11
dari pengembangan kegiatan kepariwisataan yang akan meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan mereka.15 Melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pariwisata, pemerintah berusaha menciptakan cara untuk mengentaskan kemiskinan dan pengangguran baik pada daerah perkotaan maupun daerah pedesaan. Implementasi program PNPM Mandiri Pariwisata perlu diteliti untuk mengetahui transparansi pembiayaannya karena saat ini pembiayaan program itu bersumber sepenuhnya dari pemerintah dalam bentuk bantuan sosial. Terkait transparasi dan pembiayaan itulah, masyarakat idealnya bertanggung jawab penuh dalam partisipasi implementasi PNPM Mandiri Pariwisata. Partisipasi masyarakat dalam pengembangan pariwisata dipengaruhi oleh lingkungan fisik dan non-fisik. Hal ini terukur dengan menggunakan beberapa variabel. Variabel lingkungan fisik terdekat masyarakat terdeteksi dari sanitasi. Semakin baik sebuah sanitasi maka semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam pembangunan atau pengembangan sarana pariwisata. Lingkungan non fisik berupa sosial-ekonomi memiliki variabel berupa jenis pekerjaan dan tingkat pendapatan penduduk. Semakin tinggi pendapatan maka tingkat partisipasi pembangunan atau pengembangan sarana pariwisata berbanding lurus. Jenis pekerjaan pun demikian karena masyarakat penerima PNPM Mandiri cenderung masyarakat desa yang menggunakan pola pikir kebersamaan dalam kepemimpinan orang-orang yang mereka anggap ahli.16
15
Beta Maria Kurniawati Apu, Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pariwisata Dalam Pengembangan Agrowisata di Desa Koanara Kabupaten Ende, Tesis, Program Magister Kajian Pariwisata Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2013. 16 Hamzah Bona, op. cit.
12
Masyarakat dalam hal ini benar menjadi aktor dalam partisipasi aktif. Apabila secara sosial-ekonomi dan lingkungan fisik mampu menjadi ukuran partisipasi pembangunan dan pengembangan pariwisata, maka pendekatan sosial-budaya tentu menjadi faktor yang mendominasi dalam pengaruh partisipasi PNPM Mandiri. Penelitian lain yang berfokus pada sosial budaya masyarakat dalam partisipasi pembangunan dan pengembangan sebuah kawasan.17 Penelitian tersebut mengemukakan bahwa kehidupan sosial budaya masyarakat yang meliputi variabel keluarga, interaksi sosial, tingkat kerukunan masyarakat desa, dan sistem kepercayaan dapat terdampak dan berdampak dalam pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi yang dimaksud dalam penelitian tersebut adalah pembangunan pasar di Desa Bangunkerto. Penelitian tersebut mendeskripsikan bahwa organisasi sosial yang berupa kelompok tani, lembaga pendidikan, dan lembaga rekreasi menjadi tergerak setelah adanya pembangunan pasar. Arah gerak ini merupakan pengaruh positif dalam bentuk pembenahan SDM dan SDA yang menjadi upaya mereka dalam partisipasi membangun kehidupan pasar. Selanjutnya interaksi sosial yang meliputi sambatan dalam pertanian, nyurug, tetulung layat, keamanan, kerja bakti, dan pelapisan sosial memiliki pengaruh. Partisipasi dalam keamanan contohnya yang berbentuk ronda menurun dari 93,33% menjadi 78,33%. Penurunan tersebut tertulis disebabkan oleh menunjangnya situasi jalan, perumahan, dan penerangan akibat pembangunan pasar sehingga partisipasi ronda
17
Sudarmo Ali Murtolo et al, Dampak Pembangunan Ekonomi (Pasar) Terhadap Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta (Studi Kasus Pertanian Salak Pondoh Desa Bangunkerto), Direktorat Jenderal Kebudayaan Bagian Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya, Yogyakarta, 1995, h.18-20.
13
masyarakat menurun. Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembangunan ekonomi (pasar) sebagai bentuk kebijakan pemerintah memiliki pengaruh positif terhadap kehidupan sosial budaya masyarakat dengan partisipasi dari masyarakatnya itu sendiri dalam melaksanakan aktivitas sosial budayanya. Penelitian serupa dilakukan oleh Nurwanti et al. (2013) yang mendeskripsikan bahwa kawasan Sangiran merupakan kawasan yang memiliki benturan kepentingan baik dari masyarakat lokal, Pemerintah Daerah Sragen, dan BPSMP Sangiran. Oleh karena benturan kepentingan tersebut, situs yang diharapkan menjadi kawasan wisata oleh Pemerintah Sragen ini tidak mendapatkan dukungan penuh dari aktivitas sosial ekonomi masyarakat. Terkait dengan mata pencaharian penduduk lokal sebagai petani, pemakaian lahan yang semakin intensif akan merusak lingkungan sekitar situs. Dalam hal ini partisipasi masyarakat bernilai negatif dalam pengembangan wisata. Namun, sisi sosial budaya masyarakat terbukti menunjang situs Sangiran sebagai destinasi. Dengan berbagai produk kebudayaan lokal yang telah lama dimiliki, masyarakat secara tidak langusng berpartisipasi dalam pengembangan pariwisata karena hal tersebut menjadi daya tarik wisatawan. Pada akhir bagian penelitian, diketahui bahwa minat masyarakat untuk mengembangkan potensi budayanya kurang tinggi akibat citra buruk pemerintah di mata masyarakat sehingga partisipasi pun bernilai negatif meski desa tersebut pernah mendapatkan dana PNPM Mandiri Desa. Dari beberapa uraian tinjauan pustaka di atas diketahui bahwa kebijakan pemerintah melalui berbagai program bantuan masyarakat dapat menjadi hal yang positif, netral, atau bahkan negatif bergantung pada sosial budaya masyarakat yang
14
akan mengimplementasikan kebijakan tersebut melalui partisipasi masyarakat. Variabel yang digunakan konteks sosial budaya masyarakat yang berpengaruh terhadap partisipasi menurut penelitian terdahulu adalah usia, tingkat pendidikan, dan organisasi masyarakat.18 Kemudian dalam penelitian lain menyebutkan hal-hal yang dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat salah satunya interaksi sosial (pergaulan hidup masyarakat).19 Maka tiga hal tersebut menjadi sub variabel dalam variabel faktor demografi dan interaksi sosial sebagai variabel terikat bagi faktor demografi tersebut. 1.6 Landasan Teori Pada bagian ini penulis akan memaparkan teori yang berkaitan dengan tiga hal terkait masyarakat dan pariwisata diantaranya pariwisata berbasis masyarakat, faktor demografi, sosial budaya yang terkait dengan interaksi sosial dan pemberdayaan, serta partisipasi masyarakat. 1.6.1 Community Based Tourism (CBT)20 CBT adalah konsep pariwisata yang menekankan pada keberlangsungan aspek lingkungan, sosial, dan budaya. Konsep tersebut dimiliki dan diolah oleh
18
Hamzah Bona, op. cit. Achmad Santoso Sastropoetro, Partisipasi, Komunikasi, Persuasi & Disiplin dalam Pembangunan Nasional, Alumni. Bandung, 1998. 20 Anonim. Community Based Tourism : Principles and Meaning Handbook, diakses dari http://www.mekongtourism.org/sites/default/files/CBT-Handbook-Principles-and-Meanings-byCBT-I-Thailand_0.pdf tanggal 9 April 2015 pukul 15.37 19
15
masyarakat, untuk masyarakat dengan tujuan memperbolehkan wisatawan untuk meningkatkan kepedulian dan belajar tentang cara hidup masyarakat lokal. Konsep CBT membagi sepuluh tahapan pembangunan kapasitas masyarakat dalam mengelola pariwisata, diantaranya : a. Penentuan destinasi. b. Kelengkapan studi kelayakan yang berhubungan dengan masyarakat. c. Menetapkan visi dan tujuan dari masyarakat tersebut. d. Mengembangkan rencana untuk mempersiapkan masyarakat yang mengelola wisata. e. Menetapkan arah manajemen organisasi. f. Membuat rancangan paket wisata. g. Melatih pemandu wisata yang representatif. h. Mengembangkan rencana pemasaran. i. Meluncurkan program utama wisata. j. Monitor dan evaluasi. Desa tempat penelitian ini berada pada tahapan terakhir yaitu monitor dan proses evaluasi dimana didalamnya mengintergarasikan evaluasi hak masyarakat untuk mengatur dirinya sendiri (rights of self-governance) sebagai pengelola pariwisata. Hak tersebut diantaranya tingkat partisipasi masyarakat dan pembangunan kemampuan diri masyarakat (community confidence building).
16
Dalam hal ini salah satu variabel yang dikaji dalam pembangunan diri masyarakat adalah faktor demografi, interaksi masyarakat, dan partisipasinya. 1.6.2 Faktor Demografi Dalam sub bab ini akan dijelaskan mengenai demografi dan faktor-faktor yang ada di dalamnya yang digunakan sebagai indikator dalam penelitian ini. Demografi berasal dari bahasa Yunani “Demos” yang berarti rakyat atau penduduk dan “Grafein” yang berarti menulis. Jadi demografi adalah tulisan-tulisan mengenai rakyat atau penduduk. Dalam pengertian yang lebih luas, demografi juga memperhatikan berbagai karakteristik individu maupun kelompok, yang meliputi tingkat sosial, budaya, dan ekonomi. Karakteristik sosial dapat mencakup status keluarga, tempat lahir, tingkat pendidikan, dan lain sebagainya. Karakteristik ekonomi meliputi antara lain aktivitas ekonomi, jenis pekerjaan, lapangan pekerjaan, dan pendapatan. Sedangkan aspek budaya berkaitan dengan persepsi, aspirasi dan harapan-harapan21. 1.6.3 Sosial budaya Dalam sub bab ini akan dijelaskan mengenai definisi sosial, budaya, dan sosial-budaya masyarakat yang menjadi indikator dalam penelitian ini.
21
Titra Nova Wulandari, Proyeksi Laju Pertumbuhan Penduduk Di Indonesia Tahun 2010, Tugas Akhir, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2011, http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23803/3/Chapter%20II.pdf diakses pada 1 Maret 2015.
17
a. Sosial Sosial didefinisikan sebagai sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat.22 Dalam kajian sosiologi, kehidupan sosial masyarakat bisa terjadi dengan adanya interaksi sosial. Interaksi sosial sendiri bermakna hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perorangan, antar kelompok, maupun antar orang dengan kelompok. Interaksi sosial terjadi jika terdapat kontak sosial dan komunikasi.23 b. Budaya Kata kebudayaan berasal dari kata Sansekerta buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari kata buddi yang berarti budi atau akal.24 Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal. Adapun isitilah culture yang merupakan istilah bahasa asing yang sama artinya dengan kebudayaan., berasal dari kata Latin “colere” yang berarti mengolah atau mengerjakan, yaitu mengolah tanah atau bertani. Dari asal arti tersebut yaitu “colere” kemudian “culture” diartikan sebagai segala daya dan kegiatan manusia unuk mengolah dan merubah alam.25 Sementara itu terdapat definisi lain terkait kebudayaan sebagai berikut (terjemahannya):26
22
Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, http://kbbi.web.id/ diakses pada 12 Januari 2015. Anonim, Pengantar Sosiologi Handout Mata Kuliah Sosiologi, UPN Veteran Yogyakarta, Yogyakarta, 2010, h.25. 24 Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Edisi Baru Kesatu, CV. Rajawali, Jakarta, 1982, h.55. 25 Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi, cetakan kedua. Penerbit Universitas, Jakarta, 1965, hlm. 77-78. 26 EB Tylor dalam Soekanto, op. cit. h. 188-189. 23
18
“Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuan-kemampuan
serta
kebiasaan-kebiasaan
yang
didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.” Definisi di atas kemudian diperkuat oleh C. Kluckhohn dalam karyanya “Universal Categories of Culture” yang merujuk pada adanya tujuh unsur kebudayaan diantaranya:27 1. Peralatan
dan
perlengkapan
hidup
manusia
(pakaian,
perumahan, alat-alat rumah tangga, senjata, alat-alat produksi, transportasi, dan lain sebagainya). 2. Mata pencaharian hidup dan sistem ekonomi (pertanian, peternakan, sistem produksi, sistem distribusi, dan sebagainya) 3. Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, sistem perkawinan) 4. Bahasa (lisan maupun tertulis) 5. Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak, dan sebagainya). 6. Sistem pengetahuan 7. Religi (sistem kepercayaan)
27
Lihat Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1994, h.203-204.
19
Dari definisi-definisi di atas maka dapat diketahui bahwa budaya dalam hal ini kebudayaan memiliki unsur-unsur yang dapat dilihat secara langsung di masyarakat dan menjadi indikator kebudayaan khas suatu masyarakat. c. Sosial Budaya Masyarakat Masyarakat sebagai komuni atas individu memiliki modal yang menjadi identitas diri.28 Sebuah aset yang dimiliki individu dalam lingkungan sosialnya yang digunakan untuk menentukan posisi dalam suatu ranah. Selanjutnya, Bourdieu dalam bukunya yang berbeda The Forms of Capital mendefinisikan modal sosial sebagai "The aggregate of the actual or potential resources which are linked to possession of a durable network of more or less institutionalised relationships of mutual acquaintance and recognition” yang bermakna keseluruhan sumber daya potensial atau aktual, yang berkumpul pada seorang individu atau kelompok karena memiliki jaringan tahan lama berupa hubungan timbal balik perkenalan dan pengakuan yang sedikit banyak terinstitusionalkan.29 Hubungan modal sosial dengan pengembangan masyarakat yakni modal sosial adalah sebagai prakondisi untuk keberhasilan pembangunan.30 Dalam hal ini undang-undang dan pranata politik menjadi hal pokok dalam membangun modal sosial. Alasannya modal sosial yang kuat menjadi syarat pokok dalam mencapai pertumbuhan ekonomi dan politik yang kuat. Fukuyama mengupas pentingnya modal sosial berbasis pada
28
Pierre Bourdieu,The Logic of Practice, Stanford University Press, California. 1990, h. 67. Pierre Bourdieu., The Forms of Capital, In J. Richardson (Ed.) Handbook of Theory and Research for the Sociology of Education, Greenwood, New York, 1986, h. 241. 30 Francis Fukuyama, Social Capital and Development: The Coming Agenda. Free Press, New York, 2002, h. 21. 29
20
kepercayaan. Dalam keseharian, masyarakat berinteraksi dengan modal sosial yang kuat yang ditunjukkan dengan suasana saling percaya antarwarga. Bentuk modal inilah yang memiliki hubungan erat dengan tercapainya tingkat kesejahteraan masyarakat atau bangsa. Modal budaya dapat tersusun dari modal sosial masyarakat itu sendiri. Konsep ini menjelaskan bagaimana budaya masyarakat ada karena kebiasaan lingkungan sosialnya. Hubungan antara keduanya dalam keberhasilan pemberdayaan masyarakat adalah kepercayaan antar warga yang ada dalam modal sosial akan menjadi sebuah kebiasaan yang membudaya sehingga mampu terjalin kerja sama yang baik dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat itu sendiri. Kedua hal ini mampu menjadi sistem kontrol dalam operasional pengembangan masyarakat. 1.6. 4 Partisipasi Masyarakat Dalam subbab ini akan dijelaskan mengenai definisi partisipasi masyarakat, bentuk-bentuk partisipasi masyarakat, tingkat partisipasi masyarakat serta faktorfaktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat. a. Partisipasi Partisipasi adalah suatu proses yang meliputi banyak tingkat dan dimensi perubahan: perubahan kapasitas dan organisasi, komunitas dan individu; perubahan dalam sikap dan perilaku; perubahan dalam akses kepada sumber daya; perubahan dalam
keseimbangan
kekuasaan;
perubahan
dalam
persepsi
pemangku
kepentingan. Partisipasi memiliki potensi untuk berkontribusi pada perubahan
21
penting dalam aspek-aspek politik, kultural, ekonomi dan sosial dari masyarakat dan dari kehidupan manusia.31 Pengertian
tentang
partisipasi
secara
formal
adalah
turut
sertanya
seseorang, baik secara mental maupun emosional untuk memberikan sumbangan kepada proses pembuatan keputusan mengenai persoalan dimana keterlibatan pribadi orang yang bersangkutan melaksanakan tanggung jawab untuk melakukannya.32 Lebih jauh dijelaskan bahwa partisipasi didefinisikan sebagai keterlibatan mental/pikiran dan emosi/perasaan seseorang di dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai
tujuan
serta turut
bertanggung
jawab
terhadap
usaha
yang
bersangkutan.33 Dengan kata lain, batasan dari partisipasi adalah keterlibatan komunitas setempat secara aktif dalam pengambilan
keputusan
atau
pelaksanaannya terhadap proyek-proyek pembangunan.34 Selanjutnya partisipasi juga didefinisikan sebagai suatu tindakan yang mendasar untuk bekerjasama yang memerlukan waktu dan usaha, agar menjadi mantap dan hanya berhasil baik dan terus maju apabila ada kepercayaan.35 Dengan kata lain, batasan partisipasi sebagai suatu gejala demokrasi dimana orang
31
Jim Ife dan Frank Tesoriero, Community Development: Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi.Edisi 1, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2008, h. 331. 32 Ndraha Talizuduhu, Pembangunan Masyarakat Mempersiapkan Masyarakat Tinggal Landas. Rineka Karya, Jakarta, 1990, h. 103. 33 Achmad Santoso Sastropoetro, op. cit., h. 13 34 Achmad Santoso Sastropoetro, op. cit., h. 33. 35 Parfi Khadiyanto, Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Untuk Sekolah Baru. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2007, h. 28-29.
22
diikutsertakan dalam perencanaan suatu pelaksanaan dari gejala sesuatu yang berpusat pada kepentingannya dan juga ikut memikul tanggung jawab sesuai dengan tingkat kematangan dan tingkat kewajibannya.36 Pada definisi lain, partisipasi diartikan sebagai dana yang dapat disediakan atau dapat dihemat sebagai sumbangan atau kontribusi masyarakat pada proyekproyek
pemerintah.
Selain itu, partisipasi juga dapat diartikan sebagai
keterlibatan masyarakat
dalam penentuan
arah, strategi
dan kebijakan
pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah serta keterlibatan masyarakat dalam memikul dan memetik hasil atau manfaat pembangunan.37 Dari beberapa pengertian tentang partisipasi di atas dapat dirumuskan bahwa partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan/pelibatan masyarakat dalam kegiatan pelaksanaan pembangunan dalam merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan serta mampu untuk meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan untuk menanggapi, baik secara langsung maupun tidak langsung sejak dari gagasan, perumusan kebijaksanaan hingga pelaksanaan program.38 UNDP (United Nation Development Program) mengidentifikasi empat prinsip untuk memandu evaluasi dari partisipasi:39 1. Harus kualitatif dan kuantitatif
36
Soeganda Poerbakawatja, Ensiklopedi Pendidikan, Gunung Agung, Jakarta, 1976, h. 209. Parfi Khadiyanto, op. cit., h. 29. 38 Parfi Khadiyanto, op. cit., h. 31. 37
39
Muslim B.Putra, Menimbang Partisipasi Publik dalam Proses Legalisasi, dalam http://www.goodgovernance-bappenas.go.id/artikel_60.htm, 22 November 2014 pukul 21.16
23
2. Harus dinamis, bukan statis untuk membuat seluruh proses di seluruh waktu dapat dievaluasi. 3. Memerlukan pemantauan yang berkesinambungan untuk menangkap sifat dinamis dari proses uraian melalui kualitatif. 4. Harus melibatkan suara rakyat yang memegang peranan aktif dalam evaluasi. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat adalah jenis
kelamin,
usia,
tingkat
pendidikan,
tingkat pendapatan dan mata
pencaharian.40 a. Jenis Kelamin Partisipasi yang diberikan oleh seorang pria akan berbeda dengan partisipasi yang diberikan oleh seorang wanita. Hal ini disebabkan karena adanya sistem pelapisan sosial yang terbentuk dalam masyarakat yang membedakan kedudukan dan derajat antara pria dan wanita, sehingga menimbulkan perbedaan-perbedaan hak dan kewajiban. b. Usia Dalam beberapa kelompok masyarakat, serding didapati adanya perbedaan fungsi dan kedudukan atas dasar senioritas, sehingga memunculkan golongan tua dan
40
Yulius Slamet, Pembangunan Masyarakat Berwawasan Partisipasi, Sebelas Maret University Press, Surakarta, 1993, h. 137-143
24
golongan muda yang berbeda-beda dalam hal-hal tertentu, misalnya menyalurkan pendapat dan mengambil keputusan. c. Tingkat Pendidikan Faktor pendidikan mempengaruhi dalam berpartisipasi karena dengan latar belakang pendidikan yang diperoleh, seseorang lebih mudah berkomunikasi dengan orang luar dan cepat tanggap terhadap inovasi. Selain itu, pendidikan memberikan kesempatan kepada seseorang untuk lebih memahami arti penting dari partisipasi dalam setiap aktifitas bermasyarakat. d. Tingkat Penghasilan Besarnya tingkat penghasilan akan memberi peluang lebih besar bagi masyarakat untuk berperan serta. Tingkat pendapatan ini mempengaruhi kemampuan finansial masyarakat untuk berpartisipasi, khususnya yang berkaitan dengan partisipasi tidak langsung dalam bentuk finansial. e. Mata Pencaharian Jenis pekerjaan seseorang akan
menentukan tingkat
penghasilan dan
mempengaruhi waktu luang seseorang yang dapat digunakan dalam berpartisipasi, misalnya menghadiri pertemuan-pertemuan.
25
1.7 Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah penelitian, maka hipotesis penelitian adalah sebagai berikut: 1.7.1
Hipotesis Mayor
Terdapat hubungan yang signifikan antara faktor demografi dengan Interaksi Sosial, Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Pariwisata, dan Pemahaman PNPM Mandiri Pariwisata. Variabel karateristik masyarakat dalam hal ini terbagi ke dalam lima sub variabel yaitu usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, serta tingkat ekonomi. 1.7.2
Hipotesis Minor
1. Jika usia semakin tinggi maka tingkat interaksi sosial akan semakin rendah. Jika usia semakin rendah maka tingkat interaksi sosial semakin tinggi. 2. Jika jenis kelamin laki-laki maka tingkat interaksi sosial semakin tinggi. Jika jenis kelamin perempuan maka interaksi sosial semakin rendah. 3. Jika tingkat pendidikan semakin rendah maka tingkat interaksi sosial akan semakin rendah. Jika tingkat pendidikan semakin tinggi maka tingkat interaksi sosial semakin tinggi. 4. Jika pekerjaan seseorang semakin mapan maka tingkat interaksi sosial semakin rendah. Jika pekerjaan seseorang semakin tidak mapan maka tingkat interaksi sosial semakin tinggi. 5. Jika tingkat ekonomi/penghasilan masyarakat tinggi maka tingkat interaksi sosial akan semakin tinggi. Jika tingkat ekonomi/penghasilan masyarakat rendah maka tingkat interaksi sosial akan semakin rendah.
26
6. Jika usia semakin tinggi maka tingkat partisipasi masyarakat semakin rendah. Jika usia semakin rendah maka tingkat partisipasi masyarakat semakin tinggi. 7. Jika jenis kelamin laki-laki maka tingkat partisipasi masyarakat semakin tinggi. Jika jenis kelamin perempuan maka tingkat partisipasi masyarakat semakin rendah. 8. Jika tingkat pendidikan semakin rendah maka tingkat partisipasi masyarakat semakin rendah. Jika tingkat pendidikan semakin tinggi maka tingkat partisipasi masyarakat semakin tinggi. 9. Jika pekerjaan seseorang semakin mapan maka tingkat partisipasi masyarakat semakin rendah. Jika pekerjaan seseorang semakin tidak mapan maka tingkat partisipasi masyarakat semakin tinggi. 10. Jika tingkat ekonomi/penghasilan masyarakat semakin tinggi maka tingkat partisipasi masyarakat semakin tinggi. Jika tingkat ekonomi/penghasilan masyarakat semakin rendah maka tingkat partisipasi masyarakat semakin rendah. 11. Jika usia semakin tinggi maka tingkat pemahaman masyarakat dalam PNPM Mandiri Pariwisata semakin rendah. Jika usia semakin rendah maka tingkat pemahaman masyarakat dalam PNPM Mandiri Pariwisata semakin tinggi. 12. Jika jenis kelamin laki-laki maka pemahaman terhadap PNPM Mandiri Pariwisata semakin tinggi. Jika jenis kelamin perempuan maka pemahaman terhadap PNPM Mandiri Pariwisata semakin rendah.
27
13. Jika tingkat pendidikan semakin rendah maka tingkat pemahaman masyarakat terhadap PNPM Mandiri Pariwisata semakin rendah. Jika tingkat pendidikan semakin tinggi maka tingkat pemahaman masyarakat terhadap PNPM Mandiri Pariwisata semakin tinggi. 14. Jika pekerjaan seseorang semakin mapan maka tingkat pemahaman PNPM Mandiri Pariwisata semakin tinggi.Jika pekerjaan seseorang semakin tidak mapan maka tingkat pemahaman terhadap PNPM Mandiri Pariwisata semakin rendah. 15. Jika tingkat ekonomi masyarakat/penghasilan semakin tinggi maka tingkat pemahaman masyarakat dalam PNPM Mandiri Pariwisata semakin tinggi. Jika tingkat ekonomi masyarakat/penghasilan semakin rendah maka tingkat pemahaman masyarakat dalam PNPM Mandiri Pariwisata semakin tinggi.
1.
Hipotesis Geometrikal Gambar 1 Skema Hipotesis Geometrikal Penelitian X1
Y1
X2 X3
Y2
X4 X5
Y3
Keterangan : 1. Variabel Independent
28
X1
= Usia
X2
= Jenis Kelamin
X3
= Tingkat Pendidikan
X4
= Pekerjaan
X5
= Tingkat Ekonomi
2. Variabel Dependent Y1
= Interaksi Sosial
Y2
= Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Pariwisata
Y3
= Pemahaman terhadap PNPM Mandiri Pariwisata
1.8 Metode Penelitian Penelitian yang saat ini sedang dilakukan merupakan penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif yang dimaksud bersifat deskriptif dan korelasional. Kedua jenis penelitian ini digunakan untuk memberikan gambaran mengenai pengaruh faktor demografi terhadap interaksi sosial, partisipasi masyarakat, dan PNPM Mandiri Pariwisata dengan mengetahui terlebih dahulu karakteristik demografi masyarakat setempat dan partisipasi masyarakat terhadap PNPM Mandiri Pariwisata. Dalam penelitian ini terdapat 2 komponen penting terkait dengan prosedur penelitian yang sedang dilakukan seperti teknik pengumpulan data dan teknik analisis data. 1. Metode Pengumpulan Data
29
Teknik pengumpulan data merupakan salah satu bagian dari prosedur pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan. Adapun beberapa komponen yang terdapat didalamnya adalah sebagai berikut : 1) Studi Pustaka Merupakan suatu metode yang digunakan untuk mencari sumbersumber literatur yang terkait dengan permasalahan dalam penelitian yang
sedang
dilakukan
diantaranya
buku
yang
fokus
pada
pemberdayaan, partisipasi, sosial budaya terkait interaksi sosial, sosiologi, serta kebijakan PNPM Mandiri Pariwisata. Peneliti melakukan studi pustaka dengan mengujungi perpustakan Fakultas Ilmu Budaya, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, serta perpustakaan pusat Universitas Gadjah Mada. 2) Penyebaran Kuisioner (Survey) Tahapan penyebaran kuisioner, penulis mengumpulkan data dengan menyebarkan kuisioner kepada penduduk Desa Ketenger yang menjadi sampel dalam penelitian ini. Berdasarkan judul penelitian ini, maka terdapat empat variabel diantaranya karaketristik masyarakat, interaksi sosial, partisipasi masyarakat, dan pemahaman PNPM Mandiri Pariwisata. Adapun gambaran variabel adalah sebagai berikut:
30
Gambar 2 Skema Variabel Penelitian Interaksi Sosial VARIABEL DEPENDEN
Partisipasi Masyarakat Faktor Demografi
VARIABEL DEPENDEN
VARIABEL INDEPENDEN Pemahaman PNPM Mandiri Pariwisata VARIABEL DEPENDEN
Kuisioner ini berisi pertanyaan mengenai partisipasi kegiatan PNPM Mandiri dengan disesuaikan dengan beberapa variabel pendekatan sosial-budaya. Pertanyaan dibagi menjadi tiga bagian besar yaitu seputar interaksi sosial, partisipasi dalam pengembangan pariwisata, dan pengetahuan tentang PNPM Mandiri Pariwisata tersebut. Pertanyaan berjumlah total 51 buah dengan 5 Skala Likert41 dengan rincian bobot nilai sebagai berikut:42 Sangat setuju
:5
41
Skala Likert atau Summated Ratings Method yaitu alat yang digunakan untuk mengukur sikap dari keadaan yang sangat positif ke jenjang yang sangat negatif, untuk menunjukkan sejauh mana tingkat persetujuan atau ketidaksetujuan terhadap pernyataan yang diajukan oleh Peneliti. 42 Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis, Cetakan Keenam Belas.,CV. Alfabeta, Bandung, 2012, h. 92.
31
Setuju
:4
Tidak Tahu
:3
Tidak Setuju
:2
Sangat Tidak Setuju
:1
(a) Populasi Populasi dalam penelitian ini merupakan masyarakat Desa Ketenger usia kerja dengan rentang 18 tahun – 55 tahun yang tinggal saat PNPM Mandiri Pariwisata diimplementasikan. (b) Metode Penentuan Sampel Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode Non Probability Sampling dengan pendekatan Purposive Sampling. Non Probability Sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang bertujuan untuk tidak memberikan kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi yang dipilih menjadi sampel.43 Sedangkan Purposive Sampling merupakan bagian dari Non Probability Sampling yang bermakna teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Dalam metode pengambilan sampel purposif, pemilihan sampel telah ditentukan kriterianya terlebih dahulu. Sampel yang dimaksud penulis adalah masyarakat yang mengetahui adanya dana bantuan PNPM Mandiri Pariwisata yang digunakan dalam pengembangan pariwisata Desa Wisata Ketenger. Selain itu sampel tersebut merupakan
43
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Cetakan ke 5, CV Alfabeta, Bandung, 2008, h. 84-85.
32
masyarakat
yang
secara
umum
terlibat
dalam
organisasi
kemasyarakatan baik secara langsung dalam struktural organisasi maupun secara tidak langsung. Adapun alasan pemilihan kriteria tersebut yaitu 1) Masyarakat yang mengetahui adanya dana bantuan PNPM Mandiri Pariwisata diharapkan mampu memetakan bagaimana pengembangan pariwisata melalui dana bantuan tersebut. 2) Setelah paham mengenai penggunaan dana bantuan, maka masyarakat tersebut mampu memikirkan hal-hal apa saja yang dapat dilakukan untuk berpartisipasi yang akan dilakukan dalam implementasi PNPM Mandiri tersebut 3) masyarakat yang terlibat dalam organisasi kemasyarakatan baik secara langsung maupun tidak langsung masuk dalam kriteria karakteristik sosial-budaya setempat dalam berbagai aktivitas lokal yang
diikutinya.
Adapun
penentuan
ukuran
sampel
dengan
menggunakan formula yang telah dikembangkan sebagai berikut:44 𝓃=
𝑁 1 + 𝑁(𝑒)
2
Dimana n adalah ukuran sampel yang dibutuhkan, N adalah ukuran populasinya dan e
menyatakan margin error yang diperkenankan.
Dalam ilmu sosial ekonomi, margin error yang diperkenankan berkisar antara 5-10 %. Berdasarkan data monografi desa45, jumlah usia angkatan kerja yakni 18 – 55 tahun adalah 1850 orang.46 Dengan mengunakan
44
Kusmayadi, dan E. Sugiarto, Metodologi Penelitian Dalam Bidang Kepariwisataan, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2000, h. 74. 45 Daftar Isian Potensi Desa/Kelurahan, Desa Ketenger, Kecamatan Baturraden, Kabupaten Banyumas 2013. 46 Dengan jumlah seluruh penduduk Desa Ketenger adalah 3289 jiwa.
33
formula tersebut dengan margin error 5%, maka sampel yang diteliti berjumlah, 𝓃=
1850 1 + 1850(0,05)
𝓃=
1850 1 + 1850(0,0025) 𝓃=
2
1850 5,625
𝓃 = 328,89 𝓃 = 329 3) Jenis Data (1) Data Primer Data yang diperoleh dari lapangan melalui kuisioner dengan purposive sample yaitu masyarakat yang mengetahui PNPM Mandiri Pariwisata. (2) Data Sekunder Data yang diperoleh dari media lain seperti literatur buku, karya tulis, artikel koran/majalah, berita elektronik. 1.9 Metode Analisis Data Metode yang akan digunakan dalam menganalisis penelitian ini meliputi tiga tahapan, diantaranya : 1.9.1
Metode Analisis Deskriptif Analisis Deskriptif adalah metode yang digunakan untuk menyajikan faktor demografi melalui data statistik yang bersifat deskripsi.
34
1.9.2
Metode Analisis Uji Reliabilitas Uji Reliabilitas sendiri merupakan serangkaian pengukuran atau serangkaian alat ukur yang memiliki konsistensi bila pengukuran yang dilakukan dengan alat ukur itu dilakukan secara berulang. Cronbach's Alpha biasa digunakan sebagai alat uji keandalan untuk uji reliabilitas. 1. Cronbach’s alpha 0,8-1,0 : reliabilitas baik 2. Cronbach’s alpha 0,6-0,79 : reliabilitas diterima 3. Cronbach’s alpha <0,6 : reliabilitas buruk
1.9.3
Metode Analisis Korelasi Analisis korelasi adalah metode statistik yang digunakan untuk mengukur besarnya hubungan linier antara dua variabel atau lebih. Nilai korelasi populasi (ρ) berkisar antara interval -1 ≤ ρ ≤ 1. Jika korelasi bernilai positif, maka hubungan antara kedua varibel searah. Namun, jika korelasi bernilai negatif, maka hubungan antar kedua variabel berlawanan arah. Kemudian interval kekuatan menurut Vaus (2002: 259) yang menyatakan bahwa:47
47
0,00
: tidak ada hubungan
0,01 – 0,09
: hubungan sangat lemah/kurang berarti
0,10 – 0,29
: hubungan lemah
0, 30 – 0,49
: hubungan moderat
0, 50 – 0,69
: hubungan kuat
Vaus, Survey in Social Research, 5th Edition. Allen and Unwin. New South Wales, 2009.
35
0, 70 – 0,89
: hubungan sangat kuat
>0,90
: hubungan mendekati sempurna
1.10 Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Dalam BAB I, penulis menjelaskan tentang latar belakang peneliti memilih penelitian yang berfokus pada sisi karakteristik yang melekat pada masyarakat dengan judul Pengaruh Faktor demografi Terhadap Interaksi Sosial, Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan Pariwisata, dan Pemahaman PNPM Mandiri Pariwisata. Penulis menguraikan gambaran awal dan brainstorming fokus penelitian. Dengan sub bahasan yang menjelaskan tentang partisipasi masyarakat, interaksi sosial termasuk sosial budaya, pemahaman PNPM Mandiri Pariwisata, dan hal-hal terkait didalamnya. Tinjauan pustaka memuat uraian sistematis uraian sebelumnya untuk melihat keaslian penelitian ini. Landasan teori berguna sebagai acuan dalam menjawab dari rumusan masalah dan metodologi penelitian menjabarkan kerangka kerja yang bersistem dalam pelaksanaan penelitian untuk mencapai tujuan yang ditentukan. BAB II GAMBARAN UMUM Dalam BAB II, penulis menjelaskan tentang wilayah Desa Ketenger yang merupakan desa wisata dengan tiga dusun meliputi Dusun Karangpule, Dusun Ketenger, dan Dusun Kalipagu. Penjelasan meliputi gambaran umum fisik, non fisik, sejarah penerimaan dana PNPM Mandiri Pariwisata berikut sejarah
36
terbentuknya Desa Wisata Ketenger, potensi dan daya tarik, sarana dan prasarana pendukung yang ada. Selain itu penulis memperdalam fokus tulisan mengenai deskripsi sosial budaya sebagai bagian dari aspek non fisik desa. BAB III PEMBAHASAN Dalam BAB III, penulis memulai membahas tentang sosial budaya, partisipasi masyarakat dalam pengembangan pariwisata, serta PNPM Mandiri Pariwisata. Masing-masing fokus akan diturunkan menjadi beberapa variabel yang erat kaitannya dengan kehidupan sosial budaya masyarakat dan partisipasinya. Melalui kuisioner yang mengupas pertanyaan dengan variabel dan sub variabel yang telah ditentukan, penulis mengumpulkan data untuk kemudian dianalisa melalui SPSS 22. Bagian akhir akan dijelaskan deskripsi hasil analisa. BAB IV PENUTUP Dalam BAB IV, penulis menyimpulkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan memberikan saran atas hasil penelitian tersebut.
37
38