1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 Seperti yang dijelaskan dalam penjelasan Umum di dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dijelaskan bahwa dalam mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh dengan stabil dan berkelanjutan, menciptakan kesempatan kerja yang luas dan seimbang di semua sektor perekonomian, serta memberikan kesejahteraan secara adil kepada seluruh rakyat Indonesia maka program pembangunan ekonomi nasional harus dilaksanakan
secara
komprehensif
dan
mampu
menggerakkan
kegiatan
perekonomian nasional yang memiliki jangkauan yang luas dan menyentuh ke seluruh sektor riil dari perekonomian masyarakat Indonesia. Menurut penjelasan tersebut, Program pembangunan ekonomi nasional juga harus dilaksanakan secara transparan dan akuntabel yang berpedoman pada prinsip demokrasi ekonomi sebagaimana diamanatkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pencapaian tujuan memerlukan dukungan dan tata kelola pemerintahan yang baik secara berkesinambungan dalam melakukan reformasi terhadap setiap komponen dalam system perekonomian nasional. Sistem keuangan dan seluruh
1
_____,2012, Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011, Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta, Tatanusa,____2012,Undang-Undang Hukum Tentang Perbankan,Sidoarjo, Perum Surya Agung.
2
kegiatan jasa keuangan yang menjalankan fungsi intermediasi bagi berbagai kegiatan produktif di dalam perekonomian nasional. Dengan berkembangnya jaman dan teknologi pada globalisasi, maka kewajiban Negara adalah memberikan perhatian yang serius terhadap sektor jasa keuangan terutama dalam fungsi intermediasi yang diselenggarakan oleh bebagai lembaga jasa keuangan yang pada akhirnya mampu memberikan kontribusi yang sangat signifikan dalam memberikan sumbangan dana untuk pembiayaan pembangunan ekonomi nasional. Cara yang paling konkrit adalah menciptakan suatu peraturan dan pengawasan sektor jasa keuangan yang dipayungi oleh suatu lembaga secara komprehensif dan terintegrasi satu sama lain. Berdasarkan pengalaman masa lalu, disertai dengan permasalahan lintas sektoral di segala segi jasa keuangan, juga dengan adanya lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai subsektor keuangan atau konglomerasi membuat rumitnya masalah transaksi dan interaksi antar lembaga jasa keuangan di dalam sistem keuangan tersebut. Atas dasar permasalahan itulah perlu dilakukan penataaan kembali struktur pengorganisasian dari lembaga-lembaga yang melaksanakn tugas pengawasan dari aturan-aturan yang ditetapkan di sektor jasa keuangan yang meliputi sektor perbankan, perasuransian, pasar modal, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan yang lain. Tujuan dari penataan tersebut adalah untuk menciptakan koordinasi yang lebih efektif antara satu lembaga dengan lembaga lain, dimana bila terjadi permasalahan dalam sistem keuangan, solusi bisa
3
dilakukan dengan segera dan tidak menggoncang kestabilan sistem keuangan seperti yang terjadi di masa- masa yang lalu. Kunci kesukseksaan dari pengaturan dan pengawasan terhadap keseluruhan kegiatan jasa keuangan itu adalah pengintegrasian sektor-sektor di bawah satu payung yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan pada dasarnya memuat ketentuan tentang organisasi dan tata kelola (governance) dalam melaksanakan otoritas pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. Tujuan utama dari OJK adalah supaya semua aktivitas jasa keuangan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, dengan tata kelola yang baik, adil, transparan dan akuntabel, independensi, pertanggungan jawab,
kewajaran
(fairness). Dengan demikian, OJK mampu mewujudkan sistem keuangan yang terintegritas antara satu jasa keuangan dengan jasa keuangan lainnya secara menyeluruh dan berkesinambungan dengan
stabil serta mampu melindungi
kepentingan konsumen dan masyarakat Indonesia. Dengan tujuan tersebut, OJK mampu menjaga kepentingan nasional, seperti pendayagunaan manusia, pengelolaan, pengendalian, dan kepemilikan di sektor jasa keuangan dimana dengan jaman globalisasi saat ini, penguasaan ekonomi secara konglomerasi merajai negara-negara di dunia, termasuk Indonesia. Dari Undang- Undang Otoritas Jasa Keuangan diketahui bahwa, OJK mempunyai wewenang, yaitu pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi perizinan pendirian bank dan kegiatan usaha bank.
4
1. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank. 2. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank 3. Pemeriksaan bank. 4. Untuk
perlindungan
Konsumen
dan
masyarakat,
OJK
berwewenang melakukan tindakan pencegahan kerugian konsumen dan masyarakat, serta melakukan pelayanan terhadap pengaduan masyarakat. Alasan pertanyaan di atas adalah karena sering kali kita melihat begitu banyak Undang-Undang yang dibuat dan di sahkan oleh DPR dan disetujui oleh Presiden, hanya merupakan kelengkapan kewajiban tugas DPR dan Pemerintah tanpa suatu penerapan yang jelas dan tegas sesuai dengan yang sudah ditetapkan. Memang ada lebih dari satu sektor keuangan yang OJK akan atur dan awasi, seperti, sektor perbankan, perasuransian, pasar modal, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan yang lain, Namun penulis akan berfokus pada menganalisa dan mendiskusikan 2(dua) sektor jasa keuangan yang sangat mempengaruhi kehidupan mayoritas masyarakat
di Indonesia, yaitu sektor
perbankan dan sektor asuransi, dan yang tejadi akhir-akhir ini sesuai dengan perkembangan teknologi informasi adalah penyalahgunaan bisnis online dalam hubungannya dengan keuangan. Pada akhirnya, OJK, menurut penjelasan dari Undang-Undang tersebut, harus merupakan bagian dari sistem penyelenggaraan urusan pemerintahan yang
5
berinteraksi secara baik dengan lembaga-lembaga Negara dan pemerintahan lainnya dalam mencapai tujuan dan cita-cita kemerdekaan Indonesia yang tercantum dalam konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
B.Perumusan Masalah 1. Bagaimana Otoritas Jasa Keuangan Mengelola Kewenangannya Dalam Penegakan Hukum Di Indonesia. 2. Apa Kendala dan Solusi Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Pengelolaan Kewenangan Dalam Penegakkan Hukum di Indonesia.
C.Tujuan Penelitian Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang boleh dikatakan masih baru, Meskipun Undang-Undangnya disahkan pada tahun 2011, namun aplikasi dari pelaksanaan Undang-Undang tersebut baru diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2014, namun dari pengamatan penulis sudah lumayan banyak surat edaran dari lembaga tersebut yang dibuat dalam melaksanakan amanah dari Undang- Undang tersebut dalam mengatur dan mengawasi jalannya sektor jasa keuangan secara transparan, akuntabilitas, pertanggungan jawab dan kewajaran,
seperti surat
edaran OJK nomor 2/SEOJK.07/2014 Tentang Pelayanan dan Penyelesaian Pengaduan Konsumen Pada Pelaku Usaha Jasa Keuangan. Seringkali Otoritas Jasa Keuangan menggunakan media elektronik dalam menentukan kebijakannya
6
seperti pada Siaran Pers No. SP-28 DKNS/OJK/9/2014 Tentang Batas Atas Suku Bunga dan Dana Perbankan. Semua alat komunikasi dimanfaatkan oleh OJK dalam menjalankan visi dan misinya yang memang untuk perlindungan pada konsumen dan masyarakat Indonesia d sektor Jasa Keuangan. Menurut pengamatan dari penulis sejak keberadaan Otoritas Jasa Keuangan ini di awal tahun 2014 ini, maka penulis merasa sangat tertantang untuk menganalisa bagaimana pengelolaan Undang-Undang No.21 tahun 2011, bisa bermanfaat secara maksimal dan apa kendala-kendala yang timbul dalam proses penerapan Undang-Undang tersebut dan bagaimana mengatasi kendala-kendala tersebut serta solusi apa yang bisa dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Yang menjadi ketertarikan utama penulis memilih tema tersebut adalah apa yang bisa dikontribusikan untuk bisa lebih mengefektifkan Undang-Undang tersebut demi mencapai tujuan utamanya yaitu Terselenggaranya secara teratur, adil, transparan, akuntabel; Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; mampu melindungi kepentingan piutang dari masyarakat, seperti tabungan, deposito, penyetoran premi,
kepada institusi-
institusi seperti bank-bank dan perusahaan –perusahaan asuransi.
D.Manfaat Penelitian Dengan adanya penelitian ini, maka diharapkan bahwa penulis bisa berperan menjadi bagian kecil
solusi dari kendala dan tantangan yang dihadapi oleh
7
Otoritas Jasa Keuangan dalam mensosialisasikan lembaga tersebut kepada masyarakat, dimana selama ini lembaga-lembaga keuangan ada berdasarkan sektor-sektor keuangan tertentu,seperti Bapepam, atau dibawah kementrian seperti asuransi berada dibawah kementerian keuangan, dan perbankan di Indonesia berada dibawah pengawasan Bank Indonesia.
E. Keaslian Penelitian Penulis melakukan analisa dengan topik di atas berdasarkan rasa keingintahuan akan efektifitas dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritias Jasa Keuangan tersebut, karena Undang-Undang ini merupakan titik tolak dari keberagaman Undang-Undang yang ada yang dipersatukan sedemikian rupa sehingga menjadi satu wadah dalam peraturan maupun dalam pengawasan di hampir semua sektor keuangan di Indonesia. Mungkin penulisan dan penelitian tentang OJK tsb sudah pernah ada namun tidak sama. Atas dasar alasan di atas, penulis berupaya mencari data-data yang bisa menunjang penulisan ini, namun kendala utama yang dihadapi penulis adalah kurangnya buku-buku yang menunjang penjelasan ataupun diskusi mengenai Otoritas Jasa Keuangan tersebut. Hal ini dapatlah dimengerti karena Undang-Undang maupun aktivitas dari Otoritas Jasa Keuangan boleh dikata baru berumur 11 bulan dan masih dalam proses perwujudan dari aplikasi Undang-Undang tersebut. Dari semua kekurangan
8
buku-buku penunjang, yang menjadi penolong adalah keterangan-keterangan dari sosial media, seperti wawancara dengan ketua komisioner, surat-surat edaran yang dibuat oleh Otoritas Jasa Keuangan dalam mejalankan amanah Undang-Undang untuk pengawasan dan pencegahan ketidak stabilan aktivitas sektor keuangan. Diharapkan bahwa dengan keterbatasan buku-buku penunjang, dan sedikitnya ulasan-ulasan tentan Otoritas Jasa Keuangan tersebut, membuat penulis menjadi lebih kreatif juga inspiratif dalam memberikan analisa-analisanya dipadukan dengan keahlian lain dari penulis sebagai Pemegang Sertifikatsi Perencanaan Keuangan atau CFP (Certificate Financial Planner) yang sudah disahkan oleh BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi), memberikan sumbangsih pada manfaat penulisan tesis ini.